TUJUAN PENELITIAN SAUDARA KANDUNG

15 adik kandungnya jika selama tiga tahun pertama ia membentuk gaya hidup yang bisa bekerja sama pula Alwisol, 2007; Feist Feist, 2010.

d. Dampak Negatif Kehadiran Saudara Kandung Bagi Anak

Pertama Ginott 1965 berpendapat bahwa anak pertama akan selalu merasakan kecemburuan dan kepedihan hati saat anak kedua lahir meskipun orang tua telah mempersiapkan anak pertama agar menerima kehadiran anak kedua. Menurut Ginott, anak pertama akan sulit menerima alasan yang diberikan kedua orang tua mereka untuk menjelaskan kehadiran anak kedua. Bagi anak pertama, kehadiran saudara kandung merupakan pengalaman yang traumatik dan dapat menjadi krisis terberat. Hal ini dikarenakan masa emas anak pertama sebagai anak tunggal hilang karna ia harus berbagi kasih sayang dan perhatian dengan adik kandungnya yang baru lahir. Persepsi anak pertama tentang lingkungannya bahwa hanya ada anak pertama, ayah, dan ibu berubah ketika anak kedua lahir. Sebelum anak kedua lahir, setiap perkembangan anak pertama selalu diperhatikan, diamati, dan dikhawatirkan oleh orang tua mereka. Setelah anak kedua lahir, anak pertama harus berbagi perhatian ibu mereka dan hal tersebut berarti bahwa cinta dan perhatian ibu akan berkurang untuk anak pertama. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16 Menurut Adler, anak pertama akan merasakan permusuhan dan kemarahan terhadap adik kandung jika tiga tahun pertama sebelum kelahiran adik kandung, anak pertama membentuk gaya hidup yang yang berpusat pada dirinya sendiri. Apabila anak kedua lahir ketika anak pertama berusia di bawah tiga tahun, maka permusuhan dan kemarahan terhadap adik kandung tercipta secara tidak sadar dan lebih sulit diubah di kehidupan selanjutnya Ginott, 1965; Alwisol, 2007; Ardiyanto, 2010; Feist Feist, 2010. Kehadiran adik kandung yang menimbulkan perubahan perilaku orang tua akan memicu anak pertama untuk melakukan pemberontakan sebagai reaksi atas perubahan perilaku tersebut. Secara psikologis, perubahan perilaku orang tua akan menumbuhkan perasaan bersaing pada anak pertama. Pemberontakan dan perasaan bersaing pada anak pertama muncul dalam bentuk perilaku menuntut adanya kesamaan perhatian orang tua baik untuk anak kedua maupun anak pertama. Disisi lain, orang tua menginginkan anak pertamanya untuk bersedia mengalah kepada anak kedua. Situasi ini memicu anak pertama memiliki kecemasan yang tinggi, memiliki perasaan berkuasa yang berlebihan, dan secara tidak sadar memiliki perasaan bermusuhan dengan adik kandung Basket, 1985; Cushna, 1966; Hilton, 1967; Lewis Kreitzberg, 1979; Rothbart, 1971 dalam Noller Fitzpatrick, 1993; Prawira, 2013. 17 Ketika anak kedua lahir, anak pertama dituntut untuk memenuhi keinginan adik kandung mereka. Jika anak pertama menolak keinginan adik kandungnya, maka akan muncul pertengkaran antar saudara kandung. Anak pertama dianggap sebagai orang yang bertanggung jawab atas pertengkaran tersebut. Tidak jarang pula anak pertama disalahkan dan akan diberi hukuman atas kesalahan yang dilakukan oleh adik kandung Geertz, 1983; Alwisol, 2007; Prawira, 2013.

