158 79 31.9 Faktor Risiko Anemia pada Remaja Putri Peserta Program Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Gizi Besi (PPAGB) di Kota Bekasi

Secara keseluruhan terdapat 38.3 persen contoh yang mengalami anemia yaitu keadaan kadar hemoglobin kurang dari 12.0 gdl. Prevalensi ini lebih tinggi dari hasil penelitian Permaesih dan Herman 2005 yaitu sebesar 30 persen pada remaja wanita, namun termasuk rendah bila dibandingkan dengan prevalensi anemia di SD dan SMU di Jawa Tengah 57.4 dan Jawa Timur 80.2 Depkes 2003 diacu dalam Briawan 2008. Berdasarkan klasifikasi masalah kesehatan masyarakat menurut WHO 2001, prevalensi anemia pada hasil penelitian ini termasuk kategori sedang 20-39. Usia dan Status Gizi Antropometri Usia WHO mendefinisikan remaja sebagai bagian dari siklus hidup antara usia 10-19 tahun dan dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu 10-12 tahun, 13-15 tahun dan 16-18 tahun Jahari Jus’at 2004. Remaja memiliki pertumbuhan yang cepat growth spurt dan merupakan waktu pertumbuhan yang intens setelah masa bayi serta satu-satunya periode dalam hidup individu terjadi peningkatan velositas pertumbuhan UNS-SCN 2006. Adanya kekurangan zat gizi makro dan mikro dapat mengganggu pertumbuhan dan menghambat pematangan seksual DiMeglio 2000. Berikut adalah sebaran contoh berdasarkan usia dan status anemia. Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan usia dan status anemia Usia Status Anemia Total Anemia Tidak Anemia n n n 10 – 12 tahun 43 28.1 115

