Potensi Sumberdaya Nipah Dan Mangrove Sebagai Penunjang Ekowisata Di Desa Muara Maimbai Kecamatan Sei Nagalawan Kabupaten Deli Serdang

(1)

POTENSI SUMBERDAYA NIPAH DAN MANGROVE SEBAGAI PENUNJANG EKOWISATA DI DESA MUARA MAIMBAI KECAMATAN

SEI NAGALAWAN KABUPATEN DELI SERDANG KERTAS KARYA

OLEH

PUTRI NOVYENNI WR TARIGAN NIM : 122204066

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA PROGRAM STUDI D III PARIWISATA

MEDAN 2015


(2)

LEMBAR PERSETUJUAN

POTENSI SUMBERDAYA NIPAH DAN MANGROVE SEBAGAI PENUNJANG EKOWISATA DI DESA MUARA MAIMBAI KECAMATAN SEI NAGALAWAN KABUPATEN DELI SERDANG

OLEH

PUTRI NOVYENNI WR TARIGAN 122204066

Dosen Pembimbing, Dosen Pembaca,

Drs. Haris Sutan Lubis, M.SP Sugeng Parmono, S.E, M.Si. NIP. 19670523 199203 2 001 NIP. 19560815 199103 1 001


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Kertas Karya : POTENSI SUMBERDAYA NIPAH DAN MANGROVE SEBAGAI PENUNJANG EKOWISATA DI DESA

MUARA MAIMBAI KECAMATAN SEI

NAGALAWAN KABUPATEN DELI SERDANG Oleh : PUTRI NOVYENNI WR TARIGAN

NIM : 122204066

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dekan,

Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP. 19511013 197603 1 001

PROGRAM STUDI D-III PARIWISATA Ketua,

Arwina Sufika, S.E., M.Si. NIP. 19640821 199802 2 001


(4)

ABSTRAKSI

Ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang sangat erat dengan prinsip konservasi. Pengelolaan ekowisata mangrove yang diprioritaskan di kawasan pesisir Sei Nagalawan adalah meningkatkan usaha pengelolaan ekosistem mangrove melalui kegiatan ekowisata, menjaga obyek wisata mangrove dengan tetap memperhatikan daya dukung kawasan dan memberikan promosi baik lewat internet maupun media lainnya untuk menarik minat wisatawan berwisata mangrove. Hutan mangrove mempunyai manfaat ganda dan merupakan mata rantai yang sangat penting dalam memelihara keseimbangan biologi di suatu perairan. Selain itu, hutan mangrove merupakan suatu kawasan yang mempunyai tingkat produktivitas tinggi. Tingginya produktivitas ini karena memperoleh bantuan energi berupa zat-zat makanan yang diangkat melalui gerakan pasang surut.


(5)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirahiim.

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini tepat waktu. Salawat beriring salam juga penulis ucapkan kepada Nabi Muhamamd SAW karena beliaulah yang membawa peradaban umat manusia menjadi lebih baik.

Penulis menyadari bahwa kertas karya ini belum sempurna. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan, kemampuan, pengetahuan, dan sumber bacaan yang diperoleh, untuk itu dengan hati yang terbuka penulis bersedia menerima saran dan kritikan yang sifatnya membangun dari pembaca guna penyempurnaan kertas karya ini.

Dalam menyelesaikan kertas karya ini, penulis banyak mendapat bantuan, dorongan, semangat dan motivasi yang penulis terima dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan rasa haru dan bangga penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Arwina Sufika, S.E., M.Si., selaku Ketua Program Studi Pariwisata Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.


(6)

3. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, MSP., selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk mengoreksi kertas karya ini.

4. Bapak Sugeng Parmono, S.E,. M.Si., selaku dosen pembaca yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membaca serta mengoreksi kertas karya ini.

5. Untuk yang tersayang dan tercinta Ayahanda Sedia Tarigan dan Ibunda Roslan Hutahaean yang telah banyak memberikan dorongan moral maupun materil dan kasih sayang yang tiada tara terhadap penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini tepat waktu.

6. Adikku Rizky Arifin Tarigan dan Keluarga Tercinta yang telah memberi semangat dan motivasi agar saya cepat menyelesaikan kuliah saya dan bisa segera mendapatkan pekerjaan. Amin!

7. Kawan seperjuangan saya yang mendorong saya untuk tidak menunda dalam mengerjakan segala hal dan selalu menemani dalam suka dan duka, Fretika Putri Sembiring, Silvia Novita, Tyas Amelia Sinulingga, Riza Asdinda Siregar, Fadhilla Tanjung, Saras Iaranury, Putri Rossi Silalahi, Terima Kasih guys dan sukses selalu untuk kita. Amin!

8. Untuk 4 Sekawan yang sedang melakukan kewajibannya Rentika Sari Maharaja, Fauziah Ulfa, Triana Aulia, Lelyta Purba, Semangat lah ya, salam sukses.

9. Teman seangkatan Usaha Wisata dan Perhotelan 2012, terima kasih untuk moment yang udah kita lewati di bangku perkuliahan, sukses kita ya. Amin!


(7)

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan kertas karya ini. Semoga kertas karya ini bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membacanya. Dan kepada Engkau ya Allah segala kesempurnaan dan kami memohon atas segala keridhoan-Mu ya Allah.

Alhamdulillahirabil’alamiin.

Medan, September 2015 Penulis,

Putri Novyenni WR Tarigan 122204066


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Pembatasan Masalah... 2

1.3 Tujuan Penulisan ... 3

1.4 Metode Penelitian ... 3

1.5 Sistematika Penulisan ... 4

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Pariwisata ... 6

2.2 Pengertian Industri Pariwisata ... 11

2.3 Pengertian Objek Wisata ... 12

2.4 Pengertian Wisatawan ... 15

2.5 Pengertian Ekowisata ... 19

2.6 Kondisi Lingkungan Hidup Indonesia ... 23

BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG KABUPATEN SERDANG BEDAGAI 3.1 Letak Geografis ... 24

3.2 Kependudukan ... 25

3.3 Mata Pencaharian ... 26


(9)

BAB IV POTENSI SUMBERDAYA NIPAH DAN MANGROVE SEBAGAI PENUNJANG EKOWISATA DI DESA MUARA MAIMBAI KECAMATAN SEI NAGALAWAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

4.1 Ekowisata Hutan Mangrove ... 30

4.2 Pengertian Nipah dan Mangrove ... 35

4.2.1 Nipah ... 35

4.2.2 Mangrove ... 36

4.3 Fungsi dan Manfaat ... 37

4.3.1 Nipah ... 37

4.3.2 Mangrove ... 38

4.4 Potensi Sumberdaya Nipah dan Mangrove Sebagai Penunjang Ekowisata ... 40

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 52

5.2 Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

LAMPIRAN ... 55


(10)

ABSTRAKSI

Ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang sangat erat dengan prinsip konservasi. Pengelolaan ekowisata mangrove yang diprioritaskan di kawasan pesisir Sei Nagalawan adalah meningkatkan usaha pengelolaan ekosistem mangrove melalui kegiatan ekowisata, menjaga obyek wisata mangrove dengan tetap memperhatikan daya dukung kawasan dan memberikan promosi baik lewat internet maupun media lainnya untuk menarik minat wisatawan berwisata mangrove. Hutan mangrove mempunyai manfaat ganda dan merupakan mata rantai yang sangat penting dalam memelihara keseimbangan biologi di suatu perairan. Selain itu, hutan mangrove merupakan suatu kawasan yang mempunyai tingkat produktivitas tinggi. Tingginya produktivitas ini karena memperoleh bantuan energi berupa zat-zat makanan yang diangkat melalui gerakan pasang surut.


(11)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Wisata merupakan suatu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam yang mengutamakan jasa alam untuk kepuasan manusia. Kegiatan manusia untuk kepentingan wisata dikenal juga dengan pariwisata (Yulianda, 2007). Menurut Ceballos-lascurain (1996) ekowisata adalah suatu perjalanan ke tempat-tempat alami yang belum terganggu dengan bertanggung jawab terhadap lingkungan untuk menikmati dan menghargai alam.

Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang semakin cepat, maka kebutuhan hidup manusia semakin meningkat. Kebutuhan hidup yang semakin meningkat ini akan menimbulkan tekanan terhadap sumberdaya alam, yang mana pemanfaatannya belum banyak memperhitungkan kerugian yang berdampak ekologis. Sama halnya dengan pembangunan wilayah pesisir sekitar kawasan hutan mangrove, pemanfaatan wilayahnya biasanya tidak dilakukan dengan bijaksana dan berwawasan lingkungan (Muhaerin, 2008).

Ekosistem mangrove dengan keunikan yang dimilikinya, merupakan sumberdaya alam yang sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai tempat kunjungan wisata. Penerapan sistem ekowisata di ekosistem mangrove ini merupakan suatu pendekatan dan pemanfaatan ekosistem tersebut secara lestari. Kegiatan ekowisata adalah


(12)

alternatif yang efektif untuk menanggulangi permasalahan lingkungan di ekosistem ini seperti tingkat eksploitasi yang berlebihan oleh masyarakat dengan menciptakan alternatif ekonomi bagi masyarakat (Muhaerin, 2008).

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka penulis memilih judul “Potensi Sumberdaya Nipah dan Mangrove sebagai Penunjang Ekowisata di Desa Muara Maimbai Kecamatan Sei Nagalawan Kabupaten Serdang Bedagai”.

Pengembangan kegiatan ekowisata akan diterapkan sebagai salah satu penunjang dalam meningkatkan potensi sumberdaya lokal yang dapat diolah sehingga menciptakan ekonomi bagi masyarakat setempat dan mampu menyerap tenaga kerja yang lebih besar khususnya bagi masyarakat pesisir Sei Nagalawan. Selanjutnya, diarahkan pengembangannya sebagai wisata yang berkualitas dan menarik bagi wisatawan dengan tetap menjaga lingkungan alamiah ekosistem mangrove di pesisir Sei Nagalawan.

1.2Pembatasan Masalah

Penulis akan membahas konsep pengelolaan yang tepat dan optimal dengan pengelolaan hutan mangrove sesuai dengan tujuan melestarikan ekosistem mangrove, sehingga diharapkan mampu menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat pesisir Sei Nagalawan yang dengan sendirinya akan membina kesadaran dan kepedulian untuk tetap menjaga lingkungan alamiah hutan mangrove di pesisir Sei Nagalawan melalui kegiatan ekowisata mangrove.


(13)

1.3Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan kertas karya ini adalah :

1. Untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan program pendidikan Diploma III Pariwisata Universitas Sumatera Utara.

2. Mengetahui dan memperkenalkan serta apa saja manfaat potensi sumberdaya nipah dan hutan bakau sebagai penunjang ekowisata di Sei Nagalawan.

3. Untuk mengetahui seberapa besar peran pemerintahan, pihak pengelola dan juga masyarakat setempat dalam upaya pengembangan potensi wisata tersebut. 4. Agar kertas karya ini dapat disajikan sebagai bahan kajian dan masukan bagi

siapa saja yang berkepentingan, khususnya dalam dunia kepariwisataan.