3. Hubungan Antar Saudara Kandung

a. Pengertian Hubungan Antar Saudara Kandung

Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan hubungan sebagai sesuatu yang berkaitan, rangkaian ataupun pertalian Suharso Retnoningsih, 2005. Jadi hubungan antar saudara kandung dapat diartikan sebagai kaitan antara adik atau kakak yang memiliki ibu dan ayah yang sama serta terhubung secara genetik. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Hubungan Antar

Saudara Kandung Pola hubungan antar saudara kandung dipengaruhi oleh beberapa faktor, sebagai berikut: 1. Faktor Demografis Secara demografis, pola hubungan antar saudara kandung di masa kanak-kanak dipengaruhi oleh jumlah saudara, jarak kelahiran, dan jenis kelamin saudara kandungnya Steelman Koch, 2009 dalam Lestari, 2012. Cicirelli 1994 dalam penelitiannya menemukan bahwa di dalam budaya non industri, semakin banyak jumlah saudara kandung, maka semakin baik dukungan yang akan diberikan untuk orang tua dan saudara kandungnya. Sedangkan di budaya industri, semakin banyak jumlah saudara kandung, semakin rentan untuk mengalami konflik. Dalam penelitiannya, Cicirelli juga menemukan bahwa hubungan antar saudara kandung yang memiliki relasi paling dekat adalah hubungan yang terdiri dari jenis kelamin perempuan-perempuan. Hubungan antar saudara kandung yang relasinya cukup dekat adalah hubungan antar saudara kandung yang terdiri dari laki-laki dan perempuan ataupun sebaliknya. Sedangkan hubungan antar saudara kandung yang relasinya paling tidak dekat adalah hubungan antar saudara kandung yang 19 jenis kelaminnya terdiri dari laki-laki dan laki-laki Cicirelli, 1994. 2. Interaksi antara Orang tua dan Anak Faktor lain yang mempengaruhi kualitas dan pola hubungan antar saudara kandung adalah interaksi antara orang tua dan anak itu sendiri. Sroufe Fleeson 1986 seperti yang dikutip dalam Brody 1998 mengatakan bahwa pengalaman awal yang dialami oleh seorang anak di dalam sebuah keluarga tidak dapat dihapus oleh pengalaman yang sedang dialami oleh anak tersebut. Akan tetapi pengalaman awal tersebut akan terintegrasi dalam pola hubungan yang baru dan akan berkelanjutan dalam mempengaruhi hubungan antar saudara kandung. Perlakuan orang tua terhadap anak-anaknya di dalam sebuah hubungan antar saudara kandung akan mempengaruhi interaksi dan tingkat konflik diantara saudara kandung. Jika orang tua memperlakukan anak-anaknya secara berbeda, maka akan memunculkan persaingan dan kecemburuan antar saudara kandung, meningkatkan konflik serta menurunkan interaksi positif antar saudara kandung Bornstein, Davidson, Keyes Moore, 2003. Kurangnya keterlibatan orang tua dalam hubungan anak-anaknya juga akan meningkatkan permusuhan diantara 20 saudara kandung Volling, 2001; Volling Belsky, 1992 dalam Berk, 2012. 3. Temperamen Anak Dari segi anak, faktor yang mempengaruhi kualitas antar saudara kandung adalah temperamen anak itu sendiri. Brody 1998 menjelaskan bahwa anak yang memiliki temperamen mudah beradaptasi dapat dengan mudah merespon kelahiran saudara kandungnya. Brody menjelaskan bahwa anak yang memiliki temperamen kurang mudah beradaptasi akan mengalami kesulitan dalam merespon kelahiran saudara kandung. Anak-anak usia prasekolah yang memiliki perbedaan temperamen yang cukup mencolok akan lebih beresiko untuk mengalami konflik dengan saudara kandung. Brody juga menjelaskan bahwa anak dengan temparen sulit juga akan mengalami konflik dengan saudara kandung Brody, 1998. Jika salah satu anak memiliki emosi yang kuat dan sangat aktif, maka kemungkinan terjadinya konflik antar saudara kandung meningkat Brody, Stoneman, McCoy, 1994; Dunn, 1994 dalam Berk, 2012. 21 4. Proses Perkawinan dan Depresi Orang tua Brody mengatakan bahwa hubungan perkawinan, suasana emosi secara umum dalam sebuah keluarga, dan kualitas hubungan antar saudara kandung memiliki keterkaitan satu sama lain. Kualitas perkawinan dan hubungan antar saudara kandung akan mengarahkan anak untuk merespon konflik yang terjadi di dalam keluarganya. Konflik perkawinan di dalam sebuah keluarga akan dilihat sebagai pengalaman permusuhan yang akan memicu kesulitan pada anak. Brody menemukan bahwa perkawinan yang tidak bahagia, penuh dengan konflik, dan emosi keluarga yang tidak harmonis akan terasosiasi dengan hubungan antar saudara kandung yang negatif Brody, 1998.

