Panjalu Jaman Pengaruh Islam

Gambar 3.2 Denah Situ Lengkong Sumber : Sejarah Panjalu Oleh R. Haris R. Cakradinata Keterangan : A. Istana Kerajaan, dikelilingi rumah menteri dan punggawa Keraton Nusa Gede. B. Kepatihan dan Paseban Keraton di Nusa Hujung C. Taman buah-buahan di Nusa Pekel D. Jembatan cukang padung dengan dua gerbang.

3.1.3 Panjalu Jaman Pengaruh Islam

Keberhasilan Sanghyang Prabu Borosngora membawa air zam-zam dalam gayung yang berlubang-lubang secara penuh tanpa tercecer keluar, merupakan ukuran keberhasilan beliau menimba ilmu sebagaimana yang disyaratkan ayahnya. Ilmu yang membawa keberhasilan itu adalah Ajaran Agama Islam. Ajaran Islam yang diperoleh adalah langsung dari tanah suci Makkah al Mukaromah, tidak melalui Negara-negara islam lainnya seperti Iran, India Gujarat atau daerah lain sebagai perantara. Diangkatnya Prabu Borosngora sebagai Raja Soko Galuh Panjalu, dan sekaligus sebagai Raja Islam pertama di Kerajaan itu oleh ayahnya Prabu Sanghyang Cakradewa disertai perintah memindahkan Ibu Kota Kerajaan dari Dayeuh Luhur ke Legok Pasir Jambu Situ Lengkong Panjalu merupakan babak baru kehidupan warga masyarakat Panjalu. Ajaran Islam menjadi pedoman tingkah laku segenap aspek kehidupan, Sejak Prabu Borosngora menetapkan ajaran Islam sebagai pedoman berkehidupan di lingkungan kerajaan. Syi’ar Islam dilakukan secara damai dalam berbagai cara dari atas lingkungan Keraton ke bawah lingkungan warga masyarakat baik itu melalui dakwah pendidikan dan pengajaran perguruan, padepokan maupun melalui struktur birokrasi. Melalui jalur Birokrasi pemerintahan, dibangun lembaga- lembaga yang dalam struktur dan fungsinya berlandaskan Ajaran Islam. Raja tidak dianggap sebagai manusia yang istimewa, figur yang otoriter, serta penguasa pemegang tahta dari langit, melainkan manusia biasa yang sederhana, zat yang memiliki hak dan kewajiban tertentu karena kemampuannya yang lebih dari yang lain. Berdasarkan ketentuan-ketentuan musyawarah disamping sebagai Raja, beliau juga sebagai ulama yang memiliki kekayaan Ilmu dengan kredibilitas tinggi di mata masyarakat Panjalu. Prabu Borosngora termasuk Raja yang sangat menghargai jasa dan perjuangan pendahulunya. Pedang dan Ciss tombak bermata dua pemberian Baginda Ali r.a dimaknai sebagi simbol-simbol perjuangan, bukan hanya perjuangan untuk mendapatkan ajaran Islam ataupun sebagai cinderamata, melainkan sebagai alat Syi’ar Islam dan benda-benda tersebut dimaknai sebagai benda Pusaka Panjalu. Ajaran Kepanjaluan yang diajarkan leluhur Raja-raja Panjalu, digunakan oleh Prabu Borosngora sebagai j aringan Syi’ar Islam hingga kemudian mewujudkan ajaran-ajaran baru yang berlandaskan nilai-nilai kehidupan Islam, seperti :  “Mangan karana halal, pake karana suci, ucap lampah sabenere” Makan- makanan yang halal, berperilaku berdasarkan hati yang bersih, perkataan dan perbuatan yang benar  Uriwah semangat tinggi, Urinyah Pintar, matanya laki-laki, baganya wanita yang artinya perilaku harus kreatif, inovatif dengan semangat kerja yang tinggi jangan menjadi orang yang bodoh, antara laki-laki dan wanita harus saling menghargai, dan saling tolong menolong. Sesuai dengan petunjuk Baginda Ali r.a serta wejangan dari ayahnya Prabu Sanghyang Cakradewa, yang berhubungan dengan kewajiban syi’ar yang menyeluruhbagi setiap umat. Prabu Borosngora akhirnya memutuskan turun tahta dan merencanakan pergi ke daerah Jampang di Sukabumi dan kewilayah lainnya di Tatar Sunda. Berdasarkan hasil musyawarah para tokoh kerajaan, beliau menyerahkan tahta kerajaan kepada anak sulungnya Prabu Hariang Kuning, sedang adik Prabu Hariang Kuning yang bernama Prabu Hariang Kancana ikut menyertai Prabu Borosngora ke Jampang Sukabumi. Dalam acara serah terima kerajaan ini beliau memberikan pesan-pesan kepada warga Panjalu, terutama kepada pemegang tahta kerajaan mengenai pengalaman dan ajaran-ajaran yang telah disampaikannya. Dan khusus mengenai benda pusaka Panjalu diamankan untuk dilestarikan maknanya, disimpan dan dirawat agar dapat diketahui oleh generasi mendatang, Prabu Borosngora pun berpesan :  “Siapa saja anak cucu aku yang ingin berziarah padaku nanti, tak perlu mencari makamku, tapi cukup menyaksikan benda pusaka ini. Bukan aku menjelma pada bend ini, tetapi pikirkan benda pusaka itu tanda hasil perjuanganku mencari ilmu dan menyebarkan agama Islam”  “siapa saja anak cucu keturunanku nanti, hidup dan kehidupannya mengingkari aturanku, maka ia takkan selamat” Sepeninggal Prabu Borosngora, Kerajaan Soko Galuh Panjalu berada dalam keadaan makmur sejahtera sampai terjadinya kelasalahpahaman antara Prabu Hariang Kuning sebagai Raja Panjalu dengan adiknya Prabu Hariang Kancana yang datang ke Panjalu atas undangan Raja mewakili ayahnya Prabu Borosngora yang pada saat itu berada di Jampang Sukabumi. Pertentangan kakak beradik ini dapat dilerai atas prakarsa Ulama kharismatik Kampuh Jaya atau yang kemudian dikenal sebagai Guru Aji, tangan kanan Prabu Borosngora. Akibat peristiwa tersebut Prabu Hariang Kuning turun tahta dan digantikan oleh adik kandungnya Prabu Hariang Kancana. Di bawah pemerintahan Prabu Hariang Kancana kerajaan Panjalu mengalami masa keemasan. Beliau didampingi dua penasehat yakni Guru Aji dan Bhumi Sakti. Dua penasehat itu berperan member penyeimbang menyeluruh dalam setiap kebijakan-kebijakan kerajaan. Berturut-turut Raja Panjalu yang memegang tahta kerajaan setelah Prabu Hariang Kancana adalah Prabu Hariang Kuluk Kunang Teko anaknya, Prabu Hariang Kadali Kancana, Prabu Hariang Kada Cayut Martabaya, dan terakhir Prabu Hariang Kunang Natanabaya. Padasekitar tahun 1200 pemerintahan Kerajaan Panjalu berakhir, setelah itu Kerajaan Panjalu berubah status sebagai pemerintahan Kabupaten dibawah Kesultanan Cirebon. Dalem Cakranagara III yang lahir tahun 1765 merupakan Bupati terakhir Panjalu yang berkuasa sejak 1789-1819. Setelah itu Panjalu berubah status menjadi distrik di wilayah Kabupaten Ciamis Jawa Barat. Dalem Cakranagara III berputra 12 dua belas orang. Salah satu diantaranya adalah putra bungsunya yang bernama Demang Pradjadinata. Beliau adalah pemilik Situ Lengkong terakhir. Demang Pradjadinata sendiri meninggal di Makkah pada tahun 1908. Situ Lengkong kini merupakan salah satu situs peninggalan sejarah Panjalu, dimana Ibu Kota Kerajaan Soko Galuh Panjalu masa lalu dibangun disana oleh Prabu Borosngora. Sebagai bukti sejarah dari perjuangan beliau dalam mencar, menyerap, dan mengamalkan Ajaran Islam adalah barang miliknya berupa benda pusaka Panjalu yang disimpan di Museum Bhumi Alit Panjalu. Setiap bulan Maulud, benda pusaka ini dikeluarkan dalam Upacara Adat Penyucian Pusaka yang disebut Nyangku. Gambar 3.3 Peta Desa Panjalu Sumber : Sejarah Panjalu oleh R. Haris R. Cakradinata, SE Keterangan Gambar : 1. Cipanjalu 2. Nusa Geda Makam : a. Prabu Hariang Kancana b. Embah Dalem Cakranegara III c. Demang Prajasasana 3. Hujungwinangun makam Hariang Kadacuyut Martabaya 4. Cilanglung makam Prabu HAriang Kuluk Kunang Teko 5. Suka Tinngal 6. Buninagara makam Hariang Kunang Natabaya 7. Ciramping 8. Cinaraga 9. Puspa Ligar 10. Munjul 11. Gontot 12. Pasir Campaka 13. Pasir Bangbara 14. Situ Ciater makam Eyang Gajah 15. Cibengang 16. Gunung Sari makam Aki Garahang 17. Kulah Pangbuangan 18. Pemakaman Ranca Beureum 19. Panuusan 20. Museum Bumi Alit.