1.4Metode Penelitian

Dalam penyusunan kertas karya ini, metode penelitian yang dipakai oleh penulis adalah :

1. Library Research

Yaitu pengumpulan data-data yang dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari buku yang berkenaan dengan judul kertas karya ini.

2. Field Research

Yaitu pengumpulan data dengan mengadakan penelitian langsung kelapangan secara observasi guna memperoleh informasi yang lebih banyak.


(14)

1.5Sistematika Penulisan

Secara sistematis penulisan kertas karya ini dibagi atas 5 bab dan masing-masing bab terdiri dari sub-bab, antara lain sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis menguraikan tentang alasan penulisan judul, pembatasan masalah, tujuan penulisan, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II URAIAN TEORITIS

Dalam bab ini penulis menguraikan tentang beberapa hal pengertian pariwisata, pengertian produk industri pariwisata, pengertian ekowisata, dan pengertian objek wisata.

BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG KABUPATEN

SERDANG BEDAGAI

Dalam bab ini penulis menguraikan tentang gambaran umum kabupaten tersebut, yang mencakup letak geografis, kependudukan, sarana dan prasarana, dan mata pencaharian.


(15)

NAGALAWAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

Dalam bab ini penulis menguraikan tentang apa saja manfaat potensi sumberdaya nipah dan hutan bakau sebagai penunjang ekowisata, upaya yang dilakukan dalam kegiatan ekowisata, seberapa besar peran pemerintahan, pihak pengelola dan juga masyarakat setempat dalam upaya pengembangan potensi wisata tersebut.

BAB V PENUTUP


(16)

BAB II

KAJIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Pariwisata

Istilah pariwisata berhubungan erat dengan pengertian perjalanan wisata, yaitu suatu perubahan tempat tinggal sementara seseorang di luar tempat tinggalnya karena suatu alasan dan bukan untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan upah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perjalanan wisata merupakan suatu perjalanan yang dilakukan oleh satu orang atau lebih dengan tujuan antara lain untuk mendapatkan kenikmatan dan memenuhi hasrat ingin mengetahui sesuatu. Dapat juga karena kepentingan yang berhubungan dengan kegiatan olahraga untuk kesehatan, konvensi, keagamaan, dan keperluan usaha lainnya.

Menurut KBBI, Pariwisata; Pelancongan; Tourisme adalah kegiatan yang berhubungan dengan perjalanan untuk rekreasi. Menurut undang-undang no 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan, Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah dan pengusaha. Menurut WTO atau World Tourism Organization, Pariwisata adalah kegiatan manusia yang melakukan perjalanan ke dan tinggal di daerah tujuan di luar lingkungan kesehariannya. Adapun defenisi pariwisata menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut :


(17)

 James J. Spillane (1982)

Pariwisata adalah kegiatan melakukan perjalanan dengan tujuan mendapatkan kenikmatan, mencari kepuasan, mengetahui sesuatu, memperbaiki kesehatan, menikmati olahraga atau istirahat, menunaikan tugas, berziarah dan lain-lain.

 Koen Meyers (2009)

Pariwisata adalah aktivitas perjalanan yang dilakukan oleh sementara waktu dari tempat tinggal semula ke daerah tujuan dengan alasan bukan untuk menetap atau mencari nafkah melainkan hanya untuk memenuhi rasa ingin tahu, menghabiskan waktu senggang atau libur serta tujuan-tujuan lainnya.

 Kodhyat (1998)

Pariwisata adalah perjalanan dari suatu tempat ketempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan atau kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasiaan dan kebahagiaan dengan lingkungan dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu.

 Burkart dan Medlik (1987)

Pariwisata sebagai suatu tranformasi orang untuk sementara dan dalam jangka waktu jangka pendek ketujuan-tujuan di luar tempat dimana mereka hidup dan bekerja, dan kegiatan – kegiatan mereka selama tinggal di tempat- tempat tujuan itu.


(18)

 Mathieson dan Wall (1982)

Mendefinisikan pariwisata sebagai serangkaian aktivitas berupa aktivitas perpindahan orang untuk sementara waktu ke suatu tujuan di luar tempat tinggal maupun tempat kerjanya yang biasa, aktivitas yang dilakukannya selama tinggal di tempat tujuan tersebut, dan kemudahan yang disediakan untuk memenuhi kebutuhannya baik selama dalam perjalanan maupun di lokasi tujuannya.

 Prof. Salah Wahab (1975)

Pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktif lainnya. Selanjutnya, sebagai sektor yang komplek, pariwisata juga merealisasi industri-industri klasik seperti industri kerajinan tangan dan cinderamata, penginapan dan transportasi.

 Prof. Salah Wahab dalam Oka A.Yoeti (1996:116)

Pariwisata dalah suatu aktivitas manusia yang dilakukan secara sadar yang mendapat pelayanan secara bergantian diantara orang-orang dalam suatu Negara itu sendiri atau diluar negeri, meliputi orang-orang dari daerah lain untuk sementara waktu mencari kepuasan yang beraneka ragam dan berbeda dengan apa yang dialaminya, dimana ia memperoleh pekerjaan tetap.


(19)

Pariwisata adalah keseluruhan dari gejala-gejala yang ditimbulkan dari perjalanan dan orang-orang asing serta penyediaan tempat tinggal sementara, asalkan orang asing itu tidak tinggal menetap dan tidak memperoleh penghasilan dari aktivitas yang bersifat sementara.

 Mr. Herman V. Schulard dalam Oka A.Yoeti (1996:114)

Pariwisata adalah sejumlah kegiatan terutama yang ada kaitannya dengan perekonomian secara langsung berhubungan dengan masuknya orang-orang asing melalui lalu lintas di suatu negara tertentu, kota dan daerah.

 Menurut Robert McIntosh bersama Shaskinant Gupta dalam Oka A.Yoeti (1992:8)

Pariwisata adalah gabungan gejala dan hubungan yang timbul dari interaksi wisatawan, bisnis, pemerintah tuan rumah serta masyarakat tuan rumah dalam proses menarik dan melayani wisatawan-wisatawan serta para pengunjung lainnya.

 E. Guyer Fleuler

Pariwisata dalam arti modern adalah fenomena dari zaman sekarang yang pada umumnya didasarkan atas kebutuhan, kesehatan dan pergantian hawa. Sedangkan pada khususnya disebabkan oleh bertambahnya pergaulan berbagai bangsa dan kelas masyarakat manusia sebagai hasil dari perkembangan perniagaan, industri, perdagangan, serta penyempurnaan dari alat-alat pengangkutan.


(20)

Menyatakan pariwisata adalah keserluruhan jaringan dan gejala-gejala yang berkaitan dengan tinggalnya orang asing disuatu tempat dengan syarat orang tersebut tidak melakukan suatu pekerjaan yang penting (Major Activity) yang memberi keuntungan yang bersifat permanen maupun sementara.

 Richard Sihite

Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan orang untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain meninggalkan tempatnya semula, dengan suatu perencanaan dan dengan maksud bukan untuk berusaha atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati kegiatan tamasya dan rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam.

 Richardson and fluker (2004)

Pariwisata merupakan kegiatan-kegiatan atau orang-orang yang melakukan perjalanan dan tinggal di luar lingkungan mereka selama tidak lebih dari satu tahun berturut-turut untuk bersantai, bisnis dan tujuan lainnya.

 Soekadijo (1996)

Pariwisata adalah gejala yang komplek dalam masyarakat, didalamnya terdapat hotel, objek wisata, souvenir, pramuwisata, angkutan wisata, biro perjalanan wisata, rumah makan dan banyak lainnya.


(21)

Pariwisata adalah suatu proses kepergiaan sementara dari seseorang atau lebih menuju tempat lain dari luar tempat tinggalnya karena suatu alasan dan bukan untuk melakukan kepergian yang menghasilkan uang.

 Kusdianto (1996)

Pariwisata adalah suatu susunan organisasi, baik pemerintah maupun swasta yang terkait dalam pengembangan, produksi dan pemasaran produk suatu layanan yang memenuhi kebutuhan dari orang yang sedang bepergian.

 Gamal (2002)

Pariwisata difenisikan sebagai bentuk. Suatu proses kepergian sementara dari seorang, lebih menuju ke tempat lain di luar tempat tinggalnya. Dorongan kepergiaanya adalah karena berbagai kepentingan ekonomi, sosial, budaya, politik, agama, kesehatan maupun kepentingan lain.

 Anonymous, ahli yang tidak teridentifikasi (1986)

Pariwisata adalah kegiatan seseorang dari tempat tinggalnya untuk berkunjung ke tempat lain dengan perbedaan pada waktu kunjungan dan motivasi kunjungan.

2.2 Pengertian Industri Pariwisata

Menurut Hunzieker industri pariwisata adalah semua kegiatan usaha yang terdiri dari bermacam-macam kegiatan produksi barang dan jasa yang diperlukan para


(22)

wisatawan. Sedangkan menurut Frayer (1993:121) Industri pariwisata artinya semua usaha yang menghasilkan barang dan jasa bagi pariwisata. Dalam UU Pariwsata No.10 Tahun 2009 mengatakan industri pariwisata adalah kumpulan usaha pariwisata yang saling terkait dalam rangka menghasilkan barang atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan dalam penyelenggaraan pariwisata.

Ada dua kelompok penyedia industri pariwisata, di antaranya :

1. Pelaku langsung, yaitu usaha-usaha wisata yang menawarkan jasa secara langsung kepada wisatawan atau jasa langsung dibutuhkan oleh wisatawan. Termasuk dalam kategori ini adalah hotel, restoran, biro perjalanan, pusat informasi pariwisata, atraksi hiburan, dan lain-lain. Secara faktual hotel menjadi pihak paling utama yang bersentuhan langsung dengan wisatawan, kemudian diikuti oleh biro perjalanan.

2. Pelaku tidak langsung, yaitu usaha yang mengkhususkan diri pada produk-produk yang secara tidak langsung mendukung pariwisata, misalnya usaha kerajinan tangan, penerbit buku atau lembar panduan wisata, penjual roti, dan sebagainya.

Sesungguhnya pelaku terdepan dalam kedua kelompok ini adalah tenaga kerja, karena mereka yang akan menjadi penanggungjawab kualitas layanan di hotel, biro perjalanan, restoran, maupun usaha kerajinan. Oleh sebab itu optimalisasi fungsi dan kompetensi mereka merupakan suatu keharusan dan menjadi titik perhatian dalam


(23)

2.3 Pengertian Objek Wisata

Menurut undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan, ada dua jenis objek dan daya tarik wisata, yaitu :

 Objek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang berwujud keadaan alam, flora, dan fauna.

 Objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud museum, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya, wisata argo, wisata tirta, wisata buru, wisata petualangan alam, taman rekreasi, dan tempat hiburan. Menurut Spilanne (2002), daya tarik pariwisata adalah hal-hal yang menarik perhatian wisatawan yang dimiliki oleh suatu daerah tujuan wisata. Ada lima unsur penting dalam suatu objek wisata, yaitu :

 Attraction atau hal-hal yang menarik perhatian wisatawan.  Facilities atau fasilitas-fasilitas yang diperlukan.