c. Pola Hubungan Antar Saudara Kandung

Hubungan antar saudara kandung mulai terjalin sejak anak kedua lahir Lestari, 2012. Hubungan antar saudara kandung tersebut dapat dikategorikan menjadi dua pola. Pola yang pertama adalah hubungan yang bernuansa afeksi, kepedulian, kerja sama, dan dukungan. Sedangkan pola yang kedua adalah hubungan yang bernuansa permusuhan, gangguan, dan perilaku agresif yang memperlihatkan adanya ketidaksukaan satu sama lain Dunn, 2002 dalam Lestari, 2012. 22 Dunn, 2002, dalam Lestari, 2012 menyatakan bahwa hubungan antar saudara kandung memiliki tiga karakteristik utama. Karakteristik yang pertama adalah adanya kekuatan emosi satu sama lain dan tidak terhambatnya pengungkapan emosi tersebut. Emosi tersebut dapat berupa emosi positif maupun negatif. Karakteristik yang kedua adalah keintiman. Keintiman membuat saudara kandung dapat saling mengenal satu sama lain secara pribadi. Karakteristik yang ketiga adalah adanya perbedaan sifat pribadi yang membentuk pola hubungan antar saudara kandung nantinya.

d. Hubungan antar Saudara Kandung Berdasarkan Tahap

Perkembangan 1. Hubungan antar Saudara Kandung Di Masa Kanak-Kanak Hubungan antar saudara kandung di masa kanak-kanak awal secara emosional tergolong intens, baik dengan emosi negatif maupun positif. Emosi negatif memicu munculnya konflik dalam hubungan antar saudara kandung. Akan tetapi konflik antar saudara kandung di masa kanak-kanak awal memberikan kesempatan anak-anak untuk mempelajari keahlian negosiasi, regulasi emosi, dan pemahaman sosial. Di masa kanak-kanak pertengahan, saudara kandung lebih banyak menghabiskan waktu bersama saudara kandungnya dibandingkan bersama orang tua ataupun teman. Dinamika 23 hubungan antar saudara kandung di masa kanak-kanak pertengahan dapat mempengaruhi perkembangan sosial anak. Dinamika hubungan antar saudara kandung akan berdampak positif bagi perkembangan sosial baik dinamikanya bernuansa negatif maupun positif Volling, 2003. 2. Hubungan antar Saudara Kandung Di Masa Remaja Di masa remaja, hubungan antar saudara kandung tergolong menonjol. Memasuki masa remaja awal, hubungan antar saudara kandung memiliki lebih banyak konflik dibandingkan dengan anggota keluarga lainnya, seperti ayah, kakek, nenek, teman, ataupun yang lainnya. Akan tetapi, hubungan antar saudara kandung di masa remaja awal juga merupakan sumber persahabatan, afeksi, dan kedekatan. Di masa remaja, anak pertama akan cenderung memiliki sifat lebih mendominasi dan lebih mengasuh dibandingkan anak yang lahir berikutnya. Anak yang lahir setelah anak pertama akan cenderung merasa dekat dengan kakak kandung mereka dibandingkan dengan anak pertama. Pada masa remaja, saudara kandung menjadi semakin egaliter, tidak banyak konflik, dan tidak dekat karena di masa remaja, intensitas saudara kandung dalam menghabiskan waktu bersama telah berkurang. Di masa remaja, hubungan antar saudara 24 kandung dipengaruhi oleh persepsi perlakuan