Deskripsi persepsi anak pertama terhadap adik kandung dari masa kanak-kanak hingga remaja akhir.
DESKRIPSI PERSEPSI ANAK PERTAMA TERHADAP ADIK KANDUNG
DARI MASA KANAK-KANAK HINGGA REMAJA AKHIR
Emelia Pudar Wijayanti Sagala
ABSTRAK
Badan Pusat Statistik Indonesia pada tahun 2014 mencatat bahwa rata-rata anggota keluarga di Indonesia dalah 3.9. Hal ini menunjukkan bahwa hampir setiap anak memiliki saudara kandung. Hubungan antar saudara kandung merupakan hubungan yang paling lama terjadi dalam hidup seseorang namun paling rentan mengalami konflik. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana deskripsi persepsi anak pertama terhadap saudara kandung dari masa kanak-kanak hingga masa remaja akhir. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Validasi penelitian ini menggunakan metode member checking sehingga hasil penelitian telah dianggap akurat oleh peneliti, responden, dan pembaca secara umum. Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan wawancara semi terstruktur. Responden penelitian ini adalah 8 anak pertama yang berada di masa remaja akhir (15-24 tahun). Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak pertama akan mempersepsikan adik ke dalam 3 tema besar, yaitu perubahan perhatian orangtua, adanya tanggung jawab baru, dan pertemanan. Ketiga tema besar tersebut muncul dikarenakan adanya faktor internal dan faktor eksternal. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa anak pertama laki-laki yang memiliki adik laki-laki cenderung memiliki persepsi yang lebih negatif dibandingkan kombinasi hubungan antar saudara kandung lainnya.
(2)
DESCRIPTION OF THE FIRST CHILD’S PERCEPTION AGAINST THE YOUNGER BROTHER/SISTER FROM CHILDHOOD UNTIL LATE
ADOLESCENCE
Emelia Pudar Wijayanti Sagala
ABSTRACT
Badan Pusat Statistik Indonesia in the 2014 noted that the average number of family members in Indonesia is 3.9. Theses data indicate that almost every child had a sibling. Sibling relationship is the longest relationship that occurs in one’s life, but the most susceptible to conflict. This research aimed to know how the description of the first child’s perception against the younger brother/sister from childhood until late adolescence. This research used qualitative method with phenomenology approach. Member checking method used to know the validation of this research, so this research have considered to be accurate by the researcher, the respondent, and the reader. This research used semi-structured interview to retrived data. The respondents of this research were 8 first born child (15-24 years old. There’re 3 main theme of the first born child’s perception, parents attention changed, there’re new responsibilities, and friendship. Those 3 main theme emerged due to internal and external factors. The results shown that male first-born child who has younger brother tended to has a negative perception than another siblings combination.
(3)
i
DESKRIPSI PERSEPSI ANAK PERTAMA TERHADAP ADIK KANDUNG
DARI MASA KANAK-KANAK HINGGA REMAJA AKHIR
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Emelia Pudar Wijayanti Sagala
119114096
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(4)
HALAMAN PERSETUJUAI\I PEMBI}IBING
DESKRIPSI PERSEPSI ANAK PERTAMA TERIIADAP ADIK KAI{DT]NG DARI MASA KANAK.KANAK HINGGA REMAJA
AKIIIR
NIM : 11911
(5)
SKRIPSI
DESKRIPSI PBRSEPSI ANAK PERTAMA TERIIADAP ADIK KANDUNG DARI MASA KANAK.KANAK HINGGA REMAJA
AKIIIR
Dipersiapkan dan ditulis oleh :
Emelia Pudar Wijayanti Sagala NIM : 119114096
Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji
Penguji I
Penguji
II
Penguji
III
Pada tanggal
dan dinyatakan memenuhi syarat Susunan Tim Penguji Nama Lengkap
: Carolus Wijoyc Adinugroho, M.Psi. : Dr. Tjipto Susana
: Sylvia Carolina M. Y. M., M.Si.
Yogyakarta
t,6
JUN
2lll$ Fakultas Psikolosi Universitas Sanata Dharmalll
'''+i:;i#r::-F,
(6)
iv
HALAMAN MOTTO
There is nothing that you can’t handle –Chatarina Derici Wasikem-
Trust yourself and you can make it –Pudar-
You’re the one who’ll take the responsibility of what you
have done –unknown-
With a mask, you can never be happy. But with a mask we can survive –Mask-
Don’t stop, don’t yield –Nike-
Growing up is not a problem, forgetting is a problem –The Little Prince-
(7)
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan kepada:
B. F. Sagala
Chatarina Derici Wasikem
Yogaku Puspitarini Sagala
(8)
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa sklipsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan daftar pustaka sebagaimana layaknya sebuah karya ilmiah.
Yogyakarla, 16 Juni 2016 Penulis,
Emelia PudarWij ayantiS agala
(9)
vii
DESKRIPSI PERSEPSI ANAK PERTAMA TERHADAP ADIK KANDUNG
DARI MASA KANAK-KANAK HINGGA REMAJA AKHIR
Emelia Pudar Wijayanti Sagala
ABSTRAK
Badan Pusat Statistik Indonesia pada tahun 2014 mencatat bahwa rata-rata anggota keluarga di Indonesia dalah 3.9. Hal ini menunjukkan bahwa hampir setiap anak memiliki saudara kandung. Hubungan antar saudara kandung merupakan hubungan yang paling lama terjadi dalam hidup seseorang namun paling rentan mengalami konflik. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana deskripsi persepsi anak pertama terhadap saudara kandung dari masa kanak-kanak hingga masa remaja akhir. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Validasi penelitian ini menggunakan metode member checking sehingga hasil penelitian telah dianggap akurat oleh peneliti, responden, dan pembaca secara umum. Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan wawancara semi terstruktur. Responden penelitian ini adalah 8 anak pertama yang berada di masa remaja akhir (15-24 tahun). Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak pertama akan mempersepsikan adik ke dalam 3 tema besar, yaitu perubahan perhatian orangtua, adanya tanggung jawab baru, dan pertemanan. Ketiga tema besar tersebut muncul dikarenakan adanya faktor internal dan faktor eksternal. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa anak pertama laki-laki yang memiliki adik laki-laki cenderung memiliki persepsi yang lebih negatif dibandingkan kombinasi hubungan antar saudara kandung lainnya.
(10)
viii
DESCRIPTION OF THE FIRST CHILD’S PERCEPTION AGAINST THE YOUNGER BROTHER/SISTER FROM CHILDHOOD UNTIL LATE
ADOLESCENCE
Emelia Pudar Wijayanti Sagala
ABSTRACT
Badan Pusat Statistik Indonesia in the 2014 noted that the average number of family members in Indonesia is 3.9. Theses data indicate that almost every child had a sibling. Sibling relationship is the longest relationship that occurs in one’s life, but the most susceptible to conflict. This research aimed to know how the description of the first child’s perception against the younger brother/sister from childhood until late adolescence. This research used qualitative method with phenomenology approach. Member checking method used to know the validation of this research, so this research have considered to be accurate by the researcher, the respondent, and the reader. This research used semi-structured interview to retrived data. The respondents of this research were 8 first born child (15-24 years old. There’re 3 main theme of the first born child’s perception, parents attention changed, there’re new responsibilities, and friendship. Those 3 main theme emerged due to internal and external factors. The results shown that male first-born child who has younger brother tended to has a negative perception than another siblings combination.
(11)
LEMBAR PERI{YATAAN PERSETUJUAN
KEPENTINGAN AKADEMIS PUBLIKASI KARYA
ILMIAH
UNTUKYang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Nama
Nomor Mahasiswa
: Emelia Pudar Wijayanti Sagala
:119114096
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul:
Deskripsi Persepsi Anak Pertama terhadap Adik Kandung dari Masa Kanak-kanak
Hingga Remaja Akhir
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya di intemet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama mencantumkan nama saya sebagai peneliti.
Demikian pemyataan ini yang saya buat dengan sebenamya. Dibuat di Yogyakarla,
Pada tanggal: 16 Juni 2016 Yang menyatakan,
IX (Emelia Pudar Wijayanti Sagala)
(12)
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu memberkati penulis dalam penulisan skripsi yang berjudul ‘Deskripsi Persepsi Anak Pertama terhadap Adik Kandung dari Masa Kanak-kanak hingga Remaja
Akhir’. Penulisan skripsi ini disusun untuk mendapatkan gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.) dari Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
Dalam proses pengerjaan penelitian ini, penulis dibantu dan didukung oleh berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi. 2. Bapak P. Eddy Suhartanto, M.Si. selaku Kaprodi Fakultas Psikologi.