 Infrastructure atau infrastruktur dari objek wisata.  Transportation atau jasa-jasa pengangkutan  Hospitality atau keramahtamahan.

Menurut Karyono (1997) suatu objek pariwisata harus memenuhi tiga kriteria agar objek tersebut diminati pengunjung, yaitu :

 Something to see adalah obyek wisata tersebut harus mempunyai sesuatu yang bisa di lihat atau di jadikan tontonan oleh pengunjung wisata. Dengan kata lain


(24)

obyek tersebut harus mempunyai daya tarik khusus yang mampu untuk menyedot minat dari wisatawan untuk berkunjung di obyek tersebut.

 Something to do adalah agar wisatawan yang melakukan pariwisata di sana bisa melakukan sesuatu yang berguna untuk memberikan perasaan senang, bahagia, relax berupa fasilitas rekreasi baik itu arena bermain ataupun tempat makan, terutama makanan khas dari tempat tersebut sehingga mampu membuat wisatawan lebih betah untuk tinggal di sana.

 Something to buy adalah fasilitas untuk wisatawan berbelanja yang pada

umumnya adalah ciri khas atau ikon dari daerah tersebut, sehingga bisa dijadikan sebagai oleh-oleh. (Yoeti, 1985, p.164).

Dalam pengembangan pariwisata perlu ditingkatkan langkah-langkah yang terarah dan terpadu terutama mengenai pendidikan tenaga-tenaga kerja dan perencanaan pengembangan fisik. Kedua hal tersebut hendaknya saling terkait sehingga pengembangan tersebut menjadi realistis dan proporsional.

Agar suatu obyek wisata dapat dijadikan sebagai salah satu obyek wisata yang menarik, maka faktor yang sangat menunjang adalah kelengkapan dari sarana dan prasarana obyek wisata tersebut. Karena sarana dan prasarana juga sangat diperlukan untuk mendukung dari pengembangan obyek wisata. Menurut Yoeti dalam bukunya Pengantar Ilmu Pariwisata (1985, p.181), mengatakan : “Prasarana kepariwisataan adalah semua fasilitas yang memungkinkan agar sarana kepariwisataan dapat hidup


(25)

dan berkembang sehingga dapat memberikan pelayanan untuk memuaskan kebutuhan wisatawan yang beraneka ragam”.

Terkait dengan lingkungan kepariwisataan, menurut Dwyer dan Forsyth (1996) dalam Mudana (2002:24) terdapat tiga jenis sumber daya, yaitu :

 Natural Resources (sumber daya alamiah seperti gunung, pantai, wilayah liar, gurun, lautan, danau, flora dan fauna, iklim, sinar matahari, dan sebagainya).  Man Made Resources (sumber daya buatan manusia seperti kota historis dan

modern, desa, hiburan, campuran antara rekreasi dan olahraga, monumen, situs, bangunan dan relief, museum dan sebagainya).

 Human Resources (sumber daya manusia seperti populasi penduduk suatu destinasi).

2.4 Pengertian Wisatawan

Wisatawan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari dunia pariwisata. Wisatawan sangat beragam, tua-muda, miskin-kaya, asing-nusantara, semuanya mempunyai keinginan dan juga harapan yang berbeda.

Jika ditinjau dari arti kata wisatawan yang berasal dari kata wisata maka sebenarnya tidaklah tepat sebagai pengganti kata tourist dalam bahasa Inggris. Kata itu berasal dari bahasa Sansekerta wisata yang berarti perjalanan yang sama atau dapat disamakan dengan kata travel dalam bahasa Inggris. Jadi orang melakukan perjalanan dalam pengertian ini, maka wisatawan sama artinya dengan kata traveler karena dalam bahasa Indonesia sudah merupakan kelaziman memakai akhiran “wan” untuk


(26)

menyatakan orang dengan profesinya, keahliannya, keadaannya jabatannya dan kedudukan seseorang (Irawan, 2010:12).

Adapun pengertian wisatawan antara lain :

 Menurut Smith (dalam Kusumaningrum, 2009:16), menjelaskan bahwa wisatawan adalah orang yang sedang tidak bekerja, atau sedang berlibur dan secara sukarela mengunjungi daerah lain untuk mendapatkan sesuatu yang lain.  Menurut WTO (dalam Kusumaningrum, 2009:17) membagi wisatawan kedalam

tiga bagian yaitu:

 Pengunjung adalah setiap orang yang berhubungan ke suatu Negara lain dimana ia mempunyai tempat kediaman, dengan alasan melakukan pekerjaan yang diberikan oleh Negara yang dikunjunginya

 Wisatawan adalah setiap orang yang bertempat tinggal di suatu Negara tanpa tanpa memandang kewarganegaraannya, berkunjung kesuatu tempat pada Negara yang sama untuk waktu lebih dari 24 jam yang tujuan perjalanannya

memanfaatkan waktu luang untuk rekreasi, liburan, kesehatan, pendidikan, keagamaan dan olahraga serta bisnis atau mengunjungi kaum keluarga.  Darmawisata atau excursionist adalah pengunjung sementara yang menetap

kurang dari 24 jam di Negara yang dikunjungi, termasuk orang yang berkeliling dengan kapal pesiar.


(27)

 Menurut Komisi Liga Bangsa–bangsa 1937 (dalam Irawan, 2010:12), wisatawan adalah orang yang selama 24 jam atau lebih mengadakan perjalanan di negara yang bukan tempat kediamannya yang biasa.

 U.N Confrence on Interest Travel and Tourism di Roma 1963 (dalam Irawan, 2010:12), menggunakan istilah pengunjung (visitor) untuk setiap orang yang datang ke suatu negara yang bukan tempat tinggalnya yang biasa untuk keperluan apa saja, selain melakukan perjalanan yang digaji. Pengunjung yang

dimaksudkan meliputi 2 kategori :

 Wisatawan yaitu : pengunjung yang datang ke suatu negara yang dikunjunginya tinggal selama 24 jam dan dengan tujuan untuk bersenang–senang, berlibur, kesehatan, belajar, keperluan agama dan olahraga, bisnis, keluarga, utusan dan pertemuan.

 Excurtionist, yaitu : pengunjung yang hanya tinggal sehari di negara yang dikunjunginya tanpa bermalam.

 Defenisi UN. Convention Concerning Costums Fasilities for Touring (dalam Irawan, 2010:12), setiap orang yang datang ke suatu negara karena alasan yang sah, selain untuk berimigrasi dan yang tinggal setidaknya selama 24 jam dan selama– lamanya 6 bulan dalam tahun yang sama.

 Di dalam Instruksi Presiden RI No. 9, 1969, bab 1 pasal 1 (dalam Irawan, 2010:13) dijelaskan bahwa wisatawan ialah setiap orang yang bepergian dari


(28)

tempat tinggal untuk berkunjung ke tempat lain dengan menikmati perjalanan dan kunjungan.

Wisatawan yang berkunjung ke suatu daerah biasanya benar-benar ingin menghabiskan waktunya untuk bersantai, menyegarkan fikiran dan benar-benar ingin melepaskan diri dari rutinitas kehidupan sehari-hari. Jadi, bisa juga dikatakan wisatawan adalah seseorang yang melakukan perjalanan dari suatu tempat lain yang yang jauh dari rumahnya bukan dengan alasan rumah atau kantor (Kusumaningrum, 2009: 17).

Wisatawan menurut sifatnya (Kusumaningrum, 2009:18):

 Wisatawan modern Idealis, wisatawan yang sangat menaruh minat pada budaya multinasional serta eksplorasi alam secara individual.

 Wisatawan modern Materialis, wisatawan dengan golongan Hedonisme (mencari keuntungan) secara berkelompok.

 Wisatawan tradisional Idealis, wisatawan yang menaruh minat pada kehidupan sosial budaya yang bersifat tradisional dan sangat menghargai sentuhan alam yang tidak terlalu tercampur oleh arus modernisasi.

 Wisatawan tradisional Materialis, wistawan yang berpandangan konvensional, mempertimbangkan keterjangkauan, murah dan keamanan.


(29)

2.5 Pengertian Ekowisata

Indonesia sebagai negara megabiodiversity nomor dua di dunia, telah dikenal memiliki kekayaan alam, flora dan fauna yang sangat tinggi. Para explorer dari dunia barat maupun timur telah mengunjungi Indonesia pada abad ke lima belas yang lalu. Perjalanan eksplorasi yang ingin mengetahui keadaan di bagian benua lain telah dilakukan oleh Marcopollo, Washington, Wallacea, Weber, Junghuhn dan Van Steines dan masih banyak yang lain merupakan awal perjalanan antar pulau dan antar benua yang penuh dengan tantangan. Para adventurer ini melakukan perjalanan ke alam yang merupakan awal dari perjalanan ekowisata. Sebagian perjalanan ini tidak memberikan keuntungan konservasi daerah alami, kebudayaan asli dan atau spesies langka (Lascurain, 1993). Pada saat ini, ekowisata telah berkembang. Ekowisata ini merupakan suatu perpaduan dari berbagai minat yang tumbuh dari keprihatinan terhadap lingkungan, ekonomi dan sosial. Ekowisata tidak dapat dipisahkan dengan konservasi. Oleh karenanya, ekowisata disebut sebagai bentuk perjalanan wisata bertanggung jawab.

Ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang sangat erat dengan prinsip konservasi. Bahkan dalam strategi pengembangan ekowisata juga menggunakan strategi konservasi. Dengan demikian ekowisata sangat tepat dalam mempertahankan keutuhan dan keaslian ekosistem di areal yang masih alami. Bahkan dengan ekowisata pelestarian alam dapat ditingkatkan kualitasnya.


(30)

Definisi ekowisata yang pertama diperkenalkan oleh organisasi The Ecotourism Socie (1990) sebagai berikut: Ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Semula ekowisata dilakukan oleh wisatawan pecinta alam yang menginginkan di daerah tujuan wisata tetap utuh dan lestari, di samping budaya dan kesejahteraan masyarakatnya tetap terjaga. Ekowisata timbul karena:

 Kekuatiran akan makin rusaknya lingkungan oleh pembangunan yang bersifat eksploitasi terhadap sumber daya alam.

 Asumsi bahwa pariwisata membutuhkan lingkungan yang baik dan sehat.  Kelestarian lingkungan tidak mungkin dijaga tanpa partisipasi aktif masyarakat

setempat.

 Partisipasi masyarakat lokal akan timbul jika mereka dapat memperoleh manfaat ekonomi (economical benefit) dari lingkungan yang lestari.

 Kehadiran wisatawan (khususnya ekowisatawan) ke tempat-tempat yang masih alami itu memberikan peluas bagi penduduk setempat untuk mendapatkan penghasilan alternatif dengan menjadi pemandu wisata, porter, membuka homestay, pondok ekowisata (ecolodge), warung dan usaha-usaha lain yang berkaitan dengan ekowisata, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan mereka atau meningkatkan kualitas hidup penduduk lokal, baik secara materil, spiritual, kultural maupun intelektual.