3.1.4 Upacara Adat Nyangku

Dokumen yang terkait

Makna Simbolik Upacara Pernikahan Adat Jawa Di Hajoran Kecamatan Sungai Kanan Kabupaten Labuhan Batu Selatan

8 102 65

Makna Komunikasi Non Verbal Dalam Upacara Adat Melasti (Studi Deskriptif Mengenai Makna Komunikasi Non Verbal Dalam Upacara Adat Melasti Di Desa Padang Sambian Denpasar Bali Dalam Rangka Menyambut Hari Raya Nyepi 2015)

6 30 69

Makna Komunikasi Nonverbal dalam Upacara Adat Gusaran Jelang Pagelaran Sisingan pada Masyarakat Desa Tambak Mekar di Kabupaten Subang (Studi Etnografi Komunikasi Mengenai Makna Komunikasi Nonverbal dalam Upacara Adat Gusaran)

1 59 110

Aktivitas Komunikasi Upacara Adat Ngalungsur Pusaka Makam Godog (Studi Etnografi Komunikasi Mengenai Aktivitas Ritual Dalam Upacara Ngalungsur Pusaka Makan Godog di Desa Lebak Agung Kabupaten Garut)

0 7 1

KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI : Studi Deskriptif di Desa Panjalu Kabupaten Ciamis.

7 18 52

KESENIAN GEMBYUNGAN PADA UPACARA NYANGKU DI DESA PANJALU KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS.

0 0 19

KAJIAN VISUAL RITUAL NYANGKU MASYARAKAT PANJALU CIAMAIS: Studi bentuk dan makna ritual Nyangku masyarakat Panjalu Ciamis.

4 30 58

KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI : Studi Deskriptif di Desa Panjalu Kabupaten Ciamis - repository UPI S PKN 1105538 Title

0 0 4

PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS - repository UPI S SOS 1105039 Title

0 0 5

MAKNA KOMUNIKASI NON VERBAL DALAM TRADISI SARUNGAN DI PONDOK PESANTREN TRADISIONAL DI KOTA BANDUNG

1 2 12