dari orang tua. Persepsi remaja terhadap perbedaan perlakuan orang tua dipengaruhi oleh usia, kepribadian, dan kebutuhan anak itu sendiri. Perlakuan orang tua yang cenderung negatif dan tidak hangat menjadi salah satu faktor terjadinya perilaku negatif diantara saudara kandung Smetana, Campione-Barr Metzger, 2006. Memasuki masa remaja, hubungan antar saudara kandung sudah semakin setara. Hal ini dikarenakan ketika memasuki masa remaja, keseimbangan kekuatan antara kakak dan adik kandung mulai setara sehingga kakak tidak lagi memaksa adik untuk memenuhi keinginannya. Di masa remaja, saudara kandung juga mulai belajar untuk berhubungan secara lebih sejajar dan perbedaan-perbedaan yang terjadi ketika mereka berada di masa kanak-kanak mulai berkurang McGuire Manke, 1994 dalam Santrock, 2007. 3. Hubungan antar Saudara Kandung Di Masa Remaja Akhir Hubungan antar saudara kandung di masa remaja akhir dipengaruhi oleh perkembangan remaja di masa itu sendiri. Perasaan seseorang yang diberikan kepada suadara kandung baik itu negatif maupun positif akan melemah ketika ia memasuki masa remaja akhir. Pelemahan ini dipicu oleh kecenderungan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25 seorang remaja akhir yang lebih banyak terlibat dalam hubungan persahabatan sehingga waktu dan energi yang dihabiskan bersama saudara kandung menjadi berkurang. Bagi seseorang yang mengalami persaingan dengan suadara kandungnya di masa kecil, ketika memasuki masa remaja akhir mereka tidak lagi mengalami persaingan. Remaja akhir tersebut diprediksi dapat menjadi sumber kehangatan dan akan memberikan kehangatan yang lebih besar untuk saudara kandungnya Berk, 2012. Di masa remaja akhir, konflik antar saudara mulai menurun meskipun masih ada juga remaja yang belum selesai dengan persaingan antar saudara kandung mereka. Seorang remaja akhir yang masa kecilnya memiliki hubungan yang positif dengan suadara kandungnya, maka hubungan mereka akan tetap didominasi oleh kasih sayang dan kepedulian satu sama lain Ardiyanto, 2010; Berk, 2012. Dunn, 2007 seperti dikutip dalam Santrock, 2014 mengatakan bahwa hubungan antar saudara kandung di masa remaja akhir memiliki tiga karakteristik. Pertama, remaja telah mampu mengekspresikan emosi negatif maupun positif kepada saudara kandung mereka. Karakteristik kedua adalah seorang remaja telah mampu memahami saudara kandung mereka dengan baik. Pemahaman akan saudara kandung akan meningkatkan kedekatan antar saudara kandung dan kemudian menjadikan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26 saudara kandung sebagai sumber dukungan bagi satu sama lain. Ketiga, hubungan antar saudara kandung di masa remaja akhir bervariasi satu sama lain. Beberapa remaja mendeskripsikan bahwa hubungan mereka dengan saudara kandung positif, penuh kehangatan, dan akan memberikan kasih sayang satu sama lain meskipun disisi lain saudara kandung akan dipandang sebagai seseorang yang mengganggu dan jahat.

