Pengetahuan,Dan Sikap Remaja Putri Tentang Anemia Defisiensi Besi dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Reproduksi di MAL IAIN SU Medan Tahun 2010

(1)

PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA PUTRI TENTANG ANEMIA

DEFISIENSI BESI DAN DAMPAKNYA TERHADAP

KESEHATAN REPRODUKSI DI MADRASAH

ALIYAH LABORATORIUM

(MAL) IAIN SU MEDAN

TAHUN 2010

SKRIPSI

OLEH :

NIM : 081000277

RIDHA MARDHIYYAH HAYATI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA PUTRI TENTANG ANEMIA DEFISIENSI BESI DAN DAMPAKNYA TERHADAP

KESEHATAN REPRODUKSI DI MADRASAH ALIYAH LABORATORIUM

(MAL) IAIN SU MEDAN TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

081000277

RIDHA MARDHIYYAH HAYATI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :

PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA PUTRI TENTANG ANEMIA DEFISIENSI BESI DAN DAMPAKNYA TERHADAP

KESEHATAN REPRODUKSI DI MADRASAH ALIYAH LABORATORIUM (MAL)

IAIN SU MEDAN TAHUN 2010

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

081000277

RIDHA MARDHIYYAH HAYATI

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 23 Desember 2010 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

dr. Yusniwarti Yusad, M.Si

NIP. 19510520 198703 2 001 NIP. 19581202 199103 1 001 Asfriyati, SKM, M.Kes

Penguji II Penguji III

dr. Ria Masniari Lubis, M.Si Dra. Jumirah, SKM, M.Kes NIP. 19531018 198203 2 001 NIP. 19580315 198811 2 001

Medan, Desember 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

NIP. 19610831 198903 1 001 Dr. Drs. Surya Utama, MS


(4)

(5)

ABSTRAK

Anemia defisiensi besi merupakan salah satu masalah gizi remaja yang berkaitan langsung dengan AKI. Menurut data Direktorat Kesehatan Keluarga 40% penyebab kematian ibu adalah perdarahan, dan telah diketahui bahwa anemia defisiensi besi menjadi faktor resiko terjadinya perdarahan tersebut. Yang jika dilihat siklusnya, ibu hamil yang menderita anemia defisiensi besi dapat diakibatkan karena anemia yang telah dideritanya sejak masih remaja.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan data primer hasil rekapitulasi kuesioner yang disebarkan kepada 30 siswi/ remaja putri Madrasah Aliyah Laboratorium (MAL) IAIN SU Medan. Tahapan pengolahan data meliputi editing, coding, dan tabulating. Dilakukan analisis bersifat deskriptif dengan mendeskripsikan pengetahuan dan sikap remaja putri tentang anemia defisiensi besi dan dampaknya terhadap kesehatan reproduksi dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan remaja putri tentang anemia defisiensi besi dan dampaknya terhadap kesehatan reproduksi pada kategori pengetahuan cukup baik yaitu 32 orang (64%). Sikap remaja putri tentang anemia defisiensi besi dan dampaknya terhadap kesehatan reproduksi berada pada kategori sikap cukup baik yaitu 34 orang (68%).

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak Madrasah Aliyah Laboratorium (MAL) IAIN SU Medan agar memberikan pengarahan dan penjelasan tentang anemia defisiensi besi dan dampaknya terhadap kesehatan reproduksi dan meningkatkan kegiatan penyuluhan-penyuluhan kesehatan. Kepada siswi/ remaja putri lebih memperhatikan masalah kesehatan nya terutama anemia defisiensi besi dan kaitannya dengan kesehatan reproduksi.


(6)

ABSTRACT

Iron deficiency anemia is one of the adolescent nutrition issues directly related to AKI. According to data from the Family Health Directorate 40% of maternal mortality are cause of haemorrhage, and has been known that the haemorrhage risk factor was iron deficiency anemia. What if viewed the cycle, pregnant women who suffer the iron deficiencyl anemia might be caused of anemia which has suffered since she was a teenager.

This study is descriptive by using primary data summary results of questionnaire that distributed to 30 students / adolescent girl of Madrasah Aliyah Laboratory (MAL) IAIN SU Medan. Stages of data processing includes editing, coding, and tabulating. Conducted descriptive analysis by describing the knowledge and attitude of teenage girl about the nutritional anemia of iron and its impact on reproductive health in a frequency distribution table.

The results showed that the knowledge of adolescent girl about the iron deficiency anemia and its impact on reproductive healthy in the category of knowledge is good enough that 32 people (64%). The attitude of young women about the iron deficiency anemia and its impact on reproductive healthy is in the category of very good attitude that is 34 people (68%).

This research is expected to become inputs for the Madrasah Aliyah Laboratory (MAL) IAIN SU Medan to provide guidance and explanation of the iron nutritional anemia and its impact on reproductive healthy and improve education, health education activities. To adolescent girls for pay more attention to their health problems, especially iron deficiency anemia and its impact to reproductive healthy


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengetahuan,Dan Sikap Remaja Putri Tentang Anemia Defisiensi Besi dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Reproduksi di MAL IAIN SU Medan Tahun 2010” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM).

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak secara moril maupun materil, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr.Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (FKM USU).

2. Ibu dr. Yusniwarti Yusad, M.Si, selaku Ketua Departemen Kependudukan dan Biostatistik sekaligus Dosen Pembimbing I dan Ketua Penguji yang telah banyak memberikan saran, bimbingan dan arahan dalam penulisan skripsi ini.

3. Ibu Asfriyati, SKM M Kes, selaku Dosen Pembimbing II dan Dosen Penguji I yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini sekaligus Dosen Pembimbing Akademik yang telah memperhatikan penulis selama mengikuti pendidikan di FKM USU.

4. dr. Ria Masniari Lubis, Msi, selaku Dosen Penguji II yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini.


(8)

5. Dra. Jumirah, Apt, Mkes, selaku Dosen Penguji III yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis dalam perbaikan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen dan staf di FKM USU yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis menjalani pendidikan.

7. Kepala Sekolah MAL IAIN SU Medan Bpk. Drs. H. Ahmad Bangun Nasution, MA, yang telah member izin kepada penulis untuk melakukan penelitian dan seluruh staf yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian.

8. Teristimewa untuk orang tuaku tercinta, H.Masykur A. Tampubolon dan Dra. Zahara Nasution yang telah memberikan limpahan kasih sayang, motivasi hidup, perhatian, dan doa restu yang tiada henti kepada ananda serta yang selama ini berjuang untuk ananda agar dapat menyelesaikan pendidikan tinggi untuk masa depan yang lebih baik.

9. Adekku tercinta Habibie, Rasyid, Ratna, dan Zaki yang telah memberikan dukungan, perhatian dan kasih sayang kepada ananda sehingga ananda dapat menyelesaikan pendidikan ini.

10.Hj. Elida Nst, Dra. Hj. Uba NSt, dan Drs. H. M. Ishak selaku Uwak, Tante dan Om ku yang telah memberikan dukungan ,moril dan materil kepada penulis dalam melakukan penelitian ini.

11.M. Soleh Ritonga sebagai teman terdekat penulis yang telah memberikan bantuan, dukungan, dan kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. 12. Teman-teman seperjuangan di FKM USU khususnya sahabat- sahabatku (Rineka,

Dian, Riri, Mega, Yuni, Desmiati, Kak Ana, Kak Koto, dll) yang selalu memberi semangat dan bantuan kepada penulis.


(9)

13.Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2010 Penulis,

Ridha Mardhiyyah Hayati


(10)

DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan ...

DAFTAR ISI ... ii

KATA PENGANTAR... iii

ABSTRAK... . iv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1. Tujuan Umum ... 4

1.3.2. Tujuan Khusus ... 4

1.4. Manfaat Penelitian... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Pengetahuan ... 5

2.1.1 Tingkat Pengetahuan dalam Domain Kognitif ... 6

2.2. Sikap ... 6

2.2.1. Tingkatan Sikap ... 7

2.3 Anemia... 8

2.3.1. Pengertian ... 8

2.4. Anemia Defisiensi Besi ... 9

2.4.1. Pengertian ... 9

2.4.2. Etiologi Anemia Defisiensi Besi... 10

2.4.3. Gejala Klinik... 10

2.5. Anemia Defisiensi Besi Pada Remaja Putri ... 11

2.6. Dampak Anemia Defisiensi Besi... 12

2.7. Zat Besi... 14

2.7.1. Pengertian ... 14

2.7.2. Zat Besi Dalam Tubuh... 14

2.7.3. Kebutuhan Zat Besi... 15

2.8. Makanan Yang Membantu dan Menghambat Penyerapan Zat Besi... 16

2.9. Konsumsi Zat Besi... 17

2.10. Variabel Yang Diteliti... 18

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 19

3.1. Jenis Penelitian ... 19

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19

3.3. Populasi dan Sampel ... 20

3.4. Metode Pengumpulan Data... 22

3.5. Defenisi Operasional ... 22

3.6. Uji Validitas dan Realibilitas ... 23

3.7. Aspek Pengukuran ... 24


(11)

3.9 Analisa Data... 26

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 27

4.1 Gambaran Umum Lokasi ... 27

4.2 Distribusi Frekuensi Responden ... 28

4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan umur ... 28

4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelas ... 29

4.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Ibu . 29 4.6 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden ... 30

4.7 Distribusi Frekuensi Sikap Responden ... BAB 5 PEMBAHASAN ... 40

5.1 Pengetahuan Remaja Putri Mengenai Anemia Defisiensi Besi Terhadap Kesehatan Reproduksi... 40

5.2 Sikap Remaja Putri Mengenai Anemia Defisiensi Besi Terhadap Kesehatan Reproduksi ... 41

5.3 Distribusi Tingkat Pengetahuan Remaja Putri dan Sikap nya Tentang Anemia Defisiensi Besi dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Reproduksi ... 44

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

6.1 Kesimpulan ... 46

6.2 Saran ... 46 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN DAFTAR TABEL


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Batas Normal Kadar Hb Menurut Umur dan Jenis Kelamin...13

Tabel 2.2 Angka Kecukupan Besi Yang Dianjurkan Untuk Wanita...16 Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelas di MAL IAIN

Medan Tahun 2010...28 Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di MAL IAIN

Medan Tahun 2010... .28 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ibu di

MAL IAIN Medan Tahun 2010...29 Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sumber Informasi

Kesehatan di MAL IAIN Medan Tahun 2010...29 Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Remaja Putri Tentang Anemia

Defisiensi Besi dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Reproduksi di MAL IAIN Medan Tahun 2010...30 Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Remaja Putri Tentang Anemia

Defisiensi Besi dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Reproduksi Berdasarkan Kelas di MAL IAIN Medan Tahun 2010...30 Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Remaja Putri Tentang Anemia