3. Bapak C. Wijoyo Adinugroho, M.Psi., Psi. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing penulis selama menulis skripsi ini dari awal hingga akhir. Terima kasih atas bimbingan, penyertaan, arahan, dan dukungan yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.
4. Ibu Debri Prsitinella, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang telah mendampingi dari awal semester hingga peneliti menyelesaikan penulisan skripsi.
5. Jajaran dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang sudah membantu proses pengerjaan skripsi dan mendampingi penulis selama berkuliah di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
(13)
xi
6. Staf dan karyawan di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang mendukung dan membantu penulis dalam setiap dinamika yang penulis lakukan.
7. B.F. Sagala, Chatarina Derici Wasikem, Yogaku Puspitarini Sagala, Angelius Hagatama Sagala selaku orangtua, kakak, dan adik penulis yang telah mendukung penulis selama proses penulisan skripsi dalam segala aspek. 8. Mohammad Aditya Prayogo selaku teman baik dari SMA yang telah
memberikan penulis inspirasi dalam penulisan skripsi meskipun pada akhirnya penulis beralih topic.
9. M.T. Ghea Kuncahyani selaku teman terbaik dari SMA hingga saat ini yang selalu mendukung penulis terutama dalam hal emosional. Terima kasih atas dukungan yang diberikan dalam suka dan duka serta telah memicu penulis untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
10.Marius Angga Kurnianto selaku ‘one of my best dude’ dan teman satu kelompok di Insadha. Terima kasih telah bersedia mendengarkan keluh kesah penulis selama penulisan skripsi, relasi romantis, persahabatan, dll. Terima kasih telah memberikan kepercayaan kepada penulis untuk mendengarkan setiap kisah hidupmu.
11.Adhimulya Nugraha Putra selaku ‘one of my best dude’ yang mulai menjadi dekat ketika menjadi panitia Insadha 2013. Terima kasih atas dukungan, masukan, dan kalimat-kalimat yang memicu penulis untuk segera menyelesaikan penulisan skripsi. Terima kasih sudah menjadi partner diskusi yang baik dalam segala hal.
(14)
12. Lasrna Ester Guntali Simanjuntak selaku teman terbaik
di P2TKP
atas dukunga, bimbingan, dan pendampingan selama penulisan skripsi. Terimakasih telah menjadi kakak yang baik.
13. Pak Toni, Mbak Thia, Pak Tius, Suster Dewi, Pak Landung, dan Mbak Diah
selaku karyawan dan psikolog yang membantu di P2TKP atas dukungan yang
selalu diberikan kepada penulis dan mengingatkan penulis untuk segera
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
14.Para asisten P2TKP, Kak Bibin, Kak Yovi, Kak Wuri, Kak Grace, Kak Anj,t'
Kak Lito, Kak christy, Kak Fiona, Kak Bella, Kak Natasya, Kak Lukas, Kak Anin, Kak Rika, Ardi, Jejes, Cra, Dimas, Shasye, Pipit, Stanis, Retha, Estu, Tiara, Lenny, Bu)., Patrice, Edo, Panca, Putri, Chopie, Ivie, Dian, yang telah memberikan semangat dan dukungan serta telah menjadi 'rumah' bagi penulis' 15. Teman-teman angkatan
20lI
yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satuyang telah mendukung penulis dalam menulis skripsi.
16.Para repsonden yang telah bersedia menyediakan waktunya sehingga dapat
menjadi responden dalam peulisan skripsi ini.
Yogyakarta, 16 Juni 2016
xl1
(15)
xiii DAFTAR ISI
Halaman Judul ... i
Halaman Persetujuan Dosen Pembimbing ... ii
Halaman Pengesahan ... iii
Halaman Motto... iv
Halaman Persembahan ... v
Halaman Pernyataan Keaslian Karya ... vi
Abstrak ... vii
Abstract ... viii
Halaman Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah... ix
Kata Pengantar ... x
Daftar Isi... xiii
Daftar Tabel ... xx
Daftar Gambar ... xxii
Daftar Lampiran ... xxiii
BAB I : Pendahuluan ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
(16)
xiv
D. Manfaat Penelitian ... 10
1. Manfaat Teoritis... 10
2. Manfaat Praktis ... 10
BAB II : Landasan Teori ... 12
A. Saudara Kandung ... 12
1. Pengertian Saudara Kandung ... 12
2. Kehadiran Suadara Kandung ... 12
a. Pengertian Kehadiran Saudara Kandung ... 12
b. Konsekuensi Kehadiran Saudara Kandung Bagi Orang Tua ... 13
c. Dampak Positif Kehadiran Saudara Kandung Bagi Anak Pertama .. 14
d. Dampak Negatif Kehadiran Suadara Kandung Bagi Anak Pertama . 15 2. Hubungan Antar Suadara Kandung ... 17
a. Pengertian Hubungan Antar Suadara Kandung ... 17
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Hubungan Antar Suadara Kandung ... 18
1. Faktor Demografis ... 18
2. Interaksi antara Orang Tua dan Anak ... 19
3. Temperamen Anak ... 20
(17)
xv
c. Pola Hubungan Antar Saudara Kandung ... 21
d. Hubungan Antar Suadara Kandung Berdasarkan Tahapan Perkembangan ... 22
1. Hubungan Antar Saudara Kandung Di Masa Anak-anak ... 22
2. Hubungan Antar Saudara Kandung Di Masa Remaja ... 23
3. Hubungan Antar Saudara Kandung Di Masa Remaja Akhir ... 24
B. Tahap Perkembangan Kognitif ... 26
1. Tahapan Sensorimotor ... 28
2. Tahapan Praoperasional ... 29
3. Tahapan Operasional Konkret ... 31
4. Tahapan Operasional Formal ... 32
C. Persepsi ... 34
1. Pengertian Persepsi ... 34
2. Proses Terjadinya Persepsi ... 35
3. Faktor yang Mempengaruhi terjadinya Persepsi ... 36
4. Fungsi Persepsi ... 40
D. Dinamika Persepsi Anak Pertama Terhadap Adik Kandung dari Masa Anak-anak Hingga Remaja Akhir ... 40
(18)
xvi
A. Jenis Penelitian ... 46
B. Fokus Penelitian ... 47
C. Responden Penelitian ... 47
D. Metode Pengumpulan Data ... 48
E. Analisis Data ... 50
F. Uji Keabsahan Data ... 52
BAB IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 53
A. Proses Pengambilan Data ... 53
1. Proses Penelitian ... 53
2. Proses Pengambilan Data ... 54
B. Hasil Penelitian ... 58
1. Latar Belakang Responden ... 58
2. Deskripsi Persepsi Anak Pertama terhadap Adik Kandung dari Masa Anak-anak hingga Remaja Akhir ... 64
3. Dinamika Deskripsi Persepsi Anak Pertama Terhadap Adik Kandung dari Masa Anak-anak Hingga Remaja Akhir ... 70
a. Responden 1 ... 70
b. Responden 2 ... 80
(19)
xvii
d. Responden 4 ... 98
e. Responden 5 ... 106
f. Responden 6 ... 112
g. Responden 7 ... 120
h. Responden 8 ... 129
4. Kesimpulan Hasil Kedelapan Responden ... 135
C. Pembahasan ... 144
BAB V : Kesimpulan dan Saran ... 155
A. Kesimpulan ... 155
B. Saran ... 156
Daftar Pustaka ... 158
(20)
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Panduan Pertanyaan Wawancara ... 49
Tabel 2 Jadwal Pengambilan Data ... 55
Tabel 3 Identitas Responden ... 56
Tabel 4 Persepsi Anak Pertama terhadap Adik Kandung dari Masa Anak-anak
(21)
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Skema Dinamika Deskripsi Persepsi Anak Pertama terhadap Adik
Kandung dari Masa Kanak-kanak hingga Remaja Akhir ... 45
Gambar 2 Skema Bagan Kesimpulan Responden 1 ... 79
Gambar 3 Skema Bagan Kesimpulan Responden 2 ... 88
Gambar 4 Skema Bagan Kesimpulan Responden 3 ... 97
Gambar 5 Skema Bagan Kesimpulan Responden 4 ... 105
Gambar 6 Skema Bagan Kesimpulan Responden 5 ... 111
Gambar 7 Skema Bagan Kesimpulan Responden 6 ... 119
Gambar 8 Skema Bagan Kesimpulan Responden 7 ... 128
Gambar 9 Skema Bagan Kesimpulan Responden 8 ... 134
(22)
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Verbatim Responden 1 (R1)... 165
Verbatim Responden 2 (R2)... 185
Verbatim Responden 3 (R3)... 219
Verbatim Responden 4 (R4)... 244
Verbatim Responden 5 (R5)... 271
Verbatim Responden 6 (R6)... 286
Verbatim Responden 7 (R7)... 309
(23)
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk yang tergolong cukup padat. Badan Pusat Statistik Indonesia pada tahun 2015 mencatat bahwa di tahun 2014 rata-rata jumlah anggota keluarga di Indonesia adalah 3.90. Menurut Badan Pusat Statistik Indonesia, pada tahun 2000-2002 rata-rata jumlah anggota keluarga di Indonesia adalah 3.90. Memasuki tahun 2003-2004 rata-rata jumlah anggota keluarga menurun menjadi 3.80 dan 3.70. Akan tetapi di tahun 2005-2009, rata-rata jumlah anggota keluarga di Indonesia mengalami peningkatan menjadi 4.00 dan menurun lagi di tahun 2010-2014, yaitu 3.90. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata keluarga di Indonesia memiliki anak lebih dari satu. Dengan kata lain, rata-rata anak di Indonesia memiliki saudara kandung (Badan Pusat Statistik, 2016).