B. TAHAP PERKEMBANGAN KOGNITIF

Piaget 1954 dalam Santrock, 2007 menyatakan bahwa perkembangan kognitif di masa kanak-kanak meliputi beberapa proses penting. Proses-proses tersebut adalah skema, asimilasi, akomodasi, organisasi, keseimbangan, dan penyeimbangan. Skema dapat diartikan sebagai proses ketika seseorang mulai membangun pemahaman tentang dunia. Di masa bayi, skema disusun oleh tindakan-tindakan sederhana yang diterapkan pada objek tertentu. Memasuki masa kanak-kanak, skema meliputi berbagai strategi dan perencanaan untuk mengatasi persoalan. Menginjak masa dewasa, seseorang telah menyusun skema dalam jumlah besar dan kompleks. Proses perkembangan kognitif setelah pembentukan skema adalah asimilasi dan akomodasi. Asimilasi diartikan sebagai proses ketika seseorang memasukkan informasi baru ke dalam skema-skema yang telah ia bentuk. Piaget mengartikan akomodasi sebagai proses ketika seseorang 27 menyesuaikan skema-skema yang ada dengan informasi dan pengalaman- pengalaman baru. Menurut Piaget, seseorang akan melakukan perbaikan organisasi secara terus menerus sesuai dengan perkembangannnya. Piaget mengartikan organisasi sebagai pengelompokan perilaku dan pemikiran yang terisolasi ke dalam system yang lebih teratur dan lebih tinggi dan dilakukan secara sadar. Setelah melakukan pengorganisasian, proses perkembangan kognitif selanjutnya adalah proses penyeimbangan. Proses penyeimbangan terjadi ketika seseorang mengalami konflik kognitif. Konflik kognitif itu sendiri kemudian memicu terjadinya perpindahan dari satu tahap pemikiran ke tahap pemikiran selanjutnya. Piaget berpendapat bahwa tahapan baru akan muncul seiring dengan munculnya cara berpikir yang baru. Cara berpikir yang baru akan tercipta ketika seseorang melakukan akomodasi dan asimilasi. Hasil dari asimilasi dan akomodasi tersebut akan disesuaikan dengan skema-skema lama dan skema-skema yang baru. Skema-skema yang telah disesuaikan akan diorganisasi dan direorganisasi sehingga secara fundamental, skema hasil akomodasi dan asimilasi tersebut terbentuk dalam organisasi yang baru dan terciptalah cara berpikir yang baru. Menurut Piaget, tahapan pemikiran yang baru akan tercipta seiring dengan tahapan perkembangan seseorang. Piaget mengkategorikan tahapan perkembangan kognitif manusia ke dalam empat tahapan, yaitu tahapan sensorimotor, praoperasional, operasional konkret, dan operasional formal. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28

1. Tahapan Sensorimotor

Tahapan sensorimotor terjadi ketika seseorang baru dilahirkan hingga ia menginjak usia kurang lebih 2 tahun. Saat tahapan sensorimotor berlangsung, seorang bayi akan mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman sensorik dengan fisik dan motorik untuk membentuk sebuah pemahaman tentang dunia. Pada tahapan sensorimotor terdapat beberapa sub tahapan. Sub tahapan yang pertama adalah refleks-refleks sederhana yang terjadi di masa bulan pertama pasca kelahiran. Sub tahapan yang kedua adalah kebiasaan-kebiasaan pertama dan reaksi-reaksi sirkuler primer. Sub tahapan ini terjadi pada bayi yang berusia 1-4 bulan. Sub tahapan yang ketiga dari tahapan sensorimotor adalah reaksi sirkuler sekunder yang dialami seorang bayi pada usia 4-8 bulan. Sub tahapan yang keempat adalah koordinasi reaksi-reaksi sirkuler sekunder. Memasuki tahapan ini, seorang bayi sedang berusia 8-12 bulan dan gerakan-gerakan yang dilakukan mulai terarah. Sub tahapan yang kelima adalah reaksi-reaksi sirkuler tersier, kesenangan baru, dan keingintahuan yang berkembang pada usia 12-18 tahun. Sub tahapan yang keenam adalah internalisasi skema yang berlangsung saat bayi berusia antara 18-24 bulan. Setelah mencapai sub-sub tahapan dari tahapan sensorimotorik, seorang bayi akan melakukan permanensi objek. Permanensi objek merupakan pemahaman yang dimiliki bayi tentang eksistensi objek yang akan tetap ada meskipun objek tersebut tidak lagi dapat dilihat, 29 didengar, atau disentuh. Pada tahapan ini, seorang bayi mulai memahami bahwa objek-objek yang ada disekitarnya bersifat permanen dan terpisah dari dirinya Santrock, 2007.