Defisiensi Besi dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Reproduksi Berdasarkan Umur di MAL IAIN Medan Tahun 2010...31 Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Remaja Putri Tentang Anemia

Defisiensi Besi dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Reproduksi Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ibu di MAL IAIN Medan Tahun 2010...31 Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Remaja Putri Tentang Anemia

Defisiensi Besi dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Reproduksi Berdasarkan Sumber Informasi Kesehatan di MAL IAIN Medan Tahun 2010...32

Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Jawaban Pertanyaan Pengetahuan Remaja Putri Tentang Anemia Defisiensi Besi dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Reproduksi di MAL IAIN Medan Tahun 2010...33


(13)

Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Sikap Remaja Putri Tentang Anemia Defisiensi Besi dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Reproduksi Kelas di MAL IAIN Medan Tahun 2010...34 Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Sikap Remaja Putri Tentang Anemia Defisiensi

Besi dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Reproduksi Berdasarkan Kelas di MAL IAIN Medan Tahun 2010...35 Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Sikap Remaja Putri Tentang Anemia Defisiensi

Besi dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Reproduksi Berdasarkan Umur di MAL IAIN Medan Tahun 2010...35 Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Sikap Remaja Putri Tentang Anemia Defisiensi

Besi dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Reproduksi Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ibu di MAL IAIN Medan Tahun 2010...36 Tabel 4.15 Distribusi Frekuensi Sikap Remaja Putri Tentang Anemia Defisiensi

Besi dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Reproduksi Berdasarkan Sumber Informasi Kesehatan di MAL IAIN Medan Tahun 2010...36 Tabel 4.16 Distribusi Frekuensi Jawaban Pernyataan Sikap Remaja Putri Tentang

Anemia Defisiensi Besi dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Reproduksi di MAL IAIN Medan Tahun 2010...37 Tabel 4.17 Distribusi Frekuensi Sikap Remaja Putri Berdasarkan Pengetahuan

Tentang Anemia Defisiensi Besi dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Reproduksi di MAL IAIN Medan Tahun 2010...39


(14)

ABSTRAK

Anemia defisiensi besi merupakan salah satu masalah gizi remaja yang berkaitan langsung dengan AKI. Menurut data Direktorat Kesehatan Keluarga 40% penyebab kematian ibu adalah perdarahan, dan telah diketahui bahwa anemia defisiensi besi menjadi faktor resiko terjadinya perdarahan tersebut. Yang jika dilihat siklusnya, ibu hamil yang menderita anemia defisiensi besi dapat diakibatkan karena anemia yang telah dideritanya sejak masih remaja.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan data primer hasil rekapitulasi kuesioner yang disebarkan kepada 30 siswi/ remaja putri Madrasah Aliyah Laboratorium (MAL) IAIN SU Medan. Tahapan pengolahan data meliputi editing, coding, dan tabulating. Dilakukan analisis bersifat deskriptif dengan mendeskripsikan pengetahuan dan sikap remaja putri tentang anemia defisiensi besi dan dampaknya terhadap kesehatan reproduksi dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan remaja putri tentang anemia defisiensi besi dan dampaknya terhadap kesehatan reproduksi pada kategori pengetahuan cukup baik yaitu 32 orang (64%). Sikap remaja putri tentang anemia defisiensi besi dan dampaknya terhadap kesehatan reproduksi berada pada kategori sikap cukup baik yaitu 34 orang (68%).

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak Madrasah Aliyah Laboratorium (MAL) IAIN SU Medan agar memberikan pengarahan dan penjelasan tentang anemia defisiensi besi dan dampaknya terhadap kesehatan reproduksi dan meningkatkan kegiatan penyuluhan-penyuluhan kesehatan. Kepada siswi/ remaja putri lebih memperhatikan masalah kesehatan nya terutama anemia defisiensi besi dan kaitannya dengan kesehatan reproduksi.


(15)

ABSTRACT

Iron deficiency anemia is one of the adolescent nutrition issues directly related to AKI. According to data from the Family Health Directorate 40% of maternal mortality are cause of haemorrhage, and has been known that the haemorrhage risk factor was iron deficiency anemia. What if viewed the cycle, pregnant women who suffer the iron deficiencyl anemia might be caused of anemia which has suffered since she was a teenager.

This study is descriptive by using primary data summary results of questionnaire that distributed to 30 students / adolescent girl of Madrasah Aliyah Laboratory (MAL) IAIN SU Medan. Stages of data processing includes editing, coding, and tabulating. Conducted descriptive analysis by describing the knowledge and attitude of teenage girl about the nutritional anemia of iron and its impact on reproductive health in a frequency distribution table.

The results showed that the knowledge of adolescent girl about the iron deficiency anemia and its impact on reproductive healthy in the category of knowledge is good enough that 32 people (64%). The attitude of young women about the iron deficiency anemia and its impact on reproductive healthy is in the category of very good attitude that is 34 people (68%).

This research is expected to become inputs for the Madrasah Aliyah Laboratory (MAL) IAIN SU Medan to provide guidance and explanation of the iron nutritional anemia and its impact on reproductive healthy and improve education, health education activities. To adolescent girls for pay more attention to their health problems, especially iron deficiency anemia and its impact to reproductive healthy


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Salah satu masalah gizi remaja yang berkaitan langsung dengan AKI adalah anemia defisiensi besi. Jenis Anemia defisiensi besi merupakan jenis kasus anemia yang paling sering dijumpai. Data WHO menyebutkan sekitar 2 miliar penduduk dunia terkena penyakit tersebut (Juanita, 2008). Tidak seperti masalah gizi lainnya, anemia defisiensi besi cukup sering terjadi baik di negara berkembang maupun negara industri, yang dapat diderita oleh seluruh kelompok umur mulai dari bayi, balita, anak usia sekolah, remaja, dewasa, dan lanjut usia. Asia Tenggara memiliki prevalensi anemia defisiensi besi pada wanita yang paling tinggi di seluruh dunia, dengan 80% dari wanita hamil mengalami anemia defisiensi besi (Kennedy, et al., 2005), sedangkan di Afrika, anemia defisiensi besi dialami oleh 47% wanita hamil, 39% di Amerika Latin, 65% di Mediterania Timur, 46% di pasifik Barat. Di Amerika Serikat defisiensi besi umum terjadi pada anak-anak usia 1-2 tahun yaitu sebesar 7% serta pada remaja putri dan wanita yang mengalami haid (9-16%) (NAAC, 2005).

Di Indonesia prevalensi anemia pada remaja putri tahun 2006, yaitu 28% (Depkes RI, 2007). Data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 menyatakan bahwa prevalensi anemia defisiensi pada balita 40,5%, ibu hamil 50,5%, ibu nifas 45,1%, remaja putri usia 10-18 tahun 57,1% dan usia 19-45 tahun 39,5%. Dari semua kelompok umur tersebut, wanita mempunyai resiko paling tinggi untuk menderita anemia terutama remaja putri. Berbagai gejala anemia defisiensi besi ditimbulkan akibat menurunnya kapasitas pengangkutan oksigen oleh darah yaitu


(17)

seperti mudah lelah, lemah, lesu, muka pucat, kuku mudah pecah, kurang selera makan, napas pendek, hingga menurunkan ketahanan serta kinerja fisik, sehingga menurunkan kapasitas kerja, juga dapat mempengaruhi fungsi kognitif seperti konsentrasi belajar rendah dan memperlambat daya tangkap pada anak usia sekolah, remaja putri dan kelompok usia lainnya (Isniati, 2007).

Departemen Kesehatan mencatat (2007), bahwa kaum remaja penderita anemia mencapai 45,8% untuk remaja laki-laki usia 10-14 tahun dan 57,1% remaja perempuan atau sejumlah 5-6 juta orang menderita anemia (Kedeputian Bidang Koordinasi Pemberdayaan Perempuan dan Kesejahteraan Anak, 2008).

Anemia defisiensi besi sering ditemukan pada anak-anak dan remaja. Remaja putri lebih rentan terkena anemia karena remaja berada pada masa pertumbuhan yang membutuhkan zat gizi yang lebih tinggi termasuk zat besi. Remaja putri biasanya sangat memperhatikan bentuk badan, sehingga banyak yang membatasi konsumsi makan dan banyak pantangan terhadap makanan. Selain itu adanya siklus menstruasi setiap bulan merupakan salah satu faktor penyebab remaja putri mudah terkena anemia defisiensi besi (Sediaoetama, 2001).

Hingga kini belum ada program yang dimasukkan dalam Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) untuk menanggulangi anemia khususnya anemia defisiensi besi pada remaja put ri di sekolah-sekolah. Program pemerintah baru ditunjukkan pada ibu hamil agar tidak melahirkan anak yang anemia. Padahal, jika mayoritas anak perempuan menderita anemia terutama anemia defisiensi besi, dampaknya akan berlanjut. Mengingat, mereka adalah para calon ibu yang akan melahirkan generasi penerus. Jika tidak ditanggulangi, dikhawatirkan akan meningkatkan risiko perdarahan pada saat


(18)

persalinan yang dapat menimbulkan kematian ibu. Calon ibu yang menderita anemia defisiensi besi bisa melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (Anita, 2007).

Penelitian Bidasari dkk., di daerah perkebunan Aek Nabara bekerjasama dengan Fakultas Psikologi USU (2006) pada remaja usia 15–18 tahun yang menderita anemia defisiensi besi diperoleh Full IQ tidak melebihi rata-rata dengan gangguan pemusatan perhatian dan fungsi kognitif terutama dalam bidang aritmatika (Ariyanto, 2008).

Hasil studi pendahuluan di MAL IAIN Medan untuk tahun ajaran 2010-2011 memiliki jumlah siswa sebanyak 217 orang, dengan siswa laki-laki sebanyak 112 orang dan siswi perempuan sebanyak 105 orang. Berdasarkan keterangan dari bagian tata usaha diketahui bahwa di sekolah tersebut sering diadakan penelitian, tetapi masih belum diketahui bagaimana gambaran pengetahuan siswi putri tentang anemia defisiensi besi dan dampaknya terhadap kesehatan reproduksi. Dimana masih dijumpai 5 orang dari 10 orang remaja putri yang belum mengetahui tentang anemia defisiensi besi dan dampaknya terhadap kesehatan reproduksi. Mengingat masih ada remaja putri yang belum mengetahui mengenai anemia defisiensi besi dan dampaknya terhadap kesehatan reproduksi membuat penulis tertarik untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap remaja putri tentang anemia defisiensi besi dan dampaknya terhadap kesehatan reproduksi di MAL IAIN SU Medan.