Hubungan antar saudara kandung sendiri telah mulai banyak diperbincangkan di Indonesia. Jika kita melakukan pencarian di Google dengan kata kunci hubungan antar saudara kandung, relasi antar saudara kandung, ataupun hubungan antara adik dan kakak kandung, akan muncul berbagai macam artikel. Artikel-artikel yang muncul tersebut mulai dari artikel tentang perselisihan antar saudara kandung, hingga tips-tips untuk menjaga hubungan antar saudara kandung. Seperti dimuat dalam
(24)
sindonews.com, saudara kandung memiliki peranan yang penting dalam hidup seseorang. Artikel tersebut mengatakan bahwa kekerasan dan bullying yang dilakukan oleh saudara kandung sendiri memiliki efek jangka panjang. Seseorang yang diintimidasi oleh saudara kandungnya saat ia berada di masa kecil dan remaja akan cenderung memiliki rasa kekhawatiran dan ketakutan yang berlebihan ketika ia memasuki masa dewasa (Huda, 2015).
Hubungan antar saudara kandung merupakan hubungan yang paling lama terjadi, yaitu dimulai dari awal kehidupan seseorang sampai ia meninggal. Akan tetapi, hubungan antar saudara kandung juga merupakan hubungan yang paling rentan mengalami kompetisi, persaingan, dan konflik karena hubungan antar saudara kandung melibatkan dinamika antara emosi cinta dan benci (Cicirelli, 1994; Suleeman dalam Ihromi, 2004). Dalam Brody (1998), para peneliti menyatakan bahwa hubungan antar saudara kandung memiliki kontribusi yang signifikan terhadap keharmonisan ataupun ketidak-harmonisan sebuah keluarga. Dunn (2002 dalam Lestari, 2012) menyatakan bahwa hubungan antar saudara kandung dapat dikategorikan menjadi dua pola, yaitu positif dan negatif.
Pola hubungan antar saudara kandung yang bernuansa positif didominasi oleh afeksi, kepedulian, kerja sama, dan dukungan (Dunn, 2002 dalam Lestari, 2012). Volling (dalam Bornstein, Davidson, Keyes, dan Moore, 2003) menjelaskan bahwa hubungan antar suadara kandung yang positif akan bernuansa dekat dan hangat. Dunn (2002, dalam Lestari 2012)
(25)
menyatakan bahwa hubungan antar saudara kandung yang negatif akan didominasi permusuhan, gangguan, dan perilaku agresif yang memperlihatkan adanya ketidaksukaan satu sama lain.
Sebuah artikel yang melansir hasil riset dari Parenting and Family Support Centre University of Queensland menjelaskan bahwa pertengkaran dan konflik yang terjadi di masa kecil jika tidak diselesaikan akan mempengaruhi kesehatan mental, menyebabkan masalah belajar, dan masalah sosial (Konflik Anak dalam Keluarga Bisa Berdampak Buruk, 2014). Persaingan antar saudara kandung yang tidak terselesaikan di masa kecil juga akan tersimpan di alam bawah sadar pada usia 12 tahun sampai 18 tahun. Ingatan yang tersimpan di alam bawah sadar ini kemudian akan muncul bertahun-tahun kemudian dalam bentuk perilaku psikologikal yang merusak (Boyle, 2004 dalam Putri, Deliana, & Hendriyani, 2013). Hal ini bisa saja terjadi karena gaya hidup seseorang yang terjadi saat ini sangat mungkin terkait dengan ingatan-ingatan awal. Adler (1929/1964, dalam J. Feist & Feist, 2010) mengatakan bahwa penilaian ulang terhadap ingatan-ingatan masa kecil dan pengalaman awal dan gaya hidup saat ini saling mempengaruhi satu sama lain. Oleh karena itu penilaian seorang anak pertama terhadap saudara kandungnya bisa saja berbeda dari masa ke masa sehingga dapat mempengaruhi kualitas hubungan antar saudara kandung itu sendiri. Leder (1993) mengatakan bahwa intensitas konflik di masa dewasa akan lebih rendah dibandingkan konflik di masa kecil seiring dengan adanya perbedaan cara memandang antar saudara kandung.
(26)
Beberapa penelitian menemukan bahwa relasi antar saudara kandung yang positif merupakan hal yang penting karena terkait dengan kesehatan mental yang positif, fisik yang sehat, kehidupan sosial yang positif, dan perkembangan identitas yang positif pula. Memiliki hubungan yang dekat dengan saudara kandung juga dapat mengurangi munculnya symptom depresi. Selain itu, hubungan yang dekat dengan saudara kandung dapat membentuk pribadi seseorang menjadi lebih positif, rendah hati, penuh kasih sayang, dan dapat mengurangi rasa kesepian. Dari hubungan dengan saudara kandung, seseorang juga dapat belajar menempatkan diri sebagai seorang individu, orang tua, dan teman sebaya. Di sisi lain, seseorang yang memiliki hubungan dekat dengan saudara kandung akan mendapatkan dukungan dan afeksi untuk melewati masa transisi di remaja
akhir dari saudara kandungnya (O’Bryant, 1998; Cicielli, 1989; Ponzetti
dan James, 1997; Bedford, 1989, Watanabe-Hammond, 1988, dalam Herrick, 2008).
Seperti orang tua, saudara kandung juga merupakan sumber penting yang dapat mempengaruhi sikap sosial, kepercayaan, dan perilaku seorang anak meskipun power saudara kandung tidak sebesar orang tua (Bukatko, 2008). Di masa kanak-kanak, hubungan yang hangat dengan saudara kandung akan menghasilkan kemampuan menyelesaikan konflik dan kemampuan untuk memahami lingkungan sosial dengan baik (Volling dalam Bornstein dkk, 2003). Di masa remaja awal dan masa remaja pertengahan, seseorang yang mempersepsikan hubungannya dengan
(27)
saudara kandung secara positif cenderung memiliki relasi pertemanan yang lebih baik, memiliki harga diri yang lebih tinggi, serta akan memiliki tingkat rasa kesepian dan depresi yang rendah (Yeh dan Lempers, 2004). Masa remaja akhir adalah waktu yang penting bagi seseorang untuk memahami peran saudara kandung mereka terkait dengan kesehatan mental mereka (Costello, Swendsen, Rose, dan Dierker, 2008; Kessler dan Walters, 1998; Schulenberg dan Zarrett, 2006 dalam Conger dan Little, 2010). Di masa dewasa, Bedford (1998) menyatakan bahwa saudara kandung memiliki peranan yang penting, spesial, dan unik. Saudara kandung akan semakin dekat dan banyak berhubungan satu sama lain terkait dengan perawatan orang tua (Brody, 1990; Matthews & Rosner, 1988 dalam Bedford, 1998). Saudara kandung di masa dewasa juga akan saling membantu dalam menghadapi masa krisis mereka (Bedford, 1995 dalam Bedford, 1998; Herrick, 2008).
Pada masa remaja akhir, peran saudara kandung menjadi lebih besar dibandingkan peran orang tua karena pada saat itu mereka lebih berfokus pada hubungan pertemanan (Derkman et al., 2010). Remaja akhir juga sedang berada pada tahapan krusial dalam pencarian identitas sehingga mereka akan mengalami kesulitan berbincang-bincang secara emosional mengenai proses pembentukan identitas mereka dengan kedua orang tua mereka. Oleh karena itu, remaja akan mencari orang-orang yang sebaya dengan mereka untuk membicarakan segala sesuatu yang berkaitan dengan pembentukan dan pendefinisian identitas mereka. Hal ini kemudian akan
(28)
memicu remaja akhir untuk mencari saudara mereka sebagai teman untuk berbincang-bincang (Hunter, 1985; Barber, 1994 dalam Tucker, Barber, dan Eccles, 1997; Branje, Lieshout, Aken, dan Haselagar, 2004; Dunn, 2007 dalam Santrock, 2014).
