BAB IV POTENSI SUMBERDAYA NIPAH DAN MANGROVE SEBAGAI
PENUNJANG EKOWISATA DI DESA MUARA KECAMATAN SEI NAGALAWAN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
4.1 Ekowisata Hutan Mangrove
Wisatawan saat ini sangat peka terhadap permasalahan lingkungan. Menyesuaikan dengan kondisi positif ini, konsep-konsep pariwisata dikembangkan sehingga timbul
inovasi-inovasi baru dalam kepariwisataan. Salah satu konsep pariwisata yang sedang marak ialah ekowisata, dengan berbagai teknik pengelolaan seperti pengelolaan
sumber daya pesisir yang berbasiskan masyarakat yang dilaksanakan secara terpadu, dimana dalam konsep pengelolaan ini melibatkan seluruh stakeholder yang
kemudian menetapkan prioritas
–prioritas. Dengan berpedoman tujuan utama, yaitu
tercapainya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan Omarsaid,1999.
Konsep ekowisata ini dinilai cocok untuk dikembangkan di Indonesia, dengan beberapa alasan yang melandasinya. Pertama, Indonesia kaya akan keanekaragaman
hayati dan ekowisata bertumpu pada sumberdaya alam dan budaya sebagai atraksi. Namun disisi lain Indonesia juga mengalami ancaman terbesar dari degradasi
keanekaragaman hayati baik darat maupun laut, sehingga memerlukan startegi yang tepat dan alatsarana yang tepat pula, guna melibatkan kepedulian banyak pihak,
30
untuk menekan laju kerusakan alam Sukarjo,1993. Kedua keterlibatan masyarakat, konsep ini cocok untuk mengubah kesalahan-
kesalahan dalam konsep pengelolaan pariwisata terdahulu, yang lebih bersifat komersial dan memarginalisasikan masyarakat setempat, serta mampu menyerap
tenaga kerja yang lebih besar. Namun lebih dari itu, demi keberhasilan usaha ini tidak semua kawasan yang memiliki mangrove memiliki potensi pariwisata untuk
dikembangkan, yang mana dapat ditentukan atas faktor-faktor lokasi yang harus memenuhi kategori seperti keunikan dan dapat dijangkau, Perencanaan ekowisata dan
persiapan oleh masyarakat untuk menjalankan ekowisata sebagai usaha bersama, Keterlibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan kegiatan ekowisata, interpretasi atas
alam dan budaya yang baik. Kemampuan untuk menciptakan rasa nyaman, aman kepada wisatawan, dan juga usaha pembelajaran kepada wisatawan, serta menjalin
hubungan kerja yang berkelanjutan kepada pemerintah dan organisasi-organisasi lain yang terlibat Omarsaid,1999.
Dilemanya ialah kegiatan pariwisata tidak hanya menghasilkan hal-hal yang indah atau ideal, bahkan sangat sering hal-hal negatif dalam lingkungan dan masyarakat
karena kegiatan pariwisata yang terlalu intensif dan secara bersamaan tidak terkelola dengan baik, dan akhirnya membunuh sumber daya yang melahirkan
pariwisata itu sendiri. Oleh karena itu pengembangan ekowisata harus dilakukan secara berkelanjutan, yaitu dengan memperhatikan lingkungan, masyarakat dan
pergerakan perekonomian yang terjadi sebelum dan selama ekowisata dijalankan.
Ekowisata mampu memberikan kontribusi secara langsung melalui konservasi, yang artinya mendapatkan dana untuk menyokong kegiatan konservasi dan pengelolaan
lingkungan, termasuk didalamnya penelitian untuk pengembangan. selain itu,. Kontribusi ekowisata secara tidak langsung melalui konservasi untuk meningkatnya
kesadaran publik terhadap konservasi pada tingkat lokal, nasional bahkan internasional. Selain itu, pendidikan konservasi selama berwisata menjadi bagian
pengalaman yang terbentuk selama wisatawan berekowisata, yaitu dengan melibatkan wisatawan secara langsung terhadap kegiatan pelestarian sekaligus meningkatkan
kualitas produk ekowisata yang ditawarkan Omarsaid,1999. Keberadaan ekowisata membawa pengaruh positif bagi masyarakat sekitar,
terutama di permukiman nelayan dalam hal peningkatan kesejahteraan lingkungan desa. Pembangunan dalam konteks penataan dan pengembangan wilayah adalah
berbagai jenis kegiatan, baik yang mencakup sektor pemerintah maupun masyarakat dilaksanakan dalam rangka memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup masyarakat
Nugrahanti, dkk., 2012. Suatu strategi yang ditempuh pemerintah untuk mengembangkan sektor pariwisata
adalah dengan mencari, membangun, dan mengembangkan ODTW Obyek dan Daya Tarik Wisata baru. Setiap tempat, lokasi atau kawasan yang dianggap
berpotensi, akan dikembangkan menjadi ODTW, sehingga diharapkan semakin banyak wisatawan yang berkunjung kedaerah tersebut Mangindaan, dkk., 2012.