46.6 158

39.5 13 – 15 tahun 77

50.3 79 31.9

156 39.0 16 – 18 tahun 33 21.6 53 21.5 86 21.5 Total 153 100 247 100 400 100 Rata-rata usia contoh adalah 13.7 ± 1.9 tahun dengan kisaran usia antara 10-18 tahun. Rata-rata usia baik contoh yang anemia maupun tidak anemia hampir sama yaitu berturut-turut 13.9 ± 1.7 tahun dan 13.5 ± 1.9 tahun. Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa secara umum proporsi terbesar contoh 39.5 berusia antara 10-12 tahun dan hampir separuh contoh yang tidak anemia 46.6 berada pada kisaran usia tersebut. Tabel 3 menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh anemia 50.3 berada pada kisaran usia 13-15 tahun. Hal tersebut memperlihatkan adanya kecenderungan siswi yang berusia antara 13-15 tahun untuk mengalami anemia dibandingkan siswi yang berada diluar kisaran usia tersebut. Ini diduga karena pada kisaran usia 13-15 tahun, seseorang baru mengalami menstruasi sehingga kecenderungan anemia lebih besar akibat kehilangan darah yang dialami. Menurut Hanafiah 1999 diacu dalam Khaerunnisa 2005, rata-rata usia wanita pertama kali mendapat menstruasi menarche yaitu 12.5 tahun sedangkan menurut hasil penelitian Dillon 2005 terhadap remaja putri di Tangerang, rata- rata usia menarche adalah 12 tahun. Hasil analisis Korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan status anemia r = 0.131, p = 0.009. Hal ini memperlihatkan bahwa usia antara 13-15 tahun memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk mengalami anemia. Hasil penelitian Hulu 2004 pada siswi SMK menunjukkan kecenderungan anemia berada pada kelompok siswi yang berusia lebih tua. Ini diduga berkaitan dengan terjadinya menstruasi pada siswi yang berusia lebih tua. Pada penelitian ini, hampir separuh siswi SMP yang berusia antara 10-12 tahun belum mengalami menstruasi. Dillon 2005 menyatakan bahwa remaja terutama yang telah mengalami menstruasi, dibandingkan dengan yang belum menstruasi, lebih rentan terhadap anemia. Persentase anemia terkecil terdapat pada kisaran usia 16-18 tahun. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Maharani 2001 yang menunjukkan bahwa usia 18 tahun ke atas memiliki kecenderungan lebih kecil untuk menderita anemia daripada usia kurang dari 18 tahun. Hal ini pun diperkuat dengan pernyataan Beard 2000 yang menunjukkan bahwa kebutuhan zat besi yang lebih besar diperlukan oleh early adolescence karena pada usia tersebut growth spurt lebih intens terjadi dibandingkan middle adolescence sehingga apabila intake zat besi kurang akan memicu terjadinya anemia. Hal ini juga diduga karena menurut FAOWHO 2001, kebutuhan zat besi wanita usia 16-18 tahun lebih rendah. Status Gizi Antropometri Menurut Riyadi 2001, status gizi adalah keadaan seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang lama. Pengukuran antropometri banyak digunakan dalam penilaian status gizi dan pengukuran yang paling reliabel untuk menentukan status gizi pada masa remaja saat ini adalah Indeks Massa Tubuh IMT yang ditentukan dengan membagi berat badan dalam satuan kg dengan kuadrat tinggi badan dalam satuan meter. Status gizi kemudian dikategorikan menjadi kurus IMT18.5, normal IMT 18.5-24.9, risiko gemuk IMT 25.0-26.9, dan gemuk IMT26.9. Berikut adalah sebaran contoh berdasarkan status gizi dan status anemia. Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan status gizi dan status anemia Status Gizi Status Anemia Total Anemia Tidak Anemia n n n Kurus 75 49.1 117 47.4 192 48.0 Normal 76 49.7 113 45.7 189 47.3 Risiko gemuk 1 0.6 9 3.6 10 2.5 Gemuk 1 0.6 8 3.3 9 2.2 Total 153 100 247 100 400 100 Rata-rata berat badan contoh adalah 43.4±9.5 kg dengan kisaran nilai antara 19.9-95.9 kg. Rata-rata berat badan contoh yang anemia maupun tidak anemia hampir sama yaitu berturut-turut 43.6±7.6 kg dan 43.3±10.5 kg. Contoh memiliki rata-rata tinggi badan sebesar 1.5±0.1 m dengan kisaran nilai antara 1.3-1.7 m. Rata-rata tinggi badan contoh yang anemia maupun tidak anemia hampir sama yaitu berturut-turut 1.5±0.6 m dan 1.5±0.1 m. Rata-rata berat badan dan tinggi badan contoh termasuk normal bila dibandingkan dengan usia Jahari Jus’at 2004. Rata-rata IMT contoh adalah 19.3±3.3 kgm 2 dengan kisaran IMT sebesar 11.9 kgm 2 hingga 37.5 kgm 2 . Secara keseluruhan, status gizi contoh berada pada kategori kurus yaitu sebesar 48.0 persen. Proporsi terbesar contoh yang tidak anemia berada pada kategori kurus yaitu sebesar 47.4 persen sedangkan status gizi contoh yang anemia berada pada kategori normal 49.7, walaupun proporsi tersebut tidak jauh berbeda dengan contoh anemia yang kurus 49.1. Hal ini menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki status gizi kurus memiliki kecenderungan untuk mengalami anemia. Hasil penelitian Permaesih dan Herman 2005 menunjukkan bahwa remaja yang mempunyai Indeks Massa Tubuh IMT kurang atau tubuh kurus mempunyai risiko 1.5 kali untuk menjadi anemia. Thompson 2007 menyatakan bahwa IMT mempunyai korelasi positif dengan konsentrasi hemoglobin yang artinya jika seseorang memiliki IMT kurang maka akan berisiko menderita anemia. Meski demikian, hasil analisis korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara IMT dengan status anemia contoh p0.1. Menstruasi Anemia pada remaja putri disebabkan masa remaja adalah masa pertumbuhan yang membutuhkan zat gizi lebih tinggi termasuk zat besi. Selain itu pada masa remaja, seseorang akan mengalami menstruasi. Menstruasi ialah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus disertai pelepasan endometrium. Kebutuhan zat besi akan meningkat pada remaja putri sehubungan dengan terjadinya menstruasi. Menstruasi contoh digambarkan oleh belum atau sudah mengalami menstruasi, frekuensi, banyak, dan lama menstruasi setiap periodenya. Status Menstruasi Status menstruasi adalah keadaan sudah atau belumnya seorang wanita mengalami menstruasi. Saat menstruasi terjadi pengeluaran darah dari dalam tubuh. Hal ini menyebabkan zat besi yang terkandung dalam hemoglobin, salah satu komponen sel darah merah, juga ikut terbuang. Hal tersebut mengakibatkan pengeluaran besi meningkat dan keseimbangan zat besi dalam tubuh terganggu Depkes 1998. Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan status menstruasi dan status anemia Status Menstruasi Status Anemia Total Anemia Tidak Anemia n n n Sudah 125 81.7 177 71.7 302 75.5 Belum 28 18.3 70 28.3 98 24.5 Total 153 100 247 100 400 100 Berdasarkan hasil pada Tabel 5, sebagian besar contoh 75.5 sudah mengalami menstruasi dan sisanya 24.5 belum mengalami menstruasi. Pada penelitian ini, proporsi terbesar contoh berusia antara 10-12 tahun dan hampir separuh contoh yang tidak anemia berada pada kisaran usia tersebut. Menurut Hanafiah 1999 diacu dalam Khaerunnisa 2005, rata-rata usia wanita pertama kali mendapat menstruasi menarche yaitu 12.5 tahun sedangkan menurut hasil penelitian Dillon 2005 terhadap remaja putri di Tangerang, rata-rata usia menarche adalah 12 tahun. Tabel 5 menunjukkan bahwa pada contoh yang sudah mengalami menstruasi, persentase yang lebih besar terdapat pada contoh yang anemia 81.7 bila dibandingkan dengan persentase contoh yang tidak anemia 71.7. Hal ini memperlihatkan kecenderungan terjadinya anemia pada seseorang yang sudah mengalami menstruasi. Hasil analisis korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara status menstruasi dengan status anemia contoh r = 0.113, p = 0.023. Hasil tersebut menunjukkan bahwa seseorang yang telah menstruasi memiliki kecenderungan untuk mengalami anemia dibandingkan yang belum menstruasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Dillon 2005 yang menyatakan bahwa remaja terutama yang telah mengalami menstruasi, dibandingkan dengan yang belum menstruasi, lebih rentan terhadap anemia. Wanita pada umumnya cenderung mempunyai simpanan zat besi yang lebih rendah dibandingkan pria dan hal inilah yang membuat wanita lebih rentan mengalami anemia saat asupan zat besi kurang atau kebutuhan meningkat seperti saat menstruasi Gleason Scrimshaw 2007. Frekuensi Menstruasi Frekuensi menstruasi menggambarkan keteraturan menstruasi seorang wanita setiap bulannya. Frekuensi menstruasi dibedakan menjadi rendah 2-3 bulan sekali, normal sebulan sekali, dan tinggi sebulan dua kali. Berikut adalah sebaran contoh berdasarkan frekuensi menstruasi dan status anemia yang disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi menstruasi dan status anemia Frekuensi Menstruasi Status Anemia Total Anemia Tidak Anemia n n n Rendah 8 6.4 7 3.9 15 5.0 Normal 111 88.8 167 94.4 278 92.0 Tinggi 6 4.8 3 1.7 9 3.0 Total 125 100 177 100 302 100 Tabel 6 menunjukkan bahwa sebagian besar contoh memiliki frekuensi menstruasi yang normal yaitu sebulan sekali 92.0. Hasil yang serupa juga terlihat baik pada contoh anemia 88.8 maupun tidak anemia 94.4. Terdapat sekitar 3.0 persen contoh memiliki frekuensi menstruasi yang tinggi sebulan dua kali. Frekuensi menstruasi yang tinggi lebih sering dialami oleh contoh yang anemia 4.8. Hal ini menunjukkan bahwa contoh yang anemia cenderung mengalami frekuensi menstruasi yang lebih tinggi dibandingkan contoh yang tidak anemia. Saat menstruasi terjadi pengeluaran darah dari dalam tubuh. Semakin sering menstruasi berlangsung, maka semakin banyak pengeluaran dari tubuh. Hal tersebut mengakibatkan pengeluaran besi meningkat dan keseimbangan zat besi dalam tubuh terganggu Depkes 1998. Adanya frekuensi menstruasi contoh yang tidak normal seperti rendah dan tinggi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mengganggu kelancaran siklus menstruasi diantaranya yaitu faktor stres, perubahan berat badan, olah raga yang berlebihan, dan keluhan menstruasi Affandi 1990. Meski demikian, hasil analisis korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi menstruasi dengan status anemia contoh p0.1. Banyaknya Menstruasi Banyaknya menstruasi digambarkan dengan banyaknya pembalut yang digunakan contoh setiap hari. Menurut Affandi 1990, salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui jumlah darah menstruasi adalah dengan menanyakan volume berdasarkan jumlah pembalut yang digunakan. Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan banyaknya menstruasi dan status anemia Banyaknya Menstruasi Status Anemia Total Anemia Tidak Anemia n n n Ganti 1-2 kalihari 54 43.2 87

49.1 141 46.7