Praktik magang di LPPOM MUI dan tinjauan ilmiah keharaman daging bangkai dan produk darah dalam islam

(1)

PRAK

KEHAR

KTIK MAG

RAMAN DA

FAKU

IN

GANG DI L

AGING BAN

AM

ULTAS TE

NSTITUT P

LPPOM MU

NGKAI DA

ISLAM

SKRIPSI

MELIA SAF

F24070044

EKNOLO

PERTANI

BOGOR

2011

UI DAN TIN

AN PRODU

FITRI

4

GI PERTA

IAN BOG

R

NJAUAN IL

UK DARAH

ANIAN

GOR

LMIAH

DALAM


(2)

i

INTERNSHIP PROGRAM IN LPPOM MUI AND A REVIEW OF

SCIENTIFIC ASPECTS ON CARRION AND

BLOOD-DERIVED PRODUCTS AS FORBIDDEN FOODS IN ISLAM

Amelia Safitri1, Joko Hermanianto1, Sumunar Jati2

1

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Engineering and Technology, Bogor Agricultural University, PO BOX 220 Bogor, West Java, Indonesia

2

The Assesment Institute for Foods, Drugs, and Cosmetics Indonesian Council of Ulama (LPPOM MUI), LPPOM MUI, IPB Baranangsiang, Bogor

Phone: +6285-6198-0576, e-mail: safitri.amelia@gmail.com

ABSTRACT

Food safety has become major issues in the food chain. In many societies, religion plays one of the most influential roles in food choice that makes the spiritual aspect becomes a focus in food safety terms today. Despite the prohibition of blood and carrions have been clearly stated in Islamic dietary laws, there are still practices in purchasing or consuming of these products. These products are treated as a waste that must be eliminated because no further uses are allowed. It is important to realize that the risk of forbidden foods should be based on scientific approach that can be applied to all sectors. The objective of the review was to highlight biochemical, microbiological and health aspects of forbidden foods (carrion and blood-derived products). The review showed the carrion contains remaining-blood in the vessel that possibly absorbed into the body while consume it. The review covered how consumption of blood-derived products was closely related with the heme content. The high intake of heme and the low intake of calcium after consumption of blood pudding will be correlated with increment of fat oxidation in the body and lead to colorectal cancer. On the other hand, blood also might carry pathogenic bacteria such as Salmonella, Escherichia coli enteropatoghenic, Shigella, and Yersinia enterolitica. The biochemical compounds of fish and grasshopper are also reviewed considering the halalness status of its carrion. Biochemical compounds and microbiological aspects were useful for determining the risk of carrion and blood-derived products. Heme-protein and possible-microbes content should be further investigated as a potential biomarker of haram-food risk.


(3)

ii

Amelia Safitri. F24070044. Praktik Magang di LPPOM MUI dan Tinjauan Ilmiah Keharaman Daging Bangkai dan Produk Darah dalam Islam. Di Bawah Bimbingan Dr.Ir. Joko Hermanianto dan Ir.Sumunar Jati (LPPOM MUI). 2011

RINGKASAN

Kegiatan magang di Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM MUI) dilakukan selama empat bulan dibagi menjadi dua, yaitu kegiatan magang umum dan penulisan topik khusus mengenai tinjauan ilmiah keharaman daging bangkai dan produk darah dalam Islam. Kegiatan magang umum yang dilakukan di divisi Sosialisasi dan Informasi LPPOM MUI berupa mengikuti pelatihan sistem jaminan halal dan diskusi strategis halal terhadap CAFTA (China ASEAN Free-Trade Area), pengumpulan dan pembuatan materi promosi pangan halal untuk anak usia TK, SMP, dan masyarakat umum, melaksanakan survei label halal pada produk pangan di supermarket Jakarta, dan berpartisipasi dalam kegiatan (Halal Food Goes To School, seminar Hotel, Restoran dan Katering dan Indonesia Halal Expo) yang diselenggarakan oleh LPPOM MUI.

Penulisan topik khusus dalam skripsi ini dilakukan dengan metode penelitian deskriptif, yakni suatu penelitian noneksperimental karena data yang akan diteliti berupa data-data yang sudah ada. Tujuan utama dalam menggunakan metode ini adalah untuk menggambarkan karakteristik subjek ataupun objek penelitian secara terperinci dan sistematis. Data primer sebagai bahasan pendukung didapatkan dengan pengamatan langsung di lapangan berupa wawancara. Tahapan wawancara dilakukan dengan pemilihan responden melalui metode purposive sampling. Responden adalah pedagang kios daging di Pasar Bogor. Hasil analisa tingkat pengetahuan dan kepedulian halal responden menunjukkan berada dalam kategori baik. Hasil wawancara mengenai upaya penjaminannya, responden mengemukakan bahwa rumah pemotongan hewan sebagai tempat yang dipercaya untuk memenuhi jaminan halal produk dagingnya.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak hanya membawa manfaat bagi kehidupan manusia namun juga dapat menimbulkan sejumlah persoalan. Bagi negara dengan mayoritas penduduk muslim, persoalan peredaran produk tidak layak konsumsi seperti daging bangkai dan produk darah merupakan suatu persoalan keamanan pangan yang menarik untuk dikaji dan diperbincangkan. Daging bangkai yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah daging yang berasal dari kondisi kesehatan dan penanganan hewan yang buruk sehingga mati sebelum disembelih dan merupakan daging yang memiliki sifat-sifat yang berbeda dengan daging normal dari aspek warna dan bau. Produk darah yang dimaksud adalah produk yang berasal dari darah yang mengalir. Upaya pengkajian informasi tentang peredaran produk tidak layak konsumsi secara fisik dan batin ini perlu mendapatkan dukungan dari berbagai pihak karena kasus mengkonsumsi daging bangkai dan darah (marus) ini tentu menimbulkan risiko yang tinggi dari segi kesehatan.

Kasus temuan daging bangkai pada ayam telah diteliti dapat mengandung toksin botulinum dan total mikroba dengan jumlah 8.9×107 kol/g (p<0.01) yang berbahaya bagi kesehatan. Selain itu, di dalam daging bangkai juga ditemukan adanya darah yang banyak tertinggal pada pembuluh vena dan arteri. Adanya darah yang tertinggal ini tidak baik bila dikonsumsi. Hal ini dikarenakan konsumsi darah sebesar 87,0 ± 8,0 mmol/hari telah diteliti dapat meningkatkan risiko timbulnya kanker kolorektal. Protein-heme dalam bentuk hemoglobin (yang terdapat pada darah) lebih cepat menuju kolon dibandingkan dalam bentuk mioglobin. Protein-heme yang berasal dari hemoglobin darah ini tidak terserap sempurna dan dapat menghasilkan energi bagi sel calon kanker serta dapat menyebabkan luka pada usus dikarenakan produk oksidasi lemak yang terbentuk akibat interaksi lemak tubuh dengan heme.


(4)

iii

Tinjauan mengenai status kehalalan bangkai ikan menunjukkan bahwa kendati di dalam daging ikan (hewan tidak diwajibkan untuk disembelih) mengandung hemoglobin, namun jumlahnya cukup rendah (estimasi 3.0-11.5 g/ekor) bila dibandingkan dengan hewan darat seperti sapi ataupun domba. Namun, selain kandungan hemoglobin, hal yang membedakan keutamaan ikan dibandingkan hewan darat adalah toksisitas histamin. Kendati ikan dapat mengandung histamin, namun secara fisiologis histamin dalam dosis rendah diperlukan sebagai fungsi normal sistem tubuh. Kasus keracunan histamin umumnya terjadi pada sebagian kecil ikan, yaitu ikan yang mengandung histidin dalam jumlah tinggi seperti tuna, tongkol dan kembung. Selain itu, pada manusia tersedia sistem pertahanan tubuh terhadap toksik histamin, yaitu enzim diamin oksidase (DAO) dan Histamin N-methyl transferase (HMT) yang akan mendegradasi histamin menjadi produk yang tidak berbahaya akan tetapi jika dosis histamin yang dikonsumsi besar maka kemampuan dari DAO dan HMT untuk menghancurkan histamin akan menyebabkan efek toksik dari histamin pada jaringan tubuh. Tinjauan pada kelinci secara in vivo menunjukkan bahwa tidak ditemukan pembengkakan organ hati dan ginjal pada kelinci yang diberi ransum belalang. Sistem imun pada substansi darah belalang diketahui dapat mengeliminasi keberadaan mikroba yang diinjeksikan ke peradaran darahnya dan tidak ditemukan adanya hemoglobin yang dapat memicu pembentukan produk oksidasi lemak. Hasil penelitian menggambarkan baik daging bangkai ikan dan daging bangkai belalang merupakan bahan pangan yang baik untuk dikonsumsi.


(5)

iv

PRAKTIK MAGANG DI LPPOM MUI DAN TINJAUAN ILMIAH

KEHARAMAN DAGING BANGKAI DAN PRODUK DARAH DALAM

ISLAM

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

AMELIA SAFITRI

F24070044

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(6)

v

Judul Skripsi : Praktik Magang di LPPOM MUI dan Tinjauan Ilmiah Keharaman

Daging Bangkai dan Produk Darah dalam Islam Nama : Amelia Safitri

NIM : F24070044

Menyetujui

Pembimbing I, Pembimbing II,

(Dr. Ir. Joko Hermanianto) (Ir. Sumunar Jati)

NIP 19590528.198503.1.001

Mengetahui: Plt. Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si) NIP 19610802.198703.2.002


(7)

vi

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Praktik Magang di LPPOM MUI dan Tinjauan Ilmiah Keharaman Daging Bangkai dan Produk Darah dalam Islam adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademis dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

 

 

 

 

Bogor, 17 Juni 2011

Yang membuat pernyataan,

 

 

      Amelia Safitri F24070044


(8)

vii

BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Jakarta, 28 Maret 1989 dari pasangan Ayah Gunawan dan Ibu Siti Komariah sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menamatkan jenjang pendidikan SD di SDN Bekasi Jaya V (2001), jenjang SMP di SMP Negeri I Bekasi (2004), jenjang SMA di SMA Negeri I Bekasi (2007). Penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007 dan terdaftar pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa kegiatan kemahasiswaan, antara lain staf divisi humas Himpunan Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia (2008-2009) dan sekretaris departemen Peningkatan Prestasi dan Akademik Badan Eksekutif Mahasiswa, Fakultas Teknologi Pertanian (2010/2011). Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Kimia dan Biokimia Pangan (2010) dan asisten praktikum Teknik Pangan (2010). Penulis juga memperoleh Beasiswa Yayasan Goodwill International yang didanai oleh St Patrick’s Society (2010/2011). Prestasi yang pernah diraih oleh penulis semasa kuliah adalah Juara III 1st Indonesia

Food Bowl Quiz tingkat nasional pada tahun 2011. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan Praktik magang di Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) dengan judul skripsi “Praktik Magang di LPPOM MUI dan Tinjauan Ilmiah Keharaman Daging Bangkai dan Produk Darah dalam Islam”.


(9)

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat yang diberikan-Nya sehingga tugas akhir ini berhasil diselesaikan. Skripsi berisi kegiatan magang yang dilakukan selama empat bulan di Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) dengan topik khusus Tinjauan Ilmiah Keharaman Daging Bangkai dan Produk Darah. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini, yaitu:

1. Keluarga tercinta, papa, mama, dan Adik Budyawan Saputra atas segala doa dan kasih sayang yang telah diberikan.

2. Dr. Ir. Joko Hermanianto selaku pembimbing akademik, atas saran, bimbingan, perhatian, evaluasi dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis sejak semester 3 hingga kini.

3. Ir. Sumunar Jati selaku pembimbing lapang atas saran dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis selama melaksanakan praktik magang di LPPOM MUI

4. Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc selaku penguji sidang, atas kesediaan waktu, saran, dan evaluasi yang telah diberikan.