(31)

Ekowisata memiliki banyak definisi yang seluruhnya berprinsip pada pariwisata yang kegiatannya mengacu pada lima elemen penting yaitu:

 Memberikan pengalaman dan pendidikan kepada wisatawan yang dapat meningkatkan pemahaman dan apresiasi terhadap daerah tujuan wisata yang dikunjunginya. Pendidikan diberikan melalui pemahaman akan pentingnya pelestarian lingkungan, sedangkan pengalaman diberikan melalui kegiatan-kegiatan wisata yang kreatif disertai dengan pelayanan yang prima.

 Memperkecil dampak negative yang bisa merusak karakteristik lingkungan dan kebudayaan pada daerah yang dikunjungi.

 Mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan dan pelaksanaannya.

 Memberikan keuntungan ekonomi terutama kepada masyarakat lokal, untuk itu, kegiatan ekowisata harus bersifat profit (menguntungkan).

 Berkelanjutan atau berkesinambungan. Beberapa aspek kunci dalam ekowisata adalah:

 Jumlah pengunjung terbatas atau diatur supaya sesuai dengan daya dukung lingkungan dan sosial-budaya masyarakat (mass tourism).

 Pola wisata ramah lingkungan (nilai konservasi).

 Pola wisata ramah budaya dan adat setempat (nilai edukasi dan wisata).  Membantu secara langsung perekonomian masyarakat lokal (nilai ekonomi).  Modal awal yang diperlukan untuk infrastruktur tidak besar (nilai partisipasi


(32)

Ekowisata juga dianggap sejenis usaha yang berkelanjutan secara ekonomi dan lingkungan bagi masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan konservasi. Namun agar ekowisata tetap berkelanjutan, perlu tercipta kondisi yang memungkinkan di mana masyarakat diberi wewenang untuk mengambil keputusan dalam pengelolaan usaha ekowisata, mengatur arus dan jumlah wisatawan, dan mengembangkan ekowisata sesuai visi dan harapan masyarakat untuk masa depan.

Ekowisata dihargai dan dkembangkan sebagai salah satu program usaha yang sekaligus bisa menjadi strategi konservasi dan dapat membuka alternatif ekonomi bagi masyarakat. Dengan pola ekowisata, masyarakat dapat memanfaatkan keindahan alam yang masih utuh, budaya, dan sejarah setempat tanpa merusak atau menjual isinya.

Agar bisnis ekowisata dapat menguntungkan sebagai mana yang diharapkan, beberapa kondisi harus diciptakan, yaitu antara lain:

 Meningkatkan dan menambah sarana prasarana pendukung serta mendorong terbuka dan terhubungnya akses ke/dari dan antar daerah tujuan ekowisata tanpa merusak aset utama ekowisata yaitu alam yang asli melalui peningkatan dan optimalisasi jalur transportasi udara.

 Mendorong kebijakan pemerintah Indonesia di bidang keimigrasian di daerah tujuan ekowisata yang terletak di perbatasan.


(33)

Kondisi lingkungan Indonesia menghasilkan keanekaragaman ekosistem beserta sumber daya alam, melahirkan manusia Indonesia yang berkaitan erat dengan kondisi alam dalam melakukan berbagai aktivitas untuk menunjung kelangsungan hidupnya. Manusia Indonesia menaggapi alam sebagai guru pemberi petunjuk gaya hidup masyarakat, yang terlahir dalam bentuk kebiasaan alami yang dituangkan menjadi adat kehidupan yang berorientasi pada sikap alam terkembang menjadi guru (Salim, 2006).

Dalam Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menetapkan kewajiban pemerintah untuk menerapkan susta inable development sebagai solusi untuk memperbaiki kerusakan lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial. Penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan dalam pembangunan nasional memerlukan kesepakatan semua pihak untuk memadukan pilarpembangunan secara proposional. Konsep pembangunan berkelanjutan timbul dan berkembang karena timbulnya kesadaran bahwa pembangunan ekonomi dan sosial tidak dapat dilepaskan dari kondisi lingkungan hidup.


(34)

BAB III

GAMBARAN UMUM TENTANG KABUPATEN SERDANG BEDAGAI 3.1 Letak Geografis

Secara geografis Kabupaten Serdang Bedagai terletak pada posisi 20 57’’ Lintang Utara, 30 16’’ Lintang Selatan, 980 33’’ - 990 27’’ Bujur Timur dengan ketinggian berkisar 0 – 500 meter di atas permukaan laut. Kabupaten Serdang Bedagai memiliki area seluas 1.900,22 km2 (190.022 Ha) yang terdiri dari 17 Kecamatan dan 243 Desa. Ibukota Kabupaten Sedang Bedagai terletak di Kecamatan Sei Rampah yaitu Kota Sei Rampah. Secara administratif Kabupaten Serdang Bedagai berbatasan dengan beberapa daerah, yaitu :

 Sebelah Utara : Selat Malaka

 Sebelah Timur : Kabupaten Batu Bara dan Simalungun  Sebelah Selatan : Kabupaten Simalungun

 Sebelah Barat : Kabupaten Deli Serdang

Luas wilayah Kabupaten Serdang Bedagai per Kecamatan Tahun 2008 :  Kotarih, memiliki 11 desa, luas 78.024 km2,dan persentase 4,11%.  Silinda, Tarean memiliki 9 desa, luas 56.740 km2, dan persentase 2,99%.  Bintang Bayu memiliki 19 desa, luas 95.586 km2, dan persentase 5,03%.  Dolok Masihul memiliki 1 kelurahan, 27 desa, luas 237.417 km2, persentase


(35)

 Serba Jadi memiliki 10 desa, luas 50.690 km2, persentase 2,67%.  Sipispis memiliki 20 desa, luas 145.259 km2, persentase 7,64%.

 Dolok Merawan memiliki 17 desa, luas 120.600 km2, persentase 6,35%.  Tebing Tinggi meiliki 14 desa, luas 182.291 km2, persentase 9,59%.  Tebing Syahbandar, Paya Pasir memiliki 10 desa, luas 120.297 km2,

persentase 6,33%.

 Bandar Khalipah memiliki 5 desa, luas 116.000 km2, persentase 6,10%.  Tanjung Beringin memiliki 8 desa, luas 74.170 km2, persentase 3,90%.  Teluk Mengkudu, Sialang Buah memiliki 12 desa, luas 66.950 km2,

persentase 3,52%.

 Sei Rampah memiliki 17desa, luas 198.900 km2, persentase 10,47%.  Sei Bamban memiliki 10 desa, luas 72.260 km2, persentase 3,80%. 3.2 Kependudukan

Perkembangan jumlah penduduk di Kabupaten Serdang Bedagai dilihat dari tahun 2004 berjumlah 598.842 jiwa sampai pada tahun 2008 meningkat dengan jumlah 630.728 jiwa. Jumlah penduduk Kabupaten Serdang Bedagai mengalami perkembangan yang sangat pesat antara tahun 2006 sampai pada tahun 2007.

Perkembangan penduduk pada periode tahun tersebut sekitar 4,65 %, sedangkan perkembangan penduduk yang paling kecil yaitu perkembangan penduduk antara tahun 2005 ke tahun 2006. Perkembangan penduduk pada periode tahun


(36)

tersebut sekitar – 1,33 %. Pada tahun 2008 jumlah penduduk Kabupaten Serdang Bedagai terbesar berada di Kecamatan Perbaungan dengan jumlah penduduk 101.052 jiwa dan jumlah penduduk terkecil berada di Kecamatan Kotarih berjumlah 8.649 jiwa.

3.3 Mata Pencaharian

Pada umumnya masyarakat pesisir memiliki mata pencaharian yang saling bertumpang tindih. Umumnya tingkat pendidikan masyarakat pesisir ini masih rendah dengan taraf ekonomi yang juga tergolong rendah. Sebagian besar masyarakat sekitar mangrove di sepanjang pantai timur Kabupaten Serdang Bedagai menggantungkan kehidupannya sebagai nelayan. Pada umumnya masyarakat pesisir memanfaatkan sumberdaya alam yang ada disekitar mereka untuk membuat tempat-tempat mereka bermukim.

Namun seringkali kondisi ini dieksploitasi oleh pihak-pihak lain untuk kepentingan pihak tertentu. Hal ini disebabkan tingkat pemahaman, sumber daya manusia maupun perekonomian yang tergolong rendah. Seperti dalam pembukaan tambak, dulunya (sekitar era tahun 1970 s/d 1980) kawasan tersebut merupakan kawasan vegetasi mangrove yang pada saat itu merupakan tegakan tumbuhan dalam bentuk pohon. Pada saat itu masyarakat memang sudah mulai melakukan perambahan hutang mangrove untuk dimanfaatkan kayunya sebagai kayu bakar, namun perambahan yang dilakukan tidak sampai merusak pohon, apalagi lahan hutan mangrove. Kemudian


(37)

tiger merupakan komoditi yang menjadi primadona pada saat itu. Kegiatan budidaya udang jenis tiger tersebut tumbuh menjamur di sekitar kawasan tersebut ditandai dengan pembuatan tambak-tambak di sekitar kawasan.

Pembuatan tambak-tambak tersebut pada awalnya dilakukan oleh beberapa kelompok masyarakat dalam skala yang kecil, yang terdiri dari usaha rumah tangga petani atau beberapa kelompok masyarakat. Keinginan masyarakat pada saat itu muncul adalah karena faktor keuntungan yang lumayan menggiurkan dengan harga pemasaran pada saat itu. Pada saat panen tiba, dalam satu hektar lahan tambak bisa menghasilkan ± 5 ton udang.

Waktu dibutuhkan untuk memelihara udang jenis tiger ini adalah selama empat bulan, sedangkan dalam waktu satu tahun masyarakat petani tambak bisa melakukan penanaman bibit sebanyak dua kali. Jadi bisa dibayangkan keuntungan masyarakat petani di kawasan tersebut pada saat itu, wajar apabila keinginan masyarakat sangat besar untuk melakukan usaha budidaya udang.

Ketidakwajarannya adalah mereka memanfaatkan lahan yang seharusnya tidak dibenarkan untuk usaha budidaya tersebut, karena memang kawasan tempat mereka melakukan usaha budidaya tersebut adalah kawasan lindung. Kondisi ini terjadi adalah karena ketidakpahaman masyarakat akan pentingnya keberadaan jalur hijau hutan mangrove.


(38)

3.4 Sarana dan Prasarana

Dalam upaya mendukung kesejahteraan masyarakat, Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai menyediakan sarana dan prasarana umum seperti transportasi darat, penerangan listrik PLN dan pelayanan air bersih. Sepanjang jalan di seluruh Kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2003 mencapai 1.682,52 km yang terdiri dari jalan negara 92,59 km, jalan Propinsi 126,14 km dan jalan Kabupaten 1.463,79 km, dengan peningkatan jalan mengalami kemajuan apabila dilihat dari keadaan tahun 2004, dengan kondisi jalan yang baik 132,29 km, atau 9,04 %, kondisi sedang sepanjang 315,35 km atau 21,54%, kondisi rusak sepanjang 40,65 km atau 16, 44 % dan kondisi rusak berat sepanjang 775,50 km, atau 52,98 %.

Disisi lain pada tahun 2004 peningkatan jaringan irigasi dalam rangka mendukung ketahanan pangan dimana luas total sawah dan rawa di Kabupaten Serdang Bedagai seluas 50.723 Ha yang terdiri dari irigasi teknis seluas 10.232 Ha, irigasi semi teknis seluas 19.351 Ha dan irigasi sederhana seluas 9.390 Ha dengan kondisi daerah irigasi potensial seluas 38.973 Ha.

Pembangunan pos dan telekomunikasi mencakup jangkauan baik pelayanan dan peningkatan kerja sama internasional maupun peningkatan jasa telekomunikasi dan informasi dan data berjalan lancar. Berbagai usaha telah dilakukan pemerintah untuk memperlancar pelayanan pada masyarakat berkenaan semakin meningkatnya permintaan akan jasa pos. Banyaknya surat yang dikirm oleh kantor Pos & Giro pada


(39)

tahun 2003 sebanyak 219.144 surat yang terdiri dari surat tercatat, biasa dan kilat. Sedangkan kiriman untuk paket pos telah terkirim sebanyak 1.007 unit dan untuk wesel pos telah terkirim sebanyak 12.024 buah. Kelistrikan Pembangunan kelistrikan di Kabupaten Serdang Bedagai masih mengalami kekurangan pasokan dengan jumlah daya tersambung sebesar 154.304.816 VA terlebih pada saat beban puncak, sehingga untuk mengatasi kekurangan energi listrik perlu dibangun pusat pembangkit listrik di Kabupaten Serdang Bedagai.


(40)

BAB IV

POTENSI SUMBERDAYA NIPAH DAN MANGROVE SEBAGAI PENUNJANG EKOWISATA DI DESA MUARA KECAMATAN SEI

NAGALAWAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI 4.1 Ekowisata Hutan Mangrove

Wisatawan saat ini sangat peka terhadap permasalahan lingkungan. Menyesuaikan dengan kondisi positif ini, konsep-konsep pariwisata dikembangkan sehingga timbul inovasi-inovasi baru dalam kepariwisataan. Salah satu konsep pariwisata yang sedang marak ialah ekowisata, dengan berbagai teknik pengelolaan seperti pengelolaan sumber daya pesisir yang berbasiskan masyarakat yang dilaksanakan secara terpadu, dimana dalam konsep pengelolaan ini melibatkan seluruh stakeholder yang kemudian menetapkan prioritas–prioritas. Dengan berpedoman tujuan utama, yaitu tercapainya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan (Omarsaid,1999).

Konsep ekowisata ini dinilai cocok untuk dikembangkan di Indonesia, dengan beberapa alasan yang melandasinya. Pertama, Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati dan ekowisata bertumpu pada sumberdaya alam dan budaya sebagai atraksi. Namun disisi lain Indonesia juga mengalami ancaman terbesar dari degradasi keanekaragaman hayati baik darat maupun laut, sehingga memerlukan startegi yang tepat dan alat/sarana yang tepat pula, guna melibatkan kepedulian banyak pihak,


(41)

untuk menekan laju kerusakan alam (Sukarjo,1993).

Kedua keterlibatan masyarakat, konsep ini cocok untuk mengubah kesalahan- kesalahan dalam konsep pengelolaan pariwisata terdahulu, yang lebih bersifat komersial dan memarginalisasikan masyarakat setempat, serta mampu menyerap tenaga kerja yang lebih besar. Namun lebih dari itu, demi keberhasilan usaha ini tidak semua kawasan yang memiliki mangrove memiliki potensi pariwisata untuk dikembangkan, yang mana dapat ditentukan atas faktor-faktor lokasi yang harus memenuhi kategori seperti keunikan dan dapat dijangkau, Perencanaan ekowisata dan persiapan oleh masyarakat untuk menjalankan ekowisata sebagai usaha bersama, Keterlibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan kegiatan ekowisata, interpretasi atas alam dan budaya yang baik. Kemampuan untuk menciptakan rasa nyaman, aman kepada wisatawan, dan juga usaha pembelajaran kepada wisatawan, serta menjalin hubungan kerja yang berkelanjutan kepada pemerintah dan organisasi-organisasi lain yang terlibat (Omarsaid,1999).

Dilemanya ialah kegiatan pariwisata tidak hanya menghasilkan hal-hal yang indah atau ideal, bahkan sangat sering hal-hal negatif dalam lingkungan dan masyarakat karena kegiatan pariwisata yang terlalu intensif dan secara bersamaan tidak terkelola dengan baik, dan akhirnya membunuh sumber daya yang melahirkan pariwisata itu sendiri. Oleh karena itu pengembangan ekowisata harus dilakukan secara berkelanjutan, yaitu dengan memperhatikan lingkungan, masyarakat dan pergerakan perekonomian yang terjadi sebelum dan selama ekowisata dijalankan.


(42)

Ekowisata mampu memberikan kontribusi secara langsung melalui konservasi, yang artinya mendapatkan dana untuk menyokong kegiatan konservasi dan pengelolaan lingkungan, termasuk didalamnya penelitian untuk pengembangan. selain itu,. Kontribusi ekowisata secara tidak langsung melalui konservasi untuk meningkatnya kesadaran publik terhadap konservasi pada tingkat lokal, nasional bahkan internasional. Selain itu, pendidikan konservasi selama berwisata menjadi bagian pengalaman yang terbentuk selama wisatawan berekowisata, yaitu dengan melibatkan wisatawan secara langsung terhadap kegiatan pelestarian (sekaligus meningkatkan kualitas produk ekowisata yang ditawarkan) (Omarsaid,1999).

Keberadaan ekowisata membawa pengaruh positif bagi masyarakat sekitar, terutama di permukiman nelayan dalam hal peningkatan kesejahteraan lingkungan desa. Pembangunan dalam konteks penataan dan pengembangan wilayah adalah berbagai jenis kegiatan, baik yang mencakup sektor pemerintah maupun masyarakat dilaksanakan dalam rangka memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat (Nugrahanti, dkk., 2012).

Suatu strategi yang ditempuh pemerintah untuk mengembangkan sektor pariwisata adalah dengan mencari, membangun, dan mengembangkan ODTW (Obyek dan Daya Tarik Wisata) baru. Setiap tempat, lokasi atau kawasan yang dianggap berpotensi, akan dikembangkan menjadi ODTW, sehingga diharapkan semakin banyak wisatawan yang berkunjung kedaerah tersebut (Mangindaan, dkk., 2012).


(43)

ekowisata yakni :

 Mencegah menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap alam dan budaya, pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan sifat dan karakter alam dan budaya setempat.

 Pendidikan konservasi lingkungan. Mendidik wisatawan dan masyarakat setempat akan pentingnya arti konservasi. proses ini dapat dilakukan langsung di alam.

 Pendapatan langsung untuk kawasan. Mengatur agar kawasan yang

digunakan untuk ekowisata dan manajemen pengelolaan kawasan pelestarian dapat menerima langsung penghasilan atau pendapatan. Retribusi dapat digunakan secara langsung untuk membina, melestarikan dan meningkatkan kualitas kawasan perairan alam.

 Prinsip masyarakat dalam perencanaan. Masyarakat diajak dalam merencanakan pengembangan ekowisata. Demikian pula didalam pengawasan, peran masyarakat diharapkan ikut secara aktif.

 Penghasilan masyarakat. Keuntungan secara nyata terhadap ekonomi masyarakat dari kegiatan ekowisata mendorong masyarakat menjaga kelestarian alam.

 Menjaga keharmonisan dengan alam. Semua upaya pengembangan termasuk pengembangan fasilitas atau utilitas harus tetap menjaga keharmonisan dengan alam.


(44)

 Daya dukung lingkungan. Pada umumnya lingkungan alam mempunyai daya dukung yang lebih rendah dengan daya dukung kawasan buatan. Meskipun mungkin permintaan sangat banyak, tetapi daya dukunglah yang membatasinya.

 Peluang penghasilan pada porsi yang besar terhadap negara, apabila suatu kawasan pelestarian dikembangkan untuk ekowisata, maka devisa dan belanja wisatawan didorong sebesar - besarnya dinikmati oleh negara atau

pemerintah daerah setempat.

Menurut Dahuri (1996), a lternative pemanfaatan ekosistem mangrove yang paling memungkinkan tanpa merusak ekosistem ini meliputi : penelitian ilmiah (scientific resea rch), pendidikan (education), dan rekreasi terbatas/ ekoturisme (limited recreation/ecoturism). Potensi rekreasi dalam ekosistem mangrove antara lain (Bahar, 2004) :

 Bentuk perakaran yang khas yang umum ditemukan pada beberapa jenis vegetasi mangrove seperti akar tunjang (Rhizophora spp.), akar lutut

(Bruguiera spp.), akar pasak (Sonneratia spp., Avicenia spp.), akar papan (Heritiera spp.).

 Buah yang bersifat viviparious (buah berkecambah semasa masih menempel pada pohon) yang terdapat di beberapa jenis vegetasi mangrove seperti

Rhizophora spp. dan Ceriops spp.


(45)

pedalaman (transisi zonasi).

 Berbagai jenis fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove seperti beraneka ragam jenis burung, serangga dan primata yang hidup di tajuk pohon serta berbagai jenis fauna yang hidup di dasar mangrove seperti babi hutan, biawak, buaya, ular, udang, ikan, kerang-kerangan, keong,

kepiting dan sebagainya.

 Atraksi adat istiadat masyarakat setempat yang berkaitan dengan sumberdaya mangrove.

 Hutan-hutan mangrove yang dikelola secara rasional untuk

pertambakan tumpang sari dan pembuatan garam, bisa menarik wisatawan. Potensi ini dapat dikembangkan untuk kegiatan lintas alam, memancing, berlayar, berenang, pengamatan jenis burung dan atraksi satwa liar, fotografi, pendidikan, piknik dan berkemah, serta adat istiadat penduduk lokal yang hidupnya bergantung pada keberadaan hutan mangrove.

4.2Pengertian Nipah dan Mangrove 4.2.1 Nipah

Nipah adalah sejenis palem (palma) yang tumbuh dilingkungan hutan mangrove atau daerah pasang surut dekat tepi laut. Di beberapa negara lain, tumbuhan ini dikenal dengan nama attap palm (Singapura), Nipa palm (Filipina), atau umumnya disebut Nypa palm. Nama ilmiahnya adalah Nypa fruticansWurmb, dan diketahui sebagai satu-satunya anggota genus Nypa. Juga merupakan satu-satunya jenis palma


(46)

dari wilayah mangrove (Ditjenbun, 2006). Dalam zonasi kelompok mangrove, nipah menduduki habitat agak kedalam. Nipah hanya tumbuh subur disepanjang daerah pasang surut dekat dengan pantai dan ditepi muara sungai atau rawa-rawa air payau. Di tempat-tempat yang sesuai, tegakan nipah membentuk jalur lebar tak terputus di belakang lapisan hutan mangrove, kurang lebih sejajar dengan garis pantai. Nipah mampu bertahan hidup di atas lahan yang agak kering atau yang kering sementara air surut (Mangrove Information Centre, 2009).

4.2.2 Mangrove

Mangrove adalah pohon yang sudah beradaptasi sedemikian rupa sehingga akan mampu untuk hidup di lingkungan berkadar garam tinggi seperti lingkungan laut. Sedangkan hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang didominasi beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tunbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Nontji, 1993).

Mangrove tumbuh pada pantai-pantai yang terlindung atau pada pantai yang datar, biasanya di tempat yang tidak ada muara sungainya, biasanya tumbuh meluas. Mangrove tidak tumbuh di pantai yang terjal dan berombak besar dengan arus pasang surut ayng kuat, karena hal ini tidak memungkinkan terjadinya pengendapan lumpur dari pasir, sebagai substrat yang diperlukan untuk pertumbuhannya (Nontji, 1993).


(47)

ditemukan ditempat pertemuan antara muara sungai dan air laut yang kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai mengalirkan air tawar untuk mangrove dan pada saat pasang, pohon mangrove dikelilingi oleh air garam atau payau. (Murdiyanto,2003)

Mangrove adalah jenis tanaman dikotil yang hidup di habitat payau. Tanaman dikotil adalah tumbuhan yang buahnya berbiji berbelah dua. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis hutan mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut pantai berlumpur.

4.3 Fungsi dan manfaat 4.3.1 Nipah

Pemanfaatan nipah yang dijadikan sebagai atap rumah merupakan bentuk pemanfaatan lain yang dilakukan masyarakat sekitar hutan mangrove. Daun nipah yang diambil dari hutan kemudian dipotong dengan ukuran yang disesuaikan. Selanjutnya daun nipah tersebut dijalin dan digabungkan dengan yang lainnya dan dengan menggunakan batang daun nipah tersebut sebagai penopang/penahan daun itu kemudian dirajut agar kuat. Atap daun nipah ini dapat bertahan sekitar 1 (satu) tahun.

Garam Nipah dan Gula Nipah Selain manfaat yang sudah ada, masyarakat d e s a m a i m b a i mencari manfaat lain dari nipah sebagai potensi ekonomi


(48)

sebagai tambahan sumber pendapatan. Nipah selain dibuat menjadi garam dan gula, nipah juga dapat dimanfaatkan untuk membuat berbagai anyaman (kerajinan tangan) seperti yang banyak ditemukan dipasaran. Berbagai bentuk kerajinan anyaman dapat dibuat dengan menggunakan nipah tersebut berdasarkan kreatifitas dan kemampuan yang dimiliki. Manisan buah nipah pemanfaatan nipah untuk bahan makanan dibuat dari buah nipah yang masih muda (agak matang).

4.3.2 Mangrove

Hutan mangrove memiliki fungsi dan manfaat yang sangat penting bagi ekosistem hutan, air dan alam sekitarnya. Secara fisik hutan mangrove berfungsi dan bermanfaat sebagai penahan abrasi pantai, penahan intrusi (peresapan) air laut, penahan angin, menurunkan kandungan gas karbon dioksida (CO2 ) di udara, dan bahan-bahan pencemar di perairan rawa pantai. Secara Biologi hutan mangrove berfungsi dan bermanfaat sebagai tempat hidup (berlindung, mencari makan, pemijahan dan asuhan) biota laut seperti ikan dan udang), sumber bahan organik sebagai sumber pakan konsumen pertama (pakan cacing, kepiting dan golongan kerang/keong), yang selanjutnya menjadi sumber makanan bagi konsumen di atasnya dalam siklus rantai makanan dalam suatu ekosistem, tempat hidup berbagai satwa liar, seperti monyet, buaya muara, biawak dan burung (Rahmawati, 2006).


(49)

penelitian), penghasil kayu untuk kayu bangunan, kayu bakar, arang dan bahan baku kertas, penghasil tannin untuk pembuatan tinta, plastik, lem, pengawet net dan penyamakan kulit, penghasil bahan pangan (ikan/udang/kepiting, dan gula nira nipah), dan obat-obatan (daun Bruguiera sexangula untuk obat penghambat tumor, Ceriops tagal dan Xylocarpus mollucensis untuk obat sakit gigi), tempat sumber mata pencaharian masyarakat nelayan tangkap dan petambak. (Rahmawaty, 2006)

Ekosistem mangrove merupakan sumber plasma nutfah yang cukup tinggi (misalnya, mangrove di Indonesia terdiri atas 157 jenis tumbuhan tingkat tinggi dan rendah, 118 jenis fauna laut dan berbagai jenis fauna darat (Kusmana, 2002).

Fungsi mangrove dapat dikategorikan ke dalam tiga macam fungsi, yaitu fungsi fisik, fungsi biologis/ekologis dan fungsi ekonomis seperti :

 Fungsi fisik

 Menjaga garis pantai dan tebing sungai dari erosi/abrasi agar tetap stabil.  Mempercepat perluasan lahan.

 Mengendalikan intrusi air laut.

 Melindungi daerah di belakang mangrove dari hempaan gelombang dan angin kencang.

 Mengolah limbah organik  Fungsi biologis/ekologis


(50)

ground) dan tempat berkembang biak (nursery ground) berbagai jenis ikan, udang, kerang dan biota laut lainnya.

 Tempat bersarang berbagai jenis satwa liar terutama burung.  Sumber plasma nutfah.

 c. Fungsi ekonomis

 Hasil hutan berupa kayu.

 Hasil hutan bukan kayu seperti madu, obat-obatan, minuman, dan makanan, tanin, dan lain – lain.

 Lahan untuk kegiatan produksi pagan dan tujuan lainnya (Kusmana dkk, 2003).

4.4 Potensi Sumberdaya Nipah dan Mangrove sebagai penunjang Ekowisata Ekosistem mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini umumnya tumbuh pada daerah yang jenis tanahnya berlumpur, berlempung, atau berpasir yang cukup mendapat aliran air, dan terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Ekosistem mangrove banyak ditemukan di pantai- pantai teluk yang dangkal, dan daerah pantai yang terlindung (Bengen, 2001).


(51)

kepentingan pelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Konsep pengelolaan ekowisata secara umum serupa dengan konsep pengelolaan kegiatan yang berhubungan dengan pemanfaatan potensi alam. Sejumlah kawasan yang memiliki daya tarik wisata alam yang umumnya merupakan daerah yang ditetapkan sebagai pusat kegiatan pelestarian sumberdaya dan lingkungan. Untuk itu dalam pemanfaatan nantinya perlu menerapkan prinsip pelestarian lingkungan. Seringkali dalam upaya untuk memanfaatkan dan mengelola potensi ekowisata yang ada pihak pengelola dihadapkan pada masalah klasik seperti lemahnya dalam pemantauan kualitas lingkungan, kondisi sarana dan prasarana dan kurangnya kemampuan SDM dalam menjaga sumberdaya lingkungan yang ada (Muttaqin, dkk., 2011).

a. Sifat Pengunjung Ekowisata

Menurut Muhaerin (2008) sifat dan karakteristik dari ekowisatawan adalah mempunyai rasa tanggung jawab sosial terhadap daerah wisata yang dikunjunginya. Kunjungan yang terjadi dalam satu satuan tertentu yang mereka lakukan tidak hanya terbatas pada sebuah kunjungan dan wisata saja. Wisatawan ekowisata biasanya lebih menyukai perjalanan dalam kelompok-kelompok kecil sehingga tidak mengganggu lingkungan disekitarnya. Daerah yang padat penduduknya atau alternatif lingkungan yang serba buatan dan prasarana lengkap kurang disukai karena dianggap merusak daya tarik alami. Secara khusus, ekowisatawan mempunyai karakteristik sebagai berikut :


(52)

 Menyukai lingkungan dengan daya tarik utama adalah alam dan budaya masyarakat lokal, dan mereka juga biasanya mencari pemandu yang berkualitas.

 Kurang memerlukan tata krama formal (amenities) dan juga lebih siap

menghadapi ketidaknyamanan, meski mereka masih membutuhkan pelayanan yang sopan dan wajar, sarana akomodasi dan makanan yang bersih.

 Sangat menghargai nilai-nilai (high value) dan berani membayar untuk suatu daya tarik yang mempesona dan berkualitas.

 Menyukai daya tarik wisata yang mudah dicapai dengan batasan waktu tertentu dan mereka tahu bahwa daya tarik alami terletak didaerah terpencil.

Pengunjung yang datang ke sekitar hutan mangrove dan melakukan kegiatan pemanfaatan seperti kegiatan wisata.Usia pengunjung didominasi oleh kisaran usia 20-29 tahun, kisaran usia , di bawah 20 tahun dan usia yang di atas 59 tahun. Tidak ditemukan pengunjung yang usianya 50-59 tahun. Tingkat pendidikan pengunjung sangat bervariasi, mulai dari yang tidak pernah sekolah sampai dengan mahasiswa/i. Tingkat pendidikan pengunjung yang paling banyak adalah tingkat SMA. Pengunjung sebagian besar berasal dari dalam Kabupaten Serdang Bedagai. Pengunjung yang datang dari luar Kabupaten Serdang Bedagai tetapi masih berada didalam Provinsi Sumatra Utara dan yang datang dari luar Provinsi Sumatra Utara adalah. Paket wisata yang bisa diterapkan adalah paket wisata yang digemari oleh kalangan dewasa yang


(53)

memiliki penghasilan yang tidak begitu tinggi seperti ikut memancing ketengah laut, menanam pohon mangrove, mencari kepah dan lain-lain.

Secara umum pemahaman pengunjung tentang ekosistem mangrove dan ekowisata masih sangat rendah. Kegiatan ekowisata dalam pelaksanaannya diharapkan dapat meningkatkan pemahaman pengunjung tentang ekosistem mangrove. Keinginan pengunjung berwisata mangrove mengatakan bersedia datang untuk berwisata mangrove dan sisanya mengatakan tidak tahu. Selain keadaan sumberdaya alam, jenis kegiatan wisata yang ditawarkan juga dapat mempengaruhi tingkat keinginan pengunjung untuk datang ke suatu kawasan wisata.

Partisipasi Masyarakat Lokal

Ekosistem mangrove mempunyai sifat yang unik dan khas, dengan fungsi dan manfaat yang beraneka ragam bagi manusia serta mahluk hidup lainnya. Dalam rangka melestarikan fungsi biologis dan ekologis ekosistem hutan mangrove, maka diperlukan suatu pendekatan yang rasional di dalam pemanfaatannya, dengan melibatkan masyarakat di sekitar kawasan. Keterlibatan masyarakat dalam pengeloaan hutan mangrove merupakan salah satu langkah awal dalam mewujudkan pelestarian hutan mangrove yang berkelanjutan (Wiharyanto dan Asbar, 2010).

Untuk meningkatkan pengelolaan ekosistem mangrove, perlu dilibatkan masyarakat dalam menyusunan proses perencanaan dan pengelolaan ekosistem ini secara lestari. Dalam pengelolaan secara lestari dapat dikembangkan metode- metode sosial


(54)

budaya masyarakat setempat yang bersahabat dengan ekosistem mangrove, dalam bentuk penyuluhan, penerangan dan membangkitkan kepedulian masyarakat dalam berperan serta mengelola ekosistem mangrove (Bengen dan Adrianto, 1998).

Menurut Suratmo (1990), manfaat dari partisipasi masyarakat dalam sebuah rencana pembangunan adalah sebagai berikut:

 Masyarakat mendapat informasi mengenai rencana pembangunan di daerahnya.

 Masyarakat akan ditingkatkan pengetahuan mengenai masalah lingkungan, pembangunan dan hubungannya.

 Masyarakat dapat menyampaikan informasi dan pendapat atau persepsinya terhadap pemerintahan terutama masyarakat di tempat pembangunan yang terkena dampak langsung

 Dapat menghindari konflik di antara pihak-pihak yang terkait.

 Masyarakat akan dapat menyiapkan diri untuk menerima manfaat yang akan dapat dinikmati dan menghindari dampak negatifnya.

 Akan meningkatkan perhatian dari instansi pemerintah yang terkait pada masyarakat setempat.

Salah satu tujuan dari kegiatan ekowisata adalah untuk mensejahterakan masyarakat lokal. Keterlibatan masyarakat lokal dalam kegiatan ekowisata sanga tpenting, karena mereka yang akan menyediakan sebagian besar atraksi sekaligus menentukan kualitas


(55)

untuk terlibat dalam kegiatan ekowisata, tidak ingin terlibat, dan mengatakan tidak tahu. Masyarakat yang ingin terlibat dalam kegiatan ekowisata ini ada yang bersedia menjadi pemandu, menyewakan rumahnya untuk penginapan ekowisatawan dan ada juga yang berkeinginan untuk menjadi relawan.

Kondisi Kawasan Mangrove di Pesisir Pantai Timur Kabupaten Serdang Bedagai

Kawasan mangrove di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai tersebar di lima wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Pantai Cermin, Perbaungan, Teluk Mengkudu, Tanjung Beringin dan Bandar Khalipah. Dari keseluruhan kawasan mangrove seluas 3.691,6 hektar yang berada di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai, maka kondisi kawasan mangrove tersebut saat ini, seluas 919,89 hektar (24,8%) termasuk masih dalam kondisi baik. Sebagian lain dari kawasan mangrove tersebut telah mengalami kerusakan dengan tingkatan yang berbeda. Wilayah seluas 576,49 hektar (15,6%) termasuk dalam kategori rusak sedang dan seluas 2.204,22 (59,6%) berada dalam kondisi rusak berat. Dari hasil studi literatur dan cross check pengamatan di lapangan diidentifikasi 9 (Sembilan) jenis mangrove yang ada dikawasan mangrove Kabupaten Serdang Bedagai, yaitu jenis: nipah (Nypa fruticans), api-api (Avicennia marina, Avicennia lanata), perepat (Sonneratia alba), Tanjang (Bruguiera cylindrical), Bakau (Rhizophora apiculata), Waru (Hibiscus tiliaceus), Truntun (Lumnitzera littorea), Buta-buta (Excoecaria agallocha) dan Lenggade. Yang paling banyak dijumpai di


(56)

lokasi kajian adalah mangrove jenis api-api (Avicennia marina, Avicennia lanata) dan jenis Bakau (Rhizophora apiculata).

Potensi Hutan Mangrove terhadap Pariwisata dan Pendidikan

Hutan mangrove memberikan obyek wisata yang berbeda dengan obyek wisata alam lainnya. Karakteristik hutannya yang berada di peralihan antara darat dan laut memiliki keunikan dalam beberapa hal. Para wisatawan juga memperoleh pelajaran tentang lingkungan langsung dari alam. Pantai Timur Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai dengan areal mangrove seluas 3.691,6 ha memiliki peluang untuk dijadikan areal wisata mangrove.

Dari keseluruhan kawasan mangrove seluas 3.691,6 hektar yang berada di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai dengan kondisi kawasan mangrove seluas 919,89 hektar (24,8%) termasuk masih dalam kondisi baik, 576,49 hektar (15,6%) termasuk dalam kategori rusak sedang dan seluas 2.204,22 (59,6%) berada dalam kondisi rusak berat masih memiliki peluang untuk dijadikan areal wisata mangrove.

Kegiatan wisata ini di samping memberikan pendapatan langsung bagi pengelola melalui penjualan tiket masuk dan parkir, juga mampu menumbuhkan perekonomian masyarakat di sekitarnya dengan menyediakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha, seperti membuka warung makan, menyewakan perahu, dan menjadi pemandu wisata.


(57)

Dengan mengangkat konsep pariwisata mangrove serdang bedagai dalam bentuk EMT (Ekowisata dan Mangrove Track) diharapkan kawasan ini menjadi salah satu destinasi wisata mangrove di sumatera utara yang dapat memberikan pendapatan langsung bagi pengelola melalui penjualan tiket masuk dan parkir, juga mampu menumbuhkan perekonomian masyarakat di sekitarnya dengan menyediakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha, seperti membuka warung makan, menyewakan perahu, dan menjadi pemandu wisata. Juga memberikan nilai edukasi terhadap pengunjung tentang keberadaan dan arti penting dari mangrove danhabitat yang tersedia di kawasan mangrove itu. Serta menjadi pusat kajian/penelitian dan informasi tentang mangrove dan ekosistemnya.

Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu adanya dukungan sarana dan prasarana yang memadai dari dinas terkait, seperti penyediaan sarana dan prasarana transportasi (jalan wisata) dan air bersih oleh dinas tata ruang dan permukiman serta manajemen pengelolaan dan promosi oleh dinas pariwisata kabupaten serdang bedagai.

Kerajinan makanan dari Pengelolahan Mangrove

Sebagian masyarakat yang berada di sekitar mangrove memanfaatkan dan mengelola mangrove dalam bentuk berbagai kerajinan makanan. Beberapa jenis mangrove dapat dikembangkan dan dikelola menjadi bahan makanan yang dikonversi ke dalam aneka makanan ringan dengan rasa yang baik, diantaranya adalah:

 Kerupuk Jeruju. Bahan kerupuk jeruju ini berasal dari jenis mangrove jeruju. Dalam proses pembuatannya daun jeruju tersebut di blender bersama dengan


(58)

campuran tepung, pengharum serta bahan-bahan lain pembuatan makanan. Selanjutnya hasil campuran tadi dicetak untuk di kelola/dimasak menjadi makanan kering serta dikemas dalam bentuk kemasan yang rapi dan menarik. Kerupuk jeruju sebagai salah bentuk kerajinan makanan yang dimanfaatkan dari mangrove .

 Dodol Api-api. Bahan dodol api-api ini berasal dari jenis mangrove api-api (Avicennia). Dalam proses pembuatannya dengan memanfaatkan buah dari Avicennia sebagai bahan utama. Hanya saja dodol api-api tersebut masih memiliki kelemahan, yakni tidak tahan lama dan cepat berjamur.

Pembuatannya masih bergantung pada pesanan/permintaan.

 Selai Perepat dan Sirup. Bahan pembuatan selai prepat dan sirup ini berasal dari jenis mangrove perepat (Sonneratia alba). Proses pembuatannya dengan memanfaatkan buah dari Sonneratia alba untuk dikelola menjadi selai maupun sirup.

Kegiatan Pemanfaatan Ekosistem Mangrove oleh Masyarakat

Masyarakat sebagian besar melakukan kegiatan pemanfaatan kawasan pesisir Sei Nagalawan berupa pengolahan hasil buah dan daun mangrove. Sisanya ada yang melakukan penangkapan udang, kerang, melakukan pemanfaatan dengan menangkap ikan, dan menangkap kepiting.

Alasan masyarakat melakukan kegiatan pemanfaatan kawasan ini sangat beragam, misalnya untuk kepentingan komersial, untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan


(59)

alasan masyarakat yang paling banyak adalah untuk kegiatan wisata untuk kegiatan wisata. Hal ini sesuai dengan Muhaerin (2008) yang menyatakan bahwa manfaat sosial ekonomis ekosistem mangrove bagi masyarakat sekitarnya adalah sebagai sumber mata pencaharian yakni dengan menjadikan mangrove sebagai sumber alam (bahan mentah) cadangan untuk dapat diolah menjadi komoditi perdagangan yang bisa menambah kesejahteraan penduduk setempat dengan memproduksi berbagai jenis hasil hutan dan turunannya.

Daya dukung kawasan adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia (Yulianda, 2007). Meskipun mungkin permintaan sangat banyak, tetapi daya dukunglah yang membatasi kegiatan yang dilakuka n di lingkungan alam. Ekosistem mangrove di sekitar kawasan pesisir Sei Nagalawan masih ditanami mangrove, walaupun jenis mangrove yang tidak cukup banyak, namun kondisi ekosistemnya pun sedikit menarik dengan adanya sungai besar di antara hamparan hutan mangrove. Keunikan ini dapat dimanfaatkan sebagai daya tarik ekowisatawan untuk melakukan kegiatan ekowisata.

Kegiatan ekowisata mangrove di pesisir Sei Nagalawan dapat dilakukan dengan menyusuri sungai di ekositem mangrove ini. Kegiatan yang dilakukan pada kawasan ini dalam pelaksanaannya harus memperhatikan daya dukung kawasan. Terdapat 5 track pada lokasi ini. Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk


(60)

kegiatan ekowisata mangrove ini adalah 8 jam dalam satu harinya, sesuai dengan rata-rata lama jam kerja. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan pada track ini selain menikmati keindahan mangrove sambil menyusuri sungai, juga dapat dilakukan kegiatan fotografi, dan pengamatan biota yang ada di mangrove.


(61)

BAB V PENUTUP 5.1KESIMPULAN

Berdasarkan uraian pada bab-bab di atas, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Konsep ekowisata merupakan salah satu alternatif untuk pengelolaan kawasan wisata dalam suatu wilayah yang tetap memperhatikan konservasi lingkungan dengan menggunakan potensi sumberdaya dan mengikut sertakan masyarakat lokal.

2. Pengelolaan ekowisata mangrove yang diprioritaskan di kawasan pesisir Sei Nagalawan adalah meningkatkan usaha pengelolaan ekosistem mangrove melalui kegiatan ekowisata, menjaga obyek wisata mangrove dengan tetap memperhatikan daya dukung kawasan dan memberikan promosi baik lewat internet maupun media lainnya untuk menarik minat wisatawan berwisata mangrove.

3. Meningkatkan usaha pengelolaan ekosistem mangrove melalui kegiatan ekowisata. Menurut Dahuri (1996), alternative pemanfaatan hutan mangrove yang paling memungkinkan tanpa merusak ekosistem mangrove meliputi: penelitian ilmiah (scientific research), pendidikan (education), dan rekreasi terbatas/ ekoturisme (limited recreation/ecoturism). Ekowisata(Ecotourism, green tourism atau alternative tourism), merupakan wisata berorientasi pada


(62)

lingkungan untuk menjembatani kepentingan perlindungan sumberdaya

alam/lingkungan dan industri kepariwisataan (Fandeli, 2000; META, 2002 dalam Yulianda, 2007).

