Perubahan Penutupan Lahan Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Distribusi Suhu Permukaan di Kota Bogor Dengan Menggunakan Citra Satelit Landsat dan Sistem Informasi Geografis

hasil pengolahan citra memiliki luasan yang paling kecil dibandingkan kecamatan yang lain yaitu hanya seluas 825,21 Ha. Kondisi pertanian berupa ladang ini di Kota Bogor terletak menyebar dipinggiran Kota. Kondisi persebaran ladang ini terlihat jelas pada peta penutupan lahan Tahun 2006 yaitu pada gambar 11. Dari hasil klasifikasi berdasarkan pengecekan lapang kelas penutupan lahan berupa sawah di Kota Bogor pada Tahun 2006 seluas 797,31 Ha menutupi 6,76 dari total luasan Kota Bogor. Sebagian besar luasan sawah di Kota Bogor pada Tahun 2006 terdapat di Kecamatan Bogor Barat dan Kecamatan Bogor Selatan. Dari hasil survey langsung dilapangan diketahui bahwa kondisi hidrologi pada area pertanian di Kecamatan Bogor Barat dan Kecamatan Bogor Selatan cukup bagus untuk persawahan. Area pertanian di dua kecamatan ini sering tergenang air. Ketersediaan air inilah yang menyebabkan banyak masyarakat yang menjadikan areal pertaniannya menjadi sawah. Berdasarkan rekapitulasi luasan hasil pengolahan citra Landsat ETM 2006 kelas penutupan lahan berupa semak dan rumput di Kota Bogor pada Tahun 2006 adalah seluas 341,46 Ha dengan persentase 2,89 dari total luasan Kota Bogor. Pada tahun 2006 ini semak dan rumput terluas di Kecamatan Bogor Selatan. Pada peta penutupan lahan 2006 yaitu pada gambar 11. terlihat bahwa semak dan rumput terletak menyebar di Kecamatan Bogor Selatan. Selain di Kecamatan Bogor Selatan semak dan rumput juga terdapat di padang rumput Istana Bogor dan padang golf di Kecamatan Bogor Barat. Kelas penutupan lahan dengan luasan terkecil pada tahun 2006 di Kota Bogor adalah badan air. Luasan badan air di Kota Bogor seluas 92,16 Ha yang berarti menutupi 0,78 dari total luasan Kota Bogor. Komponen penyusun Badan air di Kota Bogor ini di dominasi oleh Sungai Cisadane, Sungai Ciliwung dan Situ Gede yang terletak di Kecamatan Bogor Barat.

5.2. Perubahan Penutupan Lahan

Dari hasil pengolahan citra Landsat TM 1997 dan ETM 2006 diketahui bahwa perubahan penutupan lahan di Kota Bogor terjadi pada setiap kelas penutupan lahan. Perubahan penutupan lahan sangat dipengaruhi oleh perubahan jumlah penduduk dengan berbagai aktifitasnya dalam memenuhi kebutuhan hidup. Peningkatan luasan penutupan lahan terjadi pada kelas penutupan lahan berupa sawah dan kelas penutupan lahan terbangun. Tabel 6. Data Kependudukan Kota Bogor Tahun 1997 dan 2006 Jumlah Rumah Tangga Jumlah penduduk Kepadatan Penduduk Jiwakm2 No. Wilayah 1997 2006 1997 2006 Luas km2 1997 2006 1 Bogor Selatan 28.041 39.050 131.756 170.909 30,81 4.276 5.547 2 Bogor Timur 14.151 18.594 66.976 89.237 10,15 6.599 8.792 3 Bogor Utara 23.506 35.187 101.436 153.843 17,72 5.724 8.682 4 Tanah Sereal 26.613 35.517 119.651 163.226 18,84 6.351 8.664 5 Bogor Tengah 19.421 24.256 103.973 106.075 8,13 12.789 13.047 6 Bogor Barat 36.047 41.753 150.088 195.808 32,85 4.569 5.961 Jumlah 147.779 194.357 673.880 879.098 118,50 5.687 7.419 Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bogor, 1998 dan 2006 1000 2000 3000 4000 5000 6000 Badan air Vegetasi Sawah Ladang Semak dan rumput Terbangun Penutupan Lahan Lu a s H a 1997 2006 Gambar 12. Grafik Perubahan Penutupan Lahan. Pada Gambar 12 terlihat bahwa dari berbagai kelas penutupan lahan di Kota Bogor, yang mengalami peningkatan jumlah luasan paling besar adalah kelas penutupan lahan terbangun. Luasan kelas penutupan lahan bertambah dari 5191,65 Ha pada Tahun 1997 bertambah menjadi 5597,64 Ha. Hal ini berarti luasan penutupan lahan terbangun di Kota Bogor mengalami peningkatan sebesar 405,99 Ha yaitu sebesar 7,82 dari luasan penutupun lahan terbangun Tahun 1997. Peningkatan luasan area terbangun di Kota Bogor ini berbanding lurus dengan pertumbuhan penduduk sebagaimana disajikan pada Tabel 6 Pada Tahun 1997 jumlah penduduk Kota Bogor sebesar 673.880 jiwa dengan kepadatan 5.687 Jiwakm 2 yang terdiri dari 147.779 rumah tangga, sedangkan pada Tahun 2006 jumlah penduduk Kota Bogor mengalami peningkatan menjadi 879.098 jiwa dengan kepadatan 7.419 Jiwakm 2 yang terdiri dari 194.357 rumah tangga. Walaupun Kecamatan Bogor Tengah merupakan pusat kota, namun perubahan luasan menjadi area terbangun tidak begitu besar. Hal tersebut dikarenakan Kecamatan Bogor Tengah sudah hampir mencapai kapasitas maksimal terbangun. Peningakatan luasan terbangun terbesar terletak di Kecamatan Bogor Selatan. Pada gambar 10 dan gambar 11 yaitu peta penutupan lahan 1997 dan 2006 terlihat bahwa perkembangan area terbangun terjadi dari pusat kota kearah pinggiran kota. Peningkatan luasan terbangun ini biasanya area yang dibangun untuk pemukiman beserta fasilitasnya berupa jalan dan pengerasan pekarangan. Selain kelas penutupan lahan terbangun, kelas penutupan lahan berupa sawah juga mengalami peningkatan luasan. Luasan kelas penutupan lahan sawah pada Tahun 1997 sebesar 702,00 Ha dan mengalami peningkatan luasan menjadi 797,31 Ha pada Tahun 2006. Luasan penutupan lahan berupa sawah meningkat sebesar 95,31 Ha yaitu sebesar 13,58 dari luasan penutupan lahan berupa sawah pada Tahun 1997. Sebagaimana telah dijelaskan diawal yaitu bahwa untuk lahan pertanian kering ladang pada musim penghujan atau pada kondisi tertentu ada yang berubah fungsi menjadi lahan pertanian basah sawah yang ditanami dengan tanaman padi dengan kondisi lahan sering tergenang air. Jadi, dapat disimpulkan bahwa perubahan ini tidak permanen karena pada suatu waktu dengan kondisi yang berbeda dapat berubah fungsi lagi menjadi ladang kembali. Perubahan permanen hanya akan terjadi bila sawah dirubah menjadi lahan terbangun. Penurunan luasan penutupan lahan terjadi pada kelas penutupan lahan berupa badan air, semak dan rumput, ladang, dan vegetasi pohon. Penutupan lahan yang mengalami penurunan luasan terbesar adalah kelas penutupan lahan yang berupa ladang. Penurunan luas penutupan lahan berupa ladang adalah sebesar 385,38 Ha yang berarti mengalami penurunan luasan sebesar 14,59 . Penurunan luasan ladang ini mungkin terjadi karena makin tingginya kebutuhan penduduk Kota Bogor akan tempat tinggal sebagai akibat terjadinya pertumbuhan penduduk. Selain itu, perubahan luas ladang ini juga dikarenakan sebagian luasan mengalami perubahan fungsi menjadi area pertanian basah sawah. Kondisi perubahan penutupan lahan dari ladang menjadi sawah ini berlaku juga sebaliknya seperti telah dijelaskan sebelumnya. Penutupan lahan berupa vegetasi pohon dalam kurun waktu 1997 hingga 2006 mengalami penurunan luasan sebesar 96,66 Ha yang berarti vegetasi telah terjadi konversi lahan bervegetasi sebesar 3,44 dari luasan vegetasi pohon Tahun 1997. Penurunan luasan penutupan lahan bervegetasi pohon selain karena adanya kebutuhan lahan yang lebih untuk tempat tinggal dan konversi ke kelas penutupan lahan lainnya juga disebabkan karena ditebangnya beberapa pohon peneduh jalan. Ditebangnya pohon peneduh jalan ini biasanya dikarenakan kondisi pohon yang sudah terlalu tua, sehingga agar tidak membahayakan pengguna jalan maka pohon di tebang. Penutupan lahan berupa semak dan rumput juga mengalami penurunan luasan yaitu sebesar 3,6 Ha yang berarti mengalami penurunan luasan sebesar 1,04 dari luasan penutupan lahan berupa semak dan rumput Tahun 1997. penurunan luasan semak dan rumput ini paling sedikit jika dibandingkan dengan kelas penutupan lahan lainnya. Hal ini disebabkan karena semak dan rumput di Kota Bogor sebagian besar luasannya berada pada lapangan golf dan padang rumput Halaman Istana Bogor. Pada kedua tempat ini kemungkinan terjadinya konversi lahan sangat kecil sekali. Berdasarkan citra Landsat TM Tahun 1997 dan ETM 2006 badan air di Kota Bogor juga mengalami penurunan luasan yaitu sebesar 15,57 Ha dengan persentase 14.45 . Penurunan luasan badan air di Kota Bogor ini kondisinya berbeda dengan kelas penutupan lahan lainnya. Perubahan luasan badan air di Kota Bogor ini sangat dipengaruhi oleh waktu pengambilan citra karena sebagian besar luasan badan air didominasi oleh sungai yaitu sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane. Pada dasar permukaan Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane terdapat banyak bebatuan sehingga apabila pada saat pengambilan citra kondisi debit air sungai menurun maka kemungkinan sungai akan terdeteksi sebagai terbangun.

5.3. Distribusi Suhu Permukaan