BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Zat Ekstraktif Kayu
Nilai rata-rata hasil pengujian zat ekstraktif pada kedua jenis kayu dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini, data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran
1 sampai dengan Lampiran 5. Tabel 6. Nilai kelarutan kayu
Kelarutan Jenis
Kayu Air panas
Air dingin Alkohol-benzena
Merbau 18,33
10,51 18,75
Keruing 6,04
4,93 6,62
Dari Tabel 6 dapat diketahui bahwa kayu Merbau memiliki kandungan zat ekstraktif yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan kayu Keruing. Pada
kayu Merbau dan kayu Keruing nilai kelarutan yang tertinggi diperoleh dari nilai kelarutan dalam alkohol-benzena. Nilai kelarutan yang terendah diperoleh dari
nilai kelarutan dalam air dingin, baik pada kayu Merbau maupun kayu Keruing. Namun kedua jenis kayu tersebut dapat digolongkan dalam kayu yang memiliki
kandungan zat ekstraktif tinggi karena kandungan zat ekstraktifnya lebih dari 4 Anonim 1976 diacu dalam Pari et al. 2001.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi antara lain jenis pelarut, jenis kayu, proses pengadukan, ukuran serbuk dan kadar air serbuk. Setiap
jenis kayu memiliki kandungan ekstrak yang berbeda-beda, baik jumlah maupun jenisnya. Frekuensi dan intensitas pengadukan yang tinggi akan mempercepat
penetrasi pelarut ke dalam serbuk. Luas permukaan serbuk mempengaruhi jumlah pelarut yang dapat diabsorpsi oleh serbuk tersebut. Ukuran partikel yang biasa
digunakan dalam analisis kimia berukuran 40 – 80 mesh Achmadi 1990 diacu dalam Lestari 2003.
Kadar air bahan yang tinggi akan mengurangi rendemen ekstrak yang akan diperoleh. Apabila ekstraksi dilakukan pada kondisi bahan yang segar atau
basah maka pelarut akan melarutkan air yang terdapat di dalam bahan sehingga jumlah ekstrak yang dihasilkan lebih sedikit Guenther 1998.
Kadar air serbuk kayu Keruing adalah 5,75 sedangkan pada kayu Merbau sebesar 11,86 . Serbuk kayu Keruing memiliki kadar air yang lebih
rendah bila dibandingkan dengan kayu Merbau.
4.2. Kayu Lamina
4.2.1. Kerapatan Kerapatan kayu lamina merupakan sifat yang penting, karena dapat
memberikan gambaran tentang kekuatan kayu lamina yang diinginkan. Tsoumist 1991 diacu dalam Rosihan 2005 mendefinisikan kerapatan sebagai massa yang
terkandung dalam setiap unit volume dari suatu material. Nilai rata-rata hasil pengamatan kerapatan pada kedua jenis kayu,
perlakuan awal dan jumlah lapisan dapat dilihat pada Tabel 7. Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6 dan Lampiran 7. Nilai rata-rata kerapatan kayu
lamina dalam bentuk grafik dapat dilihat pada Gambar 12. Setelah dilakukan analisis keragaman seperti terlihat pada Tabel 8, dapat
dilihat bahwa pengaruh jenis kayu terhadap kerapatan adalah sangat nyata, pengaruh jumlah lapisan terhadap kerapatan adalah sangat nyata, begitu juga
dengan pengaruh perlakuan awal terhadap kerapatan adalah sangat nyata. Pengaruh interaksi antara jenis kayu dengan jumlah lapisan terhadap kerapatan
adalah sangat nyata, pengaruh interaksi antara jumlah lapisan dengan perlakuan awal terhadap kerapatan adalah sangat nyata serta pengaruh interaksi antara jenis
kayu dengan perlakuan awal terhadap kerapatan adalah sangat nyata, sedangkan pengaruh interaksi antara jenis kayu dengan jumlah lapisan dan juga dengan
perlakuan awal adalah nyata.
Tabel 7. Kerapatan kayu lamina Jenis kayu
Perlakuan awal Jumlah
lapisan Kerapatan
gramcm³ tiga
0,79 Tanpa perlakuan
lima 0,78
tiga 0,75
Perebusan dengan air lima
0,75 tiga
0,81 Keruing
Vakum tekan dengan parafin lima
0,79 tiga
0,77 Tanpa perlakuan
lima 0,78
tiga 0,68
Perebusan dengan air lima
0,74 tiga
0,85 Merbau
Vakum tekan dengan parafin lima
0,88
Tabel 8. Sidik ragam kerapatan kayu lamina
F Tabel Sumber keragaman
DF JK
KT F
P 0,05
0,01 Jenis kayu
1 0,0005 0,0005
9,33 0,0054
4,26 7,82
Jumlah lapisan 1
0,0025 0,0025 42,86 0,0054
4,26 7,82
Perlakuan awal 2
0,0610 0,0305 523
0,0001 3,40
5,61 Jenis kayuJumlah
lapisan 1
0,0054 0,0054 92,19 0,0001
4,26 7,82
Jumlah lapisanPerlakuan awal
2 0,0018 0,0009
15,57 0,0001 3,40
5,61 Jenis kayuPerlakuan
awal 2
0,0162 0,0081 139,2 0,0001
3,40 5,61
Jenis kayu Jumlah lapisanPerlakuan awal
2 0,0005 0,0003
4,33 0,0247
3,40 5,61
Error 24
0,0014 0,0001 Total
35 0,0894
Keterangan : = nyata = sangat nyata
tn = tidak nyata
Menurut hasil uji Duncan seperti terlihat pada Tabel 9, dapat dilihat bahwa jenis kayu Keruing dan Merbau tidak berbeda nyata, kayu lamina 3 lapis
dan 5 lapis berbeda nyata. Kayu lamina yang tidak diberi perlakuan awal berbeda nyata dengan kayu lamina yang diberi perlakuan awal perebusan dengan air, kayu
lamina yang tidak diberi perlakuan awal berbeda nyata dengan kayu lamina yang diberi perlakuan awal vakum tekan dengan parafin, dan kayu lamina yang diberi
perlakuan awal perebusan dengan air berbeda nyata dengan kayu lamina yang diberi perlakuan awal vakum tekan dengan parafin.