Menurut Tanner dan Arnett (2009), titik krisis dalam hidup seseorang adalah ketika ia memasuki masa transisi dari remaja akhir menuju dewasa awal. Kejadian yang dialami seseorang saat ia berada di usia belasan akhir sampai 20-an awal akan lebih terintegrasi dalam identitas dan ingatan seseorang dibandingkan tahap kehidupan sebelumnya ataupun setelahnya. Menurut Erikson, masa yang paling krusial dalam pencarian identitas seseorang adalah ketika mereka memasuki masa remaja akhir. Jika seseorang belum mendapatkan identitas diri yang kuat dan ego yang kuat di masa remaja akhir, seseorang akan mengembangkan kewajiban secara tidak sehat dan akan menghindari tanggung jawab atas tugas-tugas yang harus diemban (Berk, 2012; Semium, 2013).
Sebagai orang yang terlahir sebagai anak pertama, terdapat banyak tanggung jawab yang harus diemban bahkan sejak anak tersebut masih anak-anak. Seorang anak pertama mengemban tugas untuk mengasuh adik-adiknya dan diberi kepercayaan untuk menggantikan tugas orang tua ketika kehadiran orang tua tidak ada. Selain itu, seorang anak pertama juga memiliki tanggung jawab atas perilaku adik-adiknya. Jika adik kandung melakukan kesalahan, maka anak pertama yang akan diberi hukuman karena orang tua menganggap bahwa anak pertama yang bertanggung
(29)
jawab atas adik-adiknya. Adanya tanggung jawab yang berat dan munculnya perubahan perilaku orang tua terhadap anak pertama karena kehadiran adik kandungnya menyebabkan anak pertama merasa down (Prawira, 2013). Oleh karena itu, secara tidak langsung ada tuntutan bagi anak pertama untuk segera menemukan identitas mereka agar mereka dapat mengembangkan tanggung jawab mereka secara sehat.
Riggio, 2006 (dalam Conger dan Little, 2010) menyatakan bahwa di masa remaja akhir kakak dan adik kandung seringkali memiliki persepsi yang berbeda berkaitan dengan kesamaan dan kepuasan dalam hubungan mereka dengan saudara kandung. Anak pertama akan melihat adiknya sebagai seseorang yang mengganggu dan sebagai seorang antagonis (Tucker, Barber, dan Eccles, 1997; Papalia, dkk. 2011). Berdasarkan teori Adler, interpretasi adalah hal yang sangat penting dalam menentukan cara melihat dan pembentukan sikap seorang anak terhadap saudara kandungnya (Adler, 1931 dalam Feist & Feist, 2010). Interpretasi atau penafsiran itu sendiri merupakan inti dari sebuah persepsi (dalam Sobur, 2003). Menurut Rakhmat (1994:21 dalam Sobur, 2003), persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi merupakan proses keseluruhan dari rangsangan sampai menghasilkan tanggapan. Tanggapan yang dihasilkan oleh persepsi kemudian menentukan apakah seseorang akan menerima atau mengabaikan rangsangan yang akan muncul ke dalam bentuk sebuah perilaku (Sobur, 2003). Mahmud (1990)
(30)
mengatakan bahwa persepsi itu sendiri tidak hanya bergantung pada stimulus, tetapi juga latar belakang adanya stimulus, pengalaman-pengalaman terdahulu, perasaan pada waktu itu, prasangka-prasangka, keinginan-keinginan, sikap, dan tujuan pada waktu itu.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwa hubungan antar saudara kandung merupakan hubungan yang cukup penting bagi seseorang karena terjadi paling lama dalam hidup seseorang. Meskipun demikian, hubungan antar saudara kandung juga merupakan hubungan yang paling rentan mengalami konflik. Mengingat bahwa saudara kandung merupakan sumber dukungan dan anak pertama memiliki tugas untuk menggantikan orang tua ketika kehadiran orang tua mereka tidak ditemukan, maka deskripsi gambaran persepsi anak pertama terhadap adik kandung perlu diketahui. Gambaran persepsi ini diperlukan agar kita dapat mengetahui persepsi anak pertama terhadap adik kandung serta faktor yang mempengaruhi persepsi tersebut sehingga motif perilaku seorang anak pertama terhadap adik kandungnya dapat diketahui.
Deskripsi yang akan dilihat dari penelitian ini adalah deskripsi persepsi anak pertama terhadap adik kandung dari masa kanak-kanak hingga remaja akhir. Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat bagaimana anak pertama melihat kembali persepsinya terhadap adik kandung di masa kanak-kanak ketika ia berada di masa remaja akhir. Hal ini dikarenakan kualitas hubungan antar suadara kandung saat itu dapat dilihat dari
(31)
penilaian kembali relasi antar saudara kandung ketika mereka berada di masa kanak-kanak.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran bagi orang tua tentang dinamika dan pengalaman apa saja yang melatarberlakangi serta membentuk sikap dan perilaku seorang anak pertama terhadap adik kandungnya. Gambaran tersebut diharapkan dapat menjadi acuan bagi para orang tua untuk mengambil tindakan dalam memperlakukan anak-anaknya. Pada akhirnya penelitian ini juga dapat berkontribusi untuk mencegah terjadinya tindakan psikologikal yang merusak dalam hubungan antar saudara kandung ditahap perkembangan setelah remaja akhir. Subjek penelitian ini adalah anak pertama yang mengalami persaingan dengan adik kandung dan sedang berada di masa remaja akhir (15-24 tahun). Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan pengambilan data dilakukan dengan wawancara semi terstruktur.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “bagaimana persepsi anak pertama terhadap saudara kandung dari masa kanak-kanak hingga remaja akhir?”.
(32)
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat deskripsi persepsi anak pertama terhadap saudara kandung dari masa kanak-kanak hingga remaja akhir.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah menambah pengetahuan di bidang Psikologi Perkembangan dan Keluarga yang berkaitan dengan hubungan antar saudara kandung.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah:
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran persepsi anak pertama terhadap saudara kandung dari masa kanak-kanak hingga remaja akhir.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran hal-hal apa saja yang dapat mempengaruhi terbentuknya persepsi anak pertama terhadap adik kandung dari masa kanak-kanak hingga remaja akhir. c. Sebagai acuan yang dapat digunakan untuk mencegah keberlangsungan persaingan negatif antar saudara kandung sehingga dapat berkontribusi untuk mengurangi tindakan psikolgikal yang
(33)
merusak dalam hubungan antar saudara kandung ditahap setelah remaja akhir.
(34)
12 BAB II
LANDASAN TEORI
A. SAUDARA KANDUNG
1. Pengertian Saudara Kandung
Saudara kandung merupakan bagian dari keluarga inti yang terdiri dari suami-ayah, isteri-ibu, dan anak-saudara kandung (Lee, 1982 dalam Lestari, 2012). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, saudara diartikan sebagai orang yang seibu seayah; adik atau kakak; orang yang bertalian keluarga, famili, sanak (Tim Reality, 2008). Reber & Reber (2010) mendefinisikan saudara kandung (sibling) secara umum sebagai salah satu dari dua/lebih keturunan di sebuah keluarga, seorang saudara laki-laki atau perempuan dan secara biogenetika sebagai dua atau lebih spesies yang terkait secara genetik dan sangat dekat. Jadi saudara kandung adalah adik atau kakak yang memiliki ibu dan ayah yang sama serta terhubung secara genetik.
2. Kehadiran Saudara Kandung
a. Pengertian Kehadiran Saudara Kandung
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, kehadiran diartikan sebagai perihal andil; adanya seseorang, sekumpulan, ataupun orang pada suatu tempat (Suharso & Retnoningsih, 2005).