1.2. Permasalahan

Sesuai dengan latar belakang permasalahan di atas maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah ”Bagaimana gambaran pengetahuan dan sikap remaja puteri tentang anemia defisiensi besi dan dampaknya terhadap kesehatan reproduksi di MAL IAIN Medan tahun 2010 ?”.


(19)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari penelitan ini adalah untuk mengetahui pengetahuan dan sikap remaja puteri mengenai anemia defisiensi besi dan dampaknya terhadap kesehatan reproduksi di MAL IAIN Medan tahun 2010.

1.3.2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Unuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja puteri mengenai anemia defisiensi besi dan dampaknya terhadap kesehatan reproduksi di MAL IAIN Medan tahun 2010.

2. Untuk mengetahui sikap remaja putri mrengenai anemia defisiensi besi dan dampaknya terhadap kesehatan reproduksi di MAL IAIN Medan tahun 2010. 1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi pihak sekolah agar memasukkan anemia defisiensi besi sebagai salah satu bahan ajar di sekolah.

2. Memberikan informasi kepada pelajar putri tentang masalah anemia khususnya anemia defisiensi besi serta akibat yang ditimbulkannya, sehingga para pelajar puteri dapat mencegah dirinya agar tidak terkena anemia defisiensi besi.

3. Sebagai referensi dan bahan masukan bagi peneliti selanjutnya yang meneliti mengenai dampak anemia defisiensi besi terhadap kesehatan reproduksi.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior) (Notoatmodjo ,2003).

2.1.1. Tingkat Pengetahuan dalam Domain Kognitif

Asosiasi Psikologi Amerika berpendapat bahwa dalam tidaknya pengetahuan seseorang terhadap penguasaan materi dapat digolongkan dalam enam tingkatan. Tingkatan tersebut dapat dijelaskan sebagai Domain on the taxonomy of educational objectives yaitu : (Notoadmodjo.2003)

1. Tahu, didefenisikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari rangsangan yang telah diterimanya. Dalam kaitannya dengan penelitian ini para remaja putri diharapkan mampu mengingat kembali informasi yang diketahuinya mengenai anemia defisiensi besi.

2. Memahami, didefenisikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Disini para remaja putri diharapkan mampu menjelaskan secara benar tentang anemia defisiensi besi dan dapat menginterpretasikannya dengan benar.


(21)

3. Aplikasi, didefenisikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi yang sebenarnya.

4. Analisa, didefenisikan sebagai kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitan satu sama lain.

5. Sintesis, didefenisikan sebagai suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi, didefenisikan sebagai kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian itu berdasarkan pada kriteria yang telah ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara dalam kuesioner yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2003).

2.2 Sikap

Menurut Notoatmodjo (2003) sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.

Menurut Ahmadi (1990) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) sikap dibedakan menjadi :

a. Sikap positif, yaitu : sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan menerima atau mengakui, menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada.


(22)

b. Sikap negatif, yaitu : sikap yang menunjukkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada.

Sikap bila dilihat dari strukturnya mempunyai tiga komponen pokok yaitu :

1. Komponen kognitif (kepercayaan/ keyakinan) yaitu segala sesuatu ide atau gagasan tentang sifat atau karakteristik umum suatu objek.

2. Komponen afektif (kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek) biasanya merupakan perasaan terhadap suatu objek.

3. Komponen psikomotorik (kecenderungan untuk bertindak).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude).

2.2.1. Tingkatan Sikap

Adapun tingkatan sikap yaitu : (Notoadmodjo,2003)

1. Menerima (receiving) diartikan bahwa orang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan. Dalam penelitian ini diharapkan para remaja mau dan memperhatikan informasi mengenai anemia defisiensi besi yang diberikan.

2. Merespon (responding) memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari suatu sikap, karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut. Dengan demikian para remaja putri diharapkan dapat memberikan jawaban, mengerjakan dan mneyelsaikan kuesioner yang diberikan kepada mereka mengenai anemia defisiensi besi.


(23)

3. Bertanggungjawab (responsible), bertanggung jawab atas sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko atau merupakan sikap yang paling tinggi.

4. Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek, secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan hipotesis, kemudian dinyatakan pendapat responden.

2.3. Anemia 2.3.1. Pengertian

Anemia adalah keadaan dimana kadar zat merah darah atau hemoglobin (Hb) lebih rendah dari nilai normal (Mary E. Beck, 2000).

Anemia adalah suatu keadaan berkurangnya hingga dibawah normal jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin, dan volume hematokrit per 100 ml darah (Price, 2005).

2.4. Anemia Defisiensi Besi 2.4.1. Pengertian

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang (Sudoyo,dkk , 2006).

Anemia defisiensi besi merupakan penyakit darah yang paling sering pada bayi dan anak, serta wanita hamil. Secara sederhana dapatlah dikatakan bahwa, defisiensi besi dapat terjadi bila jumlah yang diserap untuk memenuhi kebutuhan tubuh terlalu


(24)

sedikit, ketidakcukupan besi ini dapat diakibatkan oleh kurangnya pemasukan zat besi, berkurangnya zat besi dalam makanan, meningkatnya kebutuhan akan zat besi. Bila hal tersebut berlangsung lama maka defisiensi zat besi akan menimbulkan anemia (Permono.B, dkk; 2005)

Selain dibutuhkan untuk pembentukan hemoglobin yang berperan dalam penyimpanan dan pengangkutan oksigen, zat besi juga terdapat dalam beberapa enzim yang berperan dalam metabolisme oksidatif, sintesis DNA, neurotransmitter dan proses katabolisme yang dalam bekerjanya membutuhkan ion besi. Dengan demikian, kekurangan besi mempunyai dampak yang merugikan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, menurunkan daya tahan tubuh, menurunkan konsentrasi belajar dan mengurangi aktivitas kerja serta meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas bagi janin dan ibu (Mansjoer.A, 2005).

Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering dijumpai, terutama di negara-negara tropik atau negara-negara dunia ketiga, oleh karena sangat berkaitan erat dengan taraf sosial ekonomi. Anemia ini mengenai lebih dari sepertiga penduduk dunia yang memberikan dampak kesehatan yang sangat merugikan serta dampak sosial yang cukup serius.

2.4.2. Etiologi Anemia Defisiensi Besi

Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi, gangguan asorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun :


(25)

• Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat, kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.

• Saluran genitalia perempuan: menorrhagia atau metrorhagia

• Saluran kemih: hematuria.

• Saluran napas: hemoptoe.

2. Faktor nutrisi: akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi (bioavaibilitas) yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin c, dan rendah daging).

3. Kebutuhan besi meningkat: seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan.

4. Gangguan absorbsi besi: gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik. 2.4.3. Gejala Klinik

Ada banyak gejala dari anemia, setiap individu tidak akan mengalami seluruh gejala dan apabila anemianya sangat ringan, gejalanya mungkin tidak tampak. Beberapa gejalanya antara lain; warna kulit yang pucat, mudah lelah, peka terhadap cahaya, pusing, lemah, nafas pendek, lidah kotor, kuku sendok, selera makan turun, sakit kepala (biasanya bagian frontal).

Satu gejala aneh yang cukup karakteristik untuk defisiensi zat besi adalah Pica, dimana pasien memiliki keinginan makan yang tidak dapat dikendalikan terhadap bahan seperti tepung (amilofagia), es (pagofagia), dan tanah liat (geofagia). Beberapa dari bahan ini, misalnya tanah liat dan tepung, mengikat zat besi pada saluran makanan, sehingga memperburuk defisiensi. Konsekuensi yang menyedihkan adalah


(26)

meningkatnya absorpsi timbal oleh usus halus sehingga dapat timbul toksisitas timbal disebabkan paling sedikit sebagian karena gangguan sintesis heme dalam jaringan saraf, proses yang didukung oleh defisiensi zat besi.

2.5. Anemia Defisiensi Besi pada Remaja Puteri

Pada wanita, besi yang dikeluarkan dari tubuh lebih banyak dari laki-laki. Setiap bulan wanita mengalami menstruasi secara teratur, setiap periode menstruasi dikeluarkan zat besi rata-rata sebanyak 28 mg/ periode. Oleh karena menstruasi terjadi satu kali dalam satu bulan, maka rata-rata zat besi yang dikeluarkan adalah 1 mg/ hari. Dengan demikian wanita mengeluarkan besi dari tubuhnya hampir dua kali lebih banyak dari pada laki-laki dewasa.

Sekitar usia 13 tahun adalah awal dari masa remaja dari segi hematologi. Pada masa ini terjadi perubahan sistem kelenjar gonado pituitari hipotalamik yang semula belum masak menjadi masak sehingga terjadilah perbedaan hormonal antara laki- laki dan wanita. Pada laki-laki produksi testosteron lebih meningkat, diduga hormon ini berperan terhadap eritropoesis. Faktor lain yang turut memacu eritropoesis adalah eritropoeti yang meningkat pada masa remaja, pada wanita dewasa kadarnya 50% lebih rendah. Pada remaja puteri terutama yang telah mengalami menstruasi membutuhkan zat besi relatif lebih tinggi, selain itu mereka juga sedang dalam masa tumbuh kembang yang cepat serta adanya pengaruh hormonal (Soemantri, 2001).


(27)

Tabel 2.1 Batas Normal Kadar Hb menurut Umur dan Jenis Kelamin

Kelompok Umur (tahun) Hemoglobin (g/dL)

Anak 0,5 – 6 11

6 -14 12

Dewasa:

฀ Laki-laki > 14 13

฀ Wanita > 14 12

฀ Wanita hamil - 11

Sumber : Stoltzfus et al. (2001)

2.6. Dampak Anemia Gizi Besi

Proses kekurangan besi sampai terjadi anemia melalui beberapa tahap. Awalnya terjadi penurunan cadangan besi. Bila belum juga dipenuhi dengan masukan besi, maka lama-kelamaan akan timbul gejala anemia disertai penurunan kadar Hb.

Hasil penelitian imunologi menunjukkan kekurangan besi dalam tubuh dapat meningkatkan kerawanan infeksi. Seseorang yang menderita defisiensi besi lebih mudah terserang penyakit infeksi, karena kekurangan besi berhubungan erat dengan kerusakan kemampuan fungsional dari mekanisme kekebalan tubuh yang sangat penting untuk mencegah masuknya kuman penyakit atau infeksi (Ray,1997).

Pada remaja yang menderita anemia dapat mengalami gangguan pertumbuhan yang optimal dan menjadi kurang cerdas (Depkes RI, 1996). Remaja putri yang menderita anemia dapat mengalami gangguan pertumbuhan, penurunan daya konsentrasi belajar, kurang bersemangat dalam beraktivitas karena cepat merasa lelah. Defisiensi besi dapat mempengaruhi pemusatan perhatian, kecerdasan dan prestasi belajar di sekolah (AlMatsier, 2001).