Tabel 9. Hasil uji jarak Duncan pengaruh jenis kayu, lapisan dan perlakuan awal terhadap kerapatan kayu lamina
Perlakuan Nilai rata-rata
kerapatan Jumlah
contoh uji Merbau
0,79 A 18
Jenis kayu Keruing
0,78 A 18
Lima 0,79 A
18 Jumlah
lapisan Tiga
0,77 B 18
Vakum tekan dengan parafin 0,83 A
12 Tanpa perlakuan
0,78 B 12
Perlakuan awal
Direbus dengan air 0,73 C
12
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda
Kerapatan Kayu Lamina
0.00 0.10
0.20 0.30
0.40 0.50
0.60 0.70
0.80 0.90
1.00
Tanpa perlakuan
Direbus air
Vakum tekan
parafin Tanpa
perlakuan Direbus
air Vakum
tekan parafin
Keruing Merbau
Jenis kayu dan perlakuan
Nilai gramcm³
3 Lapis 5 Lapis
Gambar 12. Grafik nilai rata-rata kerapatan kayu lamina Dari Gambar 12 dapat dilihat bahwa nilai kerapatan kayu lamina yang
diberi perlakuan perebusan dengan air cenderung menurun dengan rata-rata penurunan sebesar 6,32 bila dibandingkan dengan yang tidak diberi perlakuan
awal. Hal ini disebabkan karena berkurangnya zat ekstraktif kayu pada saat
perebusan. Nilai kerapatan kayu lamina yang diberi perlakuan vakum tekan dengan parafin cenderung meningkat dengan rata-rata peningkatan sebesar 6,61
bila dibandingkan dengan yang tidak diberi perlakuan awal. Hal ini disebabkan karena masuknya parafin ke dalam rongga sel kayu sehingga meningkatkan
kerapatan kayu lamina. Nilai kerapatan kayu lamina yang dihasilkan berkisar antara 0,68 – 0,88
gramcm³. Nilai kerapatan kayu lamina Keruing berkisar antara 0,75 – 0 , 81 gramcm³, sedangkan nilai kerapatan kayu lamina Merbau berkisar antara 0,68 –
0,88 gramcm³. Nilai kerapatan kayu lamina Merbau 5 lapis yang diberi perlakuan vakum tekan dengan parafin menunjukkan nilai yang paling tinggi sedangkan
nilai kerapatan kayu lamina Merbau 3 lapis yang diberi perlakuan perebusan dengan air menunjukkan nilai yang paling rendah. Nilai kerapatan kayu lamina
Keruing dan Merbau yang diuji tidak terlalu berbeda dengan nilai rata-rata berat jenis kayu penyusunnya yaitu kayu Merbau sebesar 0,81 dan kayu Keruing
sebesar 0,79. 4.2.2. Kadar Air
Nilai kadar air dapat didefinisikan sebagai berat air yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kayu bebas air atau kering tanur BKT. Nilai rata-
rata hasil pengamatan kadar air pada kedua jenis kayu, perlakuan awal dan jumlah lapisan dapat dilihat pada Tabel 10. Data selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 8. Nilai rata-rata kadar air kayu lamina dalam bentuk grafik dapat dilihat pada Gambar 13.
Setelah dilakukan analisis keragaman seperti terlihat pada Tabel 11, dapat dilihat bahwa pengaruh jenis kayu terhadap kadar air adalah sangat nyata,
pengaruh jumlah lapisan terahadap kadar air adalah sangat nyata, begitu juga dengan pengaruh perlakuan awal terhadap kadar air adalah sangat nyata. Pengaruh
interaksi antara jenis kayu dengan jumlah lapisan terhadap kadar air adalah sangat nyata, pengaruh interaksi antara jumlah lapisan dengan perlakuan awal terhadap
kadar air adalah sangat nyata serta pengaruh interaksi antara jenis kayu dengan perlakuan awal terhadap kadar air adalah sangat nyata, sedangkan pengaruh
interaksi antara jenis kayu dengan jumlah lapisan dan juga dengan perlakuan awal terhadap kadar air adalah tidak nyata.
