Batasan ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan dapat ditinjau berdasarkan aspek jenis pangan dan jumlah pangan yang dikonsumsi. Pengukuran yang
dapat digunakan untuk mengetahui konsumsi pangan adalah metode frekuensi pangan yang dalam pelaksanaannya dilakukan pencatatan frekuensi atau
banyaknya penggunaan pangan yang biasanya dikonsumsi untuk suatu periode waktu tertentu Kusharto dan Sa’diyyah 2006. Pencatatan frekuensi pangan
sumber zat besi dibagi menjadi lauk hewani, lauk nabati, sayuran, buah-buahan, makanan jajanan, minuman, dan suplemen. Ketujuh jenis pangan ini kemudian
dikategorikan menurut frekuensi konsumsi selama seminggu yaitu tidak pernah, jarang kurang dari 3 kali, kadang-kadang 3-6 kali, dan setiap hari.
Frekuensi Konsumsi Lauk Hewani
Menurut Almatsier 2001 diperkirakan hanya 5-15 persen besi makanan diabsorpsi seseorang yang berstatus besi baik. Jika dalam keadaan defisiensi
besi, absorpsi dapat mencapai 50 persen. Faktor bentuk besi berpengaruh terhadap absorpsi besi. Besi heme yang terdapat dalam pangan hewani dapat
diserap dua kali lipat daripada besi nonheme. Oleh karena itu kurangnya konsumsi pangan sumber heme dapat mempengaruhi penyerapan zat besi.
Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi lauk hewani dan status anemia
Lauk Hewani Frekuensi
konsumsi
Status Anemia Total
Anemia Tidak Anemia
n N n
Ikan Segar Tidak
Pernah 32 20.9 53 21.5 85 21.2 Jarang 76
49.7 113
45.7 189
47.3
Kadang-kadang 34 22.2 70 28.3 104 26.0 Setiap
Hari 11 7.2 11 4.5 22 5.5
Total 153 100 247 100 400 100
Ikan Asin Tidak Pernah
111 72.5
169 68.4
280 70.0
Jarang 26 17.0 62 25.1 88 22.0
Kadang-kadang 15 9.8 16 6.5 31 7.7
Setiap Hari
1 0.7 0 0 1 0.3 Total
153 100 247 100 400 100 Daging Sapi
Tidak Pernah 109
71.2 160
64.8 269
67.3
Jarang 32 21.0 67 27.1 99 24.7
Kadang-kadang 12 7.8 18 7.3 30 7.5
Setiap Hari
0 0 2 0.8 2 0.5 Total
153 100 247 100 400 100 Daging Ayam
Tidak Pernah 24 15.7 37 15.0 61 15.2
Jarang 80 52.3
114 46.1
194 48.5
Kadang-kadang 47 30.7 86 34.8 133 33.3 Setiap
Hari 2 1.3 10 4.1 12 3.0
Total 153 100 247 100 400 100
Lauk Hewani Frekuensi
konsumsi
Status Anemia Total
Anemia Tidak Anemia
n N n
Hati Sapi Tidak Pernah
140
91.5
228
92.3
368
92.0
Jarang 8 5.2 15 6.1 23 5.7
Kadang-kadang 4 2.6 2 0.8 6 1.5
Setiap Hari
1 0.7 2 0.8 3 0.8 Total
153 100 247 100 400 100 Hati Ayam
Tidak Pernah 109
71.3
171
69.2
280
70.0
Jarang 36 23.5 61 24.7 97 24.2
Kadang-kadang 8 5.2 14 5.7 22 5.5 Setiap
Hari 0 0 1 0.4 1 0.3
Total 153 100 247 100 400 100
Telur Ayam Tidak
Pernah 15 9.8 39 15.8 54 13.5 Jarang
49 32.0 86 34.8 135 33.7 Kadang-kadang 71
46.4
99
40.1
170
42.5
Setiap Hari 18
11.8 23
9.3 41
10.3 Total
153 100 247 100 400 100 Telur Bebek
Tidak Pernah 144
94.1
235
95.1
379
94.7
Jarang 3 1.9 10 4.1 13 3.3
Kadang-kadang 5 3.3 2 0.8 7 1.7
Setiap Hari
1 0.7 0 0 1 0.3 Total
153 100 247 100 400 100 Telur Puyuh
Tidak Pernah 130
84.9 203
82.2 333
83.3
Jarang 18 11.8 33 13.4 51 12.7
Kadang-kadang 4 2.6 10 4.0 14 3.5 Setiap
Hari 1 0.7 1 0.4 2 0.5
Total 153 100 247 100 400 100
Tabel 12 menunjukkan bahwa dari sembilan lauk hewani atau sumber heme, enam jenis pangan diantaranya tidak pernah dikonsumsi lebih dari
separuh contoh baik pada contoh yang anemia maupun tidak anemia 67.3- 94.7 seperti ikan asin, daging sapi, hati sapi, hati ayam, telur bebek, dan telur