2. Tahapan Praoperasional

Piaget Santrock, 2007 mengatakan bahwa anak yang berusia 2-7 tahun sedang berada pada tahapan perkembangan kognitif praoperasional. Tahapan praoperasional adalah tahapan ketika seorang anak mulai merepresentasikan dunia mereka dengan kata-kata, bayangan, dan gambar-gambar. Hal penting yang muncul dalam tahapan ini adalah adanya pemikiran-pemikiran mental, egosentrisme, dan keyakinan-keyakinan magis. Piaget membagi tahapan praoperasional ke dalam dua sub tahapan, yaitu sub tahapan fungsi simbolik dan sub tahapan pemikiran intuitif. Sub tahapan fungsi simbolik adalah sub tahapan yang dialami oleh seorang anak yang berusia 2-4 tahun. Pada sub tahapan ini seorang anak mulai mampu menggambarkan objek yang tidak ada secara mental. Di tahapan ini seorang anak juga mulai menggunakan bahasa dan mulai bermain peran. Selain mengalami perkembangan, di tahapan ini seorang anak masih memiliki keterbatasan, seperti masih memiliki egosentrisme dan animisme. Egosentrisme adalah keadaan ketika seorang anak tidak mampu membedakan perspektif diri sendiri dan perspektif orang lain, serta belum mampu mempertimbangkan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30 perspektif orang lain. Animisme diartikan sebagai sebuah keyakinan terkait bahwa objek-objek yang tidak bergerak memiliki kehidupan dan kemampuan bertindak. Animisme menyebabkan seorang anak gagal membedakan antara perspektif manusia dan perspektif nonmanusia. Sub tahapan yang kedua adalah sub tahapan pemikiran intuitif yang terjadi saat anak berusia 4-7 tahun. Piaget mengatakan bahwa pada tahapan ini seorang anak mulai memiliki rasa keingintahuan yang tinggi akan jawaban-jawaban atas semua pertanyaan dan mulai menggunakan pemikiran primitif. Sub tahapan ini disebut dengan sub tahapan pemikiran intuitif karena anak-anak diusia 4-7 tahun memiliki keyakinan dengan pengetahuan dan pemahaman mereka, tetapi tidak sadar pengetahuan dan pemahaman mereka tersebut muncul. Hal ini dikarenakan anak-anak tersebut belum menggunakan pemikiran rasional. Pada tahapan praoperasional, terdapat beberapa batasan-batasan. Batasan tahap praoperasional yang pertama adalah sentralisasi. Sentralisasi dapat diartikan sebagai pemusatan perhatian pada satu karakteristik dan pengabaian karakteristik lain. Sentralisasi didukung kurangnya kesadaran bahwa perubahan penampilan sebuah objek tidak mengubah hakikat dasarnya. 31

3. Tahapan Operasional Konkret

Tahap operasional konkret terjadi pada anak yang berusia 7-11 tahun. Pada tahapan ini, seorang anak mulai memiliki pemikiran logis dan menggantikan pemikiran intuitif. Selain itu, pada tahapan ini seorang anak dapat menunjukkan operasi-operasi konkret yang merupakan tindakan dua arah terhadap objek-objek nyata dan konkret. Pada tahapan ini juga terjadi proses konservasi. Konservasi memiliki tugas untuk mendemonstrasikan kemampuan anak dalam melakukan operasi-operasi konkret. Memasuki masa operasional konkret, seorang anak telah mampu mengkoordinasikan beberapa karakteristik sekaligus dan tidak lagi berfokus pada elemen tunggal dari sebuah objek. Memasuki tahap operasional konkret, anak-anak akan melakukan konservasi secara bertahap. Piaget mengusung tema horizontal décalage yang diartikan sebagai munculnya kemampuan-kemampuan yang mirip secara bersamaan dalam suatu tahapan perkembangan. Proses lainnya yang terjadi pada tahap operasional konkret adalah klasifikasi. Klasifikasi diartikan sebagai kemampuan untuk mengklasifikasikan benda dan memahami relasi antar benda tersebut. Selain mengalami proses klasifikasi, seorang anak yang berada dalam tahap operasional konkret juga mengalami proses seriation. Seriation adalah kemampuan seorang anak untuk mengurutkan stimulus berdasarkan kuantitasnya. Proses terkahir yang terjadi di tahap operasional konkret adalah transitivity. Piaget mengatakan bahwa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI