113 189 160 269 203 333 Faktor Risiko Anemia pada Remaja Putri Peserta Program Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Gizi Besi (PPAGB) di Kota Bekasi

Batasan ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan dapat ditinjau berdasarkan aspek jenis pangan dan jumlah pangan yang dikonsumsi. Pengukuran yang dapat digunakan untuk mengetahui konsumsi pangan adalah metode frekuensi pangan yang dalam pelaksanaannya dilakukan pencatatan frekuensi atau banyaknya penggunaan pangan yang biasanya dikonsumsi untuk suatu periode waktu tertentu Kusharto dan Sa’diyyah 2006. Pencatatan frekuensi pangan sumber zat besi dibagi menjadi lauk hewani, lauk nabati, sayuran, buah-buahan, makanan jajanan, minuman, dan suplemen. Ketujuh jenis pangan ini kemudian dikategorikan menurut frekuensi konsumsi selama seminggu yaitu tidak pernah, jarang kurang dari 3 kali, kadang-kadang 3-6 kali, dan setiap hari. Frekuensi Konsumsi Lauk Hewani Menurut Almatsier 2001 diperkirakan hanya 5-15 persen besi makanan diabsorpsi seseorang yang berstatus besi baik. Jika dalam keadaan defisiensi besi, absorpsi dapat mencapai 50 persen. Faktor bentuk besi berpengaruh terhadap absorpsi besi. Besi heme yang terdapat dalam pangan hewani dapat diserap dua kali lipat daripada besi nonheme. Oleh karena itu kurangnya konsumsi pangan sumber heme dapat mempengaruhi penyerapan zat besi. Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi lauk hewani dan status anemia Lauk Hewani Frekuensi konsumsi Status Anemia Total Anemia Tidak Anemia n N n Ikan Segar Tidak Pernah 32 20.9 53 21.5 85 21.2 Jarang 76

49.7 113

45.7 189

47.3 Kadang-kadang 34 22.2 70 28.3 104 26.0 Setiap Hari 11 7.2 11 4.5 22 5.5 Total 153 100 247 100 400 100 Ikan Asin Tidak Pernah 111 72.5 169 68.4 280 70.0 Jarang 26 17.0 62 25.1 88 22.0 Kadang-kadang 15 9.8 16 6.5 31 7.7 Setiap Hari 1 0.7 0 0 1 0.3 Total 153 100 247 100 400 100 Daging Sapi Tidak Pernah 109

71.2 160

64.8 269

67.3 Jarang 32 21.0 67 27.1 99 24.7 Kadang-kadang 12 7.8 18 7.3 30 7.5 Setiap Hari 0 0 2 0.8 2 0.5 Total 153 100 247 100 400 100 Daging Ayam Tidak Pernah 24 15.7 37 15.0 61 15.2 Jarang 80 52.3 114 46.1 194 48.5 Kadang-kadang 47 30.7 86 34.8 133 33.3 Setiap Hari 2 1.3 10 4.1 12 3.0 Total 153 100 247 100 400 100 Lauk Hewani Frekuensi konsumsi Status Anemia Total Anemia Tidak Anemia n N n Hati Sapi Tidak Pernah 140 91.5 228 92.3 368 92.0 Jarang 8 5.2 15 6.1 23 5.7 Kadang-kadang 4 2.6 2 0.8 6 1.5 Setiap Hari 1 0.7 2 0.8 3 0.8 Total 153 100 247 100 400 100 Hati Ayam Tidak Pernah 109 71.3 171 69.2 280 70.0 Jarang 36 23.5 61 24.7 97 24.2 Kadang-kadang 8 5.2 14 5.7 22 5.5 Setiap Hari 0 0 1 0.4 1 0.3 Total 153 100 247 100 400 100 Telur Ayam Tidak Pernah 15 9.8 39 15.8 54 13.5 Jarang 49 32.0 86 34.8 135 33.7 Kadang-kadang 71 46.4 99 40.1 170 42.5 Setiap Hari 18 11.8 23 9.3 41 10.3 Total 153 100 247 100 400 100 Telur Bebek Tidak Pernah 144 94.1 235 95.1 379 94.7 Jarang 3 1.9 10 4.1 13 3.3 Kadang-kadang 5 3.3 2 0.8 7 1.7 Setiap Hari 1 0.7 0 0 1 0.3 Total 153 100 247 100 400 100 Telur Puyuh Tidak Pernah 130