4. Membuat dan mengaplikasikan sistem pemantauan dan evaluasi yang melibatkan para pemangku kepentingan dalam perlindungan ekosistem mangrove. Sistem pemantauan dapat dilakukan dengan pembuatan peraturan daerah yang secara khusus membahas tentang perlindungan dan pemanfaatan mangrove. Selain itu, perlu dibentuk suatu kelompok pengawasan hutan mangrove yang melibatkan semua pihak, seperti pemerintahan, pemilik lahan dan masyarakat sekitar. 5. Keseimbangan dan harmoni antar masyarakat, lingkungan, dan wisatawan

menjadi tujuan utama pembangunan pariwisata berbasis kerakyatan sehingga keberlanjutan pembangunan pariwisata dapat pula terpenuhi.

6. Mangrove membantu dalam bidang sosial dan ekonomi masyarakat sekitar pantai dengan mensuplai benih untuk industri perikanan. Selain itu, telah ditemukan bahwa tumbuhan mangrove mampu mengontrol aktivitas nyamuk, karena ekstrak yang dikeluarkanoleh tumbuhan mangrove mampu membunuh larva dari nyamuk Aedes aegypti (Thangam and Kathiresan,1989).

7. Hutan mangrove mempunyai manfaat ganda dan merupakan mata rantai yang sangat penting dalam memelihara keseimbangan biologi di suatu perairan. Selain itu, hutan mangrove merupakan suatu kawasan yang mempunyai tingkat


(63)

5.2Saran

Adapun saran-saran yang penulis sampaikan, di antaranya :

1. Perlu adanya diadakan pelatihan tambahan atau diberikan pemahaman dan pengertian kepada masyarakat pengelola dan masyarakat sekitar yang masih belum sadar dan mengetahui tentang pentingnya menjaga lingkungan pesisir terkhusus ekosistem mangrove dari pihak LSM pecinta lingkungan maupun dari pemerintah.

2. Meningkatkan peran Pemerintah Daerah dalam meningkatkan sarana dan prasarana umum sebagai penunjang kegiatan ekowisata. Karena peran Pemerintah Daerah masih sangat sedikit sehingga perlu adanya peningkatan. 3. Pemerintah setempat kiranya dengan cepat bisa menyelesaikan konflik kepentingan antara masyarakat pihak pengelola dengan masyarakat sekitar non pengelola tentang batas jalan (aksesbilitas) menuju tempat wisata mangrove ini.


(64)

DAFTAR PUSTAKA

Yoeti. A Oka, 1992, “Pengantar Ilmu Pariwisata”, Bandung : Angkasa Offset.

Damanik, Janianton dan Helmut F. Weber. 2006 “Perencanaan Ekowisata dari Teori

Ke Aplikasi”. Yogyakarta. CV. Andi Offset.

Yoeti. A Oka, 2000, “Ecotourism, periwisata berwawasan Lingkungan” jakarta : Pt. Pertja.

Natori, Masahiko. 2001 (ed). “ A guidebook for Tourism Based Community

Development”. Japan : Aptec

Omarsaid, Cipto, 2009. Keterkaitan Lingkungan Bahari dan Ekowisata. Pusat Penelitian Kepariwisataan, Institut Teknologi Bandung.

http://www.bpbdserdangbedagai.com/p/gambaran-umum.html (diakses 9 september 2015).

http://www.scribd.com/doc/216600637/Profil-Sergai-PEMERINTAH-KABUPATEN-SERDANGBEDAGAI#scribd (diakses 9 September 2015).


(65)

LAMPIRAN

Gambar 1. Vegetasi Hutan mangrove

Gambar 2. Kondisi Kawasan Hutan Mangrove di Kabupaten Serdang Bedagai


(66)

Gambar 3. Kerajinan daun Nipah

Gambar 4. Kerupuk Jeruju


(1)

BAB V

PENUTUP

5.1KESIMPULAN

Berdasarkan uraian pada bab-bab di atas, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Konsep ekowisata merupakan salah satu alternatif untuk pengelolaan kawasan wisata dalam suatu wilayah yang tetap memperhatikan konservasi lingkungan dengan menggunakan potensi sumberdaya dan mengikut sertakan masyarakat lokal.

2. Pengelolaan ekowisata mangrove yang diprioritaskan di kawasan pesisir Sei Nagalawan adalah meningkatkan usaha pengelolaan ekosistem mangrove melalui kegiatan ekowisata, menjaga obyek wisata mangrove dengan tetap memperhatikan daya dukung kawasan dan memberikan promosi baik lewat internet maupun media lainnya untuk menarik minat wisatawan berwisata mangrove.

3. Meningkatkan usaha pengelolaan ekosistem mangrove melalui kegiatan ekowisata. Menurut Dahuri (1996), alternative pemanfaatan hutan mangrove yang paling memungkinkan tanpa merusak ekosistem mangrove meliputi: penelitian ilmiah (scientific research), pendidikan (education), dan rekreasi terbatas/ ekoturisme (limited recreation/ecoturism). Ekowisata(Ecotourism, green tourism atau alternative tourism), merupakan wisata berorientasi pada


(2)

lingkungan untuk menjembatani kepentingan perlindungan sumberdaya

alam/lingkungan dan industri kepariwisataan (Fandeli, 2000; META, 2002 dalam Yulianda, 2007).

4. Membuat dan mengaplikasikan sistem pemantauan dan evaluasi yang melibatkan para pemangku kepentingan dalam perlindungan ekosistem mangrove. Sistem pemantauan dapat dilakukan dengan pembuatan peraturan daerah yang secara khusus membahas tentang perlindungan dan pemanfaatan mangrove. Selain itu, perlu dibentuk suatu kelompok pengawasan hutan mangrove yang melibatkan semua pihak, seperti pemerintahan, pemilik lahan dan masyarakat sekitar. 5. Keseimbangan dan harmoni antar masyarakat, lingkungan, dan wisatawan

menjadi tujuan utama pembangunan pariwisata berbasis kerakyatan sehingga keberlanjutan pembangunan pariwisata dapat pula terpenuhi.

6. Mangrove membantu dalam bidang sosial dan ekonomi masyarakat sekitar pantai dengan mensuplai benih untuk industri perikanan. Selain itu, telah ditemukan bahwa tumbuhan mangrove mampu mengontrol aktivitas nyamuk, karena ekstrak yang dikeluarkanoleh tumbuhan mangrove mampu membunuh larva dari nyamuk Aedes aegypti (Thangam and Kathiresan,1989).

7. Hutan mangrove mempunyai manfaat ganda dan merupakan mata rantai yang sangat penting dalam memelihara keseimbangan biologi di suatu perairan. Selain itu, hutan mangrove merupakan suatu kawasan yang mempunyai tingkat


(3)

5.2Saran

Adapun saran-saran yang penulis sampaikan, di antaranya :

1. Perlu adanya diadakan pelatihan tambahan atau diberikan pemahaman dan pengertian kepada masyarakat pengelola dan masyarakat sekitar yang masih belum sadar dan mengetahui tentang pentingnya menjaga lingkungan pesisir terkhusus ekosistem mangrove dari pihak LSM pecinta lingkungan maupun dari pemerintah.

2. Meningkatkan peran Pemerintah Daerah dalam meningkatkan sarana dan prasarana umum sebagai penunjang kegiatan ekowisata. Karena peran Pemerintah Daerah masih sangat sedikit sehingga perlu adanya peningkatan. 3. Pemerintah setempat kiranya dengan cepat bisa menyelesaikan konflik kepentingan antara masyarakat pihak pengelola dengan masyarakat sekitar non pengelola tentang batas jalan (aksesbilitas) menuju tempat wisata mangrove ini.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Yoeti. A Oka, 1992, “Pengantar Ilmu Pariwisata”, Bandung : Angkasa Offset.

Damanik, Janianton dan Helmut F. Weber. 2006 “Perencanaan Ekowisata dari Teori Ke Aplikasi”. Yogyakarta. CV. Andi Offset.

Yoeti. A Oka, 2000, “Ecotourism, periwisata berwawasan Lingkungan” jakarta : Pt.

Pertja.

Natori, Masahiko. 2001 (ed). “ A guidebook for Tourism Based Community Development”. Japan : Aptec

Omarsaid, Cipto, 2009. Keterkaitan Lingkungan Bahari dan Ekowisata. Pusat Penelitian Kepariwisataan, Institut Teknologi Bandung.

http://www.bpbdserdangbedagai.com/p/gambaran-umum.html (diakses 9 september 2015).

http://www.scribd.com/doc/216600637/Profil-Sergai-PEMERINTAH-KABUPATEN-SERDANGBEDAGAI#scribd (diakses 9 September 2015).


(5)

LAMPIRAN

Gambar 1. Vegetasi Hutan mangrove

Gambar 2. Kondisi Kawasan Hutan Mangrove di Kabupaten Serdang Bedagai


(6)

Gambar 3. Kerajinan daun Nipah


Dokumen yang terkait

Ekowisata Mangrove (Studi Etnografi Tentang Pengelolaan Ekowisata Mangrove Berbasis Masyarakat Di Kampoeng Nipah, Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Serdang Bedagai)

20 256 138

Potensi Hutan Mangrove Bagi Pengembangan Ekowisata Di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang

6 95 53

Potensi Sumberdaya Nipah Dan Mangrove Sebagai Penunjang Ekowisata Di Desa Muara Maimbai Kecamatan Sei Nagalawan Kabupaten Deli Serdang

0 0 9

Potensi Sumberdaya Nipah Dan Mangrove Sebagai Penunjang Ekowisata Di Desa Muara Maimbai Kecamatan Sei Nagalawan Kabupaten Deli Serdang

0 0 1

Potensi Sumberdaya Nipah Dan Mangrove Sebagai Penunjang Ekowisata Di Desa Muara Maimbai Kecamatan Sei Nagalawan Kabupaten Deli Serdang

0 0 5

Potensi Sumberdaya Nipah Dan Mangrove Sebagai Penunjang Ekowisata Di Desa Muara Maimbai Kecamatan Sei Nagalawan Kabupaten Deli Serdang

0 0 18

Potensi Sumberdaya Nipah Dan Mangrove Sebagai Penunjang Ekowisata Di Desa Muara Maimbai Kecamatan Sei Nagalawan Kabupaten Deli Serdang

0 0 1

Potensi Sumberdaya Nipah Dan Mangrove Sebagai Penunjang Ekowisata Di Desa Muara Maimbai Kecamatan Sei Nagalawan Kabupaten Deli Serdang

0 0 2

BAB II GAMBARAN UMUM SEI NAGALAWAN 2.1 Sekilas Tentang Desa Sei Nagalawan - Ekowisata Mangrove (Studi Etnografi Tentang Pengelolaan Ekowisata Mangrove Berbasis Masyarakat Di Kampoeng Nipah, Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Serdang Bedagai)

0 0 15

Ekowisata Mangrove (Studi Etnografi Tentang Pengelolaan Ekowisata Mangrove Berbasis Masyarakat Di Kampoeng Nipah, Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Serdang Bedagai)

1 1 17