5. Seluruh guru dan dosen yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama menempuh pendidikan formal.

6. Segenap jajaran LPPOM MUI, Bapak Lukmanul Hakim, Ibu Muti Arintyawati, Ibu Osmena Gunawan, Ibu Lia Amalia, Bapak Farid Mahmud, Bapak Hendra, Bapak Muslich, Bapak Aji Jumiono, dan staf LPPOM MUI yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

7. Staf LPPOM MUI bidang Sosialisasi dan Informasi Mbak Duni, Mas Dwi, Pak Usman, Mas Agung, dan Kak Nadia.

8. Rekan magang di LPPOM MUI atas semua masukan, kerjasama dan kekompakannya selama magang, Rosy, Awang, Chintya dan Rahajeng

9. Sahabat-sahabat terbaik atas dukungan dan motivasinya, Belinda Priska, Reggie Surya, Septiana Iswani, Eliana Susilo, Erlindawati, Indri Putri, Kenny Muliawan, Rozak Hackiki, Azizati Fieki, Resi Sindhu, Wiwiek Dewi Anggraeni, Nisfulaila Yarhofatul, Drupadi Ciptaningtyas, dan Risma Adelia.

10. Rekan-rekan kelompok praktikum P2 atas sifat kekeluargaan dan kerjasamanya, Ibu Elmi, Rizkita, Eddy, Argya, Maqfuri, Lisa, Munyatul, Iman, Andri, Adi, Tiara, Bertha, Ronald, Okkytania, Vanya, Kevin, Malik, Jordan, Cherish, Vendry

11. Rekan-rekan ITP yang sangat berkesan, Uswah, Amelinda, Marisa, Melia, Trancy, Andrew, Marvin, Reza, Irsyad, Ashari, Murdiati, Atika, Nurina, Leo, Lailya, Khafid, Ulfa, Riffi, Yolanda, Puji, Punjung, Dimas, Suriah, dan teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu. 12. Yayasan Goodwill International kepada Ibu Julie Marsaban dan Ibu Mien Wibowo yang

senantiasa memberi dukungan dan semangat.

13. Seluruh jajaran Unit Pelayanan Terpadu Fakultas Teknologi Pertanian, Ibu Novi dan Ibu Anie. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan pengetahuan halal.

Bogor, 17 Juni 2011 Amelia Safitri


(10)

ix

DAFTAR ISI

...

Halaman  

KATA PENGANTAR ... viii 

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 2

II. PROFIL INSTANSI A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN LPPOM MUI ... 3

B. PROFIL MEDIA PROMOSI HALAL ... 4

III. TINJAUAN PUSTAKA A. HALAL DAN THOYYIB ... 6

B. HUKUM DAN REGULASI PENYEMBELIHAN DALAM ISLAM ... 6

C. HUKUM DAN REGULASI TENTANG DAGING BANGKAI DAN DARAH ... 9

D. KETENTUAN BELALANG DAN IKAN DALAM ISLAM ... 11

E. RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH) ... 12

F. LIMBAH RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH) ... 13

G. FISIKOKIMIA DARAH ... 14

H. SEL KANKER DAN TAHAPAN PEMBENTUKANNYA ... 15

IV. METODOLOGI A. KEGIATAN MAGANG ... 16

B. KAJIAN TOPIK KHUSUS ... 16

B.1 METODE PENULISAN UNTUK TOPIK KHUSUS ... 16

B.2 PENENTUAN GAGASAN ... 17

B.3 METODE PENGAMBILAN SAMPEL ... 17

B.4 WAWANCARA ... 17

B.5 TEKNIK PENGUMPULAN DATA ... 18

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL DAN MANFAAT KEGIATAN MAGANG ... 19

B. HASIL PENGKAJIAN TOPIK KHUSUS ... 22

B.1 PENYEMBELIHAN DAN PENGELUARAN DARAH ... 22

B.2 KAJIAN DAGING BANGKAI ... 25

C. KAJIAN DAGING BANGKAI IKAN DAN BELALANG ... 28

C.1 KAJIAN DAGING BANGKAI IKAN ... 28

C.2 KAJIAN DAGING BANGKAI BELALANG ... 33

D. KAJIAN DARAH ... 35

D.1 PEMANFAATAN DARAH ... 35

D.2 EVALUASI NILAI BIOLOGIS DARAH ... 37

D.3 MEKANISME HEME ... 42

E. HASIL WAWANCARA ... 44

E.1 ANALISA TINGKAT PENGETAHUAN DAN KEPEDULIAN HALAL ... 44 VI. PENUTUP


(11)

x

KESIMPULAN ... 46

a. MAGANG UMUM ... 46

b. KAJIAN KHUSUS ... 46

SARAN ... 47 DAFTAR PUSTAKA


(12)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Jenis media promosi yang dilakukan divisi sosialisasi dan informasi ... 4

Tabel 2 Kandungan darah dan fraksinya ... 14

Tabel 3 Perbandingan kenampakan fisik ayam normal dan ayam bangkai ... 25

Tabel 4 Rata-rata total mikroba pada daging ayam segar dan daging ayam bangkai ... 27

Tabel 5 Botulisme pada manusia dan hewan ... 27

Tabel 6 Analisis Hb dan produk oksidasinya pada daging tuna (skipjack) ... 30

Tabel 7 Perbandingan kandungan Hb antara ikan dan hewan ternak lainnya ... 31

Tabel 8 Nilai gizi belalang (Patanga succineta L.) dan beberapa hewan ternak ... 33

Tabel 9 Peringkat kejadian kanker kolorektal di seluruh dunia ... 38

Tabel 10 Efek ransum meat-based pada tikus setelah 77 hari diinjeksi dengan azoksimetana ... 40


(13)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Logo halal LPPOM MUI ... 4

Gambar 2 Struktur hemoglobin... 14

Gambar 3 Anatomi hewan darat dan 3 saluran yang harus diputus sesuai penyembelihan secara Islam ... 22

Gambar 4 Penampakan pembuluh darah arteri (atas) dan pembuluh vena (bawah) ... 23

Gambar 5 Anatomi ikan ... 28

Gambar 6 Pemotongan bagian kepala ikan ... 29

Gambar 7 Pohon industri darah ... 35

Gambar 8 Produk darah beku ... 37

Gambar 9 Pemetaan kejadian kanker kolorektal (pada pria) di seluruh dunia ... 39


(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Susunan pengurus LPPOM MUI ... 58

Lampiran 2 Struktur organisasi LPPOM MUI ... 59

Lampiran 3 Kuesioner wawancara ... 60

Lampiran 4 Matriks bahan dalam pembuatan manual halal ... 63

Lampiran 5 Slide presentasi halal untuk usia SMP ... 65

Lampiran 6a Artikel titik kritis kehalalan produk klapertaart ... 67

Lampiran 6b Artikel titik kritis kehalalan makanan Jepang... 69

Lampiran 6c Artikel titik kritis kehalalan makanan siap saji (western food) ... 72

Lampiran 7 Formulir survei peredaran produk halal ... 76

Lampiran 8 Perhitungan kandungan Hb ... 77


(15)

1

I. PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Saat ini, kepercayaan konsumen dan keamanan pangan menjadi isu utama dalam rantai pangan (Grunert 2005; Verbeke 2005). Keamanan bahan pangan merupakan masalah yang kompleks dan merupakan hasil interaksi antara toksisitas mikrobiologis, kimiawi, status gizi, dan ketentraman batin. Hal tersebut saling berkaitan dan saling mempengaruhi sehingga faktor keamanan pangan dapat dikatakan sebagai suatu masalah yang dinamis seiring dengan perkembangan peradaban manusia dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Grossklaus 1993). Ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang memberikan dampak yang jelas terhadap produk pangan. Ilmu pengetahuan menuntun manusia untuk berbuat atau menciptakan produk yang tidak hanya aman dari segi fisik, biologis, kimiawi tetapi juga dapat dipertanggung jawabkan kepada Sang Maha Pencipta (Nasution 1999).

Islam merupakan agama dengan pemeluk terbesar kedua di dunia (Chaudry 2002 diacu dalam Chaudry dan Riaz 2004), yaitu sebanyak 1.8 miliar jiwa dan diproyeksikan akan mencapai 2.2 miliar jiwa pada tahun 2030 mendatang (Pew Research Centre 2011). Bagi negara dengan mayoritas berpenduduk muslim, sangatlah wajar jika aspek kehalalan menjadi bagian dari unsur keamanan pangan yang cukup menarik untuk dikaji dan diperbincangkan. Persepsi masyarakat mengenai persoalan halal dan haram produk pangan masih merupakan hal yang ekslusif. Pandangan ekslusif dikarenakan adanya opini yang menghendaki pemisahan persoalan agama dan kemanusiaan sementara kepentingan individu maupun publik yang memegang teguh kepercayaannya terabaikan. Persoalan halal dan haram hendaknya kini harus menjadi soal inklusif bagi negara yang memperhatikan hak asasi manusia. Keamanan dan kenyamanan dalam beragama juga merupakan hak asasi manusia (Indra et al. 2004).

Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta keberhasilan pembangunan akhir-akhir ini telah merambah seluruh aspek bidang kehidupan umat manusia yang tidak saja membawa berbagai kemudahan, kebahagiaan, dan kesenangan, melainkan juga menimbulkan sejumlah persoalan (LPPOM MUI 2011). Berbicara tentang keutamaan penyembelihan hewan secara halal, maka tidak akan lepas dari produk samping yang dihasilkan, yaitu darah dan daging daging bangkai. Namun, seperti yang tertuang pada Al-Quran surat Al Baqarah: 173, Al Maidah: 3, Al An’aam: 145 dan An Nahl: 115 bahwa daging bangkai dan darah merupakan bahan yang dilarang (haram) untuk dikonsumsi. Kendati keharaman daging bangkai dan darah sudah demikian tegas, namun masih saja ada yang memperjualbelikan dan mengkonsumsinya (Girindra 2009).

Daging bangkai saat ini mulai marak ditemukan dalam produk olahan ayam dari ayam tiren (mati kemarin). Kasus mengkonsumsi daging bangkai ini tentu menimbulkan risiko yang tinggi dari segi kesehatan. Hal ini dikarenakan penyebab kematian hewan tersebut yang mungkin saja menyerang manusia. Sekalipun daging bangkai telah mengalami perlakuan pengolahan namun belum tentu penyebab kematian hewan tersebut hilang, misalnya saja virus, mikroba ataupun protein toksin.

Sementara itu, darah merupakan limbah cair atau hasil samping dari rumah potong hewan. Walaupun belum ada data yang menggambarkan besarnya volume darah yang terkumpul dari tiap rumah pemotongan hewan (RPH), namun perhitungan kasar dapat diperkirakan. Menurut BPS (2008), sebanyak satu juta ekor sapi disembelih dan sebagai perbandingannya (Bartels 1980; Kolb 1984; diacu dalam Roca 2002) menyebutkan bahwa setidaknya sebanyak 6.4 - 8.2 L darah dapat diperoleh per 100 kg bobot hidup sapi. Sehingga bila dikonversi volume darah hasil penyembelihan sapi, maka volume darah yang akan terkumpul, yaitu sebanyak lebih dari 6 juta liter. Pembuangan limbah darah


(16)

2

memerlukan penanganan khusus agar tidak mencemari lingkungan sekitar. Oleh karena itu, tindakan pengumpulan dan penjualan darah bagi oknum yang bekerja RPH menjadi hal yang menarik dan dinilai menguntungkan.