(35)
Jadi, kehadiran saudara kandung dapat diartikan sebagai adanya seorang adik atau kakak yang memiliki ibu dan ayah yang sama serta terhubung secara genetik di dalam kehidupan adik atau kakak itu sendiri. Kehadiran saudara kandung dalam hidup seseorang menentukan kedudukan mereka di dalam sebuah keluarga. Anak yang terlebih dahulu lahir disebut sebagai kakak, dan anak yang lahir berikutnya disebut dengan adik (Prawira, 2013).
b. Konsekuensi Kehadiran Saudara Kandung Bagi Orang tua
Menurut beberapa penelitian, kehadiran anak kedua menyebabkan para orang tua memiliki kecenderungan untuk memperhatikan anak-anaknya secara berbeda. Perhatian kedua orang tua akan lebih banyak terpusat pada anak yang lebih muda dibandingkan anak yang lebih tua. Kelahiran anak kedua dapat memicu seorang ibu menjadi lebih negatif, memaksa, dan akan menerapkan banyak aturan kepada anak pertama. Waktu ibu untuk bermain dan waktu untuk melakukan aktifitas bersama anak pertama juga berkurang (Suitor & Pillener, 2007; Dunn & Kendrick, 1982 dalam Santrock, 2014). Oleh karena kelahiran anak kedua memicu perubahan sikap ibu terhadap anak pertama, anak pertama akan cenderung sangat sadar akan interaksi ibu dan anak kedua (Basket, 1985; Cushna, 1966; Hilton, 1967; Lewis & Kreitzberg, 1979; Rothbart, 1971 dalam Noller & Fitzpatrick, 1993).
(36)
Orang tua akan memberikan tanggung jawab baru kepada anak pertama ketika anak kedua lahir. Secara tidak langsung, orang tua akan memberikan beban tertentu kepada anak pertama karena mereka memiliki harapan kelak setelah mereka meninggal, anak pertama akan menggantikan posisi mereka. Sejak anak kedua lahir, orang tua mulai menyiapkan anak pertama agar siap menggantikan posisi mereka nantinya meskipun ketika anak kedua lahir, usia anak pertama juga masih kecil. Orang tua akan mempersiapkan anak pertama mereka agar dapat mengasuh, menjaga, dan menjadi contoh bagi adik-adik kandungnya. Orang tua seringkali memiliki keinginan agar anak pertamanya dapat melakukan hal-hal yang biasa mereka lakukan tanpa memperhitungkan usia anak pertama mereka (Geertz, 1983; Alwisol, 2007; Prawira, 2013).
c. Dampak Positif Kehadiran Suadara Kandung bagi Anak
Pertama
Menurut Adler (1930, dalam Feist & Feist, 2010), peristiwa kehadiran adik kandung akan mengubah situasi dan cara pandang anak pertama terhadap dunianya. Jika anak kedua lahir setelah anak pertama berusia tiga tahun, perubahan cara pandang anak pertama bergantung pada gaya hidup anak pertama yang telah terbentuk selama tiga tahun pertama kehidupan anak pertama tersebut. Anak pertama akan memakai sikap kooperatif dan bekerja sama kepada
(37)
adik kandungnya jika selama tiga tahun pertama ia membentuk gaya hidup yang bisa bekerja sama pula (Alwisol, 2007; Feist & Feist, 2010).
d. Dampak Negatif Kehadiran Saudara Kandung Bagi Anak
Pertama
Ginott (1965) berpendapat bahwa anak pertama akan selalu merasakan kecemburuan dan kepedihan hati saat anak kedua lahir meskipun orang tua telah mempersiapkan anak pertama agar menerima kehadiran anak kedua. Menurut Ginott, anak pertama akan sulit menerima alasan yang diberikan kedua orang tua mereka untuk menjelaskan kehadiran anak kedua.
Bagi anak pertama, kehadiran saudara kandung merupakan pengalaman yang traumatik dan dapat menjadi krisis terberat. Hal ini dikarenakan masa emas anak pertama sebagai anak tunggal hilang karna ia harus berbagi kasih sayang dan perhatian dengan adik kandungnya yang baru lahir. Persepsi anak pertama tentang lingkungannya bahwa hanya ada anak pertama, ayah, dan ibu berubah ketika anak kedua lahir. Sebelum anak kedua lahir, setiap perkembangan anak pertama selalu diperhatikan, diamati, dan dikhawatirkan oleh orang tua mereka. Setelah anak kedua lahir, anak pertama harus berbagi perhatian ibu mereka dan hal tersebut berarti bahwa cinta dan perhatian ibu akan berkurang untuk anak pertama.
(38)
Menurut Adler, anak pertama akan merasakan permusuhan dan kemarahan terhadap adik kandung jika tiga tahun pertama sebelum kelahiran adik kandung, anak pertama membentuk gaya hidup yang yang berpusat pada dirinya sendiri. Apabila anak kedua lahir ketika anak pertama berusia di bawah tiga tahun, maka permusuhan dan kemarahan terhadap adik kandung tercipta secara tidak sadar dan lebih sulit diubah di kehidupan selanjutnya (Ginott, 1965; Alwisol, 2007; Ardiyanto, 2010; Feist & Feist, 2010).
Kehadiran adik kandung yang menimbulkan perubahan perilaku orang tua akan memicu anak pertama untuk melakukan pemberontakan sebagai reaksi atas perubahan perilaku tersebut. Secara psikologis, perubahan perilaku orang tua akan menumbuhkan perasaan bersaing pada anak pertama. Pemberontakan dan perasaan bersaing pada anak pertama muncul dalam bentuk perilaku menuntut adanya kesamaan perhatian orang tua baik untuk anak kedua maupun anak pertama. Disisi lain, orang tua menginginkan anak pertamanya untuk bersedia mengalah kepada anak kedua. Situasi ini memicu anak pertama memiliki kecemasan yang tinggi, memiliki perasaan berkuasa yang berlebihan, dan secara tidak sadar memiliki perasaan bermusuhan dengan adik kandung (Basket, 1985; Cushna, 1966; Hilton, 1967; Lewis & Kreitzberg, 1979; Rothbart, 1971 dalam Noller & Fitzpatrick, 1993; Prawira, 2013).
(39)
Ketika anak kedua lahir, anak pertama dituntut untuk memenuhi keinginan adik kandung mereka. Jika anak pertama menolak keinginan adik kandungnya, maka akan muncul pertengkaran antar saudara kandung. Anak pertama dianggap sebagai orang yang bertanggung jawab atas pertengkaran tersebut. Tidak jarang pula anak pertama disalahkan dan akan diberi hukuman atas kesalahan yang dilakukan oleh adik kandung (Geertz, 1983; Alwisol, 2007; Prawira, 2013).
3. Hubungan Antar Saudara Kandung
a. Pengertian Hubungan Antar Saudara Kandung
Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan hubungan sebagai sesuatu yang berkaitan, rangkaian ataupun pertalian (Suharso & Retnoningsih, 2005). Jadi hubungan antar saudara kandung dapat diartikan sebagai kaitan antara adik atau kakak yang memiliki ibu dan ayah yang sama serta terhubung secara genetik.
(40)
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Hubungan Antar
Saudara Kandung
Pola hubungan antar saudara kandung dipengaruhi oleh beberapa faktor, sebagai berikut:
1. Faktor Demografis
Secara demografis, pola hubungan antar saudara kandung di masa kanak-kanak dipengaruhi oleh jumlah saudara, jarak kelahiran, dan jenis kelamin saudara kandungnya (Steelman & Koch, 2009 dalam Lestari, 2012). Cicirelli (1994) dalam penelitiannya menemukan bahwa di dalam budaya non industri, semakin banyak jumlah saudara kandung, maka semakin baik dukungan yang akan diberikan untuk orang tua dan saudara kandungnya. Sedangkan di budaya industri, semakin banyak jumlah saudara kandung, semakin rentan untuk mengalami konflik.
Dalam penelitiannya, Cicirelli juga menemukan bahwa hubungan antar saudara kandung yang memiliki relasi paling dekat adalah hubungan yang terdiri dari jenis kelamin perempuan-perempuan. Hubungan antar saudara kandung yang relasinya cukup dekat adalah hubungan antar saudara kandung yang terdiri dari laki-laki dan perempuan ataupun sebaliknya. Sedangkan hubungan antar saudara kandung yang relasinya paling tidak dekat adalah hubungan antar saudara kandung yang
(41)
jenis kelaminnya terdiri dari laki-laki dan laki-laki (Cicirelli, 1994).
2. Interaksi antara Orang tua dan Anak
Faktor lain yang mempengaruhi kualitas dan pola hubungan antar saudara kandung adalah interaksi antara orang tua dan anak itu sendiri. Sroufe & Fleeson (1986) seperti yang dikutip dalam Brody (1998) mengatakan bahwa pengalaman awal yang dialami oleh seorang anak di dalam sebuah keluarga tidak dapat dihapus oleh pengalaman yang sedang dialami oleh anak tersebut. Akan tetapi pengalaman awal tersebut akan terintegrasi dalam pola hubungan yang baru dan akan berkelanjutan dalam mempengaruhi hubungan antar saudara kandung.