Anemia yang berlanjut semakin parah akan mempengaruhi struktur dan fungsi jaringan epitel, terutama lidah, kuku, mulut, dan lambung. Kuku semakin menipis dan lama kelamaan akan terjadi koilonychia (kuku berbentuk sendok). Mulut terasa panas


(28)

dan terbakar, serta pada kasus yang parah terlihat licin seperti lilin. Timbul rasa sakit pada tenggorokkan waktu menelan makanan dan selaput mata nampak pucat. Lambung mengalami kerusakan, yang pada akhirnya akan memperberat anemia. Anemia yang terus berlanjut dan tidak ditangani akan mengakibatkan perubahan kardiovaskuler dan pernafasan yang dapat berakhir pada gagal jantung (Haryati, 2004).

Akibat jangka panjang dari anemia pada remaja putri adalah apabila remaja putri nantinya hamil, maka ia tidak akan mampu memenuhi kebutuhan zat-zat gizi bagi dirinya dan juga janin dalam kandungannya. Karena Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Di samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah. Selain itu anemia gizi besi juga dapat menyebabkan gangguan pada masa nifas (subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infeksi dan stres kurang, produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian perinatal, dan lain-lain) (Depkes RI, 1998). 2.7. Zat Besi (Fe)

2.7.1 Pengertian Zat Besi

Zat besi merupakan zat gizi yang penting bagi tubuh. Zat ini terutama diperlukan dalam hemopoesis (pembentukan darah), yaitu dalam sintesa hemoglobin (Hb) (Achmad Djaeni, 2000). Jumlah total besi dalam tubuh rata-rata 4-5 gram, lebih kurang 65 persennya dijumpai dalam bentuk hemoglobin. Sekitar 4 persennya dalam bentuk mioglobin, 1 persen dalam bentuk macam-macam senyawa heme yang


(29)

meningkatkan oksidasi intraseluler, 0,1 persen bergabung dengan protein transferin dalam plasma darah dan 15-30 persen terutama disimpan dalam sistem retikuloendotelial dan sel parenkim hati, khususnya dalam bentuk feritin (Guyton dan Hall,1997).

Tubuh sangat efisien dalam penggunaan besi, sebagian besi dalam bentuk feri direduksi menjadi fero. Hal ini terjadi dalam suasana asam di dalam lambung dengan adanya HCl dan vitamin C yang terdapat dalam makanan (Almatsier, 2001).

2.7.2 Zat Besi Dalam Tubuh

Zat besi dalam tubuh terdiri dari dua bagian, yaitu yang fungsional dan yang reserve (simpanan). Zat besi yang fungsional sebagian besar dalam bentuk hemoglobin (Hb), sebagian kecil dalam bentuk myoglobin dan jumlah yang sangat kecil tetapi vital adalah hem enzim dan non hem enzim.

Zat besi yang ada dalam bentuk reserve tidak mempunyai fungsi fisiologi selain daripada sebagai buffer yaitu menyediakan zat besi kalau dibutuhkan untuk kompartmen fungsional. Apabila zat besi cukup dalam bentuk simpanan, maka kebutuhan akan eritropoesis (pembentukan sel darah merah) dalam sumsum tulang akan selalu terpenuhi. Dalam keadaan normal, jumlah zat besi dalam bentuk reserve ini adalah kurang lebih seperempat dari total zat besi yang ada dalam tubuh. Zat besi yang disimpan sebagai reserve ini, berbentuk feritin dan hemosiderin, terdapat dalam hati, limpa, dan sumsum tulang. Pada keadaan tubuh memerlukan zat besi dalam jumlah banyak, misalnya pada anak yang sedang tumbuh (balita), wanita menstruasi dan wanita hamil, jumlah reserve biasanya rendah. Pada bayi, anak dan remaja yang


(30)

mengalami masa pertumbuhan, maka kebutuhan zat besi untuk pertumbuhan perlu ditambahkan kepada jumlah zat besi yang dikeluarkan lewat basal.

2.7.3 Kebutuhan Besi

Menurut Muhilal, dkk (2004) angka kecukupan gizi adalah suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, dan aktivitas untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Makanan sebagai sumber zat gizi diperlukan secukupnya karena bila berlebihan dan kekurangan akan berdampak buruk bagi kesehatan. Adanya interaksi antara berbagai zat gizi merupakan gambaran perlunya suatu keseimbangan zat-zat gizi yang dikonsumsi.

Kebutuhan besi yang direkomendasikan, didefinisikan sebagai jumlah minimum besi yang berasal dari makanan yang dapat menyediakan cukup besi untuk setiap individu yang sehat pada 95% populasi, sehingga dapat terhindar dari kemungkinan anemia defisiensi besi. Kebutuhan besi meningkat pada remaja putri selama masa pertumbuhan yang pesat. Pada saat remaja putri mengalami menstruasi yang pertama kali membutuhkan lebih banyak besi untuk menggantikan kehilangan akibat menstruasi tersebut.

Jumlah kehilangan besi selama satu siklus menstruasi (sekitar 28 hari) kira-kira 0,56 mg per hari. Jumlah tersebut ditambah dengan kehilangan basal sebesar 0,8 mg per hari. Sehingga jumlah total besi yang hilang sebesar 1,36 mg per hari (Hallberg & Rossander, 1991).

Menurut Muhilal, dkk (2004) bahwa ketidakseimbangan antara kebutuhan dan kehilangan besi dalam tubuh akan menyebabkan anemia. Untuk itu diperlukan zat gizi yang cukup untuk menjaga keseimbangan besi tersebut. Jumlah besi yang dibutuhkan


(31)

tiap hari digunakan untuk mempertahankan kadar hemoglobin, kadar simpanan besi dan untuk pertumbuhan yang normal. Adapun angka kecukupan besi (Fe) yang dianjurkan dapat dilihat berikut:

Tabel 2.2 Angka Kecukupan Besi Yang Dianjurkan Untuk Wanita Golongan Umur (tahun) Besi (mg/org/hari)

10 –12 20

13 – 15 26

16 – 18 26

19 – 29 26

30 – 49 29

50 – 64 12

> 60 12

Sumber: Muhilal dkk (2004)

2.8. Makanan Yang Membantu dan Menghambat Penyerapan Besi.

Tubuh mendapatkan zat besi melalui makanan. Kandungan zat besi dalam makanan berbeda-beda, dimana makanan yang kaya akan kandungan zat besi adalah makanan yang berasal dari hewani (seperti ikan, daging, hati dan ayam). Makanan nabati (seperti sayuran hijau tua) walaupun kaya akan zat besi, namun hanya sedikit yang bisa diserap dengan baik oleh usus (Depkes RI, 1998). Rendahnya asupan zat besi ke dalam tubuh yang berasal dari konsumsi zat besi dari makanan sehari-hari merupakan salah satu penyebab terjadinya anemia (Mary E. Beck, 2000).

Beberapa makanan yang dapat menghambat penyerapan zinc dan besi adalah asam fitat (beras, gandum, kacang kedele, susu coklat, kacang dan tumbuhan polong), polifenol (teh, kopi, bayam, kacang, tumbuhan polong, rempah-rempah), kalsium dan fosfat (susu dan keju). Makanan atau minuman tertentu dapat mengganggu penyerapan zat besi di dalam tubuh. Asam fitat dan asam oksalat yang terkandung dalam sayuran akan mengikat zat besi, sehingga mengurangi penyerapan zat besi. Karena hal inilah,


(32)

baik. Oleh karena itu, jika hendak mengonsumsi bayam dan sayuran lain, sebaiknya disertai dengan mengonsumsi buah-buahan yang tinggi kandungan vitamin C nya, seperti jambu biji, jeruk dan nanas. Namun lebih dianjurkan untuk meminumnya dalam bentuk jus. Sebab jika dalam bentuk buah segar, yang kandungan seratnya masih tinggi, juga akan menghambat penyerapan zat besi (Adi,2006).

2.9. Konsumsi Zat Besi

Dalam makanan terdapat 2 macam zat besi yaitu besi heme (40%) dan besi non hem. Besi non hem merupakan sumber utama zat besi dalam makanan. Terdapat dalam semua jenis sayuran misalnya sayuran hijau, kacang-kacangan, kentang dan serealia serta beberapa jenis buah-buahan. Sedangkan besi hem hampir semua terdapat dalam makanan hewani antara lain daging, ikan, ayam, hati dan organ – organ lain (Almatsier, 2001). Sebagian besar penduduk di negara yang (belum) sedang berkembang tidak (belum) mampu menghadirkan bahan kaya zat besi meja makan.

Dalam masa remaja, khususnya remaja putri sering sangat sadar akan bentuk tubuhnya, sehingga banyak yang membatasi konsumsi makanannya. Bahkan banyak yang berdiet tanpa nasehat atau pengawasan seorang ahli kesehatan dan gizi, sehingga pola konsumsinya sangat menyalahi kaidah-kaidah ilmu gizi. Banyak pantang atau tabu yang ditentukan sendiri berdasarkan pendengaran dari kawannya yang tidak kompeten dalam soal gizi dan kesehatan, sehingga terjadi berbagai gejala dan keluhan yang sebenarnya merupakan gejala kelainan gizi.

Banyak remaja putri yang sering melewatkan dua kali waktu makan dan lebih memilih kudapan. Padahal sebagian besar kudapan bukan hanya hampa kalori, tetapi juga sedikit sekali mengandung zat gizi, selain dapat mengganggu (menghilangkan)


(33)

nafsu makan. Selain itu remaja khususnya remaja putri semakin menggemari junk food yang sangat sedikit (bahkan ada yang tidak ada sama sekali) kandungan kalsium, besi, riboflavin, asam folat, vitamin A dan vitamin (Djaeni, 2000).

2.10. Variabel Yang Diteliti

Pengetahuan

Sikap

Remaja putri tentang anemia gizi besi dan dampaknya terhadap kesehatan reproduksi


(34)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain penelitian cross sectional yaitu penelitian yang bertujuan melakukan deskripsi mengenai gambaran pengetahuan dan sikap remaja putri tentang anemia gizi besi dan dampaknya terhadap kesehatan reproduksi di MAL IAIN SU Medan tahun 2010, melakukan observasi atau pengukuran variabel pada satu saat artinya tiap subjek hanya diobservasi satu kali saja, dilakukan pada saat pemeriksaan dan tidak melakukan tindak lanjut (Sastroasmoro, 2010).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di MAL IAIN Medan Jln. Soetomo Ujung no.1 Medan. Alasan pemilihan lokasi ini adalah karena:

1. Sekolah ini berada di tengah kota sehingga peneliti berasumsi bahwa siswa/siswi dapat dengan mudah/cepat memperoleh informasi, khususnya mengenai kesehatan dan atau anemia gizi besi. 2. Berdasarkan hasil survei pendahuluan masih ditemukan 5 orang remaja putri yang belum mengetahui tentang anemia gizi besi dan dampak nya terhadap kesehatan reproduksi.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian direncanakan berlangsung dari bulan Februari sampai dengan bulan Desember tahun 2010. Dimulai dari penelusuran pustaka, survei awal, pengumpulan data sampai penulisan laporan.


(35)

3.3Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah para pelajar putri di MAL IAIN SU Medan yang duduk di kelas 1, 2, dan 3 yang berada di tempat pada saat penelitian dilakukan. Adapun populasi pelajar putri berjumlah 105 orang, yang duduk di kelas 1 sebanyak 37 orang, dan di kelas 2 sebanyak 34 orang dan di kelas 3 sebanyak 34 orang.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diambil sebagai responden. Pengambilan sampel di lakukan dengan rumus penentuan jumlah sampel menurut Vincent Gasperz, sebagai berikut:

n = Zc² . P (1-P) N d² (N-1) + Zc². P (1-P) n = 1,96² . 0,5 . (1-0,5) . 105

0,1² (105-1) + (1,96²) 0,5 (1-0,5) n = 100,842

1,04 + 0,9604 n = 100,842

2,0004 n = 50,411 ≈ 50

Keterangan: N = Besar Populasi n = Jumlah Sampel d = Presisi 10% (0,1)


(36)

P = Proporsi Populasi 50% (0,5) (dari 10 remaja putri pada survei pendahuluan 5 orang belum mengetahui tentang anemia gizi besi dan dampaknya terhadap kesehatan reproduksi)

Dari perhitungan rumus di atas diperoleh besar sample sebanyak = 50 orang. Selanjutnya penarikan sampel terhadap populasi menggunakan teknik stratified random sampling. Penarikan sampel secara stratified random sampling adalah suatu metode pengambilan sampel pada setiap strata (kelas) secara proporsional agar setiap orang memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel serta mewakili setiap kelas (strata) (Singarimbun,1987). Disini sampel pada setiap kelas diambil dengan cara pengundian dari frame sampling (absen siswa) setiap kelas, dengan distribusi frekuensi sampel tiap kelas sebagai berikut:

Kelas I = 37 × 50 =17,62 = 18 105

Kelas II = 34 × 50 = 16,19 = 16 105

Kelas III = 34 × 50 = 16,19 = 16 105

3.4. Jenis dan Metode Pengumpulan Data

Data primer diperoleh langsung dari responden dengan metode angket yaitu dengan menyebarkan kuesioner sebagai instrumen penelitian yang dipersiapkan yang berisi daftar pertanyaan serta jawaban dalam bentuk pertanyaan tertutup sesuai dengan teoritis yang ada kepada responden. Sedangkan data sekunder yang diperoleh dari


(37)

kantor tata usaha MAL IAIN SU Medan yaitu data mengenai siswa dan gambaran umum MAL IAIN SU Medan.

3.5. Definisi Operasional

1. Pengetahuan adalah sejumlah informasi atau segala sesuatu yang diketahui dan di mengerti responden tentang anemia defisiensi besi dimulai dari pengertian, penyebab, gejala, pencegahan dan dampaknya terhadap kesehatan reproduksi. 2. Sikap adalah reaksi atau respon dari responden terhadap masalah anemia

defisiensi besi beserta dampak yang dapat ditimbulkannya terhadap kesehatan reproduksi.

3. Remaja putri adalah siswi/pelajar putri yang bersekolah di MAL IAIN Medan yang berusia antara 15-19 tahun.

4. Anemia defisiensi besi

Anemia defisiensi besi adalah Keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari normal (12 - 14 gr/dl) akibat kekurangan zat besi.

5. Kesehatan reproduksi

Kesehatan reproduksi adalah hal yang diketahui remaja putri mengenai masalah kesehatan yang menyangkut proses reproduksi meliputi masa kehamilan, persalinan, dan nifas.

3.6. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas menunjukkan sejauh mana skor atau nilai ataupun unsuran yang ingin di ukur. Uji validitas dilakukan dengan mengukur korelasi antar masing-masing item pertanyaan dengan skor total variabel, jika nilai item corrected correlation > r tabel maka seluruh pertanyaan dinyatakan valid.


(38)

Dalam penelitian ini pengujian validitas dan reliabilitas dilakukan terhadap 30 responden untuk variabel pengetahuan dan sikap. Berdasarkan hasil perhitungan uji validitas dengan menggunakan program SPSS versi 17 seluruh pertanyaan valid karena nilai r Cronbach’Alpha > rtabel

sebesar r

0, >

r

0,361

.

Uji realibilitas dilakukan untuk melihat sejauh mana alat dapat dipercaya atau dapat diandalkan untuk digunakan sebagai alat ukur data. Uji reliabelitas dilakukan dengan menggunakan Alfa cronbach. Yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran dengan ketentuan nilai r Cronbach’Alpha > 0,61 . Hasil uji reliabilitas kue sioner kepada 30 responden diperoleh r Cronbach’Alpha 0, 631 untuk pengetahuan dan 0,656 untuk sikap,sehingga kuesioner dinyatakan valid dan layak digunakan. Pada uji validitas dan reliabilitas ini, responden bukan bagian dari sampel penelitian melainkan siswa putri pada SMK Negeri 8 Medan.

3.7. Aspek Pengukuran

1. Variable pengetahuan responden diukur dengan memberikan pertanyaan dari nomor 1 – 13. Masing-masing pertanyaan mempunyai skor benar/tepat 1 dan salah/tidak tepat 0. Sehingga skor tertinggi yang dapat dicapai responden adalah 13.

Cara menentukan kategori tingkat pengetahuan responden mengacu pada persentase berikut (Arikunto, 2007) :

 Baik, bila total skor jawaban > 75% dari nilai keseluruhan atau dalam interval 10 - 13.

 Cukup, bila total skor jawaban 40-75% dari nilai keseluruhan atau dalam interval 5 – 9,75.


(39)

 Kurang bila total skor < 40% dari nilai keseluruhan atau dalam interval 0–4.

2. Sikap

Variabel sikap menggunakan skala Likert dengan mengukur melalui 10 pertanyaan dengan item jawaban sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Adapun ketentuan pemberian bobot nilai pada item jawaban sikap sebagai berikut (Riduwan, 2007).

Pemberian bobot nilai pada item : Sangat setuju : 5

Setuju : 4

Netral/ ragu-ragu : 3 Tidak setuju : 2 Sangat tidak setuju : 1

Adapun skor tertinggi yang dapat dicapai responden adalah berjumlah 50. Cara menentukan kategori tingkat sikap responden mengacu pada persentase berikut (Pratomo, 1986) :

 Sikap baik bila skor > 75 % nilai keseluruhan atau dalam interval 41 – 50.

 Sikap sedang bila skor 40–75% nilai keseluruhan atau dalam interval 26 – 40.

 Sikap kurang baik bila skor < 40% nilai keseluruhan atau dalam interval 10 – 25.


(40)

3.8. Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan cara: 1. Editing

Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan/ meneliti data yang telah diperoleh untuk dilakukan pembetulan data yang keliru/ salah dan melengkapi data yang kurang. 2. Coding

Pada tahap ini dilakukan pemberian kode pada setiap jawaban kuesioner yang telah diisi.

3. Tabulating

Untuk mempermudah pengolahan data serta pengambilan kesimpulan, data dimasukkan ke dalam tabel distribusi frekuensi dan dianalisis dengan mengunakan SPSS.

3.9. Teknik Analisis Data

Data yang dikumpulkan, kemudian dianalisis untuk menggambarkan (mendeskripsikan) masing-masing variabel dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi.


(41)

BAB 4

HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Madrasah Aliyah Laboratorium (MAL) Sumatera Utara Medan didirikan sejak tahun 1994 dalam naungan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sumatera Utara Medan, dibawah pembinaan Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Sumatera Utara Medan, dan Rektor IAIN Sumatera Utara Medan sebagai penasehat. Lokasi sekolah berada di jln. IAIN/Sutomo no.1 Medan 20235 (Kampus I IAIN Medan).

Visi dan misi Madrasah Aliyah Laboratorium (MAL) IAIN Sumatera Utara Medan:

VISI:

Madrasah Aliyah Lboratorium (MAL) IAIN Sumatera Utara Medan menjadi Madrasah Aliyah Swasta yang unggul dalam memadukan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dan Ilmu Pengetahuan Agama (IMTAQ).

MISI:

1. Mempersiapkan siswa dalam pengulasan ilmu pengetahuan dan dan ilmu agama untuk dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih baik.

2. Mempersiapkan siswa untuk siap memasuki dunia kerja.

3. Mendidik siswa menjadi anggota masyarakat yang dapat mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial budaya dan alam sekitar yang dijiwai nilai dan ajaran Islam.


(42)

4. Meningkatkan wawasan siswa untuk lebih dapat mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan dijiwai nilai dan ajaran agama Islam.

5. Mempersiapkan mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Sumatera Utara Medan menjadi guru yang profesional.

4.1.2 Data Kesiswaan

Jumlah siswa tahun 2010 adalah 217 jiwa. Jumlah siswa laki-laki adalah 112 dan perempuan adalah 105. Berikut ini akan disajikan distribusi frekuensi karakteristik responden remaja putri di MAL IAIN Medan tahun 2010:

4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelas di MAL IAIN Medan Tahun 2010

Kelas Responden n %

- Kelas 1 18 36

- Kelas 2 16 32

- Kelas 3 16 32

Jumlah 50 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 50 responden yang diteliti mayoritas duduk di kelas 1 yaitu sebanyak 18 responden (36%).

4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di MAL IAIN Medan Tahun 2010

Umur Responden n %

- 15 tahun 10 20

- 16 tahun 24 48

- 17 tahun. 10 20

- 18 tahun. 6 12

Jumlah 50 100

Berdasarkan tabel 4.2. dapat diketahui bahwa dari 50 responden paling banyak berumur 16 tahun yaitu sebanyak 24 responden (48%), dan paling sedikit adalah berumur 18 tahun sebanyak 6 responden (12 %).


(43)

4.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Ibu di MAL IAIN Medan Tahun 2010

Pendidikan Ibu Responden n %

- SD 5 10

- SMP/sederajat 4 8

- SMA/sederajat 29 58

- Perguruan Tinggi (PT) 12 24

Jumlah 50 100

Berdasarkan tabel 4.3. dapat diketahui bahwa dilihat dari pendidikan ibu responden paling banyak adalah tingkat pendidikan SMA yaitu sebanyak 29 responden (58%), dan paling sedikit adalah berpendidikan SMP sebanyak 4 responden (8%). 4.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sumber Informasi Kesehatan di MAL IAIN Medan Tahun 2010

Sumber Informasi

n %

-Petugas Kesehatan, media cetak 12 24

- Keluarga, media elektronik, internet 15 30

- Media elektronik, teman. 10 20

-Internet, media cetak 13 26

Jumlah 50 100

Berdasarkan tabel 4.4. dapat diketahui bahwa paling banyak responden memperoleh informasi kesehatan dari kombinasi keluarga, media elektronik, dan internet yaitu sebanyak 15 responden (30%), dan paling sedikit adalah melalui kombinasi antara media elektronik dan teman yaitu sebanyak 10 responden (20%). 4.5. Pengetahuan Remaja Putri Tentang Anemia Defisiensi Besi dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Reproduksi.

Pengetahuan remaja putri tentang anemia defisiensi besi dan dampaknya terhadap kesehatan reproduksi dikategorikan menjadi 3 kelompok yaitu baik, sedang, dan kurang. Secara rinci distribusi pengetahuan responden dapat diketahui pada tabel


(44)

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Remaja Putri Tentang Anemia Defisiensi Besi dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Reproduksi di MAL IAIN Medan Tahun 2010.

Pengetahuan n %

Baik 10 20

Cukup 32 64

Kurang 8 16

Jumlah 50 100

Berdasarkan Tabel 4.5. dapat diketahui bahwa dari 50 orang responden, pengetahuan remaja putri tentang anemia defisiensi besi terhadap kesehatan reproduksi yang paling banyak berada pada kategori cukup, yaitu sebanyak 32 responden (64%), dan paling sedikit adalah kategori pengetahuan kurang sebanyak 8 responden (16%). Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Remaja Putri Tentang Anemia Defisiensi Besi dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Reproduksi Berdasarkan Kelas di MAL IAIN Medan Tahun 2010.

Kelas

Pengetahuan Jumlah

Baik Cukup Kurang

n % n % n % n %

Kelas 1 3 16,7 9 20 6 33,3 18 100

Kelas 2 2 12,5 12 75 2 12,5 16 100

Kelas 3 5 31,5 11 68,8 0 0 16 100

Jumlah 10 20 32 64 8 16 50 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden berpengetahuan baik paling banyak adalah dari responden kelas 3 yaitu sebanyak 5 responden (31,5%), dan tidak ada responden kelas 3 yang berpengetahuan kurang (0).

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Remaja Putri Tentang Anemia Defisiensi Besi dan dampaknya Terhadap Kesehatan Reproduksi Berdasarkan Umur di MAL IAIN Medan Tahun 2010.

Umur

Pengetahuan Jumlah

Baik Cukup Kurang

n % n % n % n %

15 tahun 2 20 3 30 5 50 10 100


(45)

18 tahun 2 33,3 4 66,7 0 0 6 100

Jumlah 10 20 32 64 8 16 50 100

Berdasarkan Tabel 4.7. dapat diketahui bahwa distribusi pengetahuan responden berdasarkan umur, mayoritas responden berpengetahuan cukup yaitu dari kelompok umur 16 tahun sebanyak 18 responden (75%) dan tidak ada responden yang berumur 17 dan 18 tahun yang berpengetahuan kurang (0).

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Remaja Putri Tentang Anemia Defisiensi Besi dan Dampaknya terhadap Kesehatan Reproduksi Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ibu di MAL IAIN Medan Tahun 2010.

Pendidikan

Pengetahuan Jumlah

Baik Cukup Kurang

n % n % n % n %

SD 1 20 3 60 1 20 5 100

SMP 0 0 2 50 2 50 4 100

SMA 3 10,3 21 72,4 5 17,2 29 100

Perguruan Tinggi (PT) 6 50 6 50 0 0 12 100

Jumlah 10 20 32 64 8 16 50 100

Berdasarkan Tabel 4.8. terlihat bahwa mayoritas responden yang berkategori pengetahuan cukup berdasarkan tingkat pendidikan ibu adalah SMA yaitu sebanyak 21 responden (72,4%). Selain itu dari 4 responden dengan pendidikan ibu adalah SMP tidak ada responden yang berpengetahuan baik. Lain halnya dengan responden yang pendidikan ibunya adalah Perguruan tinggi tidak ada responden berpengetahuan kurang (0).

Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Remaja Putri Tentang Anemia defisiensi Besi dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Reproduksi Berdasarkan Sumber Informasi Kesehatan di MAL IAIN Medan Tahun 2010.

Sumber Informasi

Pengetahuan Jumlah

Baik Cukup Kurang

n % n % n % n %


(46)

media cetak

- Keluarga, media elektronik, internet

2 13,3 9 60 4 26,7 15 100 - Media elektronik,

teman.

1 10 6 60 3 30 10 100 -Internet, media cetak 3 23,1 9 69,2 1 7,7 13 100

Jumlah 10 20 32 64 8 16 50 100

Berdasarkan Tabel 4.9. terlihat bahwa berdasarkan sumber informasi kesehatan mayoritas responden berpengetahuan cukup paling banyak dari kelompok responden yang memperoleh informasi melalui keluarga, media elektronik, dan internet sebanyak 9 responden (32,4%), dan sebanyak 4 responden (50%) yang memperoleh informasi kesehatan melalui media elektronik dan teman yang berpengetahuan kurang.

Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Jawaban Pertanyaan Pengetahuan Remaja Putri Tentang Anemia Defisiensi Besi dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Reproduksi di MAL IAIN Medan Tahun 2010.

Pernyataan Benar/Tepat Salah/Tidak

Tepat

n % n %

1. Pengertian anemia defisiensi besi. 40 80 10 20 2.Kelompok umur yang beresiko menderita

anemia defisiensi besi.

49 98 1 12

3.Penyebab remaja putri lebih beresiko menderita anemia defisiensi besi daripada remaja putra.

45 90 5 10

4.Bahan makanan/ minuman yang dapat menghambat penyerapan zat besi.

39 78 11 22

5. Bahan makanan yang banyak mengandung zat besi.

18 36 32 64

6. Kadar Hb normal untuk remaja putri. 29 58 21 42 7. Kebiasaan yang dapat menghambat penyerapan

zat besi oleh tubuh.

26 52 24 48

8. Penyebab seorang remaja putri dapat menderita anemia defisiensi besi:

24 48 26 52 9. Sebutkan dampak anemia defisiensi besi

terhadap remaja putri?

11 22 39 78


(47)

defisiensi besi.

11.Cara pemeriksaan untuk menentukan seseorang menderita anemia defisiensi besi.

30 60 20 40

12. Hal yang diketahui sebagai seorang calon ibu nantinya tentang dampak jika menderita anemia defisiensi besi dalam masa kehamilan dan persalinan.

29 58 21 42

13. Dampak anemia defisiensi besi bagi ibu pada masa nifas.

21 42 29 58

Dari Tabel 4.10 dapat dilihat pada umumnya remaja sudah mengetahui pengertian anemia defisiensi besi sebesar 80%, dan bayi, anak-anak, remaja putri dan ibu hamil serta nifas sebagai kelompok umur yang beresiko menderita anemia defisiensi besi dijawab dengan benar yaitu sebesar 98%. Kebiasaan dan bahan makanan yang dapat menghambat penyerapan zat besi juga cukup diketahui oleh responden dengan jawaban benar masing-masing adalah 78% dan 52%. Masih cukup banyak responden yang kurang mengetahui bahan makanan yang kaya zat besi (64), penyebab remaja putri dapat menderita anemia defisiensi besi (52%), dampak anemia defisiensi besi terhadap remaja putri (78%) dan bagaimana pencegahannya (72%). Mengenai cara pemeriksaan untuk menentukan seseorang menderita anemia defisiensi besi dan hal yang diketahui sebagai seorang calon ibu nantinya tentang dampak jika menderita anemia defisiensi besi dalam masa kehamilan dan persalinan dimana masing-masing persentase total jawaban benar adalah 60% dan 58%. Sedangkan dampak anemia defisiensi besi terhadap ibu pada masa nifas masih kurang diketahui responden dengan persentase jawaban salah 58%.

4.11 Sikap Tentang Anemia Defisiensi Besi Terhadap Kesehatan Reproduksi di MAL IAIN Medan Tahun 2010.


(48)

Sikap remaja tentang anemia defisiensi besi terhadap kesehatan reproduksi terkategori atas tiga yaitu baik, cukup, dan kurang. Secara rinci dapat dilihat tingkat pengetahuannya sebagai berikut:

Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Sikap Remaja Putri Tentang Anemia Defisiensi Besi dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Reproduksi di MAL IAIN Medan Tahun 2010.

Sikap n %

Baik 9 18

Cukup 34 68

Kurang 7 14

Jumlah 50 100

Berdasarkan Tabel 4.11 dapat diketahui bahwa sikap tentang anemia defisiensi besi terhadap kesehatan reproduksi pada responden yaitu paling banyak pada kategori cukup yaitu sebanyak 34 orang (68%), dilanjutkan sikap baik sebanyak 9 orang (18%) dan sikap kurang sebanyak 7 orang (14%).

Tabel 4.12. Distribusi Frekuensi Sikap Remaja Putri Tentang Anemia Defisiensi Besi dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Reproduksi Berdasarkan Kelas di MAL IAIN Medan Tahun 2010.

Kelas

Sikap Jumlah

Baik Cukup Kurang

n % n % n % n %

Kelas 1 2 11,1 9 50 7 38,9 18 100

Kelas 2 3 18,8 13 81,2 0 0 16 100

Kelas 3 4 25 12 75 0 0 16 100

Jumlah 9 18 34 68 7 14 50 100

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden kelas 3 bersikap baik yaitu sebanyak 4 responden (25%) dan mayoritas responden yang bersikap kurang baik yaitu siswi kelas 1 sebanyak 7 responden (38,9%).

Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Sikap Remaja Putri Tentang Anemia Defisiensi Besi dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Reproduksi Berdasarkan Umur di


(49)

Umur

Sikap Jumlah

Baik Cukup Kurang

n % n % n % n %

15 tahun 2 20 6 60 2 20 10 100

16 tahun 3 12,5 15 62,5 5 30 24 100

17 tahun 2 20 8 80 0 0 10 100

18 tahun 2 33,3 4 66,7 0 0 6 100

Jumlah 9 18 34 68 7 14 50 100

Berdasarkan Tabel 4.13. terlihat bahwa mayoritas responden dengan umur 16 tahun mayoritas memiliki kategori sikap cukup yaitu sebanyak 15 responden (62,5%), sedangkan untuk responden dengan umur 17 dan 18 tahun tidak ada yang memiliki kategori sikap kurang (0).

Tabel 4.14. Distribusi Frekuensi Sikap Remaja Putri Tentang Anemia Defisiensi Besi dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Reproduksi Berdasarkan Tingkat Pendidikan Ibu di MAL IAIN Medan Tahun 2010.

Pendidikan

Sikap Jumlah

Baik Cukup Kurang

n % n % n % n %

SD 1 20 3 60 1 20 5 100

SMP/sederajat 0 0 4 100 0 0 4 100

SMA/sederajat 4 13,8 20 69 5 17,2 29 100

Universitas 4 33,3 7 58,3 1 8,3 12 100

Total 9 18 34 68 7 14 50 100

Berdasarkan Tabel 4.14. terlihat bahwa berdasarkan pendidikan ibu mayoritas responden bersikap cukup baik yaitu dari kelompok responden yang ibunya berpendidikan SMA/sederajat sebanyak 20 responden (69%), sedangkan responden yang ibunya berpendidikan terakhir dari perguruan tinggi masih ada yang bersikap kurang baik yaitu 1 orang (8,3%).


(50)

Tabel 4.15 Distribusi frekuensi Sikap Remaja Putri Tentang Anemia Defisiensi Besi dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Reproduksi Berdasarkan Sumber Informasi Kesehatan di MAL IAIN Medan Tahun 2010.

Sumber Informasi

Sikap Jumlah

Baik Cukup Kurang

n % n % n % n %

-Petugas Kesehatan, media cetak

3 25 9 75 0 0 12 100 - Keluarga, media

elektronik, internet

2 13,3 10 66,7 3 20 15 100 -Media elektronik, teman. 1 10 7 70 2 20 10 100 -Internet, media cetak 3 23,1 8 61,5 2 15,4 13 100 Jumlah 9 18 34 68 7 14 50 100 Berdasarkan Tabel 4.15. terlihat bahwa mayoritas responden yang bersikap baik memperoleh informasi melalui petugas kesehatan dan media cetak sebanyak 3 orang (25%) dan melalui internet dan media cetak juga sebanyak 3 orang (23,1%), dan tidak ada responden yang memperoleh informasi kesehatan melalui petugas kesehatan dan media cetak yang bersikap kurang baik (0).

Tabel 4.16 Distribusi Frekuensi Jawaban Pernyataan Sikap Remaja Putri Tentang Anemia Defisiensi Besi dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Reproduksi di MAL IAIN Medan Tahun 2010.

Pernyataan SS S N TS STS

n % n % n % n % n %

1. Anemia defisiensi besi

merupakan masalah kesehatan yang penting untuk diperhatikan.

14 28 28 56 5 10 3 6 0 0

2.Anemia defisiensi besi dapat menyerang siapa saja terutama bayi, remaja putri dan ibu hamil.

15 30 23 46 7 14 5 10 0 0

3. Pencegahan anemia defisiensi besi harus dilakukan sejak dini.

20 40 16 32 9 18 5 10 0 0

4.Anemia defisiensi besi dapat dicegah jika asupan defisiensi seimbang sejak awal (masa anak-anak hingga remaja).


(51)

menyebabkan remaja putri rawan terkena anemia defisiensi besi adalah karena diet terhadap jenis makanan tertentu.

6. Bila dijumpai gejala lemas, pusing, pandangan berkunang-kunang, dan daya konsentrasi, daya ingat, serta

kemampuan belajar terganggu maka remaja tersebut menderita anemia defisiensi besi.

16 32 17 34 9 18 7 14 1 2

7. Anemia defisiensi besi pada usia remaja dapat berlanjut hingga dewasa dan memengaruhi kehamilan nantinya.

6 12 6 12 28 56 4 8 6 12

8. Anemia defisiensi besi yang berkelanjutan hingga masa kehamilan dapat mengakibatkan gangguan kehamilan/ keguguran.

5 10 14 28 15 30 10 20 6 12

9.Anemia defisiensi besi

dapat mengakibatkan kecacatan/ meninggal pada janin yang dikandung.

5 10 27 54 9 18 6 12 3 6

10.Pada masa persalinan anemia defisiensi besi dapat memperberat perdarahan bahkan kematian pada ibu.

9 18 12 24 9 18 15 30 5 10

Ket: SS : Sangat Setuju TS : Tidak Setuju

S : Setuju STS : Sangat Tidak Setuju N : Netral

Berdasarkan Tabel 4.16. terlihat bahwa pernyataan anemia defisiensi besi merupakan masalah kesehatan yang penting untuk diperhatikan dan anemia defisiensi besi dapat menyerang siapa saja terutama bayi, remaja putri dan ibu hamil paling banyak menjawab setuju sebesar 56% dan 46%. Pencegahan anemia defisiensi besi harus dilakukan sejak dini paling banyak responden menjawab sangat setuju sebesar 40%. Anemia defisiensi besi dapat dicegah jika asupan defisiensi seimbang sejak awal


(52)

(masa anak-anak hingga remaja) paling banyak responden menjawab tidak setuju sebesar 46%. Salah satu faktor yang menyebabkan remaja putri rawan menderita anemia defisiensi besi adalah karena diet terhadap jenis makanan tertentu paling banyak responden menjawab setuju sebesar 48%. Bila dijumpai gejala lemas, pandangan berkunang-kunang, dan daya konsentrasi, daya ingat, serta kemampuan belajar terganggu maka remaja tersebut menderita anemia defisiensi besi paling banyak responden menjawab setuju yaitu sebesar 34%. Anemia defisiensi besi pada masa remaja dapat berlanjut hingga dewasa dan memengaruhi kehamilan nantinya paling banyak responden menjawab ragu-ragu yaitu sebesar 56%. Anemia defisiensi besi yang berkelanjutan sampai masa kehamilan dapat mengakibatkan gangguan kehamilan/ keguguran paling banyak responden menjawab ragu-ragu sebesar 30%, anemia defisiensi besi dapat mengakibatkan kecacatan/ meninggal pada janin yang dikandung ibu yang menderita anemia defisiensi besi paling banyak responden menjawab setuju yaitu sebesar 24%. Dan, pada masa persalinan anemia defisiensi besi dapat memperberat perdarahan bahkan menyebabkan kematian paling banyak responden menjawab tidak setuju yaitu sebesar 30%.

Tabel 4.17. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Remaja Putri Berdasarkan Sikap Tentang Anemia Defisiensi Besi dan Dampaknya Terhadap Kesehatan

Reproduksi di MAL IAIN Medan Tahun 2010.

Pengetahuan Sikap Jumlah

Baik Cukup Kurang n %

n % n % n %

Baik Cukup Kurang 5 4 0 50 12,5 0 5 23 6 50 71,9 75 0 5 2 0 15,6 25 10 32 8 20 64 16


(53)

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden berpengetahuan cukup baik dan bersikap cukup baik pula sebanyak 23 responden (71,9%), dari 10 responden yang berpengetahuan baik 5 responden (50%) bersikap baik juga, 5 responden (50%) bersikap cukup baik, dan tidak ada satupun yang bersikap kurang baik.

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1Pengetahuan Remaja putri Mengenai Anemia Defisiensi Besi Terhadap Kesehatan Reproduksi.

Menurut Notoadmojo (2007) pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, penginderaan terjadi melalui panca indra diantaranya melalui penglihatan dan pendengaran. Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan remaja putri mengenai anemia defisiensi besi terhadap kesehatan reproduksi paling banyak adalah kategori pengetahuan cukup yaitu sebanyak 32 responden (64%), kategori baik sebanyak 10 responden (20%), dan kategori kurang sebanyak 8 responden (16%).

Pengetahuan remaja putri mengenai anemia defisiensi besi terhadap kesehatan reproduksi dapat diperoleh dari berbagai sumber. Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca indera. Engle et al. (1994) mendefinisikan pengetahuan sebagai informasi yang disimpan dalam bentuk ingatan yang menjadi penentu utama perilaku konsumen. Pengetahuan diperoleh melalui pendidikan formal, nonformal, media massa dan orang lain.


(54)

Senada dengan hal tersebut, hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan responden mengenai anemia defisiensi besi terhadap kesehatan reproduksi paling banyak diperoleh dari kombinasi antara keluarga, media elektronik, dan internet (60%) serta melalui internet dan media cetak (69,2%). Hal ini dapat dimaklumi karena sumber informasi berupa media massa adalah media informasi yang cukup berkembang dan mudah diakses sehingga dapat kita lihat bahwa hampir sebagian besar masyarakat menggunakan media cetak dan elektronik sebagai sumber informasi. Selain itu, keluarga adalah orang terdekat sebagai sumber informasi senada dengan Notoatmodjo yang mengatakan bahwa pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman diri sendiri dan orang lain, dalam kaitannya dengan hal ini adalah orang tua, dan petugas kesehatan.

Dari hasil penelitian juga masih dijumpai responden dengan kategori pengetahuan kurang (16%). Hal ini bisa disebabkan beberapa faktor antara lain faktor umur dan sumber informasi kesehatan. Dimana dapat kita ketahui bahwa responden yang paling banyak memiliki pengetahuan kategori kurang adalah responden yang memperoleh informasi mengenai anemia defisiensi besi dan dampaknya terhadap kesehatan reproduksi melalui teman, keluarga, media elektronik dan internet (56,7%). Tentu saja hal ini dapat terjadi karena teman dan keluarga belum tentu memiliki pengetahuan atau informasi yang baik mengenai suatu hal terutama masalah kesehatan. Selain itu, responden yang paling banyak memiliki pengetahuan kategori kurang adalah responden dari kelompok umur 15 tahun (50%). Berbeda dengan kelompok umur yang lebih tinggi yaitu 17 dan 18 tahun tidak ada yang memiliki pengetahuan dengan kategori kurang. Hal ini senada dengan Hendra (2008) yang mengutip pendapat Abu Ahmadi yang mengatakan daya ingat seseorang itu salah satunya dipengaruhi umur


(55)

maka perkembangan mentalnya bertambah baik sehingga dapat disimpulkan bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya.

5.2. Sikap Remaja Putri Mengenai Anemia Defisiensi Besi Terhadap Kesehatan Reproduksi

Sikap responden mengenai anemia defisiensi besi terhadap kesehatan reproduksi sebagian besar adalah berkategori cukup (68%), baik (18%), dan kurang (14%). Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari 56% remaja yang setuju tentang anemia defisiensi besi merupakan masalah kesehatan yang penting untuk diperhatikan, 10% responden tidak setuju pencegahan anemia defisiensi besi harus dilakukan sejak dini dan bahwa anemia defisiensi besi dapat menyerang siapa saja terutama bayi, remaja putri, dan ibu hamil. Menjawab tidak setuju 46% anemia dapat dicegah jika asupan defisiensi seimbang sejak awal (masa anak-anak hingga remaja). Anemia defisiensi besi pada usia remaja dapat berlanjut hingga dewasa dan memengaruhi kehamilan nantinya dijawab ragu-ragu 56%. 30% responden yang menjawab ragu-ragu bahwa anemia defisiensi besi yang berkelanjutan sampai masa kehamilan dapat mengakibatkan gangguan kehamilan/ keguguran dan kecacatan/ meningggal pada janin yang dikandung oleh ibu yang menderiata anemia defisiensi besi. Juga, 30% responden yang tidak setuju pada masa persalinan anemia defisiensi besi dapat memperberat perdarahan bahkan mengakibatkan kematian pada ibu.

Menurut Sunaryo (2004) faktor penentu sikap seseorang salah satunya adalah faktor komunikasi sosial. Informasi yang diterima individu tersebut dapat menyebabkan


(56)

perubahan sikap pada diri individu tersebut. Positif atau negatif informasi dari proses komunikasi tersebut tergantung seberapa besar hubungan sosial dengan sekitarnya mampu mengarahkan individu tersebut bersikap dan bertindak sesuai dengan informasi yang diterimanya. Hal ini dapat dilihat dari jawaban responden yang memperoleh informasi dari petugas kesehatan dan media cetak tidak ada yang bersikap negatif.

Sementara menurut Allport (1954) dalam Notoatmojo (2005), sikap terdiri dari tiga komponen pokok yaitu: 1) kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek. 2) kehidupan emosional orang atau evaluasi terhadap objek, bagaimana penilaian orang tersebut terhadap objek. 3) kecenderungan untuk bertindak (trend to behave), artinya sikap adalah komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap yang terbentuk akan menunjukkan bagaimana tingkat kemampuan seseorang dalam menanggapi/merespon stimulus yang terjadi. Apabila stimulus yang ada ditanggapi/direspon dengan baik maka akan terbentuklah sikap yang baik dan benar dan sebaliknya.

Menurut Maulana (2009) Sikap dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Sehingga diketahui adanya responden yang bersikap kurang (14%) bisa disebabkan karena turut berperannya orang tua (faktor eksternal) dalam hal ini ibu sebagai individu yang cenderung lebih dekat dengan remaja putri. Dari hasil penelitian diketahui bahwa berdasarkan pendidikan ibu tidak ada resonden dengan tingkat pendidikan ibunya SMP yang bersikap baik, sedangkan mayoritas responden yang bersikap baik adalah yang tingkat pendidikan ibunya SMA (13,8%) dan perguruan tinggi (universitas ) (33,3%). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin besar kesempatan mendapatkan informasi. Sementara responden yang


(57)

berpendidikan rendah cenderung memiliki sikap kurang baik. Sehingga ibu yang memiliki sikap kurang baik juga dapat memengaruhi remaja putrinya untuk bersikap kurang baik juga.

5.3. Distribusi Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Berdasarkan Sikap Tentang Anemia Defisiensi Besi Dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Reproduksi

Berdasarkan tabel 4.17. dari 50 remaja putri mayoritas berpengetahuan cukup baik dan bersikap cukup baik pula yaitu sebanyak 18 responden (71,9%), sebanyak 5 responden (50%) berpengetahuan baik dan bersikap baik juga, serta 2 responden (25%) responden berpengetahuan kurang dan bersikap kurang juga.

Sebelum seseorang mengadopsi perilaku (berperilaku baru), ia harus tahu terlebuh dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya atau keluarga. Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek, proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek kesehatan tersebut (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan sering diperoleh dari pengalaman diri sendiri maupun pengalaman yang diperoleh dari orang lain, pengetahuan yang baik akan mendorong seseorang untuk menampilkan sikap yang sesuai dengan pengetahuannya yang telah didapatkan. Berdasarkan teori yang ada bahwa pengetahuan dapat memengaruhi sikap seseorang, dengan pengetahuan yang baik maka akan terwujud sikap yang baik pula, demikian sebaliknya. Dalam penelitian ini diketahui bahwa mayoritas remaja putri berpengetahuan cukup baik disebabkan karena masih kurangnya informasi yang diperoleh remaja putri tentang anemia defisiensi besi dan dampaknya terhadap kesehatan reproduksi. Ini dapat dilihat dari pertanyaan pengetahuan diantaranya 32 responden (64%) kurang mengetahui bahan makanan yang banyak mengandung zat


(1)

besi, 26 responden (52%) kurang mengetahui penyebab remaja putri dapat menderita aenmia defisiensi besi, 39 responden (78%) kurang mengetahui dampak anemia defisiensi besi terhadap remaja putri, dan 29 responden (58%) kurang mengetahui dampak anemia defisiensi besi bagi ibu dalam masa nifas.


(2)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan terhadap hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengetahuan remaja putri mengenai anemia defisiensi besi terhadap kesehatan reproduksi di MAL IAIN Medan adalah dalam kategori cukup yaitu sebanyak 37 responden (64%), berpengetahuan baik sebanyak 10 responden (20%), dan berpengetahuan kurang sebanyak 8 responden (16%).

2. Sikap remaja putri mengenai anemia defisiensi besi terhadap kesehatan reproduksi di MAL IAIN Medan adalah dalam kategori cukup yaitu sebanyak 34 responden (68%), bersikap baik sebanyak 9 responden (16), dan bersikap kurang sebanyak 7 orang (14%).

6.2. Saran

1. Disarankan bagi pihak sekolah bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kota Medan melalui Dinas Pendidikan Kota Medan menyelenggarakan kegiatan penyuluhan mengenai anemia defisiensi besi terhadap kesehatan reproduksi. 2. Disarankan bagi guru mata pelajaran Biologi untuk dapat memberikan informasi

tentang anemia defisiensi besi dan dampaknya terhadap kesehatan reproduksi, terutama mengenai bahan makanan yang banyak mengandung zat besi, penyebab remaja put ri dapat menderita anemia defisiensi besi, dampak anemia


(3)

defisiensi besi terhadap remaja putri, dan dampak anemia defisiensi bila terus berlanjut hingga dewasa yang akhirnya mempengaruhi kehamilan, persalinan, dan nifas.

3. Disarankan bagi remaja putri untuk lebih meningkatkan pengetahuan mengenai anemia defisiensi besi dan dampaknya terhadap kesehatan reproduksi.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Djaeni. 2000. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa Profesi Di Indonesia. Dian Rakyat: Jakarta.

Adi, Etisa. 2006. Memutus Rantai Panjang Anemia. Diperoleh dari http://www.suaramerdeka.com/ pada tanggal 20 juni 2010.

Almatsier, Sunita. 2001. Pengaruh Pendekatan Belajar, Status Anemia Gizi & Tambahan Zat Besi Terhadap Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar. Info Pangan dan Gizi: Jakarta.

Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Anita,K. 2007. Kurang Darah Menyerang Anak. Diperoleh dari

http:/

Ariyanto. 2008. Remaja Putri dan Anemia. Diperoleh dari

Bambang, Tri. 2007. Anemia Defisiensi Besi Pada Anak Sekolah. Diperoleh dari http://www.suaramerdeka.com/. Diakses pada tanggal 23 Maret 2010.

Depkes RI, 1996. Pedoman Operasional Penanggulangan Anemia Gizi di Indonesia. Jakarta

Depkes RI. 1998. Pedoman Penanggulangan Anemia Gizi Untuk Remaja Putri Wanita Usia Subur dan Calon Pengantin. Depkes RI: Jakarta.

Engel, J.F, et al., 1994. Perilaku Konsumen (Terjemahan). Binarupa Aksara: Jakarta.

Haryati, dkk., 2004. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. EGC, Jakarta. Hallberg, L & Rossander-Hulthen, L., 1991. Iron Requirements in

Menstruating Women. Am J Clin Nutr vol. 54.

Hendra A.W, 2008. Http//www.ajang berkarya.wordpress.com/2008/06

Isniati. 2007. Wanita Lebih Beresiko Terkena Anemia. Diperoleh dari http://pemkomedan.go.id. Diakses pada tanggal 19 februari 2010.

Juanita. 2008. Suplemen Iron Zinc Antisipasi Anemia Pada Remaja Putri. Diperoleh dar pada 18 Februari 2010.


(5)

Kedeputian Bidang Koordinasi Pemberdayaan Perempuan dan Kesejahteraan Anak. 2008. Profil Perempuan dan Anak Indonesia 2007. Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia: Jakarta.

Kennedy, G., Nantel, G., dan Shetty, P. 2005. The Scourge of “Hidden Hunger”: Global Dimension of Micronutrien Deficient. FAO Corporate Document Repository. Diperoleh dari http:/

Mansjoer A, Dkk. 2000. Hematologi Anak, Kapita Selekta Kedokteran, ed. 3. Media Aesculapius FKUI: Jakarta.

Mary E. Beck. 2000. Ilmu Gizi dan Diet Hubungan dengan penyakit-penyakit untuk Perawat dan Dokter. Yayasan Essentia Medica: Yogyakarta.

Maulana, J.D.H. 2009. Promosi Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta. Muhilal, dkk. 2004. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Widya Karya

Pangan & Gizi VIII. LIPI, Jakarta

NAAC (National Anemia Action Council). 2005. Iron Deficiency Anemia. Diperoleh dari http:/

Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan Kesehatan dan Ilmu perilaku. PT. Rineka Cipta: Jakarta.

Notoatmodjo, S. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya. Rineka Cipta: Jakarta.

Permono B.,dkk. 2005. Anemia Defisiensi Besi, dalam buku ajar hematology – oncology. Badan penerbit IDAI: Jakarta.

Pratomo, H dan Sudarti. 1986. Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian Bidang Kesehatan Masyarakat. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Jakarta.

Price, Sylvia A, 2005. Patofisiologi. EGC: Jakarta.

Riduwan, 2007. Variabel – Variabel Penelitian. Alfabeta. Jakarta

Sastroasmoro S. 2010. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Sagung Seto: Jakarta.

Stolzfus, R.J., 2001. Defining Iron Deficiency Anemia in Public Health Terms: A Time for Reflection. American Society for Nutritional Sciences. Sediaoetama, A.D. 2001. Ilmu Gizi. Jakarta: Dian Rakyat.


(6)

Soemantri, Soenarto. 2001. Anemia Pada Adolescense (Remaja). Bagian Penyakit Dalam; Bagian Kesehatan Anak FK UNDIP: Semarang.

Suartika, W.I. 1999. Prevalensi Anemia Pada Ibu Hamil di Puskesmas Bualemo Sulawesi Tengah. Cermin Dunia Kedokteran 125:44-45.

Sudoyo, dkk. 2006. Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid II. EGC: Jakarta.

Sunaryo, 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Yoppy, W. 2007. Anemia Gizi Besi Masih Cukup Tinggi. Diperoleh melalui