yang dominan. Pada kultur, fitoplankton ini berwarna kuning keemasan hingga coklat BBLL 2002. Berkaitan dengan morfologi Chaetoceros, Wang 1999
menyatakan bahwa sel secara individu dari Chaetoceros berbentuk kotak, mempunyai dimensi lebar 12 sampai 14 mikron, dan panjang 15 sampai 17
mikron, dengan jarum di ujungnya. Sel ini bisa membentuk rantai sekitar 10 sampai 20 sel. Ketika dikultur dengan aerasi kuat, Chaetoceros tidak
membentuk koloni. Pada skala kultur besar, alga ini berwarna coklat keemasan, sehingga disebut dengan golden brown alga.
Umumnya alga digunakan sebagai pakan untuk organisme perairan yang memiliki nilai komersial penting, termasuk diatom yang ukurannya bervariasi.
Diatom yang banyak digunakan dalam marinkultur komersial adalah Skeletonema costatum, Thalassiosira pseudonana, Chaetoceros gracilis, C.
calcitrans dan sebagainya BBLL 2002.
Chaetoceros yang ditumbuhkan dalam batch pada suhu 25, 27, 30, 33
dan 35
o
C memiliki kandungan karbohidrat 13,1; 12,2; 12,5; 11,3; dan 11 , protein 57,3; 57,1; 64,1; 62,5 dan 47,3 , serta lemak 16,8; 14,8; 12,2; 12,4
dan 12,1 . Asam lemak jenuh golongan PUFA yang dihasilkan sebesar 19,5; 20,8; 19; 19,8 dan 20,4 Renaud et al. 2002. Suhu merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi komposisi kimia Chaetoceros wighamii. Pada suhu 20 dan 25
o
C, kandungan lipid dan karbohidrat lebih tinggi dibandingkan pada suhu 30
o
C, sedangkan protein tidak dipengaruhi oleh perbedaan suhu tersebut Araujo dan Garcia 2005.
Chaetoceros gracilis yang ditumbuhkan dalam medium f2 Guillard, diberi
aerasi dan penambahan karbon, menggunakan lampu 20 Watt, suhu 22±1 ºC, setelah 8 hari memiliki kepadatan sel sebesar 8,44±7.07x10
6
sel.L. Kandungan karbohidrat terlarut 0.1±0.01 mgL,
protein terlarut 0.58±0.02 mgL Junior et al.
2007. 2.3 Antibakteri dari Mikroalga
Mikroalga memiliki substansi organik yang berlimpah di dalam selnya yang disebut dengan metabolit intraseluler. Selain itu juga menghasilkan produk
yang disekresikan ke medium tumbuhnya yang disebut metabolit ekstraseluler. Substansi ekstraseluler dapat dihasilkan dari proses ekskresi sel yang sehat
maupun dari sel yang lisis atau mati, baik pada fase stasioner maupun fase mati Stewart 1974. Mikroalga yang melimpah di kolam dapat mengakibatkan bakteri
patogen dan koliform mati dengan cepat, hal ini menunjukkan bahwa mikroalga memproduksi senyawa antibakteri Fogg dan Thake 1987.
Penelitian mikroalga tentang aktivitas antibakterial, antifungal dan antiviral masih dalam perkembangan, tetapi mempunyai prospek untuk dipromosikan
Richmond 1990. Beberapa aplikasi yang potensial dari alga antara lain produksi senyawa obat-obatan untuk industri farmasi dan pertanian sebagai bahan
biocontrol maupun biofertilizer.
Naviner et al. 1999 melaporkan bahwa Skeletonema costatum mempunyai aktivitas bakterisida yang dapat menghambat bakteri-bakteri patogen
di bidang akuakultur seperti Vibrio mytili, Vibrio sp VRP dan Listonella anguillarum
. Berkaitan dengan ini hasil penelitian Nugraheny 2001 juga menunjukkan bahwa Skeletonema mempunyai aktivitas penghambatan terhadap
Vibrio. Berkaitan dengan antibakteri, Wang 1999 melaporkan bahwa budidaya
kekerangan dan moluska yang menggunakan Chaetoceros sebagai pakannya menguntungkan karena Chaetoceros memberikan efek antibiotik alami yang
mana dapat membebaskan hewan air tersebut dari bakteri patogen Vibrio sehingga sea food ini aman untuk dikonsumsi. Selain itu ekstrak alga laut
Chaetoceros menunjukkan aktivitas antibakteri yang dapat menghambat
methicilline resistant Staphylococcus aureus MRSA, vancomycin resistant Enterococcus VRE, Vibrio vulnificus, Vibrio cholerae
. Antibakteri ini dihasilkan oleh alga uniselular Chaetoceros dalam merespon keberadaan bakteri dan alga
lain. Antibiotik dari alga umumnya belum banyak yang teridentifikasi, namun
beberapa telah diketahui komponen aktifnya. Ada yang terdiri atas asam lemak, asam organik, bromofenol, penghambat fenolat, tannin, terpenoid, polisakarida
ataupun alkohol Metting dan Pyne 1986. Asam lemak jenuh dan tak jenuh dari mikroalga juga dapat menimbulkan aktifitas bakterisidal Naviner et al. 1999.