puyuh. Hampir separuh contoh jarang mengkonsumsi ikan segar 47.3 dan
daging ayam 48.5. Jika dilihat dari frekuensinya, persentase contoh anemia yang jarang mengkonsumsi ikan segar dan daging ayam sedikit lebih tinggi
dibandingkan dengan contoh yang tidak anemia. Ini berarti contoh anemia lebih jarang mengkonsumsi kedua bahan pangan tersebut dibandingkan contoh tidak
anemia. Pangan sumber zat besi yang berasal dari pangan hewani seperti daging,
unggas, dan ikan mempunyai ketersediaan biologik yang tinggi Almatsier 2001. Pangan hewani seperti daging sapi, daging unggas, dan ikan memiliki
Meat, Fish, Poultry Factor MFP Factor yang dapat meningkatkan penyerapan besi.
Hasil pencernaan ketiga pangan tersebut menghasilkan asam amino cysteine
dalam jumlah besar. Selanjutnya asam amino tersebut mengikat besi dan membantu penyerapannya Groff Gropper 2000 diacu dalam Puri 2007.
Persentase frekuensi setiap hari lauk hewani sedikit lebih tinggi pada contoh anemia. Ini memperlihatkan bahwa contoh anemia lebih sering
mengkonsumsi lauk hewani dibandingkan contoh tidak anemia dilihat dari frekuensi konsumsi setiap hari. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Hulu
2004 yang menunjukkan bahwa contoh yang tidak anemia lebih jarang mengkonsumsi pangan sumber protein hewani dibandingkan contoh anemia.
Namun walaupun contoh anemia lebih sering mengkonsumsi lauk hewani dibandingkan contoh tidak anemia, dugaan adanya faktor tingginya konsumsi
pangan yang dapat menghambat penyerapan besi dan rendahnya konsumsi pangan yang dapat membantu penyerapan besi di dalam tubuh dapat
menyebabkan ketidakseimbangan besi didalam tubuh. Jika hal tersebut berlangsung dalam jangka waktu yang lama, maka dapat menyebabkan
defisiensi besi Almatsier 2001. Telur ayam dikonsumsi contoh dalam frekuensi kadang-kadang 42.5
dan merupakan lauk hewani yang memiliki persentase terbesar yang dikonsumsi oleh contoh setiap hari 10.3. Telur termasuk sumber zat besi yang baik
walaupun tidak mengandung faktor yang dapat meningkatkan penyerapan besi. Hasil analisis korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara frekuensi konsumsi telur ayam dan telur bebek dengan status anemia contoh dengan nilai korelasi yang negatif p0.1. Hal ini
memperlihatkan bahwa semakin jarang telur ayam dan telur bebek dikonsumsi maka kecenderungan menderita anemia akan semakin kecil. Hal ini diduga
karena telur dikonsumsi bersamaan dengan bahan pangan lain yang dapat menghambat penyerapan besi seperti asam oksalat atau phosvitin dalam kuning
telur. Zat-zat gizi tersebut dengan zat besi membentuk senyawa yang tidak larut dalam air sehingga sulit untuk di absorpsi.
Frekuensi Konsumsi Lauk Nabati
Besi dalam makanan terdapat dalam bentuk besi heme dalam makanan hewani dan besi nonheme dalam makanan nabati. Sumber besi nonheme
yang baik diantaranya adalah kacang-kacangan. Lauk nabati dalam penelitian ini meliputi tempe, tahu, dan kacang-kacangan kacang tanah dan kacang hijau.
Berikut adalah sebaran contoh berdasarkan frekuensi lauk nabati dan status anemia.
Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi lauk nabati dan status anemia
Lauk Nabati Frekuensi
konsumsi
Status Anemia Total
Anemia Tidak Anemia
n n n
Tempe Tidak
Pernah 16 10.5 31 12.6 47 11.8 Jarang
52 34.0 80 32.4 132 33.0 Kadang-kadang 56
36.6 91