Di sisi lain, kesadaran keberagamaan umat Islam di bumi Nusantara ini semakin meningkat, sehingga sudah merupakan kewajaran dan keniscayaan jika setiap timbul persoalan baru, umat Islam mendapatkan jawaban yang tepat dari pandangan ajaran Islam (MUI 2002) . Dalam hal ini LPPOM MUI dituntut untuk terus meningkatkan pelayanan prima kepada masyarakat yang menghendaki kententraman batin dalam memilih produk yang sesuai dengan syariat Islam. Sesuai dengan salah satu misi dari LPPOM MUI adalah mendidik dan menyadarkan masyarakat untuk senantiasa mengkonsumsi produk halal dan memberikan informasi yang lengkap dan akurat mengenai kehalalan produk dari berbagai aspek. Oleh karena itu, salah satu upaya untuk melindungi dan menentramkan masyarakat Indonesia dari peredaran produk haram adalah dengan mengumpulkan data produk dan melakukan kajian mengenai hikmah keharamannya. Praktik magang di LPPOM MUI ini diharapkan dapat membantu mewujudkan misi LPPOM MUI sebagai penyedia informasi produk dari berbagai aspek sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu upaya meminimalisir Praktik jual beli dan pengkonsumsian daging bangkai dan darah yang beredar di Indonesia.

B. Tujuan

Tujuan umum :

1. Mempelajari ilmu pangan terutama dalam bidang halal.

2. Mengaplikasikan bidang ilmu dan teknologi pangan kepada permasalahan kajian keharaman daging bangkai dan produk darah.

3. Memberikan manfaat kepada masyarakat berupa penyampaian informasi keharaman daging bangkai dan produk darah.

Tujuan khusus :

Meninjau keharaman daging bangkai dan produk darah dilihat dari aspek religi, aspek ilmu dan teknologi pangan, dan aspek kesehatan


(17)

3

II.

PROFIL INSTANSI

A. Sejarah dan Perkembangan LPPOM MUI

Lembaga ini dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia pada tanggal 6 Januari 1989. Lembaga ini mencoba membenahi berbagai masalah dalam makanan terkait kehalalannya. Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) memiliki tugas utama, yaitu menentramkan umat melalui upaya sertifikasi halal produk dan sertifikasi sistem produksi yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kaidah agama. Hal ini bermanfaat untuk menentramkan konsumen muslim khususnya dan konsumen Indonesia pada umumnya serta para produsen secara keseluruhan.

Saat ini, LPPOM MUI memiliki dua kantor, yaitu LPPOM MUI Pusat Jakarta dan LPPOM MUI Bogor, serta sebanyak 32 LPPOM MUI cabang Provinsi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Kantor LPPOM MUI Pusat Jakarta, berlokasi di Gedung Majelis Ulama Indonesia Jalan Proklamasi No. 51, Lantai III, Menteng Jakarta Pusat. Kantor LPPOM MUI Bogor, berlokasi di Kampus IPB Baranangsiang, Jalan Raya Pajajaran, Bogor.

Visi yang diusung oleh LPPOM MUI, yaitu menjadi lembaga sertifikasi halal terpercaya di Indonesia dan dunia untuk memberikan ketentraman bagi umat Islam serta menjadi pusat halal dunia yang memberikan informasi, solusi, dan standar halal yang diakui secara nasional dan internasional. Misi LPPOM MUI, yaitu:

1. Membuat dan mengembangkan standar sistem pemeriksaan halal

2. Melakukan sertifikasi halal untuk produk-produk halal yang beredar dan dikonsumsi di masyarakat

3. Mendidik dan menyadarkan masyarakat untuk senantiasa mengkonsumsi produk halal 4. Memberikan informasi yang lengkap dan akurat mengenai kehalalan produk dari berbagai

aspek.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 pasal 11 ayat 2 menyebutkan bahwa pencantuman tulisan halal pada dasarnya bersifat sukarela. Namun, setiap orang yang memproduksi dan atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan menyatakan sebagai produksi yang halal, sesuai ketentuan produsen wajib mencantumkan tulisan halal pada label produknya. Oleh karena itu, untuk menghindari timbulnya keraguan dikalangan umat Islam terhadap kebenaran pernyataan halal dan juga untuk kepentingan kelangsungan atau kemajuan usaha produsen pangan, pangan yang dinyatakan sebagai halal tersebut diperiksakan terlebih dahulu pada lembaga yang diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Pemeriksaan tersebut dimaksudkan untuk memberikan ketentraman dan keyakinan umat Islam bahwa pangan yang akan dikonsumsi memang aman dari segi agama. Lembaga keagamaan dimaksud adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Pada awal-awal tahun kelahirannya, LPPOM MUI berulang kali mengadakan seminar, diskusi-diskusi dengan para pakar, termasuk pakar ilmu Syari’ah, dan kunjungan–kunjungan yang bersifat studi banding serta muzakarah (Girindra 2008). Pada awal tahun 1994, LPPOM MUI mengeluarkan sertifikat halal pertama. Hingga tahun 2010, LPPOM MUI telah mensertifikasi produk halal sebanyak 75.514 produk, baik produk nasional maupun produk impor (Hakim 2011). Logo halal yang digunakan LPPOM MUI dalam pelabelan halal disajikan pada Gambar 1.


(18)

4

Gambar 1. Logo halal MUI

Di sisi lain, LPPOM MUI juga berperan aktif dalam menyediakan data produk halal yang dapat diakses melalui media Majalah Jurnal Halal dan website www.halalmui.org dan Direktori Halal Indonesia. LPPOM MUI juga berhubungan dekat dengan masyarakat melalui kegiatan sosialisasi halal kepada seluruh lapisan masyarakat Kota Bogor dengan berbagai program seperti Halal Food Goes to School, Wisata Halal, Akun Facebook dan Twitter “Halal is My Life”, Halal Competition, Penyuluhan Makanan Asuh ke seluruh Kecamatan dan melakukan pameran produk halal.

B.

Profil Media Promosi Halal

Kegiatan magang dilakukan di Divisi Sosialisasi dan Informasi LLPOM MUI merupakan divisi yang memiliki mandat untuk penyebarluasan informasi halal di Indonesia maupun di tingkat Internasional. Target dan sasaran promosi halal ini adalah berbagai kalangan meliputi instansi pemerintah, industri pangan, pemangku kebijakan, media informasi (cetak dan elektronik), masyarakat umum, dan pelajar. Undang-Undang No.7 Tahun 1996 tentang pangan menyebutkan bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, maka pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional. Pangan memiliki peran yang strategis dalam mencetak sumber daya manusia yang unggul, maka segala sesuatu yang berkaitan dengan upaya menghasilkan, menghindari, dan memilih pangan yang aman dan halal perlu dikomunikasikan ke segenap lapisan masyarakat.

Menurut Yusup (2009) bahwa hampir tidak ada proses pendidikan tanpa melalui komunikasi dan informasi. Penyampaian pesan, mengajar, memberikan data dan fakta untuk kepentingan pendidikan, merumuskan kalimat yang baik dan benar semua hanya bisa dilakukan dengan penggunaan informasi yang komunikatif. Komunikasi pendidikan memiliki tujuan, yaitu untuk mengubah perilaku sasaran menuju ke arah yang lebih berkualitas, ke arah positif. Jenis media informasi LPPOM MUI disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Jenis media promosi yang dilakukan oleh divisi sosialisasi dan informasi

No Jenis Nama Media

1 Media Elektronik Kuis Halal “Halal is My Life

2 Media Cetak Direktori Halal 2010 dan 2011 LPPOM MUI 3 Media Cetak Majalah dwibulanan Jurnal Halal

4 Media Elektronik Website

5 Tatap Muka Wisata Halal, Halal goes to school 7 Media Cetak Buku dan Komik Halal

8 Tatap Muka Seminar, Halal Expo


(19)

5

Komunikasi, informasi, dan edukasi adalah suatu strategi untuk menyampaikan pesan tertentu kepada sasaran yang tepat sehingga tujuan komunikasi dapat tercapai. Komunikasi dapat dikatakan sebagai proses penyampaian pesan di antara orang-orang yang terlibat dalam komunikasi dengan memberdayakan sumber komunikasi, pesan, saluran komunikasi dan penerima. Sementara itu, edukasi adalah proses pembelajaran dalam komunikasi untuk memantapkan pencapaian tujuan komunikasi. Perubahan yang diharapkan terjadi meliputi perubahan aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik (keterampilan).

Media kuis halal yang ditayangkan pada tahun 2010 merupakan suatu bentuk sosialisasi kehalalan produk pada pelajar SMA se-Jakarta. Kegiatan ini juga dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi produk halal. Sementara itu, Direktori Halal merupakan media cetak yang diterbitkan oleh LPPOM MUI memiliki tujuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat akan produk-produk yang telah memperoleh sertifikat halal dari LPPOM MUI. Direktori Halal ini berisi profil LPPOM MUI, profil auditor, daftar perusahaan dan produk bersertifikasi halal, dan status fatwa suatu zat. Media ini diharapkan dapat meningkatkan pengenalan masyarakat terhadap LPPOM MUI sebagai lembaga sertifikasi halal yang dapat dipercaya.

Masyarakat dalam tingkatan apapun sangat memerlukan informasi sebagai penunjang kehidupannya, maka di zaman sekarang sektor informasi menjadi lebih tampak lebih jelas peranannya dalam pola kehidupan masyarakat (Yusup 2009). Sementara itu, sebagai salah satu upaya penyediaan informasi halal secara rutin dikeluarkan majalah dwi bulanan Jurnal halal. Majalah dwibulanan ini mengupas kehalalan dari aspek ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikombinasikan dengan aspek syariah, aspek higienitas dan gizi yang disajikan dengan bahasa semi populer.

Seiring dengan meningkatnya arus ilmu pengetahuan dan teknologi, perkembangan peradaban manusia dan tuntutan masyarakat yang serba dinamis maka LLPOM MUI menjawab tantangan tersebut dengan pendirian website sebagai salah satu media penyampaian informasi. Situs resmi LPPOM MUI yang berisi berita terkini mengenai halal dan memiliki tampilan yang dinamis. Sementara itu, wisata halal memiliki sasaran khusus yakni masyarakat umum tentang perkenalan produk pengolahan pangan dan minuman halal dan pengetahuan tentang kehalalan produk serta proses produksi. Media halal food goes to school merupakan program penyuluhan ke sekolah-sekolah TK sampai SMU bertujuan untuk menjadikan generasi muda khususnya usia TK sampai SMU dan sederajat peduli halal dan selalu mengonsumsi makanan dan minuman yang halal.


(20)

6

III.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Halal dan Thoyyib

Bahan pangan yang dikonsumsi hendaknya memperhatikan aspek nutrisi dan keamanannya seperti yang tertuang dalam QS Al Baqarah: 168 dan QS Al Maidah: 88 bahwa makanan yang dikonsumsi hendaklah makanan yang halal dan baik (thoyib). Menurut Girindra (2008), kata halalan berasal dari bahasa Arab secara etimologis halla yang berarti lepas atau tidak terikat. Kata halalan juga berarti hal-hal yang boleh dan dapat dilakukan karena bebas atau tidak terikat dengan ketentuan-ketentuan yang melarangnya. Halal juga diartikan sebagai segala sesuatu yang bebas dari bahaya duniawi dan ukhrawi. Makanan yang halal adalah semua jenis makanan yang tidak mengandung unsur atau bahan yang terlarang atau haram dan atau yang telah diproses menurut syariat agama Islam (Keputusan bersama Menkes dan Menag No.427/men.kes/ksb/VIII/1985). Hal-hal yang termasuk ke dalam kriteria makanan dan minuman yang halal (Apriyantono 2001) adalah segala jenis makanan yang tidak mengandung dan tidak terjadi kontak langsung dengan sesuatu yang dianggap haram menurut Islam baik pada tahap persiapan, pemrosesan, transportasi dan penyimpanan.

Kata thoyyib berarti lezat, baik, sehat, menentramkan, dan paling utama. Kata thoyyib dalam konteks makanan berarti makanan yang tidak kotor dari segi zatnya atau rusak (kadaluarsa) atau tercampur benda najis. Berbeda dari aspek halalan, aspek thoyyiban sepatutnya melalui pertimbangan rasio dengan mendayagunakan ilmu pengetahuan dan teknologi. Melalui upaya ini manusia bisa mempertimbangkan dan membedakan makanan yang menguntungkan atau yang merugikan kesehatan jasmani dan rohani (Girindra 2008).