Senyawa yang teridentifikasi dari ekstrak alga laut Chaetoceros memiliki aktivitas antibakteri adalah asam lemak, yang diketahui dapat menghambat pertumbuhan
bakteri patogen seperti Staphylococcos, Enterococcus, Vibrio cholerae, Vibrio vulnivicus
Wang 1999. Beberapa peneliti telah melakukan pemisahan awal senyawa antimikroba dari beberapa jenis mikroalga Tabel 1. Beberapa
mikroalga diatom yang juga mempunyai komponen aktif antibakterial antara lain Skeletonema costatum, Thalassiosira spp, Bacteriastrum elegans, Chaetoceros
socialis, C. lauderi . Komponen yang mempunyai aktivitas antibakterial tersebut
tergolong asam lemak Metting dan Pyne 1986. Berkaitan dengan senyawa antimikroba, Richmond 1990 melaporkan bahwa empat jenis diatom seperti
Chaetoceros lauderi, Chaetoceros pseudocurvisteus, Chaetoceros socialis dan
Chaetoceros fragilaris pinnata mempunyai aktivitas antifungal. Asam lemak yang
bertanggung jawab sebagai antibiotik dari diatom Asterinella japanica adalah eicosapentaenoic 20:5 Richmond 1990.
Chaetoceros gracilis mempunyai aktivitas penghambatan terhadap
bakteri B. subtilis, E. coli dan Pseudomonas sp Pribadi 1998. Pribadi dalam laporannya menyatakan bahwa kultivasi Chaetoceros gracilis dilakukan pada
suhu ruang, ekstraksi dilakukan menggunakan metanol dengan metode maserasi. Pengujian aktivitas terhadap pertumbuhan bakteri dilakukan
menggunakan difusi agar. Kultur yang dipanen pada fase stasioner, dengan konsentrasi ekstrak biomas yang digunakan 9,2 dan sebanyak 10 µl yang
diteteskan pada paper disk, menghasilkan daya hambat terhadap Bacillus subtilis
30 mm daerah hambatan tidak bening, terhadap Escherichia coli 6,5 mm, terhadap Pseudomonas sp 7,5 mm. Aktivitas antibakteri dari C. gracilis ini
perlu dilakukan terhadap jenis bakteri lain. Lailati 2007 melaporkan bahwa Chaetoceros gracilis yang ditumbuhkan
dalam Guillard dan diekstraksi menggunakan pelarut heksan, etil-asetat, metanol memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Vibrio harveyi.
Kultivasi C. gracilis dengan lama penyinaran 24 jam pada suhu 25
o
C menghasilkan rendemen biomasa lebih besar dibanding 12 jam. Pemecahan sel
untuk tahap ekstraksi dapat digunakan glass bead, selain sonikator. Masih perlu dilakukan pengujian aktivitas antibakteri terhadap mkroorganisme lain yang
merugikan dan aplikasi senyawa antibakteri. Penelitian senyawa antibakteri dari Chaetoceros juga dilakukan oleh
beberapa peneliti. Lipid antibiotic yang diekstraksi dari sel utuh diatom laut Chaetoceros lauderi
Ralfs dan telah teridentifikasi sebagai asam lemak tidak jenuh memiliki sensitivitas terhadap beberapa bakteri terestrial Gram positif dan
bakteri laut Gram negatif berbentuk basil Gauthier et al. 1978. Hasil penelitian lain yang sejenis menunjukkan bahwa alga laut
Chaetoceros memiliki aktivitas antibakteri dengan komponen aktifnya golongan
asam lemak. Ekstrak aktif antibakteri yang diperoleh dari alga laut Chaetoceros yang diekstraksi menggunakan pelarut organik metanol dapat menghambat
bakteri methicilline resistant Staphylococcus aureus MRSA, vancomycin resistant Enterococcus VRE, Vibrio vulnificus, Vibrio cholerae, Pseudomonas
aeruginosa, Listeria monocytogenes, Shigella dysenteriae, Streptococcus faecalis, Bacillus subtilis, Bacillus cereus, Micrococcus megmatis, Streptococcus
pyrogenes, Proteus vulgaris dan Salmonella typhimurium. Konsentrasi minimum
penghambatan untuk ekstrak dari Chaetoceros yang memiliki respon terhadap methicillin resistant Staphylococcus aureus
MRSA adalah 10-15 µgdisk dan 20 µgdisk untuk vancomycin resistant Enterococcus VRE. Selain itu juga
dilaporkan bahwa pada konsentrasi 100 µgdisk ekstrak dapat menghambat Pyogenes vulgaris, Carynobacter xerosis, Shigella dysenteriae Streptococcus
mitis, Streptococcus faecalis, Bacillus subtilis, Bacillus cereus Wang 1999.
Akan tetapi mekanisme hambatan senyawa antibakteri ini belum diketahui. Hasil penelitian tentang pemisahan awal antimikroba dari beberapa mikroalga
disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Hasil pemisahan awal komponen antimikroba dari beberapa mikroalga
Spesies Mikroorganisme
Zona hambatan mm
Desmococcus olivaceus 324
Staphylococcus aureus 6.7 ± 0.3
Desmococcus olivaceus 343
Pseudomonas syringiae
5.3 ± 1.1 Chlorella minutissima
357 Staphylococcus aureus
6.3 ± 1.1 Chlorella minutissima
360 Staphylococcus aureus
6.2 ± 0.1 Chlorella minutissima
361 Staphylococcus aureus
8.0 ± 0.0 Chlorella
sp 313 Staphylococcus aureus
6.5 ± 0.3 Chlorella
sp 381 Staphylococcus aureus
5.7 ± 0.9 Chlorella
sp 458 Staphylococcus aureus
7.7 ± 0.8 Scenedesmus
sp 469 Staphylococcus aureus
5.0 ± 1.3 Scenedesmus
sp 540 Altenaria
sp 10.0 ± 0.0
Chaetoceros gracilis Escherichia coli
Pseudomonas sp Bacillus subtilis
6.5 7.5
7.0 hambatan tidak
bening Sumber: Ordogs et al. 2004
Pribadi 1998
2.4 Mekanisme Kerja Senyawa Antibakteri