Perlakuan orang tua terhadap anak-anaknya di dalam sebuah hubungan antar saudara kandung akan mempengaruhi interaksi dan tingkat konflik diantara saudara kandung. Jika orang tua memperlakukan anak-anaknya secara berbeda, maka akan memunculkan persaingan dan kecemburuan antar saudara kandung, meningkatkan konflik serta menurunkan interaksi positif antar saudara kandung (Bornstein, Davidson, Keyes & Moore, 2003). Kurangnya keterlibatan orang tua dalam hubungan anak-anaknya juga akan meningkatkan permusuhan diantara
(42)
saudara kandung (Volling, 2001; Volling & Belsky, 1992 dalam Berk, 2012).
3. Temperamen Anak
Dari segi anak, faktor yang mempengaruhi kualitas antar saudara kandung adalah temperamen anak itu sendiri. Brody (1998) menjelaskan bahwa anak yang memiliki temperamen mudah beradaptasi dapat dengan mudah merespon kelahiran saudara kandungnya.
Brody menjelaskan bahwa anak yang memiliki temperamen kurang mudah beradaptasi akan mengalami kesulitan dalam merespon kelahiran saudara kandung. Anak-anak usia prasekolah yang memiliki perbedaan temperamen yang cukup mencolok akan lebih beresiko untuk mengalami konflik dengan saudara kandung. Brody juga menjelaskan bahwa anak dengan temparen sulit juga akan mengalami konflik dengan saudara kandung (Brody, 1998). Jika salah satu anak memiliki emosi yang kuat dan sangat aktif, maka kemungkinan terjadinya konflik antar saudara kandung meningkat (Brody, Stoneman, & McCoy, 1994; Dunn, 1994 dalam Berk, 2012).
(43)
4. Proses Perkawinan dan Depresi Orang tua
Brody mengatakan bahwa hubungan perkawinan, suasana emosi secara umum dalam sebuah keluarga, dan kualitas hubungan antar saudara kandung memiliki keterkaitan satu sama lain. Kualitas perkawinan dan hubungan antar saudara kandung akan mengarahkan anak untuk merespon konflik yang terjadi di dalam keluarganya. Konflik perkawinan di dalam sebuah keluarga akan dilihat sebagai pengalaman permusuhan yang akan memicu kesulitan pada anak. Brody menemukan bahwa perkawinan yang tidak bahagia, penuh dengan konflik, dan emosi keluarga yang tidak harmonis akan terasosiasi dengan hubungan antar saudara kandung yang negatif (Brody, 1998).
c. Pola Hubungan Antar Saudara Kandung
Hubungan antar saudara kandung mulai terjalin sejak anak kedua lahir (Lestari, 2012). Hubungan antar saudara kandung tersebut dapat dikategorikan menjadi dua pola. Pola yang pertama adalah hubungan yang bernuansa afeksi, kepedulian, kerja sama, dan dukungan. Sedangkan pola yang kedua adalah hubungan yang bernuansa permusuhan, gangguan, dan perilaku agresif yang memperlihatkan adanya ketidaksukaan satu sama lain (Dunn, 2002 dalam Lestari, 2012).
(44)
Dunn, (2002, dalam Lestari, 2012) menyatakan bahwa hubungan antar saudara kandung memiliki tiga karakteristik utama. Karakteristik yang pertama adalah adanya kekuatan emosi satu sama lain dan tidak terhambatnya pengungkapan emosi tersebut. Emosi tersebut dapat berupa emosi positif maupun negatif. Karakteristik yang kedua adalah keintiman. Keintiman membuat saudara kandung dapat saling mengenal satu sama lain secara pribadi. Karakteristik yang ketiga adalah adanya perbedaan sifat pribadi yang membentuk pola hubungan antar saudara kandung nantinya.
d. Hubungan antar Saudara Kandung Berdasarkan Tahap
Perkembangan
1. Hubungan antar Saudara Kandung Di Masa Kanak-Kanak
Hubungan antar saudara kandung di masa kanak-kanak awal secara emosional tergolong intens, baik dengan emosi negatif maupun positif. Emosi negatif memicu munculnya konflik dalam hubungan antar saudara kandung. Akan tetapi konflik antar saudara kandung di masa kanak-kanak awal memberikan kesempatan anak-anak untuk mempelajari keahlian negosiasi, regulasi emosi, dan pemahaman sosial.
Di masa kanak-kanak pertengahan, saudara kandung lebih banyak menghabiskan waktu bersama saudara kandungnya dibandingkan bersama orang tua ataupun teman. Dinamika
(45)
hubungan antar saudara kandung di masa kanak-kanak pertengahan dapat mempengaruhi perkembangan sosial anak. Dinamika hubungan antar saudara kandung akan berdampak positif bagi perkembangan sosial baik dinamikanya bernuansa negatif maupun positif (Volling, 2003).
2. Hubungan antar Saudara Kandung Di Masa Remaja
Di masa remaja, hubungan antar saudara kandung tergolong menonjol. Memasuki masa remaja awal, hubungan antar saudara kandung memiliki lebih banyak konflik dibandingkan dengan anggota keluarga lainnya, seperti ayah, kakek, nenek, teman, ataupun yang lainnya. Akan tetapi, hubungan antar saudara kandung di masa remaja awal juga merupakan sumber persahabatan, afeksi, dan kedekatan. Di masa remaja, anak pertama akan cenderung memiliki sifat lebih mendominasi dan lebih mengasuh dibandingkan anak yang lahir berikutnya. Anak yang lahir setelah anak pertama akan cenderung merasa dekat dengan kakak kandung mereka dibandingkan dengan anak pertama.
Pada masa remaja, saudara kandung menjadi semakin egaliter, tidak banyak konflik, dan tidak dekat karena di masa remaja, intensitas saudara kandung dalam menghabiskan waktu bersama telah berkurang. Di masa remaja, hubungan antar saudara
(46)
kandung dipengaruhi oleh persepsi perlakuan dari orang tua. Persepsi remaja terhadap perbedaan perlakuan orang tua dipengaruhi oleh usia, kepribadian, dan kebutuhan anak itu sendiri. Perlakuan orang tua yang cenderung negatif dan tidak hangat menjadi salah satu faktor terjadinya perilaku negatif diantara saudara kandung (Smetana, Campione-Barr & Metzger, 2006).
Memasuki masa remaja, hubungan antar saudara kandung sudah semakin setara. Hal ini dikarenakan ketika memasuki masa remaja, keseimbangan kekuatan antara kakak dan adik kandung mulai setara sehingga kakak tidak lagi memaksa adik untuk memenuhi keinginannya. Di masa remaja, saudara kandung juga mulai belajar untuk berhubungan secara lebih sejajar dan perbedaan-perbedaan yang terjadi ketika mereka berada di masa kanak-kanak mulai berkurang (McGuire & Manke, 1994 dalam Santrock, 2007).
3. Hubungan antar Saudara Kandung Di Masa Remaja Akhir
Hubungan antar saudara kandung di masa remaja akhir dipengaruhi oleh perkembangan remaja di masa itu sendiri. Perasaan seseorang yang diberikan kepada suadara kandung baik itu negatif maupun positif akan melemah ketika ia memasuki masa remaja akhir. Pelemahan ini dipicu oleh kecenderungan
(47)
seorang remaja akhir yang lebih banyak terlibat dalam hubungan persahabatan sehingga waktu dan energi yang dihabiskan bersama saudara kandung menjadi berkurang. Bagi seseorang yang mengalami persaingan dengan suadara kandungnya di masa kecil, ketika memasuki masa remaja akhir mereka tidak lagi mengalami persaingan. Remaja akhir tersebut diprediksi dapat menjadi sumber kehangatan dan akan memberikan kehangatan yang lebih besar untuk saudara kandungnya (Berk, 2012).
Di masa remaja akhir, konflik antar saudara mulai menurun meskipun masih ada juga remaja yang belum selesai dengan persaingan antar saudara kandung mereka. Seorang remaja akhir yang masa kecilnya memiliki hubungan yang positif dengan suadara kandungnya, maka hubungan mereka akan tetap didominasi oleh kasih sayang dan kepedulian satu sama lain (Ardiyanto, 2010; Berk, 2012).