B.

Hukum dan Regulasi Penyembelihan dalam Islam

Tuntunan penyembelihan hewan harus dipenuhi mengenai syarat penyembelihan yang dapat membuat hewan halal untuk dikonsumsi. Syarat ini terbagi menjadi tiga, yaitu syarat yang berkaitan dengan hewan yang akan disembelih, syarat yang berkaitan dengan orang yang akan menyembelih, dan syarat yang berkaitan dengan alat untuk menyembelih (Tuasikal 2007).

Syarat hewan yang disembelih, yaitu hewan tersebut masih dalam keadaan hidup ketika penyembelihan, bukan dalam keadaan bangkai (sudah mati). Allah Ta’ala berfirman,

ﺎ إ

مﺮ

ﺔﺘ ا

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai…” (QS. Al Baqarah: 173) Syarat orang yang akan menyembelih, yaitu yang pertama adalah berakal, baik itu seorang muslim atau ahli kitab (Yahudi atau Nashrani). Oleh karena itu, tidak halal hasil sembelihan dari seorang penyembah berhala dan orang Majusi sebagaimana hal ini telah disepakati oleh para ulama. Hal ini dikarenakan selain muslim dan ahli kitab tidak murni mengucapkan nama Allah ketika menyembelih. Sedangkan ahlul kitab masih dihalalkan sembelihan mereka karena Allah Ta’ala berfirman,

مﺎ ﻃو

ﺬ ا

اﻮ وأ

بﺎ ﻜ ا

Artinya: Makanan (sembelihan) ahlul kitab (Yahudi dan Nashrani) itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka (QS. Al Ma-idah: 5).

Makna makanan ahlul kitab di sini adalah sembelihan mereka, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Abu Umamah, Mujahid, Sa’id bin Jubair, ‘Ikrimah, ‘Atho’, Al Hasan Al Bashri, Makhul, Ibrahim An Nakho’i, As Sudi, dan Maqotil bin Hayyan. Namun, yang harus diperhatikan adalah


(21)

7

sembelihan ahlul kitab bisa halal selama diketahui kalau mereka tidak menyebut nama selain Allah. Jika diketahui mereka menyebut nama selain Allah ketika menyembelih, misalnya mereka menyembelih atas nama Isa Al Masih, ‘Udzair atau berhala, maka pada saat ini sembelihan mereka menjadi tidak halal berdasarkan firman Allah Ta’ala,

ﺔ ا

مﺪ او

و

ﺮ ﺰ ﺨ ا

ﺎ و

هأ

ﺮ ﻐ

Artinya: Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah (QS. Al Ma-idah: 3)

Menurut Shihab (1999), memang timbul perselisihan pendapat di kalangan ulama tentang siapa yang dimaksud dengan Ahl Al-Kitab dan apakah umat Yahudi dan Nasrani masa kini, masih wajar disebut sebagai Ahl Al-Kitab. Dan apakah selain dari mereka, seperti penganut agama Budha dan Hindu, dapat dimasukkan ke dalamnya. Mayoritas ulama menilai bahwa hingga kini penganut agama Yahudi dan Kristen masih wajar menyandang gelar tersebut, dan dengan demikian penyembelihan mereka masih tetap halal, jika memenuhi syarat-syarat yang lain. Salah satu syarat yang telah dikemukakan di atas adalah tidak menyembelih binatang atas nama selain Allah. Dalam konteks ini, ditemukan rincian dan perbedaan penafsiran para ulama, menyangkut wajib tidaknya menyebut nama Allah ketika menyembelih, dan bagaimana dengan Ahl Kitab masa kini. Al-Quran menyatakan,

Artinya: Maka makanlah binatang-binatang yang halal yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayatnya. Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal Allah telah menjelaskan kepada kamu apa-apa yang diharamkan-Nya atas kamu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas (QS Al-An'am 6: 118-119).

Syarat penyembelihan antara lain menyebut nama Allah ketika menyembelih. Jika sengaja tidak menyebut nama Allah (padahal ia tidak bisu dan mampu mengucapkan), maka hasil sembelihannya tidak boleh dimakan menurut pendapat mayoritas ulama. Sedangkan bagi yang lupa untuk menyebutnya atau dalam keadaan bisu, maka hasil sembelihannya boleh dimakan. Allah Ta’ala berfirman dalam surat Al An’am:121,

ﺎ و

اﻮ آﺄ

ﺮآﺬ

ا

ا

إو


(22)

8

Artinya: Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan (QS. Al An’am: 121)

Berdasarkan hadits Rofi’ bin Khodij, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﺮﻬ أ

مﺪ ا

ﺮآذو

ا

ا

،

ﻮ ﻜ

Artinya: Segala sesuatu yang dapat mengalirkan darah dan disebut nama Allah ketika menyembelihnya, silakan kalian makan.

Inilah yang dipersyaratkan oleh mayoritas ulama yaitu dalam penyembelihan hewan harus ada tasmiyah (penyebutan nama Allah atau basmalah). Sedangkan Imam Asy Syafi’i dan salah satu pendapat dari Imam Ahmad menyatakan bahwa hukum tasmiyah adalah sunnah (dianjurkan). Mereka beralasan dengan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,

نأ

ﺎ ﻮ

اﻮ ﺎ

-ﻰ ﺻ

ﷲا

و

-نإ

ﺎ ﻮ

ﺎ ﻮ ﺄ

ىرﺪ

ﺮآذأ

ا

ا

مأ

لﺎ

»

اﻮ

أ

ﻮ آو

«

.

اﻮ ﺎآو

ﻰﺜ ﺪ

ﺪﻬ

ﺮ ﻜ ﺎ

.

Ada sebuah kaum berkata pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ada sekelompok orang yang mendatangi kami dengan hasil sembelihan. Kami tidak tahu apakah itu disebut nama Allah ataukah tidak. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Kalian hendaklah menyebut nama Allah dan makanlah daging tersebut.” ’Aisyah berkata bahwa mereka sebenarnya baru saja masuk Islam.

Dari ayat ini, para ulama menyimpulkan bahwa penyembelih haruslah dilakukan oleh seorang yang beragama Islam, atau Ahl Al-Kitab (Yahudi atau Nasrani). Namun, pendapat mayoritas ulama yang menyaratkan wajib tasmiyah (basmalah) itulah yang lebih kuat dan lebih hati-hati. Sedangkan dalil yang disebutkan oleh Imam Asy Syafi’i adalah untuk sembelihan yang masih diragukan disebut nama Allah ataukah tidak. Maka untuk sembelihan semacam ini, sebelum dimakan, hendaklah disebut nama Allah terlebih dahulu (Tuasikal 2007).

Syarat penyembelihan berikutnya adalah tidak disembelih atas nama selain Allah. Hal yang dimaksudkan di sini adalah mengagungkan selain Allah baik dengan mengeraskan suara atau tidak. Maka hasil sembelihan seperti ini diharamkan berdasarkan kesepakatan ulama. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

ﺔﺘ ا

مﺪ او

و

ﺮ ﺰ ﺨ ا

ﺎ و

هأ

ﺮ ﻐ

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah.” (QS. Al Ma-idah: 3)

Terpenuhinya syarat terpancarnya darah dalam penyembelihan juga merupakan syarat penyembelihan yang harus dipenuhi. Dan hal ini akan terwujud dengan dua ketentuan, yaitu alatnya tajam, terbuat dari besi atau batu tajam. Syarat alat untuk menyembelih dibagi menjadi dua, yaitu menggunakan alat pemotong, baik dari besi atau selainnya, baik tajam atau tumpul asalkan bisa memotong. Hal ini dikarenakan maksud dari menyembelih adalah memotong urat leher, kerongkongan, saluran pernafasan dan saluran darah. Syarat yang kedua, yaitu tidak menggunakan tulang dan kuku. Dalilnya adalah hadits Rofi’ bin Khodij,


(23)

9

ﺮﻬ أ

مﺪ ا

ﺮآذو

ا

ا

،

ﻮ ﻜ

،

ا

ﺮ ﻈ او

،

ﻜﺛﺪ ﺄ و

ﻚ ذ

،

ﺎ أ

ا

ٌﻈ

ﺎ أو

ﺮ ﻈ ا

ىﺪ

ﺔﺸﺒ ا

Artinya: Segala sesuatu yang mengalirkan darah dan disebut nama Allah ketika menyembelihnya, silakan kalian makan, asalkan yang digunakan bukanlah gigi dan kuku. Aku akan memberitahukan pada kalian mengapa hal ini dilarang. Adapun gigi, ia termasuk tulang. Sedangkan kuku adalah alat penyembelihan yang dipakai penduduk Habasyah (sekarang bernama Ethiopia).

Ketentuan kedua adalah dengan memutus al-wadjan, yaitu dua urat tebal yang meliputi tenggorokan. Inilah persyaratan dan batas minimal yang harus disembelih menurut pendapat yang rajih. Sebab, dengan terputusnya kedua urat tersebut, darah akan terpancar deras dan mempercepat kematian hewan tersebut. Ketentuan penyembelihan yang ketiga adalah alat untuk menyembelih.

Komisi Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) memfatwakan bahwa penyembelihan hewan secara mekanis pemingsanan merupakan modernisasi berbuat ihsan kepada hewan yang disembelih sesuai dengan ajaran Nabi dan memenuhi persyaratan ketentuan syar’i dan hukumnya sah dan halal.

Hadits Nabi Riwayat Muslim dari Syaddad bin Aus tentang penyembelihan, yaitu

“Bahwanya Allah menetapkan ihsan (berbuat baik) atas tiaptiap sesuai (tindakan). Apabila kamu ditugaskan membunuh maka dengan cara baiklah kamu membunuh dan apabila engkau hendak menyemelih maka sembelihlah dengan cara baik. Dan hendaklah mempertajam salah seorang kaum akan pisaunya dan memberikan kesenangan kepada yang disembelinya (yaitu tidak disiksa dalam penyembelihannya)”

C.

Hukum dan Regulasi tentang Daging Bangkai dan Darah

Kehalalan produk hewani telah memiliki pedoman baku, terutama bagi umat Islam. Beberapa ayat Al-Quran menerangkan tentang hukum mengkonsumsi daging bangkai dan darah di antaranya Al Baqarah: 173,

Artinya : Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu daging bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Al Baqarah: 173).


(24)

10

Surat Al Maidah: 3 menyebutkan,

Artinya : Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Al Maidah: 3).

Surat Al An’aam: 145 menyebutkan,

Artinya : Katakanlah, Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu daging bangkai, atau darah yang mengalir* atau daging babi, (karena sesungguhnya semua itu kotor) atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Al An’aam: 145).

*Darah yang diharamkan adalah darah yang mengalir dan terpancar. Surat An Nahl: 115 menyebutkan,


(25)

11

Artinya: Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan) daging bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah; tetapi barangsiapa yang terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (An Nahl: 115).

Sementara itu, perundang-undangan Indonesia juga telah mengatur tentang peredaran produk tidak layak konsumsi atau dalam kajian ini dianggap sebagai daging bangkai. Berikut adalah perundangan Indonesia yang memuat mengenai ketentuan produk tidak layak konsumsi :

1. Undang-Undang No.7 Tahun 1996 pasal 21 tentang Pangan, yakni setiap orang dilarang mengedarkan:

(d). Pangan yang kotor, busuk, tengik, berpenyakit dan berasal dari daging bangkai

Apabila terjadi pelanggaran dapat dikenakan pidana penjara paling lama 5 tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000 (enam ratus juta rupiah).

2. Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Di dalam Bab IV pasal 8 disebutkan bahwa pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang yang dimaksud.

