Pembagian Makanan dalam Keluarga

melahirkan dan bayinya tidak terlalu besar. Ada pula penduduk di negara- negara Asia yang mempunyai kepercayaan bahwa makanan yang mengandung protein hewani menyebabkan air susuibu beracun bagi anak bayinya Suhardjo, 2003. Di dalam wilayah Indonesia ada keyakinan bahwa wanita yang masih hamil tidak boleh makan lele, ikan sembilan, udang, telur, dan nanas. Sayuran tertentu tak boleh dikonsumsi, seperti daun lembayung, pare, dan makanan yang digoreng dengan minyak. Setelah melahirkan atau operasi hanya boleh makan tahu dan tempe tanpa garamnganyep, dilarang banyak makan dan minum, makanan harus disangandibakar, bahkan setelah maghrib samasekali ibu tidak diperbolehkan makan Dinkes Pemalang, 2000. Hasil penelitian yang dilakukan Harnany di kota Pekalongan tahun 2006 dibuktikan responden yang memiliki pantangan makan sebagian besar 85 masuk kelompok anemia.

2.2.3. Pembagian Makanan dalam Keluarga

Pembagian makanan berkenaan dengan pembagian pangan yang dikonsumsi oleh perorangan, anggota suatu keluarga. Di sini pun sering pembagian pangan tersebut tidak merata. Yang dimaksud merata disini bukanlah bahwa setiap anggota keluarga tersebut mendapat jatah bagian makanan yang sama banyak, tetapi bahwa setiap anggota keluarga itu mendapat jumlah makanan yang sesuai dengan tingkat kebutuhannya, menurut umur dan keadaan fisik serta jenis kelaminnya Sediaoetama, 2008. Struktur kekuasaan di dalam keluarga dan berbagai makanan pantangan, berpengaruh pula atas pola pembagian makanan dalam keluaraga. Ayah biasanya Universitas Sumatera Utara dianggap paling berkuasa dan paling penting di dalam keluarga, sehingga kepadanya diberikan hak-hak khusus dalam banyak hal, termasuk hak khusus untuk mendapat bagian makanan yang paling baik dan paling banyak. Bahkan ada beberapa suku bangsa di Asia dan Afrika di mana ayah makan sendirian terdahu lu dan setelah ayah selesai, barulah sisanya dibagikan di antara para anggota keluarga lainnya Sediaoetama, 2008 Secara tradisional, ayah mempunyai prioritas utama atas jumlah dan jenis makanan tertentu dalam keluarga. Jika kebiasaan budaya tersebut diterapkan, maka setelah kepala keluarga anak pria dilayani, biasanya dimulai dari yang tertua. Wanita, anak wanita dan anak yang masih kecil boleh makan bersama anggota keluarga pria, tetapi dibeberapa lingkunan budaya, mereka makan terpisah pada meja lain bahkan setelah anggota pria selesai makan. Pada beberapa kasus wanita dan anak kecil hanya memperoleh makanan yang disisakan setelah anggota keluarga pria makan. Untuk bayi, anak – anak yang masih muda dan wanita selama tahun – tahun penyapihan, pengaruh tambahan dari pembagian pangan yang tidak merata dalam unit keluarga, dapat merupakan bencana, baik bagi kesehatan maupun kehidupan Suhardjo, 2003. Wanita yang sedang hamil dan telah berkeluarga biasanya lebih memperhatikan kecukupan gizi dari anggota keluarga yang lain. Padahal sebenarnya dirinyalah yang memerlukan perhatian serius mengenai penambahan gizi. Ibu harus teratur dalam mengkonsumsi makanan yang bergizi demi pertumbuhan dan perkembangan Proverowati Asfuah, 2009 Universitas Sumatera Utara Banyak penemuan yang menyatakan bahwa budaya sangat berperan dalam proses terjadinya masalah gizi diberbagai masyarakat dan negara. Dalam hal pangan, ada budaya yang memprioritaskan keluarga tertentu untuk mengkonsumsi hidangan keluarga yang telah disiapkan yaitu kepala keluarga. Anggota keluarga lain menempati prioritas berikutnya dan yang paling umum mendapatkan prioritas terakhir adalah ibu rumah tangga. Apabila hal demikian masih dianut oleh suatu budaya, maka dapat saja terjadi distribusi pangan yang tidak baik antara anggota keluarga. Apabila hal demikian masih dianut oleh suatu budaya, maka dapat saja terjadi distribusi pangan yang tidak baik di antara anggota keluarga. Apabila keadaan tersebut berlangsung dalam waktu yang lama dapat berakibat timbul masalah gizi kurang didalam keluarga yang bersangkutan Suhardjo, 2003. Distribusi makanan akan berpengaruh terhadap anemia pada ibu hamil, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Juraida Roito Harahap di Kabupaten Kampar dengan hasil yang didapatkan bahwa anemia lebih banyak ditemukan pada ibu hamil yang pembagian makanannnya kurang baik dik arenakan pembagian makanan ini tidak sesuai dengan kebutuhan ibu selama hamil. Tradisi pembagian makanan yang mengutamakan kaum pria dibanding dengan wanita terjadi juga di papua yang dibuktikan dengan hasil penelitian Alwi dkk, bahwa 81,37 ibu hamil anemia yang dikarenakan seorang wanita lebih mengutamakan bagian terbaik dari makanan untuk kaum pria walaupun dia sendiri yang mengolah makanan dan dalam keadaan hamil. Universitas Sumatera Utara

2.3. Pemeriksaan Kehamilan Ante Natal Care

Dokumen yang terkait

Pengaruh Status Sosial Ekonomi, Budaya Dan Pemeriksaan Kehamilan Ibu Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

4 68 134

PENGARUH STATUS SOSIAL EKONOMI, BUDAYA DAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN IBU TERHADAP KEJADIAN BBLR DI WILAYAH KERJA

0 1 40

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian - Pengaruh Status Sosial Ekonomi, Budaya Dan Pemeriksaan Kehamilan Ibu Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

0 0 40

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Status Sosial Ekonomi - Pengaruh Status Sosial Ekonomi, Budaya Dan Pemeriksaan Kehamilan Ibu Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

0 0 21

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang - Pengaruh Status Sosial Ekonomi, Budaya Dan Pemeriksaan Kehamilan Ibu Terhadap Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

0 0 9

PENGARUH STATUS SOSIAL EKONOMI, BUDAYA DAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN TERHADAP KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANCUR BATU KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2012 TESIS

0 0 18

PENGARUH STATUS SOSIAL EKONOMI, BUDAYA DAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN IBU TERHADAP KEJADIAN BBLR DI WILAYAH KERJA

0 0 40

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Status Sosial Ekonomi - Pengaruh Status Sosial Ekonomi, Budaya dan Pemeriksaan Kehamilan Terhadap Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

0 0 21

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang - Pengaruh Status Sosial Ekonomi, Budaya dan Pemeriksaan Kehamilan Terhadap Kejadian BBLR di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

0 0 9

PENGARUH STATUS SOSIAL EKONOMI, BUDAYA DAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN TERHADAP KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (BBLR) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANCUR BATU KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2012 TESIS

0 0 18