Tabel 10. Kadar air kayu lamina Jenis kayu
Perlakuan awal Jumlah lapisan
Kadar air tiga
9,44 Tanpa perlakuan
lima 10,57
tiga 9,28
Perebusan dengan air lima
9,37 tiga
9,31 Keruing
Vakum tekan dengan parafin lima
11,21 tiga
10,08 Tanpa perlakuan
lima 10,41
tiga 9,27
Perebusan dengan air lima
8,85 tiga
8,64 Merbau
Vakum tekan dengan parafin lima
9,43
Tabel 11. Sidik ragam kadar air kayu lamina
F Tabel Sumber keragaman
DF JK
KT F
P 0,05
0,01 Jenis kayu
1 1,5417
1,5417 13,21 0,0013 4,26
7,82 Jumlah lapisan
1 3,6290
3,6290 31,09 0,0001 4,26
7,82 Perlakuan awal
2 3,6290
2,5906 22,2
0,0001 3,40
5,61 Jenis kayuJumlah
lapisan 1
1,4925 1,4925 12,79 0,0015
4,26 7,82
Jumlah lapisanPerlakuan awal
2 3,4115
1,7057 14,61 0,0001 3,40
5,61 Jenis kayuPerlakuan
awal 2
3,3259 1,6630 14,25 0,0001
3,40 5,61
Jenis kayuJumlah lapisanPerlakuan awal
2 0,1320
0,0660 0,57
0,5754
tn
3,40 5,61
Error 24
2,8011 0,1167
Total 35
21,5149
Keterangan : = nyata = sangat nyata
tn = tidak nyata
Menurut hasil uji Duncan seperti terlihat pada Tabel 12, dapat dilihat bahwa jenis kayu Keruing dan Merbau berbeda nyata, kayu lamina 3 lapis dan 5
lapis berbeda nyata. Kayu lamina yang tidak diberi perlakuan awal berbeda nyata dengan kayu lamina yang diberi perlakuan awal perebusan dengan air, kayu
lamina yang tidak diberi perlakuan awal berbeda nyata dengan kayu lamina yang
diberi perlakuan awal vakum tekan dengan parafin, dan kayu lamina yang diberi perlakuan awal perebusan dengan air berbeda nyata dengan kayu lamina yang
diberi perlakuan awal vakum tekan dengan parafin. Tabel 12. Hasil uji jarak Duncan pengaruh jenis kayu, lapisan dan perlakuan awal
terhadap kadar air kayu lamina Perlakuan
Nilai rata-rata kadar air
Jumlah contoh uji
Keruing 9,86 A
18 Jenis kayu
Merbau 9,45 B
18 Lima
9,97 A 18
Jumlah lapisan
Tiga 9,34 B
18 Tanpa perlakuan
10,12 A 12
Vakum tekan dengan parafin 9,65 B
12 Perlakuan
awal Direbus dengan air
9,19 C 12
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda
Kadar Air Kayu Lamina
0.00 2.00
4.00 6.00
8.00 10.00
12.00
Tanpa perlakuan
Direbus air
Vakum tekan
parafin Tanpa
perlakuan Direbus
air Vakum
tekan parafin
Keruing Merbau
Jenis kayu dan perlakuan Nilai
3 Lapis 5 Lapis
Gambar 13. Grafik nilai rata-rata kadar air kayu lamina
Dari Gambar 13 dapat dilihat bahwa nilai kadar air contoh uji kayu lamina Merbau cenderung lebih rendah bila dibandingkan dengan kayu lamina
Keruing. Menurut standar JAS 2003 kadar air rata-rata contoh uji kayu lamina tidak boleh lebih dari 15 . K adar air contoh uji kayu lamina Keruing dan
Merbau berkisar antara 8,64 - 11,21 . Hal ini menunjukkan bahwa kadar air kayu lamina yang dihasilkan semuanya telah memenuhi standar JAS 2003. Nilai
kadar air tertinggi kayu lamina Keruing terdapat pada kayu lamina 5 lapis yang diberi perlakuan awal vakum tekan dengan parafin yaitu 11,21 , sedangkan yang
terendah terdapat pada kayu lamina 3 lapis yang diberi perlakuan awal perebusan dengan air yaitu 9,28 . Nilai kadar air tertinggi kayu lamina Merbau terdapat
pada kayu lamina 5 lapis yang tidak diberi perlakuan awal yaitu 10,41 , sedangkan yang terendah terdapat pada kayu lamina 3 lapis yang diberi perlakuan
awal vakum tekan dengan parafin yaitu 8,64 . Salah satu sifat kayu yang khas adalah sifat higroskopis dimana kayu
dapat menyerap dan melepaskan air, sehingga kadar air kayu sewaktu-waktu dapat berubah sesuai dengan kondisi lingkungan. Perbedaan kadar air pada kayu lamina
yang dihasilkan dapat dipengaruhi oleh jenis kayu yang berbeda. Hal ini disebabkan karena jenis kayu yang berbeda memiliki berat jenis yang berbeda-
beda pula, sehingga ukuran rongga dan dinding selnya pun berbeda. Ukuran rongga dan dinding sel yang berbeda ini menyebabkan perbedaan jumlah
kandungan air yang terdapat pada tiap-tiap jenis kayu. 4.2.3. Keteguhan geser
Hasil pengujian keteguhan geser dalam keadaan kering maupun dalam keadaan basah, yang mewakili sifat keteguhan rekat kayu lamina, tercantum pada
Tabel 13 dan Tabel 14. Nilai keteguhan geser dan persentase kerusakan kayu lamina 5 lapis yang disajikan pada tabel tersebut merupakan nilai rata-rata yang
diambil dari contoh uji bagian kanan, kiri dan tengah, sedangkan kayu lamina 3 lapis hanya diambil satu bagian saja. Data selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 9 sampai dengan Lampiran 16. Nilai rata-rata keteguhan geser dan kerusakan kayu lamina dalam bentuk grafik dapat dilihat pada Gambar 14.