3. Peraturan Pemerintah No.22 Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner di dalam Bab II pasal 4 disebutkan bahwa setiap orang atau badan dilarang menjual daging yang tidak sehat.

4. Keputusan Menteri Pertanian No.306/Kpts/TN.330/4/1994 tentang Pemotongan Unggas dan Penanganan Daging Unggas serta Hasil Ikutannya.

Di dalam Bab II pasal 5 disebutkan bahwa unggas ditolak untuk disembelih apabila dalam pemeriksaan ante-mortem ternyata unggas tersebut dalam keadaan sudah mati dan hewan tersebut harus dimusnahkan.

D.

Ketentuan Bangkai Belalang dan Ikan dalam Islam

Ada dua binatang yang dikecualikan oleh syariat Islam dari kategori daging bangkai, yaitu belalang dan ikan serta berbagai macam binatang yang hidup di dalam air. Rasulullah SAW ketika ditanya tentang masalah air laut, beliau menjawab: “Laut itu airnya suci dan daging bangkainya halal” (Riwayat Ahmad dan ahli sunnah). Dan firman Allah dalam surat Al Maidah 96,

Artinya : Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. Dan bertakwalah kepada Allah Yang kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan (Al Maidah: 96).

Umar berkata: yang dimaksud shaiduhu, yaitu semua binatang yang diburu, sementara itu yang dimaksud tha’amuhu (makanannya), yaitu barang yang dicarinya. Dan kata Ibnu Abbas pula, bahwa yang dimaksud tha’amuhu, yaitu daging bangkainya (Qardhawi 2005).


(26)

12

Makna daging bangkai belalang adalah belalang yang mati begitu saja dengan sebab-sebab kematian seperti kedinginan, hanyut, atau yang lainnya. Adapun yang mati dengan sebab racun maka daging bangkai tersebut diharamkan karena di dalamnya terkandung racun yang mematikan yang diharamkan. Demikian juga daging bangkai ikan adalah ikan yang mati begitu saja, baik dengan sebab hanyut oleh ombak atau keringnya air sungai. Adapun yang mati dengan sebab oleh sesuatu yang disebut dengan pencemaran air laut dengan bahan beracun atau hal-hal yang mematikan, maka ini diharamkan, bukan karena substansi daging bangkai ikannya akan tetapi karena racun dari zat-zat yang berbahaya atau yang mematikan tersebut. Terdapat beberapa perbedaan pendapat dari para ulama mengenai belalang dan ikan yang dikutip pada kitab Taudihul Ahkam min Bulughil Marom karya Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Al Bassam, yaitu :

 Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa hewan laut adalah halal seperti ikan dengan seluruh jenisnya, adapun selain ikan yang menyerupai hewan darat, seperti ular (laut), anjing (laut), babi (laut) dan lainnya, maka beliau berpendapat tidak halal.

 Pendapat Imam Ahmad adalah halalnya seluruh jenis hewan laut, kecuali katak, ular, dan buaya. Katak dan ular merupakan hewan yang menjijikkan, adapun buaya merupakan hewan bertaring yang digunakannya untuk memangsa.

 Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat halalnya seluruh jenis hewan laut tanpa terkecuali, keduanya berdalil dengan firman Allah ta’ala dalam QS Al Maidah: 96 dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

تﻮ ا

و

داﺮﺠ ا

نﺎ

أ

”Dihalalkan bagi kita dua daging bangkai, (yaitu) belalang dan al huut” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah). Sementara itu, pengertian al huut adalah ikan. Juga berdasarkan hadits, ـ ا (halal daging bangkainya), maka pendapat inilah (Imam Malik dan Imam Syafi’i) yang lebih kuat.

Syariat Islam menentukan bahwa setiap hewan yang akan dikonsumsi dagingnya harus disembelih dengan memutus saluran pencernaan, saluran pernapasan, dan pembuluh darah nadi. Selain itu juga wajib hukumnya menyebutkan nama Allah dalam proses itu. Aturan ini berlaku untuk semua hewan halal, kecuali ikan dan belalang.

E.

Rumah Pemotongan Hewan (RPH)

Rumah Pemotongan Hewan (RPH) adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan disain tertentu yang digunakan sebagai tempat pemotongan hewan selain unggas bagi konsumsi masyarakat luas. Pemotongan hewan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh perseorangan atau badan hukum yang melaksanakan pemotongan hewan selain unggas di RPH milik sendiri, atau pihak lain, atau menjual jasa pemotongan hewan (Direktorat Kesehatan Hewan 1987) . Menurut Keputusan Menteri Pertanian No. 555/Kpts/TN.20/1986, tentang syarat-syarat RPH, usaha pemotongan hewan, dan fungsi RPH adalah sebagai berikut:

1. Tempat melaksanakan penyembelihan hewan secara benar, 2. Tempat melaksanakan pemeriksaan antemortem dan postmortem, 3. Tempat pendeteksian dan pemeriksaan penyakit yang dapat menular, dan

4. Tempat mengawasi pemotongan hewan besar betina bertanduk dan betina produktif. Rumah pemotongan hewan (RPH) harus memenuhi beberapa syarat seperti :

(a) berlokasi di daerah yang tidak menimbulkan gangguan atau pencemaran lingkungan serta mudah dicapai dengan kendaraan,

(b) kompleks rumah pemotongan hewan (RPH) harus dipagar untuk memudahkan penjagaan keamanan,


(27)

13

(c) memiliki ruangan yang digunakan sebagai tempat penyembelihan, dinding dan lantai kedap air,

ventilasi yang cukup,

(d) mempunyai perlengkapan yang memadai,

(e) pekerja yang mempunyai pengalaman dalam bidang kesehatan masyarakat veteriner, dan (f) bangunan utama RPH, kandang dan tempat penyimpanan alat-alat untuk pemotongan babi harus

terpisah dengan alat dan tempat pemotongan sapi, kerbau dan kambing.

Rumah Pemotongan Hewan (RPH) merupakan unit pelayanan untuk penyediaan daging yang aman, sehat dan utuh untuk masyarakat dan berperan penting terhadap terjaminnya kehidupan masyarakat yang sehat. Ensminger (1991) mengemukakan bahwa kegiatan rumah pemotongan hewan (RPH) meliputi penyembelihan hewan serta pemotongan bagian-bagian tubuh hewan tersebut. Limbah yang dihasilkan dari proses tersebut berupa darah yang akan mengakibatkan tingginya nilai biochemical oxygen demand (BOD) dan padatan tersuspensi. Secara keseluruhan, limbah-limbah ini memiliki karakteristik kandungan protein yang tinggi.

.

F.

Limbah Rumah Pemotongan Hewan (RPH)

Berdasarkan sumbernya, limbah RPH termasuk dalam golongan limbah industri. Sementara itu, dilihat dari komposisi dan pengaruhnya terhadap perairan, limbah RPH mirip dengan sampah domesik (domestic sewage). Namun, karena kandungan bahan organiknya yang tinggi, hal ini menyebabkan bahaya kontaminasi mikroorganisme patogen limbah RPH lebih besar dari sampah domestik. Limbah cair RPH yang terbesar berasal dari darah. Jenie dan Rahayu (1993) juga menyebutkan bahwa limbah utama yang dihasilkan oleh RPH adalah berasal dari kegiatan penyembelihan, penanganan isi perut, rendering, pemotongan bagian-bagian yang tidak berguna, pengolahan, dan pekerjaan pembersihan. Darah dapat meningkatkan tingginya nilai Biochemical Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD) serta padatan tersuspensi (Sianipar 2006).

Limbah RPH mengandung darah, lemak, padatan organik dan anorganik serta garam-garam dan bahan kimia yang ditambahkan selama proses pengolahan. Jumlah darah yang dikeluarkan selama proses pemotongan rata-rata adalah 7.7% dari berat sapi (Divakaran 1982). Darah sapi dapat menimbulkan beban BOD sebesar 156,500 mg/L, COD 218,300 mg/L, kadar air 82 % dan pH 7.3 (Sianipar 2006). Menurut standar mutu I limbah cair, nilai BOD adalah sebesar 50 mg/L, COD 100 mg/L, dan memiliki pH yang berkisar antara 6-9 (Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. KEP-51/MENLH/10/1995).


(28)

14

G.

Fisikokimia Darah

Darah terdiri atas dua fraksi, yaitu sel darah merah dan plasma darah. Fraksi-fraksi darah ini mengandung total protein yang berkisar 28–38%. Data mengenai kandungan darah dan fraksinya disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan darah dan fraksinya

Komponen Darah (%) Plasma (%) Sel darah merah (%)

Air 80 90.8 60.8

Garam 0.9 0.8 1.1

Lemak 0.2 0.1 0.4

Protein 17 7.9 35.1

Albumin 2.8 4.2 -

Globulin 2.2 3.3 -

Fibrinogen 0.3 0.4 -

Hemoglobin 10 - 30

Lainnya 1.1 0.4 2.6

(Ockerman dan Hansen 1988)

Hemoglobin merupakan suatu protein yang terdiri dari 4 subunit, masing-masing sub unit tersebut mengandung satu bagian heme yang berkonjugasi dengan suatu polipeptida yang terdiri atas protoporfirin, globin dan besi bervalensi 2 (ferro). Hemoglobin mengandung besi 0.335 % atau 3.35 mg/g hemoglobin dan kapasitas oksigen 1.36 cc per g (Sastradipraja et al. 1989). Struktur hemoglobin disajikan pada Gambar2.

Gambar 2.Struktur hemoglobin

Kadar hemoglobin di dalam darah dapat ditentukan dengan berbagai metode. Terdapat tiga metode pengukuran kadar hemoglobin, yaitu metoda Tallqvist, metoda Sahli, dan metoda sianmetmoglobin (spektrofotometrik). Diantara ketiga metode tersebut, metode spektofotometri merupakan metode yang tepat dan paling banyak digunakan dalam laboratorium klinik diagnostik (Sastradipraja et al. 1989). Metode spektrofotometri menggunakan suatu larutan yang mengandung kalium sianida dan kalium ferisida (reagen Drabkins). Ferisianida akan merubah besi dari hemoglobin yang bervalensi 2 menjadi bervalensi 3 dengan kalium sianida membentuk pigmen yang stabil ialah sianmetmoglobin. Intensitas warna campuran ini diukur dengan panjang gelombang 540 nm atau menggunakan filter hijau kekuningan (Sastradipraja et al. 1989).


(29)

15

H.

Sel Kanker dan Tahapan Pembentukannya (Nurlaila dan Hadi 2008)

Kanker merupakan penyakit yang timbul akibat adanya akumulasi atau penumpukan kerusakan-kerusakan sel tertentu dari tubuh. Kanker berkembang melalui serangkaian proses yang disebut karsinogenesis. Karsinogenesis pada dasarnya dibagi menjadi dua tahap utama yaitu inisiasi dan promosi, namun beberapa literatur menambahkan bahwa tahap promosi kanker diikuti oleh proliferasi, metastasis dan neoangiogenesis.

Tahap inisiasi ialah tahap terdapat agen karsinogenik (zat yang dapat menimbulkan kanker) mulai bekerja mengubah susunan DNA fungsional (gen) sehingga gen itu menjadi berbeda atau terjadi mutasi. Biasanya gen yang berubah susunannya adalah gen yang berfungsi untuk menekan pertumbuhan tumor (tumor suppressor gene), misalnya gen p53.

Proses mutasi DNA yang terjadi satu kali sebenarnya belum cukup untuk dapat menimbulkan kanker. Ribuan mutasi harus terjadi pada letak gen yang tidak boleh sama sehingga kanker tersebut dapat timbul. Apabila mutasi DNA yang itu telah terjadi, mulailah sel mengalami perubahan sifat secara perlahan-lahan. Sel yang mengantongi gen yang termutasi akan mulai membelah diri (proliferasi) dan membentuk grup tertentu (klonal) di lokasi tertentu dalam tubuh. Tahapan sel kanker membentuk klonal inilah yang dinamakan tahap promosi kanker.