84.9 203

82.2 333

83.3 Jarang 18 11.8 33 13.4 51 12.7 Kadang-kadang 4 2.6 10 4.0 14 3.5 Setiap Hari 1 0.7 1 0.4 2 0.5 Total 153 100 247 100 400 100 Tabel 12 menunjukkan bahwa dari sembilan lauk hewani atau sumber heme, enam jenis pangan diantaranya tidak pernah dikonsumsi lebih dari separuh contoh baik pada contoh yang anemia maupun tidak anemia 67.3- 94.7 seperti ikan asin, daging sapi, hati sapi, hati ayam, telur bebek, dan telur puyuh. Hampir separuh contoh jarang mengkonsumsi ikan segar 47.3 dan daging ayam 48.5. Jika dilihat dari frekuensinya, persentase contoh anemia yang jarang mengkonsumsi ikan segar dan daging ayam sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan contoh yang tidak anemia. Ini berarti contoh anemia lebih jarang mengkonsumsi kedua bahan pangan tersebut dibandingkan contoh tidak anemia. Pangan sumber zat besi yang berasal dari pangan hewani seperti daging, unggas, dan ikan mempunyai ketersediaan biologik yang tinggi Almatsier 2001. Pangan hewani seperti daging sapi, daging unggas, dan ikan memiliki Meat, Fish, Poultry Factor MFP Factor yang dapat meningkatkan penyerapan besi. Hasil pencernaan ketiga pangan tersebut menghasilkan asam amino cysteine dalam jumlah besar. Selanjutnya asam amino tersebut mengikat besi dan membantu penyerapannya Groff Gropper 2000 diacu dalam Puri 2007. Persentase frekuensi setiap hari lauk hewani sedikit lebih tinggi pada contoh anemia. Ini memperlihatkan bahwa contoh anemia lebih sering mengkonsumsi lauk hewani dibandingkan contoh tidak anemia dilihat dari frekuensi konsumsi setiap hari. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Hulu 2004 yang menunjukkan bahwa contoh yang tidak anemia lebih jarang mengkonsumsi pangan sumber protein hewani dibandingkan contoh anemia. Namun walaupun contoh anemia lebih sering mengkonsumsi lauk hewani dibandingkan contoh tidak anemia, dugaan adanya faktor tingginya konsumsi pangan yang dapat menghambat penyerapan besi dan rendahnya konsumsi pangan yang dapat membantu penyerapan besi di dalam tubuh dapat menyebabkan ketidakseimbangan besi didalam tubuh. Jika hal tersebut berlangsung dalam jangka waktu yang lama, maka dapat menyebabkan defisiensi besi Almatsier 2001. Telur ayam dikonsumsi contoh dalam frekuensi kadang-kadang 42.5 dan merupakan lauk hewani yang memiliki persentase terbesar yang dikonsumsi oleh contoh setiap hari 10.3. Telur termasuk sumber zat besi yang baik walaupun tidak mengandung faktor yang dapat meningkatkan penyerapan besi. Hasil analisis korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi konsumsi telur ayam dan telur bebek dengan status anemia contoh dengan nilai korelasi yang negatif p0.1. Hal ini memperlihatkan bahwa semakin jarang telur ayam dan telur bebek dikonsumsi maka kecenderungan menderita anemia akan semakin kecil. Hal ini diduga karena telur dikonsumsi bersamaan dengan bahan pangan lain yang dapat menghambat penyerapan besi seperti asam oksalat atau phosvitin dalam kuning telur. Zat-zat gizi tersebut dengan zat besi membentuk senyawa yang tidak larut dalam air sehingga sulit untuk di absorpsi. Frekuensi Konsumsi Lauk Nabati Besi dalam makanan terdapat dalam bentuk besi heme dalam makanan hewani dan besi nonheme dalam makanan nabati. Sumber besi nonheme yang baik diantaranya adalah kacang-kacangan. Lauk nabati dalam penelitian ini meliputi tempe, tahu, dan kacang-kacangan kacang tanah dan kacang hijau. Berikut adalah sebaran contoh berdasarkan frekuensi lauk nabati dan status anemia. Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan frekuensi lauk nabati dan status anemia Lauk Nabati Frekuensi konsumsi Status Anemia Total Anemia Tidak Anemia n n n Tempe Tidak Pernah 16 10.5 31 12.6 47 11.8 Jarang 52 34.0 80 32.4 132 33.0 Kadang-kadang 56

36.6 91