The Ecoutorism Society 1999, menyebutkan ada 8 prinsip pengembangan
ekowisata yakni : Mencegah menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap alam
dan budaya, pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan sifat dan karakter alam dan budaya setempat.
Pendidikan konservasi lingkungan. Mendidik wisatawan dan masyarakat setempat akan pentingnya arti konservasi. proses ini dapat
dilakukan langsung di alam. Pendapatan langsung untuk kawasan. Mengatur agar kawasan yang
digunakan untuk ekowisata dan manajemen pengelolaan kawasan pelestarian dapat menerima langsung penghasilan atau pendapatan. Retribusi dapat
digunakan secara langsung untuk membina, melestarikan dan meningkatkan kualitas kawasan perairan alam.
Prinsip masyarakat dalam perencanaan. Masyarakat diajak dalam merencanakan pengembangan ekowisata. Demikian pula didalam
pengawasan, peran masyarakat diharapkan ikut secara aktif. Penghasilan masyarakat. Keuntungan secara nyata terhadap ekonomi
masyarakat dari kegiatan ekowisata mendorong masyarakat menjaga kelestarian alam.
Menjaga keharmonisan dengan alam. Semua upaya pengembangan termasuk pengembangan fasilitas atau utilitas harus tetap menjaga
keharmonisan dengan alam.
Daya dukung lingkungan. Pada umumnya lingkungan alam mempunyai daya dukung yang lebih rendah dengan daya dukung kawasan buatan.
Meskipun mungkin permintaan sangat banyak, tetapi daya dukunglah yang membatasinya.
Peluang penghasilan pada porsi yang besar terhadap negara, apabila suatu kawasan pelestarian dikembangkan untuk ekowisata, maka devisa dan belanja
wisatawan didorong sebesar - besarnya dinikmati oleh negara atau pemerintah daerah setempat.
Menurut Dahuri 1996,
a lternative
pemanfaatan ekosistem mangrove yang paling memungkinkan tanpa merusak ekosistem ini meliputi : penelitian ilmiah
scientific resea rch
, pendidikan
education
, dan rekreasi terbatas ekoturisme
limited recreationecoturism
. Potensi rekreasi dalam ekosistem mangrove antara lain Bahar, 2004 :
Bentuk perakaran yang khas yang umum ditemukan pada beberapa jenis vegetasi mangrove seperti akar tunjang
Rhizophora spp
., akar lutut
Bruguiera spp
., akar pasak
Sonneratia spp., Avicenia spp
., akar papan
Heritiera spp
.. Buah yang bersifat viviparious buah berkecambah semasa masih menempel
pada pohon yang terdapat di beberapa jenis vegetasi mangrove seperti
Rhizophora spp.
dan
Ceriops spp.
Adanya zonasi yang sering berbeda mulai dari pinggir pantai sampai
pedalaman transisi zonasi. Berbagai jenis fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove
seperti beraneka ragam jenis burung, serangga dan primata yang hidup di tajuk pohon serta berbagai jenis fauna yang hidup di dasar mangrove seperti
babi hutan, biawak, buaya, ular, udang, ikan, kerang-kerangan, keong, kepiting dan sebagainya.
Atraksi adat istiadat masyarakat setempat yang berkaitan dengan sumberdaya mangrove.
Hutan-hutan mangrove yang dikelola secara rasional untuk pertambakan tumpang sari dan pembuatan garam, bisa menarik wisatawan.
Potensi ini dapat dikembangkan untuk kegiatan lintas alam, memancing, berlayar, berenang, pengamatan jenis burung dan atraksi satwa liar, fotografi,
pendidikan, piknik dan berkemah, serta adat istiadat penduduk lokal yang hidupnya bergantung pada keberadaan hutan mangrove.
4.2 Pengertian Nipah dan Mangrove