Tahap promosi ini akan diikuti proliferasi (pembelahan diri sel kanker menjadi banyak) yang kemudian satu atau lebih sel bisa memisahkan diri dari markas utamanya untuk berpindah ke tempat lain (metastasis). Sementara itu, untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bagi klonal sel kanker tersebut, dibentuklah pembuluh darah baru (neoangiogenesis).


(30)

16

IV.

METODOLOGI

A.

KEGIATAN MAGANG

Kegiatan magang dilakukan selama empat bulan (7 Februari - 7 Juni 2011) pada Divisi Sosialisasi dan Informasi LPPOM MUI. Kegiatan yang dilakukan antara lain:

1. Mengikuti pelatihan dan diskusi mengenai halal

Pelatihan yang diikuti berupa pelatihan sistem jaminan halal pada tanggal 24 Mei 2011. Materi pelatihan berisi pemahaman dasar mengenai sistem jaminan halal, syarat menjadi auditor halal internal perusahaan, identifikasi bahan baku dan proses, penentuan titik kritis kehalalan produk, dan pengambilan keputusan status halal suatu produk.

2. Membuat media presentasi tentang halal

Media presentasi dibuat dalam tampilan menarik berisi pesan untuk senantiasa mengkonsumsi pangan halal dengan sasaran anak usia TK, usia SMP, dan masyarakat umum.

3. Mempelajari dan membuat artikel titik kritis kehalalan produk makanan

Pembuatan titik kritis dilakukan dengan mengidentifikasi bahan baku dan proses yang dilakukan kemudian mengidentifikasi titik kemungkinan produk tersebut dapat terkontaminasi zat haram.

4. Melakukan survei produk pangan

Survei dilakukan di pusat perbelanjaan yang berlokasi di Jakarta. Survei ini dilakukan untuk mengetahui peredaran produk yang berlogo halal non-MUI. Data yang dikumpulkan berupa jenis produk, merek produk, nama produsen, asal produk (dalam negeri/luar negeri), jenis izin edar (MD,ML,PIRT), jenis logo halal (MUI, LN), jenis sertifikat halal (MUI, LN), dan tanggal kadaluarsa.

5. Melakukan persiapan dan partisipasi kegiatan yang diselenggarakan Divisi Sosialisasi dan Promosi LPPOM MUI, yaitu :

a. Berpartisipasi dalam kegiatan Halal Food Goes to School yang merupakan program seminar halal dan kompetisi memasak di sekolah menengah atas se-kota Bogor. Kegiatan ini bertujuan untuk menjadikan generasi muda khususnya usia TK sampai SMU dan sederajat peduli halal dan selalu mengonsumsi makanan dan minuman yang halal.

b. Berpartisipasi dalam kegiatan seminar sehari Horeca (Hotel, Restoran dan Catering) dengan tema “Ketersediaan Kuliner Halal dalam Menyukseskan Visit Indonesia 2011” pada tanggal 6 April 2011, Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta.

c. Berpartisipasi kegiatan diskusi strategis menyambut kebijakan CAFTA (China – ASEAN Free Trade Area) pada tanggal 10 Mei 2011, Hotel Bidakara, Jakarta.

d. Berpartisipasi dalam kegiatan Indonesia Halal Expo (INDHEX) 2011.

6. Mengkaji topik khusus, yaitu kajian ilmiah keharaman daging bangkai dan produk darah.

B KAJIAN

TOPIK

KHUSUS

B.1 Metode Penulisan Untuk Topik Khusus

Metode yang digunakan pada penulisan kajian topik khusus adalah metode deskriptif. Metode deskriptif menurut Sevilla et al. (1993) merupakan kegiatan yang meliputi pengumpulan data dalam rangka menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari pokok suatu penelitian. Penulisan ini dilakukan studi pustaka yang membandingkan kandungan kimia, evaluasi biologis, dan aspek mikrobiologi dari daging bangkai dan darah. Metode penulisan yang digunakan dalam menyusun tugas akhir ini terdiri dari penentuan


(31)

17

gagasan, pengumpulan data, pengambilan kesimpulan, dan saran. Metode penulisan topik khusus ini bersifat kajian pustaka dan diskusi pakar (dosen, pihak LPPOM MUI). Selain itu, penelitian deskriptif adalah sebuah metode penelitian yang menggambarkan objek penelitian berupa data-data yang sudah ada. Dalam penelitian deskriptif, peneliti tidak mungkin memanipulasi dan mengontrol data atau variabel penelitian. Dengan demikian, penelitian merupakan penelitian noneksperimental karena data yang akan diteliti, baik data saat ini maupun data di masa lalu, sudah ada dan tidak mungkin dimanipulasi. Tujuan utama dalam menggunakan metode ini adalah untuk menggambarkan karakteristik subjek ataupun objek penelitian secara terperinci dan sistematis. Penelitian deskriptif yang dilakukan adalah berupa wawancara dengan tujuan untuk mengetahui gambaran umum tingkat pengetahuan pedagang mengenai daging halal.

B.2 Penentuan Gagasan

Tugas akhir ini mengangkat gagasan berupa permasalahan peredaran daging bangkai dan produk darah yang telah jelas dilarang dikonsumsi oleh umat Islam. Kajian daging bangkai dibatasi pada daging yang berasal dari hewan dengan kondisi kesehatan dan penanganan yang buruk sehingga mati sebelum disembelih dan merupakan daging yang memiliki sifat-sifat yang berbeda dengan daging normal dari aspek warna dan bau. Produk darah yang dimaksud adalah produk yang berasal dari darah yang mengalir. Asumsi yang digunakan sebagai acuan studi literatur adalah bahwa di dalam bahan yang tidak layak konsumsi (daging bangkai dan darah) terdapat sesuatu yang berbahaya. Pendekatan terhadap hal yang berbahaya dalam produk tersebut dipandang melalui segi biokimia maupun mikrobiologis. Asumsi ini diperkuat oleh data dan hasil penelitian serupa mengenai daging bangkai dan produk darah. Namun, hasil kesimpulan ini tidak menggambarkan status keharaman dari daging bangkai dan produk darah melainkan hikmah keharaman dari produk-produk tersebut.

B.3 Metode Pengambilan Sampel

Menurut Supranto (2003), metode pembagian sampel dibagi menjadi dua, yaitu metode acak (probability sampling) dan metode non acak (nonprobability sampling). Metode penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode non acak (nonprobability sampling). Metode ini memungkinkan untuk memperoleh hasil yang cepat. Namun, hasil yang diperoleh dari metode ini tidak akan mencapai generalisasi yang berlaku bagi suatu populasi.

Responden pada tahapan wawancara ini harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Responden adalah pedagang daging di kios Pasar Bogor

2. Responden harus beragama Islam

Penentuan responden ini menggunakan metode purposive sampling sesuai dengan kebutuhan penelitian, yaitu menggambarkan penanganan kehalalan pangan, memperoleh pemahaman, dan mengembangkan suatu penjelasan teoritis tentangnya. Tujuan ini menjadikan dalam pemilihan responden, pemilihan tidak mengutamakan patokan dalam keterwakilan populasi, melainkan keterwakilan aspek permasalahan.

B.4 Wawancara (Nasution 2007)

Wawancara adalah salah satu bentuk komunikasi verbal yang bertujuan untuk memperoleh informasi. Wawancara merupakan alat yang efektif untuk mengungkapkan kenyataan hidup, apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh individu tentang berbagai aspek kehidupan. Terdapat dua jenis wawancara, yaitu wawancara berstruktur dan wawancara tak berstruktur. Dalam tugas akhir ini, peneliti memilih menggunakan jenis wawancara berstruktur, yakni wawancara yang dilakukan


(32)

18

berdasarkan daftar pertanyaan dengan maksud dapat mengontrol dan mengatur berbagai dimensi atau dapat pula dikatakan wawancara dengan pembatasan masalah. Metode wawancara berstruktur ini memiliki beberapa kelebihan, yaitu:

1. tujuan wawancara lebih jelas dan terpusat pada hal-hal yang telah ditentukan lebih dahulu sehingga tidak ada bahaya bahwa percakapan menyeleweng dan menyimpang dari tujuan. 2. jawaban-jawaban mudah dicatat dan diberi kode

3. data lebih mudah diolah

B.5 Teknik Pengumpulan Data

Sumber data dalam penulisan topik khusus adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara kepada responden menggunakan kuesioner (Lampiran 2). Wawancara dilakukan pada tanggal 12 Juni 2011 mulai pukul 09.30 – 12.00 WIB. Lokasi pengambilan sampel di Pasar Bogor (Jalan Suryakencana). Data sekunder pada penulisan topik khusus ini diperoleh deri penelusuran pustaka berupa buku, jurnal, artikel, dan internet. Penilaian kuesioner mengenai tingkat pengetahuan dan kepedulian halal pedagang daging dihitung berdasarkan pada masing-masing butir pertanyaan bernilai 1 jika benar dan 0 jika salah. Sehingga jika jawabannya salah semua akan bernilai 0 dan jika jawaban benar semua akan bernilai 9.

Rentang nilainya adalah: r =

Rentang nilainya adalah: r = = 3.00

Rentang Nilai Kategori

0 - 3.00 Rendah

3.01 - 6.00 Cukup


(33)

19

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

Hasil dan Manfaat Kegiatan Magang

Kegiatan magang di LPPOM MUI selama 4 bulan (7 Februari - 7 Juni) pada divisi Sosialisasi dan Informasi LPPOM MUI. Kegiatan yang dilakukan antara lain:

1. Mengikuti pelatihan dan diskusi mengenai halal

Pelatihan yang diadakan pada tanggal 24 Mei 2011 ini berupa pelatihan bagi calon auditor internal perusahaan yang ingin mempelajari ataupun menyusun manual halal. Pada pelatihan ini, penulis mempelajari mengenai peranan penting sistem jaminan halal dalam proses sertifikasi halal. Materi pelatihan berisi pemahaman dasar sistem jaminan halal, syarat menjadi auditor, identifikasi bahan baku dan proses, penentuan titik kritis kehalalan produk, pengambilan keputusan dan penilaian status halal suatu produk yang diproduksi. Penulis juga membuat rancangan manual halal (bagian hasil identifikasi titik kritis keharaman bahan dan tindakan pencegahannya) dengan kasus penerapan di industri yogurt (Lampiran 3).

2. Membuat media presentasi tentang halal

Pembuatan slide presentasi halal berupa materi edukasi halal sejak dini bagi anak-anak usia TK dan pelajar SMP. Isi slide secara garis besar menerangkan tentang definisi halal, perintah halal dalam AlQuran, hikmah dibalik mengkonsumsi makanan halal, contoh sederhana bahan pangan halal, difinisi haram, hikmah dibalik mengkonsumsi zat haram, dan permainan tebak gambar hewan halal-haram. Sementara itu, isi slide presentasi halal bagi masyarakat umum memiliki cakupan materi yang lebih luas lagi, yaitu peranan LPPOM MUI, gambaran sederhana proses sertifikasi halal dan tips memilih produk olahan yang berlogo halal. Contoh slide presentasi dengan sasaran anak-anak usia SMP dengan judul “Gaul Bersama Halal” dapat dilihat pada lampiran 4.

3. Pemahaman Titik Kritis Bahan pada Produk untuk Panduan Auditor

Penulis mempelajari pembuatan matriks titik kritis dari berbagai bahan dan produk seperti antioksidan, asam sitrat, bahan anti gumpal, bakery mix, produk daging, pengemulsi, enzim, perisa (flavor), gelatin, kecap, minyak dan lemak, minyak esensial, oleoresin, monosodium glutamat, pati dan turunannya, pemanis, pengawet, pengembangan metode analisis halal, pengental dan penstabil, penyembelihan, pewarna, produk turunan protein, produk bioteknologi, ragi roti, ribotide, sanitasi peralatan, saos, susu dan turunannya, taurin, dan vitamin.