Dunn, 2007 (seperti dikutip dalam Santrock, 2014) mengatakan bahwa hubungan antar saudara kandung di masa remaja akhir memiliki tiga karakteristik. Pertama, remaja telah mampu mengekspresikan emosi negatif maupun positif kepada saudara kandung mereka. Karakteristik kedua adalah seorang remaja telah mampu memahami saudara kandung mereka dengan baik. Pemahaman akan saudara kandung akan meningkatkan kedekatan antar saudara kandung dan kemudian menjadikan
(48)
saudara kandung sebagai sumber dukungan bagi satu sama lain. Ketiga, hubungan antar saudara kandung di masa remaja akhir bervariasi satu sama lain. Beberapa remaja mendeskripsikan bahwa hubungan mereka dengan saudara kandung positif, penuh kehangatan, dan akan memberikan kasih sayang satu sama lain meskipun disisi lain saudara kandung akan dipandang sebagai seseorang yang mengganggu dan jahat.
B. TAHAP PERKEMBANGAN KOGNITIF
Piaget (1954 dalam Santrock, 2007) menyatakan bahwa perkembangan kognitif di masa kanak-kanak meliputi beberapa proses penting. Proses-proses tersebut adalah skema, asimilasi, akomodasi, organisasi, keseimbangan, dan penyeimbangan. Skema dapat diartikan sebagai proses ketika seseorang mulai membangun pemahaman tentang dunia. Di masa bayi, skema disusun oleh tindakan-tindakan sederhana yang diterapkan pada objek tertentu. Memasuki masa kanak-kanak, skema meliputi berbagai strategi dan perencanaan untuk mengatasi persoalan. Menginjak masa dewasa, seseorang telah menyusun skema dalam jumlah besar dan kompleks.
Proses perkembangan kognitif setelah pembentukan skema adalah asimilasi dan akomodasi. Asimilasi diartikan sebagai proses ketika seseorang memasukkan informasi baru ke dalam skema-skema yang telah ia bentuk. Piaget mengartikan akomodasi sebagai proses ketika seseorang
(49)
menyesuaikan skema-skema yang ada dengan informasi dan pengalaman-pengalaman baru.
Menurut Piaget, seseorang akan melakukan perbaikan organisasi secara terus menerus sesuai dengan perkembangannnya. Piaget mengartikan organisasi sebagai pengelompokan perilaku dan pemikiran yang terisolasi ke dalam system yang lebih teratur dan lebih tinggi dan dilakukan secara sadar. Setelah melakukan pengorganisasian, proses perkembangan kognitif selanjutnya adalah proses penyeimbangan. Proses penyeimbangan terjadi ketika seseorang mengalami konflik kognitif. Konflik kognitif itu sendiri kemudian memicu terjadinya perpindahan dari satu tahap pemikiran ke tahap pemikiran selanjutnya.
Piaget berpendapat bahwa tahapan baru akan muncul seiring dengan munculnya cara berpikir yang baru. Cara berpikir yang baru akan tercipta ketika seseorang melakukan akomodasi dan asimilasi. Hasil dari asimilasi dan akomodasi tersebut akan disesuaikan dengan skema-skema lama dan skema-skema yang baru. Skema-skema yang telah disesuaikan akan diorganisasi dan direorganisasi sehingga secara fundamental, skema hasil akomodasi dan asimilasi tersebut terbentuk dalam organisasi yang baru dan terciptalah cara berpikir yang baru. Menurut Piaget, tahapan pemikiran yang baru akan tercipta seiring dengan tahapan perkembangan seseorang. Piaget mengkategorikan tahapan perkembangan kognitif manusia ke dalam empat tahapan, yaitu tahapan sensorimotor, praoperasional, operasional konkret, dan operasional formal.
(50)
1. Tahapan Sensorimotor
Tahapan sensorimotor terjadi ketika seseorang baru dilahirkan hingga ia menginjak usia kurang lebih 2 tahun. Saat tahapan sensorimotor berlangsung, seorang bayi akan mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman sensorik dengan fisik dan motorik untuk membentuk sebuah pemahaman tentang dunia. Pada tahapan sensorimotor terdapat beberapa sub tahapan. Sub tahapan yang pertama adalah refleks-refleks sederhana yang terjadi di masa bulan pertama pasca kelahiran. Sub tahapan yang kedua adalah kebiasaan-kebiasaan pertama dan reaksi-reaksi sirkuler primer. Sub tahapan ini terjadi pada bayi yang berusia 1-4 bulan. Sub tahapan yang ketiga dari tahapan sensorimotor adalah reaksi sirkuler sekunder yang dialami seorang bayi pada usia 4-8 bulan. Sub tahapan yang keempat adalah koordinasi reaksi-reaksi sirkuler sekunder. Memasuki tahapan ini, seorang bayi sedang berusia 8-12 bulan dan gerakan-gerakan yang dilakukan mulai terarah. Sub tahapan yang kelima adalah reaksi-reaksi sirkuler tersier, kesenangan baru, dan keingintahuan yang berkembang pada usia 12-18 tahun. Sub tahapan yang keenam adalah internalisasi skema yang berlangsung saat bayi berusia antara 18-24 bulan.
Setelah mencapai sub-sub tahapan dari tahapan sensorimotorik, seorang bayi akan melakukan permanensi objek. Permanensi objek merupakan pemahaman yang dimiliki bayi tentang eksistensi objek yang akan tetap ada meskipun objek tersebut tidak lagi dapat dilihat,
(51)
didengar, atau disentuh. Pada tahapan ini, seorang bayi mulai memahami bahwa objek-objek yang ada disekitarnya bersifat permanen dan terpisah dari dirinya (Santrock, 2007).
2. Tahapan Praoperasional
Piaget (Santrock, 2007) mengatakan bahwa anak yang berusia 2-7 tahun sedang berada pada tahapan perkembangan kognitif praoperasional. Tahapan praoperasional adalah tahapan ketika seorang anak mulai merepresentasikan dunia mereka dengan kata-kata, bayangan, dan gambar-gambar. Hal penting yang muncul dalam tahapan ini adalah adanya pemikiran-pemikiran mental, egosentrisme, dan keyakinan-keyakinan magis. Piaget membagi tahapan praoperasional ke dalam dua sub tahapan, yaitu sub tahapan fungsi simbolik dan sub tahapan pemikiran intuitif.
Sub tahapan fungsi simbolik adalah sub tahapan yang dialami oleh seorang anak yang berusia 2-4 tahun. Pada sub tahapan ini seorang anak mulai mampu menggambarkan objek yang tidak ada secara mental. Di tahapan ini seorang anak juga mulai menggunakan bahasa dan mulai bermain peran. Selain mengalami perkembangan, di tahapan ini seorang anak masih memiliki keterbatasan, seperti masih memiliki egosentrisme dan animisme. Egosentrisme adalah keadaan ketika seorang anak tidak mampu membedakan perspektif diri sendiri dan perspektif orang lain, serta belum mampu mempertimbangkan
(52)
perspektif orang lain. Animisme diartikan sebagai sebuah keyakinan terkait bahwa objek-objek yang tidak bergerak memiliki kehidupan dan kemampuan bertindak. Animisme menyebabkan seorang anak gagal membedakan antara perspektif manusia dan perspektif nonmanusia.
Sub tahapan yang kedua adalah sub tahapan pemikiran intuitif yang terjadi saat anak berusia 4-7 tahun. Piaget mengatakan bahwa pada tahapan ini seorang anak mulai memiliki rasa keingintahuan yang tinggi akan jawaban-jawaban atas semua pertanyaan dan mulai menggunakan pemikiran primitif. Sub tahapan ini disebut dengan sub tahapan pemikiran intuitif karena anak-anak diusia 4-7 tahun memiliki keyakinan dengan pengetahuan dan pemahaman mereka, tetapi tidak sadar pengetahuan dan pemahaman mereka tersebut muncul. Hal ini dikarenakan anak-anak tersebut belum menggunakan pemikiran rasional.
Pada tahapan praoperasional, terdapat beberapa batasan-batasan. Batasan tahap praoperasional yang pertama adalah sentralisasi. Sentralisasi dapat diartikan sebagai pemusatan perhatian pada satu karakteristik dan pengabaian karakteristik lain. Sentralisasi didukung kurangnya kesadaran bahwa perubahan penampilan sebuah objek tidak mengubah hakikat dasarnya.
(53)
3. Tahapan Operasional Konkret
Tahap operasional konkret terjadi pada anak yang berusia 7-11 tahun. Pada tahapan ini, seorang anak mulai memiliki pemikiran logis dan menggantikan pemikiran intuitif. Selain itu, pada tahapan ini seorang anak dapat menunjukkan operasi-operasi konkret yang merupakan tindakan dua arah terhadap objek-objek nyata dan konkret. Pada tahapan ini juga terjadi proses konservasi. Konservasi memiliki tugas untuk mendemonstrasikan kemampuan anak dalam melakukan operasi-operasi konkret. Memasuki masa operasional konkret, seorang anak telah mampu mengkoordinasikan beberapa karakteristik sekaligus dan tidak lagi berfokus pada elemen tunggal dari sebuah objek. Memasuki tahap operasional konkret, anak-anak akan melakukan konservasi secara bertahap. Piaget mengusung tema horizontal décalage yang diartikan sebagai munculnya kemampuan-kemampuan yang mirip secara bersamaan dalam suatu tahapan perkembangan.