Tabel 13. Keteguhan geser dan persentase kerusakan kayu lamina pada uji kering Jenis
kayu Perlakuan awal
Jumlah lapisan
Keteguhan geser MPa
Kerusakan kayu
tiga 6,64
23,33 Tanpa perlakuan
lima 2,79
4,44 tiga
7,60 30
Perebusan dengan air lima
5,09 21,11
tiga 8,98
50 Keruing
Vakum tekan dengan parafin
lima 6,67
52,22 tiga
10,64 50
Tanpa perlakuan lima
5,16 15,56
tiga 10,89
66,67 Perebusan dengan air
lima 6,89
27,78 tiga
11,40 80
Merbau Vakum tekan dengan
parafin lima
8,99 37,78
Tabel 14. Keteguhan geser dan persentase kerusakan kayu lamina pada uji basah Jenis
kayu Perlakuan awal
Jumlah lapisan
Keteguhan geser MPa
Kerusakan kayu
tiga 1,06
Tanpa perlakuan lima
0,53 tiga
2,07 Perebusan dengan air
lima 0,98
tiga 2,83
Keruing Vakum tekan dengan
parafin lima
2,95 5,56
tiga 4,95
Tanpa perlakuan lima
2,03 tiga
6,91 6,67
Perebusan dengan air lima
2,94 tiga
7,30 26,67
Merbau Vakum tekan dengan
parafin lima
4,42 13,33
Setelah dilakukan analisis keragaman seperti terlihat pada Tabel 15, dapat dilihat bahwa pada kondisi kering pengaruh jenis kayu terhadap keteguhan
geser adalah sangat nyata, pengaruh jumlah lapisan terhadap keteguhan geser adalah sangat nyata, begitu juga dengan pengaruh perlakuan awal terhadap
keteguhan geser adalah sangat nyata. Pengaruh interaksi antara jenis kayu dengan jumlah lapisan terhadap keteguhan geser adalah tidak nyata, pengaruh interaksi
antara jumlah lapisan dengan perlakuan awal terhadap keteguhan geser adalah tidak nyata serta pengaruh interaksi antara jenis kayu dengan perlakuan awal
terhadap keteguhan geser adalah tidak nyata, sedangkan pengaruh interaksi antara jenis kayu dengan jumlah lapisan dan juga dengan perlakuan awal terhadap
keteguhan geser adalah tidak nyata. Menurut hasil uji Duncan seperti terlihat pada Tabel 16, dapat dilihat
bahwa pada kondisi kering perbedaan keteguhan geser jenis kayu Keruing dan Merbau berbeda nyata, kayu lamina 3 lapis dan 5 lapis berbeda nyata. Kayu
lamina yang tidak diberi perlakuan awal berbeda nyata dengan kayu lamina yang diberi perlakuan awal perebusan dengan air, kayu lamina yang tidak diberi
perlakuan awal berbeda nyata dengan kayu lamina yang diberi perlakuan awal vakum tekan dengan parafin, dan kayu lamina yang diberi perlakuan awal
perebusan dengan air berbeda nyata dengan kayu lamina yang diberi perlakuan awal vakum tekan dengan parafin.
Tabel 15. Sidik ragam keteguhan geser kayu lamina pada uji kering
F Tabel Sumber
keragaman DF
JK KT
F P
0,05 0,01
Jenis kayu 1
65,6910 65,6910
34,46 0,0001 4,26
7,82 Jumlah lapisan
1 105,7127 105,7127 55,46 0,0001
4,26 7,82
Perlakuan awal 2
43,7277 21,8639
11,47 0,0003 3,40
5,61 Jenis
kayuJumlah lapisan
1 2,5975
2,5975 1,36
0,2546
tn
4,26 7,82
Jumlah lapisanPerlakuan
awal 2
8,0596 4,0298
2,11 0,1427
tn
3,40 5,61
Jenis kayuPerlakuan
awal 2
1,1010 0,5505
0,29 0,7517
tn
3,40 5,61
Jenis kayuJumlah
lapisanPerlakuan awal
2 1,0676
0,5338 0,28
0,7582
tn
3,40 5,61
Error 24
45,7499 1,9062
Total 35
273,707
Keterangan : = nyata = sangat nyata
tn = tidak nyata
Tabel 16. Hasil uji jarak Duncan pengaruh jenis kayu, lapisan dan perlakuan awal terhadap keteguhan geser kayu lamina pada uji kering
Perlakuan Nilai rata-rata
keteguhan geser Jumlah
contoh uji Merbau
8,99 A 18
Jenis kayu Keruing
6,29 B 18
Tiga 9,36 A
18 Jumlah
lapisan Lima
5,93 B 18
Vakum tekan dengan parafin 9,01 A
12 Direbus dengan air
7,62 B 12
Perlakuan awal
Tanpa perlakuan 6,31 C
12
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda
Hasil analisis keragaman pada Tabel 17 menunjukkan bahwa pada kondisi basah pengaruh jenis kayu terhadap keteguhan geser adalah sangat nyata,
pengaruh jumlah lapisan terhadap keteguhan geser adalah sangat nyata, begitu juga dengan pengaruh perlakuan awal terhadap keteguhan geser adalah sangat
nyata. Pengaruh interaksi antara jenis kayu dengan jumlah lapisan terhadap keteguhan geser adalah sangat nyata, pengaruh interaksi antara jumlah lapisan
dengan perlakuan awal terhadap keteguhan geser adalah tidak nyata serta pengaruh interaksi antara jenis kayu dengan perlakuan awal terhadap keteguhan
geser adalah tidak nyata, sedangkan pengaruh interaksi antara jenis kayu dengan jumlah lapisan dan juga dengan perlakuan awal terhadap keteguhan geser adalah
tidak nyata. Menurut hasil uji Duncan seperti terlihat pada Tabel 18, dapat dilihat
bahwa pada kondisi basah perbedaan keteguhan geser jenis kayu Keruing dan Merbau berbeda nyata, kayu lamina 3 lapis dan 5 lapis tidak berbeda nyata. Kayu
lamina yang tidak diberi perlakuan awal berbeda nyata dengan kayu lamina yang diberi perlakuan awal perebusan dengan air, kayu lamina yang tidak diberi
perlakuan awal berbeda nyata dengan kayu lamina yang diberi perlakuan awal vakum tekan dengan parafin, dan kayu lamina yang diberi perlakuan awal
perebusan dengan air berbeda nyata dengan kayu lamina yang diberi perlakuan awal vakum tekan dengan parafin.
Tabel 17. Sidik ragam keteguhan geser kayu lamina pada uji basah
F Tabel Sumber keragaman
DF JK
KT F
P 0,05
0,01 Jenis kayu
1 82,0836
82,0836 73,65 0,0001 4,26
7,82 Jumlah lapisan
1 31,8096
31,8096 28,54 0,0001 4,26
7,82 Perlakuan awal
2 29,8918
14,9459 13,41 0,0001 3,40
5,61 Jenis kayuJumlah
lapisan 1
17,0569 17,0569
15,3 0,0007
4,26 7,82
Jumlah lapisanPerlakuan
awal 2
2,0747 1,0373
0,93 0,408
tn
3,40 5,61
Jenis kayuPerlakuan
awal 2
0,7561 0,3780
0,34 0,7157
tn
3,40 5,61
Jenis kayuJumlah lapisanPerlakuan
awal 2
0,1542 0,0771
0,07 0,9333
tn
3,40 5,61
Error 24
26,7479 1,1145
Total 35
190,5747
Keterangan : = nyata = sangat nyata
tn = tidak nyata
Tabel 18. Hasil uji jarak Duncan pengaruh jenis kayu, lapisan dan perlakuan awal terhadap keteguhan geser kayu lamina pada uji basah
Perlakuan Nilai rata-rata
keteguhan geser Jumlah
contoh uji Merbau
4,76 A 18
Jenis kayu Keruing
1,74 B 18
Tiga 4,19 A
18 Jumlah
lapisan Lima
2,31 A 18
Vakum tekan dengan parafin 4,38 A
12 Direbus dengan air
3,23 B 12
Perlakuan awal
Tanpa perlakuan 2,14 C
12
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda
a b
c d
Gambar 14. Grafik nilai rata-rata keteguhan geser : a kondisi kering, b kondisi basah; dan kerusakan kayu : c kondisi kering, d kondisi basah
Dari Gambar 14 dapat dilihat bahwa pada kondisi kering keteguhan geser dan kerusakan kayu lamina Merbau cenderung lebih baik bila dibandingkan
dengan kayu lamina Keruing. Kayu lamina 3 lapis cenderung memiliki keteguhan geser dan persentase kerusakan yang lebih baik bila dibandingkan dengan kayu
lamina 5 lapis pada kondisi kering. Pada kondisi basah keteguhan geser dan kerusakan kayu lamina Merbau juga cenderung lebih baik bila dibandingkan
dengan kayu lamina Keruing. Kayu lamina 3 lapis cenderung memiliki keteguhan geser dan persentase kerusakan yang lebih baik bila dibandingkan dengan kayu
lamina 5 lapis pada kondisi basah. Nilai keteguhan geser kayu lamina 3 lapis pada kondisi kering berkisar
antara 6,64 – 11,40 MPa dengan kerusakan kayu berkisar antara 23,33 – 80 , sedangkan pada kayu lamina 5 lapis nilai keteguhan gesernya berkisar antara 2,79
– 8 , 99 MPa dengan kerusakan kayu berkisar antara 4,44 – 5 2 , 22 . Nilai
Keteguhan Geser Uji Basah
0.00 1.00
2.00 3.00
4.00 5.00
6.00 7.00
8.00
Tanpa perlakuan
Direbus air
Vakum tekan
parafin Tanpa
perlakuan Direbus
air Vakum
tekan parafin
Keruing Merbau
Jenis kayu dan perlakuan
Nilai MPa
3 Lapis 5 Lapis
Keteguhan Geser Uji Kering
0.00 2.00
4.00 6.00
8.00 10.00
12.00
Tanpa perlakuan
Direbus air
Vakum tekan
parafin Tanpa
perlakuan Direbus
air Vakum
tekan parafin
Keruing Merbau
Jenis kayu dan perlakuan
Nilai MPa
3 Lapis 5 Lapis
Kerusakan Kayu Lamina Uji Kering
0.00 10.00
20.00 30.00
40.00 50.00
60.00 70.00
80.00 90.00
Tanpa perlakuan
Direbus air
Vakum tekan
parafin Tanpa
perlakuan Direbus
air Vakum
tekan parafin
Keruing Merbau
Jenis kayu dan perlakuan
Nilai
3 Lapis 5 Lapis
Kerusakan Kayu Lamina Uji Basah
5 10
15 20
25 30
Tanpa perlakuan
Direbus air
Vakum tekan
parafin Tanpa
perlakuan Direbus
air Vakum
tekan parafin
Keruing Merbau
Jenis kayu dan perlakuan
Nilai
3 Lapis 5 lapis
keteguhan geser kayu lamina 3 lapis pada kondisi basah berkisar antara 1,06 – 7,30 MPa dengan kerusakan kayu berkisar antara 0 – 26,67 , sedangkan pada
kayu lamina 5 lapis nilai keteguhan gesernya berkisar antara 0,53 – 4 , 42 MPa dengan kerusakan kayu berkisar antara 0 – 13,33
Nilai terendah keteguhan geser dan kerusakan kayu didapat pada kayu lamina kontrol, sedangkan nilai tertinggi didapat pada kayu lamina yang telah
diberi perlakuan awal berupa vakum tekan dengan parafin. Dapat disimpulkan bahwa pada kondisi kering maupun kondisi basah keteguhan kayu lamina
meningkat secara signifikan setelah diberi perlakuan awal perebusan dengan air dan vakum tekan dengan parafin.
Menurut standar JAS 2003, nilai keteguhan geser kayu lamina yang diuji pada kondisi kering harus lebih tinggi dari 9,6 MPa dengan kerusakan kayu harus
lebih tinggi dari 60 . Berdasarkan hasil pengujian, maka hanya kayu lamina Merbau 3 lapis yang memenuhi standar tersebut. Sebagian besar kayu lamina
yang dihasilkan belum memenuhi standar JAS 2003, hal ini menunjukkan kualitas perekatan dari semua produk kayu lamina yang diuji kurang baik.
Menurut Chow dan Chunski 1982 diacu dalam Santoso 2004 kualitas produk perekatan dipengaruhi oleh jenis kayu, bobot jenis dan kadar zat ekstraktif
yang terkandung dalam kayu. Bobot jenis yang makin tinggi menyebabkan perekat agak sulit menembus rongga sel kayu, karena dinding sel kayu semakin
tebal, rongga sel relatif kecil sehingga porositas dan permeabilitasnya rendah, perekat banyak tertinggal pada garis rekat. Sementara zat ekstraktif yang tinggi
akan membuat penyebaran perekat tidak merata dan sulit masuk ke rongga sel, selain itu zat ekstraktif mengakibatkan perekat mudah mengelupas karena tidak
terjadi ikatan yang kompak dan kuat antara perekat dan kayu. 4.2.4. Keteguhan Lentur
MOE dan MOR merupakan sifat kekuatan terpenting untuk produk- produk yang akan digunakan sebagai konstruksi bangunan Haygreen dan Bowyer
1989. Nilai rata-rata hasil pengujian MOE dan MOR pada kedua jenis kayu, perlakuan awal dan jumlah lapisan dapat dilihat pada Tabel 19 di bawah ini. Data
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 17 dan Lampiran 18. Nilai rata-rata kerapatan kayu lamina dalam bentuk grafik dapat dilihat pada Gambar 15.
Tabel 19. MOE dan MOR kayu lamina Jenis
kayu Perlakuan awal
Jumlah lapisan
MOE GPa
MOR MPa
tiga 9,65
79,27 Tanpa perlakuan
lima 8,43
28,85 tiga
11,01 85,72
Perebusan dengan air lima
9,78 57,34
tiga 12,20
111,81 Keruing
Vakum tekan dengan parafin lima
10,40 51,22
tiga 10,25
78,32 Tanpa perlakuan
lima 6,82
31,10 tiga
10,91 90,85
Perebusan dengan air lima
8,69 73,52
tiga 11,57
94,05 Merbau
Vakum tekan dengan parafin lima
12,20 77,56
Setelah dilakukan analisis keragaman seperti terlihat pada Tabel 20, dapat dilihat bahwa pengaruh jenis kayu terhadap MOE adalah tidak nyata,
pengaruh jumlah lapisan terahadap MOE adalah nyata, sedangkan pengaruh perlakuan awal terhadap MOE adalah sangat nyata. Pengaruh interaksi antara
jenis kayu dengan jumlah lapisan terhadap MOE adalah tidak nyata, pengaruh interaksi antara jumlah lapisan dengan perlakuan awal terhadap MOE adalah tidak
nyata serta pengaruh interaksi antara jenis kayu dengan perlakuan awal terhadap MOE adalah tidak nyata, sedangkan pengaruh interaksi antara jenis kayu dengan
jumlah lapisan dan juga dengan perlakuan awal terhadap MOE adalah tidak nyata. Menurut hasil uji Duncan seperti terlihat pada Tabel 21, dapat dilihat
bahwa kayu lamina 3 lapis dan 5 lapis berbeda nyata. Kayu lamina yang tidak diberi perlakuan awal tidak berbeda nyata dengan kayu lamina yang diberi
perlakuan awal perebusan dengan air, kayu lamina yang tidak diberi perlakuan awal berbeda nyata dengan kayu lamina yang diberi perlakuan awal vakum tekan
dengan parafin, dan kayu lamina yang diberi perlakuan awal perebusan dengan air berbeda nyata dengan kayu lamina yang diberi perlakuan awal vakum tekan
dengan parafin.
Tabel 20. Sidik ragam modulus elastisitas MOE kayu lamina
F Tabel Sumber keragaman
DF JK
KT F
P 0,05
0,01 Jenis kayu
1 0,2669
0,2669 0,09
0,7648
tn
4,26 7,82
Jumlah lapisan 1
21,5296 21,5296
7,39 0,012
4,26 7,82
Perlakuan awal 2
47,1919 23,5959
8,09 0,0021
3,40 5,61
Jenis kayuJumlah lapisan
1 0,1469
0,1469 0,05
0,8243
tn
4,26 7,82
Jumlah lapisanPerlakuan
awal 2
4,6758 2,3379
0,8 0,4601
tn
3,40 5,61
Jenis kayuPerlakuan awal
2 2,5702
1,2851 0,44
0,6486
tn
3,40 5,61
Jenis kayuJumlah lapisanPerlakuan
awal 2
8,6911 4,3455
1,49
0,
2453
tn
3,40 5,61
Error 24
69,9617 2,9151
Total 35
155,0342
Keterangan : = nyata = sangat nyata
tn = tidak nyata
Tabel 21. Hasil uji jarak Duncan pengaruh jumlah lapisan dan perlakuan awal terhadap modulus elastisitas MOE kayu lamina
Perlakuan Nilai rata-rata
MOE Jumlah
contoh uji Tiga
10,93 A 18
Jumlah lapisan
Lima 9,39 B
18 Vakum tekan dengan parafin
11,59 A 12
Direbus dengan air 10,10 B
12 Perlakuan
awal Tanpa perlakuan
9,79 B 12
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda
Hasil analisis keragaman terhadap MOR seperti terlihat pada Tabel 22, menunjukkan bahwa pengaruh jenis kayu terhadap MOR adalah tidak nyata,
pengaruh jumlah lapisan terhadap MOR adalah sangat nyata, sedangkan pengaruh perlakuan awal terhadap MOR adalah sangat nyata. Pengaruh interaksi antara
jenis kayu dengan jumlah lapisan terhadap MOR adalah tidak nyata, pengaruh interaksi antara jumlah lapisan dengan perlakuan awal terhadap MOR adalah tidak
nyata serta pengaruh interaksi antara jenis kayu dengan perlakuan awal terhadap MOR adalah tidak nyata, sedangkan pengaruh interaksi antara jenis kayu dengan
jumlah lapisan dan juga dengan perlakuan awal terhadap MOR adalah tidak nyata.
Menurut hasil uji Duncan seperti terlihat pada Tabel 23, dapat dilihat bahwa kayu lamina 3 lapis dan 5 lapis berbeda nyata. Kayu lamina yang tidak
diberi perlakuan awal berbeda nyata dengan kayu lamina yang diberi perlakuan perebusan dengan air, kayu lamina yang tidak diberi perlakuan awal berbeda
nyata dengan kayu lamina yang diberi perlakuan awal vakum tekan dengan parafin, dan kayu lamina yang diberi perlakuan awal perebusan dengan air tidak
berbeda nyata dengan kayu lamina yang diberi perlakuan awal vakum tekan dengan parafin.
Tabel 22. Sidik ragam modulus patah MOR kayu lamina
F Tabel Sumber keragaman
DF JK
KT F
P 0,05 0,01
Jenis kayu 1
243,4120 243,4120
0,57 0,4567
tn
4,26 7,82 Jumlah lapisan
1 12147,3462 12147,3462 28,57 0,0001 4,26 7,82
Perlakuan awal 2
5631,4952 2815,7476
6,62 0,0051 3,40 5,61
Jenis kayuJumlah lapisan
1 851,5697
851,5697 2
0,1699
tn
4,26 7,82 Jumlah
lapisanPerlakuan awal
2 1025,4624
512,7312 1,21
0,3169
tn
3,40 5,61 Jenis
kayuPerlakuan awal
2 153,9174
76,9587 0,18
0,8356
tn
3,40 5,61 Jenis kayuJumlah
lapisanPerlakuan awal
2 707,3814
353,6907 0,83
0,4474
tn
3,40 5,61 Error
24 10205,1169
425,2132 Total
35 30965,7013
Keterangan : = nyata = sangat nyata
tn = tidak nyata
Tabel 23. Hasil uji jarak Duncan pengaruh jumlah lapisan dan perlakuan awal terhadap modulus patah MOR kayu lamina
Perlakuan Nilai rata-rata
MOR Jumlah
contoh uji Tiga
90,00 A 18
Jumlah lapisan
Lima 53,27 B
18 Vakum tekan dengan parafin
83,66 A 12
Direbus dengan air 76,86 A
12 Perlakuan
awal Tanpa perlakuan
54,39 B 12
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda
Modulus Elastisitas MOE
0.00 2.00
4.00 6.00
8.00 10.00
12.00 14.00
Tanpa perlakuan
Direbus air
Vakum tekan
parafin Tanpa
perlakuan Direbus
air Vakum
tekan parafin
Keruing Merbau
Jenis kayu dan perlakuan
Nilai GPa
3 Lapis 5 Lapis
Gambar 15. Grafik nilai rata-rata MOE kayu lamina
Modulus Patah MOR
0.00 20.00
40.00 60.00
80.00 100.00
120.00
Tanpa perlakuan
Direbus air
Vakum tekan
parafin Tanpa
perlakuan Direbus
air Vakum
tekan parafin
Keruing Merbau
Jenis kayu dan perlakuan Nilai MPa
3 Lapis 5 Lapis
Gambar 16. Grafik nilai rata-rata MOR kayu lamina Dari Gambar 15 dapat dilihat bahwa nilai MOE kayu lamina Keruing
cenderung lebih baik bila dibandingkan dengan kayu lamina Merbau. Kayu lamina 3 lapis cenderung memiliki nilai MOE yang lebih baik bila dibandingkan
dengan kayu lamina 5 lapis. Peningkatan jumlah lapisan memberikan nilai MOE yang semakin menurun. Hal ini karena dengan banyaknya jumlah lapisan, maka
terjadi peningkatan celah pada bidang permukaan yang direkat sehingga ikatan antar lapisan lemah. Apabila kayu lamina tersebut dilenturkan menyebabkan
peningkatan nilai defleksi.
Nilai MOE kayu lamina Keruing berkisar antara 8,43 – 12,20 GPa sedangkan pada kayu lamina Merbau berkisar antara 6,82 – 12,20 GPa. Nilai
MOE terendah didapat pada kayu lamina kontrol, sedangkan nilai tertinggi didapat pada kayu lamina yang telah diberi perlakuan awal berupa vakum tekan
dengan parafin. Dapat disimpulkan bahwa nilai MOE kayu lamina meningkat secara signifikan setelah diberi perlakuan vakum tekan dengan parafin.
Menurut standar JAS 2003, nilai MOE kayu lamina harus lebih tinggi dari 13,0 GPa. Berdasarkan hasil pengujian, maka tidak ada kayu lamina yang
memenuhi standar tersebut. Hal ini menunjukkan kualitas perekatan dari semua produk kayu lamina yang diuji kurang baik.
Dari Gambar 16 dapat dilihat bahwa nilai MOR kayu lamina Keruing 3 lapis cenderung lebih baik bila dibandingkan dengan kayu lamina Keruing 5 lapis,
begitu juga dengan nilai MOR kayu lamina Merbau 3 lapis cenderung lebih baik bila dibandingkan dengan kayu lamina Merbau 5 lapis. Peningkatan jumlah
lapisan memberikan nilai MOR yang semakin menurun. Hal ini dapat disebabkan karena proses pembuatan kayu lamina masih dilakukan secara manual, sehingga
menghasilkan tekanan yang kurang merata. Nilai MOR kayu lamina Keruing berkisar antara 28,85 – 111,81 MPa
sedangkan pada kayu lamina Merbau berkisar antara 31,10 – 94,05 MPa. Nilai MOR terendah didapat pada kayu lamina kontrol, sedangkan nilai tertinggi
didapat pada kayu lamina yang telah diberi perlakuan awal berupa vakum tekan dengan parafin. Dapat disimpulkan bahwa nilai MOR kayu lamina meningkat
secara signifikan setelah diberi perlakuan perebusan dengan air dan perlakuan vakum tekan dengan parafin.
Menurut standar JAS 2003, nilai MOR kayu lamina harus lebih tinggi dari 46,5 MPa. Berdasarkan hasil pengujian, hampir semua kayu lamina telah
memenuhi standar tersebut. Hanya kayu lamina Keruing dan Merbau 5 Lapis yang tidak diberi perlakuan awal yang memiliki nilai MOR dibawah standar JAS 2003.
4.3 Moulding