Suplemen bacaan mengenai titik kritis bahan dan produk dapat membantu memberikan gambaran bagi penulis mengenai tugas audit yang akan dilakukan oleh auditor halal. Setiap topik bahan dan produk terdapat penjelasan mengenai deskripsi singkat, klasifikasi dan sumber, cara produksi, titik kritis, aplikasi dan standar approval. Selain itu, diuraikan pula mengenai pengembangan metode analisis pencemaran daging serta sanitasi dalam industri pangan.

4. Pembuatan artikel titik kritis keharaman masakan siap saji (Jepang dan Amerika) dan Klapertaart

Langkah yang digunakan dalam pembuatan artikel ini adalah mempelajari bahan baku yang digunakan pada pembuatan masakan Jepang dan Klapertaart. Selain itu, penulis juga mempelajari proses produksi dari kedua makanan tersebut. Suplemen bahan bacaan titik kritis dari beberapa produk tersebut memberikan gambaran pembuatan artikel titik kritis sehingga selanjutnya dapat digunakan untuk menyusun titik kritis masakan Jepang dan Klapertaart. Lampiran artikel yang terlampir dalam lampiran 5a-5c.


(34)

20

Data yang dikumpulkan berupa jenis produk, merek produk, nama produsen, asal produk (dalam negeri/luar negeri), jenis izin edar (MD,ML,PIRT), jenis logo halal (MUI, LN), jenis sertifikat halal (MUI, LN), dan tanggal kadaluarsa. Lampiran formulir survei terlampir pada lampiran 6.

6. Melakukan persiapan dan partisipasi kegiatan yang diselenggarakan Divisi Sosialisasi dan Promosi LPPOM MUI

a. Berpartisipasi dalam kegiatan Halal Food Goes to School yang merupakan program seminar halal dan kompetisi memasak di sekolah menengah atas se-kota Bogor. Kegiatan ini bertujuan untuk menjadikan generasi muda khususnya usia TK sampai SMU dan sederajat peduli halal dan selalu mengonsumsi makanan dan minuman yang halal.

b. Berpartisipasi dalam kegiatan seminar sehari Horeca (Hotel, Restoran dan Catering) dengan tema “Ketersediaan Kuliner Halal dalam Menyukseskan Visit Indonesia 2011” pada tanggal 6 April 2011, Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta. Persiapan yang dilakukan berupa pembuatan daftar hotel, restoran, dan usaha catering. Penulis juga terlibat langsung sebagai pembawa acara (master of ceremony) pada seminar tersebut. Pembuatan daftar ini bertujuan sebagai referensi alamat dan gambaran usaha pangan yang ada di Jabodetabek dan kota-kota besar di pulau Jawa, seperti Bandung, Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya. Daftar tersebut terdiri dari nama usaha pangan dan alamat usaha. Daftar ini digunakan untuk sosialisasi rumah makan, restoran dan catering dalam mengupayakan produksi pangan halal. Saat ini telah terkumpul sebanyak 1000 usaha pangan dengan rincian:

1.Jabodetabek: 600 nama dan alamat usaha pangan 2.Bandung: 200 nama dan alamat usaha pangan 3.Yogyakarta: 80 nama dan usaha pangan 4.Semarang: 80 nama dan usaha pangan 5.Surabaya: 80 nama dan usaha pangan

Seminar tersebut dihadiri oleh Direktur LPPOM MUI, Ir. Lukmanul Hakim, M.Si, dan Dirjen Pengembangan Destinasi Pariwisata Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Ir. Firmansyah Rahim, MM, turut hadir sebagai pembicara adalah Bapak Riyanto Sofjan selaku wakil ketua umum PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia), Ketua umum APJI (Asosiasi Perusahaan Jasa boga Indonesia) RA. Hj. Ning Sudjito, ST. dan Ketua ASITA (Asosiasi Pengusaha Biro Perjalanan Wisata) Drs. Mahidin A. Desky, SH, MH. Seminar tersebut menyampaikan bahwa sertifikasi halal adalah jaminan dari kehalalan produk karena halal adalah salah satu kepuasan konsumen untuk konsumen terutama umat Islam. Perlunya edukasi tentang pangan, halal dan produksi halal. Salah satunya dengan sosialisasi halal dalam rangka meningkatkan kesadaran halal di masyarakat dan pelaku usaha, dalam hal ini pelaku usaha kuliner. Halal harus dimulai dari negara yang merupakan konsumen halal terbesar sehingga diharapkan Indonesia yang seharusnya menjadi pusat halal dunia.

Permasalahan tentang pangan halal tidak hanya menjadi pemikiran lembaga tertentu saja melainkan seluruh lembaga yang terkait. Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata menyampaikan kendati halal belum dapat dijadikan kewajiban karena Indonesia memiliki banyak agama dan keyakinan, namun saat ini tidak dapat dipungkiri bahwa kehalalan tidak hanya aspek yang diperhatikan bagi wisatawan domestik tetapi juga bagi wisatawan mancanegara. Beberapa upaya yang dilakukan Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata untuk menunjang kegiatan halal di Indonesia antara lain:

a. Penyusunan standar usaha hotel b. Penyusunan standar usaha restoran c. Penyusunan standar usaha jasa boga


(1)

40

merupakan zat yang diharamkan untuk dikonsumsi. Pembahasan mengenai kajian darah ini akan dibatasi pada interaksi protein-heme dalam bentuk produk hemoglobin (puding darah) yang berasal dari darah yang mengalir dan diharamkan dalam Islam, terhadap pembentukan produk oksidasi lemak pada jaringan hewan percobaan secara in vivo.

Penelitian Pierre et al. (2004) menunjukkan efek heme terhadap produksi produk oksidasi lemak di cairan feses sebagai indicator awal terjadinya kanker kolon. Penelitian menggunakan 5 jenis ransum sebagai variabel, yaitu ransum kontrol, ransum daging ayam, ransum daging sapi, ransum hemoglobin, dan ransum black pudding. Penggunaan ransum daging ayam dimaksudkan untuk melihat perbedaan pengaruh heme yang terdapat pada daging putih (daging ayam) dengan daging merah (daging sapi), hemoglobin ataupun puding darah (black pudding). Menurut Bastide et al. (2011) kandungan heme yang terkandung pada daging merah (dalam bentuk mioglobin) 12 kali lebih besar dibandingkan kandungan heme pada daging putih. Sementara itu, ransum hemoglobin digunakan sebagai pembanding efek ransum hemoglobin yang terikat dalam jaringan (daging merah). Kedua ransum ini memiliki jumlah asupan heme yang sama, namun heme yang terdeteksi pada cairan feses tikus yang diberi ransum hemoglobin memiliki kandungan yang lebih tinggi dibandingkan yang diberi ransum daging merah. Hal ini menunjukkan Fe-Heme dalam bentuk hemoglobin mencapai kolon lebih baik dibanding Fe-Heme dalam bentuk mioglobin (daging merah).

Tabel 10 menunjukkan efek ransum meat-based pada tikus setelah 77 hari setelah diinjeksi dengan azoksimetana. Senyawa azoksimetana merupakan senyawa oksidasi, dalam kasus ini, penggunaannya ditujukan untuk melihat hasil produk oksidasi yang dihasilkan oleh ransum secara cepat diamati dalam 77 hari. Penggunaan ransum kontrol dimaksudkan untuk melihat efek oksidasi tubuh dari ransum yang tidak diberi penambahan heme. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan pH cairan fekal pada tikus yang terutama mengkonsumsi produk heme (daging sapi, hemoglobin dan black pudding). Peningkatan pH pada kolon ini tidak serta merta menggambarkan indikator terjadinya kanker. Kolon memiliki pH basa (sekitar pH 7.2), apabila kolon terlalu basa hal ini mengindikasikan banyak protein tidak terserap yang berasal dari heme (mioglobin; hemoglobin). Namun, kondisi terlalu basa pada kolon dapat mengindikasikan konsentrasi toksik dalam tubuh meningkat dan tersedianya energi untuk sel kanker.

Tabel 10. Efek ransum meat-based pada tikus setelah 77 hari setelah diinjeksi dengan azoksimetana Ransum

Asupan heme1 Heme di Feses1

Heme di cairan feses1

TBARS di cairan feses,

MDAEq

pH cairan feses (µmol / hari) (µmol/gram) (µmol/L) (µmol/L) (pH)

Kontrol 0a 0a 0a 40 ± 15 a 7.85 ± 0.03a

Daging ayam 0a 0a 0a 69 ± 16 a 8.02 ± 0.03b

Daging Sapi 3.0 ± 0.4 b 0.5 ± 0.2b 19 ± 7b 138 ± 17 b 8.17 ± 0.03c Hemoglobin 2.9 ± 0.4 b 0.9 ± 0.3c 52 ± 47c 195 ± 96 b 8.13 ± 0.03c Black Pudding 87.0 ± 8.0 c 23.6 ± 8.6d 1097 ± 484d 975 ± 229 c 8.30 ± 0.06d

1

Data yang telah diubah ke dalam bentuk logaritma dan diuji melalui ANOVA (p<0,05) abcd

Data pada kolom yang sama merupakan data berbeda nyata pada p < 0,05 (Pierre et al. 2004)

Hasil penelitian Pierre et al. (2004) menunjukkan heme-protein dalam bentuk hemoglobin (ransum hemoglobin dan ransum puding darah) mencapai kolon lebih cepat dibanding protein-heme dalam bentuk mioglobin (ransum daging). Hal ini dapat dijadikan hikmah dibalik pengharaman darah yang mengalir. Ransum daging ayam memberikan kontribusi terhadap nilai TBARS pada cairan feses.


(2)

41

Hal ini diduga bukan akibat kandungan heme melainkan adanya kandungan asam arakidonat (ARA 1g/kg) dan niasin yang cukup tinggi pada daging ayam bila dibandingkan dengan keempat jenis ransum lainnya. Kandungan niasin pada diet daging ayam dapat mencapai 12 kali dari RDA (Recommended Daily Allowance). Penelitian menurut Morrow et al. (1992) kandungan niasin yang tinggi dapat menstimulasi pelepasan histamine dan sintesis prostalglandin. Sintesis prostalglandin ini yang kemudian menyebabkan terbentuknya TBARS pada cairan feses tikus yang diberi ransum daging ayam.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pierre et al. (2004) menunjukkan bahwa pengukuran MDA pada sampel tikus yang diberi ransum puding darah (black pudding) atau tikus yang diberi ransum tinggi heme sebesar 975 (µmol/L) atau 7x lebih besar dibanding MDA sampel tikus yang diberi ransum daging sapi. Radikal bebas di dalam tubuh juga mempengaruhi kadar malonaldehida (MDA) yang dapat ditemukan di organ hati. Pengukuran kadar MDA (malonaldehida) dapat digunakan sebagai indeks tidak langsung kerusakan oksidatif akibat peroksidasi lemak. Stress oksidatif yang

tinggi menunjukkan bahwa kadar MDA (malonaldehida) juga tinggi. Larsson et al. (2005)

menyebutkan konsentrasi heme-besi yang tinggi setelah mengkonsumsi puding darah meningkatkan produksi radikal bebas pada kolon dan rektum yang berkontribusi terhadap peningkatan risiko kanker.

Penelitian yang dilakukan Pierre et al. (2006) menunjukkan bahwa eksresi DHN-MA (Dihydroxynonane Mercapturic Acid) pada tikus percobaan meningkat seiring dengan pemberian ransum kaya heme. Efek ransum heme terhadap kandungan DHN-MA pada urin (Pierre et al. 2006) yang terlihat bahwa konsumsi daging merah yang ditambah dengan sosis darah menghasilkan produk DHN-MA yang paling tinggi diantara sampel-sampel disajikan dalam Tabel 11.

Tabel 11. Efek ransum heme terhadap kandungan DHN-MA pada urin Ransum Heme

(mg/hari)

Fe (mg/hari) DHN-MA di urin (ng/24jam)

Daging merah (60g/hari) 55.0 9.9 1,719

Daging merah (120g/hari) 110.0 11.2 1,974

Daging merah + pasta hati (liver pate) (50g) 80.0 17.7 1,957

Daging merah+ sosis darah (70g) 205.0 17.7 4,147

Daging merah+ Fe inorganik 55.0 44.9 1,726

(Pierre et al. 2006)

Produksi DHN-MA diasosiasikan dengan timbulnya perosidasi lemak dalam tubuh misalnya 4-hidroksinonenal. Senyawa 4-hidorksinonenal berikatan secara kovalen dengan sistein, histidin, dan lisin. Hemoglobin (pada sosis darah) dan mioglobin (daging merah) merupakan substansi yang kaya akan histidin. Senyawa 4-hidroksinonenal ini juga berikatan dengan residu histidin pada protein-heme yang dapat meningkatkan status oksidasi lemak.

Hasil pada Tabel 11 menunjukkan bahwa variabel sosis darah sebesar 70 gram mengakibatkan peningkatan beban konsumsi heme menjadi dua kali lebih besar dibanding konsumsi daging merah saja. Hasil tersebut juga sesuai dengan penelitian Pierre et al. (2004) bahwa protein-heme dalam bentuk hemoglobin (yang terdapat pada darah) lebih cepat menuju kolon dibandingkan dalam bentuk mioglobin. Efek pembentukan DHN-MA oleh ransum daging merah yang ditambah dengan sosis darah juga menunjukkan produksi DHN-MA yang paling tinggi dibanding keempat ransum lainnya. Produk ini juga merupakan agen sitotoksik dan genotoksik. DHN-MA ini merupakan tanda (marker) bila terjadi stres oksidatif melalui perubahan fungsi sel dan pembentukan pencantelan eksosiklik DNA (Pierre et al. 2006; Cross et al. 2006).


(3)

42

D.3 Mekanisme Heme

Studi yang dilakukan pada tikus percobaan menunjukan bahwa pemberian protein heme menimbulkan luka (preneoplastic lesion) di kolon (usus besar). Luka ini diduga akibat adanya reaksi oksidasi dalam kolon. Penelitian yang dilakukan Ishikawa et al. (2010) bertujuan untuk meneliti pengaruh heme terhadap penyebab kerusakan DNA dan proliferasi sel epitel usus besar melalui pembentukan hidrogen peroksida yang dihasilkan oleh heme oksigenase (HO). Pengkonsumsian daging merah dan sosis darah (makanan yang mengandung heme) berkorelasi terhadap pembentukan produk metabolit peroksida lemak. Mekanisme yang terjadi menurut Kapralov et al. (2009) adalah aktivitas peroksida hemoglobin (Hb) akan tersimpan dan terikat dengan haptoglobin (Hp) sehingga terbentuklah kompleks Hb-Hp melalui ikatan silang (cross linking). Kompleks Hb-Hp ini mengagregat dan menelan agen pereduksi seperti nitrat oksida dan askorbat. Makrofag sebagai sistem perlindungan tubuh akan menelan kompleks Hb-Hp ini. Hal ini akan berakibat pada aktivasi produksi superoksida dan menimbulkan stres oksidatif intraseluler (mendeplesikan glutathione endogen dan merangsang peroksidasi lipid). Penelanan kompleks Hb-Hp ini justru menyebabkan sitotoksisitas untuk makrofag. Mekanisme oleh Kapralov et al. (2009) menunjukkan bahwa dalam kondisi peradangan berat dan stres oksidatif menyebabkan pengagregatan aktivitas peroksidase kompleks Hb-Hp sehingga dapat menyebabkan disfungsi makrofag dan vasokonstriksi mikrovaskuler yang sering terlihat penyakit hemolitik.

Kemampuan redoks yang terdapat pada besi, dapat menjadikannya racun dalam tubuh bila zat besi hadir dalam jumlah yang berlebihan. Keberadaan zat besi dalam jumlah tinggi dan jika tidak terkontrol, dapatmenyebabkan kerusakan sel sebagai akibat dari peroksidasi lipid, oksidasi DNA, dan merusak protein (Chua et al 2010). Mekanisme pembentukan sel kanker pada usus besar yang diakibatkan dapat dilihat pada Gambar 10 (Chua et al. 2010) :

Gambar 10. Mekanisme pembentukan sel kanker pada usus besar (dimodifikasi)

Darah yang merupakan protein terkonjugasi logam yang terdiri dari protein heme dan logam besi (Fe) yang merupakan bentuk Fe dengan keterserapan (bioavaibility) yang mudah diserap tubuh. Dalam jumlah yang berlebihan, kedua substansi ini merupakan spesies oksigen yang reaktif (ROS) yang dapat menyebabkan kerusakan DNA. Kerusakan DNA ini menyebabkan sel mengalami mutasi tingkat gen, yang merupakan tahap awal (inisiasi) terjadinya sel kanker. Sel yang mengalami mutasi

Heme-Fe


(4)

43

umumnya menekan kemampuan sel dalam berapoptosis akibatnya sel-sel yang bertahan ini terus mengalami mutasi dan membentuk koloni (membesar; mengagregat). Koloni sel kanker membutuhkan asupan nutrisi dari tubuh sehingga pembuluh darah yang berada di sekitarnya mulai terbentuk (angiogenesis).


(5)

44

E. Hasil

Wawancara

E.1 Analisa Tingkat Pengetahuan dan Kepedulian Halal

Tingkat pengetahuan halal konsumen terhadap pangan halal dan thayyib responden dapat diketahui dari jawaban yang diberikan responden atas pertanyaan yang diajukan pada kuesioner, yaitu pertanyaan poin B nomor 1 sampai 5 (Lampiran 2). Pertanyaan untuk mengetahui pengetahuan halal meliputi pengertian halal dan produk-produk yang haram dalam Islam. Sementara pertanyaan untuk melihat kepedulian konsumen mencakup tentang pengetahuan tentang peraturan peredaran daging halal dan keperluan dalam pengawasan peredarannya terungkap pada pertnyaan bagian B nomor 4 sampai 5 (Lampiran 2).

Hasil analisa tingkat pengetahuan dan kepedulian pedagang daging di Pasar Bogor terhadap pangan halal berada pada kategori baik (Lampiran 8). Hal yang mempengaruhi keadaan tersebut ialah factor budaya. Menurut Kotler dan Amstrong (2001), faktor budaya mempunyai pengaruh yang luas dan mendalam terhadap perilaku, mencakup budaya (kultur, sub budaya, dan kelas sosial). Budaya adalah susunan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan, dan perilaku yang dipelajari anggota suatu masyarakat dari keluarga dan institusi penting lainnya. Setiap perilaku konsumen dikendalikan oleh berbagai sistem nilai dan norma budaya yang berlaku pada suatu daerah. Dalam hal ini, pedagang daging berada di pasar umum yang merupakan pasar terbesar di kota Bogor dan kota Bogor merupakan daerah dengan penduduk muslim (BPS 2010). Responden menganut agama Islam yang merupakan syarat yang diajukan oleh peneliti sebelum melakukan wawancara.

Sebanyak 4 dari 9 responden mendapatkan nilai salah (nol) pada pertanyaan nomor 3 (Lampiran 2), yaitu mengenai hukum pencampuran barang haram dengan barang yang halal. Keempat responden tersebut memilih pilihan syubhat (meragukan). Hal ini kemudian dapat menjadi suatu masalah yang harus diwaspadai karena salah satu kasus yang dianggap peneliti berada dalam kategori tersebut adalah pencampuran daging sapi dan daging babi hutan.

Hasil wawancara lepas menunjukkan responden yang menjawab bagian daging dan harga merupakan pertimbangan konsumen saat memilih daging di kiosnya. Sementara itu, terdapat variasi jawaban mengenai daging halal, diantaranya adalah daging yang berasal dari hewan yang disembelih sesuai dengan syariat Islam (menyebut nama Allah) dan tidak disiksa terlebih dahulu, daging yang diperoleh dari rumah pemotongan hewan (RPH), dan daging yang berasal dari hewan yang halal. Responden menjawab pembelian hewan hidup dan menyaksikan penyembelihan sebagai salah satu cara menjamin produk daging yang diperdagangkan. Selain itu, juga terdapat jawaban responden mengenai cara menjamin kehalalan produk dagingnya dengan membelinya langsung dari RPH. Rumah Pemotongan Hewan termasuk ke dalam salah satu jawaban yang diutarakan oleh responden baik untuk pertanyaan mengenai daging halal dan cara menjaminnya. RPH menjadi tempat yang dipercaya oleh responden dalam hal penyediaan daging untuk dijual bebas.

Rumah potong hewan (RPH) merupakan salah satu unit usaha yang sangat penting dalam menjaga kehalalan pangan yang beredar di masyarakat. Dewasa ini, seiring dengan perkembangan teknologi, banyak sekali RPH yang memanfaatkan peralatan modern dalam pelaksanaan proses penyembelihan hewan, sehingga muncul beragam model penyembelihan dan penanganan yang menimbulkan pertanyaan terkait dengan kesesuaian pelaksanaan penyembelihan tersebut dengan hukum Islam. Pada proses penanganan di dalam RPH terdapat salah satu tahap yang cukup kritis ditinjau dari segi kehalalan, yaitu proses penyembelihan hewan. Proses tersebut sangat menentukan halal atau tidaknya daging atau bagian lain dari hewan (lemak, tulang, jeroan, dan lainnya) yang dihasilkan (LPPOM MUI 2011).


(6)

45

Hasil wawancara mengenai cara untuk mengetahui daging sapi yang dioplos dengan daging babi hutan, terdapat variasi jawaban yang dikemukakan oleh responden, yaitu warna daging babi hutan lebih pucat dan permukaannya lebih mengkilap dibandingkan dengan daging sapi. Sebanyak 2 dari 9 responden mengaku tidak tahu perbedaan antara daging babi hutan dan daging sapi. Hal ini dikarenakan kejadian pemalsuan daging sapi dengan daging babi hutan belum pernah ditemukan dan belum pernah terjadi di pasar Bogor.

Menurut (Wahid 2007) daging babi memiliki warna merah pucat dengan lemak yang lunak dan mudah mencair pada suhu ruang, serta berwarna putih jernih. Hal ini sedikit berbeda dengan daging babi hutan atau celeng yang memiliki tekstur lebih kasar dan warna lebih gelap, sehingga sepintas lalu daging celeng mirip dengan daging sapi. Namun, daging celeng masih memiliki aroma bau khas babi yang kuat yang dapat digunakan konsumen untuk mengidentifikasinya. Menurut Marchiori dan Felicio (2003) menyebutkan bahwa daging babi hutan memiliki warna lebih merah dan lebih gelap dibandingkan dengan daging babi (p<0.05). Gambaran sementara dari jawaban yang dikemukakan oleh responden menyebabkan peneliti berasumsi bahwa responden tidak mengetahui cirri daging sapi yang dipalsukan dengan daging babi hutan. Hal ini dikarenakan ciri visual yang dikemukan berbeda dengan literatur. Rata-rata responden telah berjualan daging sejak tahun 1970-an dan 1980-an namun tidak menjadi jaminan bahwa tingkat pengetahuan dan pengalaman mengenai daging sapi dapat pula diterapkan dalam membedakan daging babi hutan. Adapun tindakan pencegahan yang dapat dilakukan ialah perbaikan sistem pasar dengan mengelola sistem satu pintu bagi barang daging yang masuk atau yang diperjualbelikan, pengawasan secara berkala, pelaksanaan inspeksi mendadak, penyebarluasan informasi daging halal, dan motivasi dari pedagang daging itu sendiri untuk secara jujur menyediakan daging yang halal bagi masyarakat.