Proses lainnya yang terjadi pada tahap operasional konkret adalah klasifikasi. Klasifikasi diartikan sebagai kemampuan untuk mengklasifikasikan benda dan memahami relasi antar benda tersebut. Selain mengalami proses klasifikasi, seorang anak yang berada dalam tahap operasional konkret juga mengalami proses seriation. Seriation adalah kemampuan seorang anak untuk mengurutkan stimulus berdasarkan kuantitasnya. Proses terkahir yang terjadi di tahap operasional konkret adalah transitivity. Piaget mengatakan bahwa
(54)
transitivity adalah sebuah kemampuan anak untuk memikirkan relasi gabungan secara logis (Santrock, 2007).
4. Tahapan Operasional Formal
Tahapan perkembangan kognitif yang keempat dan terakhir adalah tahapan operasional formal terjadi direntang usia 11-15 tahun. Piaget mengatakan bahwa ketika seseorang memasuki tahapan ini, ia akan mengalami pengalaman-pengalaman konkret dan berpikir dalam cara-cara yang abstrak dan lebih logis. Di tahapan ini seseorang juga mulai mengembangkan gambaran-gambaran tentang situasi-situasi yang ideal serta akan menggunakan pemikiran logis dan lebih sistematis dalam menyelesaikan suatu masalah.
Pada tahapan ini, seseorang mulai memiliki pemikiran yang abstrak, ideal, dan logis. Kualitas abstraksi pemikiran pada tahap ini lebih jelas dan para remaja mulai memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah verbal. Kualitas abstrak seseorang juga dapat dilihat dari munculnya pemikiran remaja yang cenderung lebih memikirkan dirinya sendiri. Selain itu, remaja juga mulai memiliki pemikiran yang penuh dengan idealisme dan kemungkinan-kemungkinan. Setelah remaja memilik pemikiran yang abstrak dan idealis, remaja mulai berpikir secara lebih logis. Menurut Piaget, saat memasuki masa remaja seseorang akan menggunakan metode pemikiran hipotesis-deduktif, yaitu pengembangan hipotesa terbaik dan
(55)
secara sistematis menyimpulkan langkah-langkah terbaik untuk menyelesaikan sebuah masalah (Santrock, 2007).
Selain memiliki pemikiran yang abstrak, ideal, dan logis, seorang remaja yang berada pada tahapan operasional formal juga mengalami peningkatan kesadaran akan diri sendiri sehingga akan menganggap semua orang tertarik pada diri mereka dan menganggap bahwa dirinya tidak terkalahkan. Proses ini dikenal sebagai egosentrisme remaja (Elkind, 1978 dalam Santrock, 2007). Elkind membedakan egosentrisme remaja ke dalam 2 tipe pemikiran. Pemikiran yang pertama adalah penonton imajinatif, yaitu perilaku remaja yang bertujuan untuk mendapatkan perhatian dan dilihat oleh lingkungan. Di masa remaja awal, seorang remaja yang memiliki pemikiran penonton imajinatif akan merasa bahwa ia sebagai seorang actor dan lingkungan sebagai penonton yang mengawasi perilakunya. Pemikiran yang kedua adalah fabel personal. Fabel personal adalah munculnya kesadaran remaja akan keunikan yang dimilikinya. Kesadaran ini memicu para remaja merasa bahwa tidak ada orang yang dapat memahami perasaan yang sedang dirasakan. Dimasa ini, para remaja akan menggambarkan dirinya dengan melibatkan fantasi-fantasi dan jauh dari realitas yang sesungguhnya.
(56)
C. PERSEPSI
1. Pengertian Persepsi
Secara etimologis, persepsi berasal dari Bahasa Latin yaitu, perceptio; dari percipere yang berarti menerima atau mengambil. Terdapat banyak pengertian dari persepsi seperti yang ditulis Sobur dalam bukunya yang berjudul “Psikologi Umum”. Leavit, 1987; John R. Wenburg & William W. Wilmot (dalam Sobur, 2003) mengartikan persepsi secara luas sebagai bagaimana cara seseorang untuk memandang atau mengartikan sesuatu. Yusuf (1991, dalam Subur, 2003) memaknai persepsi sebagai proses memaknai hasil pengamatan. Gulo (1982, dalam Subur, 2003), mengartikan persepsi sebagai proses seseorang untuk menyadari segala sesuatu yang terjadi di lingkungannya melalui indra-indra yang dimilikinya. Sedangkan Rakhmat (1994, dalam Sobur 2003) berpendapat bahwa persepsi adalah proses menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan atas pengalaman-pengalaman tentang objek dan peristiwa. Atkinson (dalam Sobur, 2003), menyebutkan bahwa persepsi merupakan proses saat kita mengorganisasikan dan menafsirkan pola stimulus dalam lingkungan. Pareek, 1996; Rudolph F. Verderber (dalam Sobur, 2003) mengartikan persepsi sebagai proses pemberian reaksi terhadap rangsangan pancaindra atau data serta proses menerima, menyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan, dan menguji rangsangan pancaindra dan data. Sedangkan King (2010)
(57)
mendefinisikan persepsi sebagai proses mengatur dan mengartikan informasi sensoris untuk memberikan makna. Mahmud (1990) mendefinisika persepsi sebagai penafsiran stimulus yang telah ada di dalam otak.
Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa persepsi adalah proses seseorang memandang, menafsirkan, menyeleksi informasi dari lingkungan dan kemudian bereaksi berdasarkan informasi yang telah diseleksi dan diproses berdasarkan stimulus yang telah ada di dalam otak.
2. Proses Terjadinya Persepsi
Persepsi dan kognisi diperlukan disemua kegiatan psikologis. Persepsi merupakan perilaku seleksi, interpretasi, dan pembulatan terhadap interpretasi yang sampai. Berdasarkan teori rangsangan-tanggapan, persepsi merupakan bagian dari keseluruhan proses yang menghasilkan tanggapan setelah rangsangan diterapkan kepada manusia. Terdapat tiga komponen utama dalam proses persepsi, yaitu:
a. Seleksi yang diartikan sebagai proses penyaringan oleh indra terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.
b. Interpretasi, yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh
(58)
berbagai faktor, seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi, kepribadian, dan kecerdasan. Interpretasi juga bergantung pada kemampuan seseorang untuk mengadakan pengategorian informasi yang diterimanya, yaitu proses mereduksi informasi yang kompleks menjadi sederhana.
c. Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi (Depdikbud, 1985 dalam Sobur, 2003).
Mahmud (1990) menjelaskan bahwa dalam melakukan perspsi, manusia tidak hanya bergantung pada rangsangan saja, akan tetapi sesuatu yang melatar belakangi rangsangan itu sendiri. Latar belakang suatu rangsangan dapat berupa pengalaman-pengalaman sensoris yang dulu pernah dialami, perasaan manusia pada waktu rangsangan itu ditangkap, prasangka-prasangka, keinginan-keinginan, sikap, dan tujuan manusia pada waktu itu.
3. Faktor yang Mempengaruhi terjadinya Persepsi
Pareek (1996) dalam Sobur, 2003) menjelaskan bahwa proses pembentukan persepsi dimulai dari menerima rangsangan, menyeleksi rangsangan, mengorganisasikan rangsangan, mengartikan rangsangan, menguji rangsangan, dan pada akhirnya memberikan reaksi kepada rangsangan pancaindra atau data. Setelah menerima rangsangan, untuk menghemat perhatian yang digunakan
(59)
maka tidak semua rangsangan akan diperhatikan tetapi diseleksi terlebih dahulu. Beberapa faktor yang mempengaruhi seleksi rangsangan menurut Pareek adalah sebagai berikut:
a. Faktor Internal
Menurut Pareek, faktor internal merupakan faktor yang berkaitan dengan diri sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
Kebutuhan psikologis merupakan faktor yang
mempengaruhi persepsi. Hal ini dikarenakan ada beberapa hal yang sebenarnya tidak ada menjadi ada karena adanya kebutuhan psikologis.
Latar belakang mempengaruhi hal-hal yang dipilih oleh
persepsi karena seseorang akan mencari sesuatu yang sama dengan latar belakang yang ia miliki.
Pengalaman juga mempengaruhi hal-hal yang dipilih oleh
persepsi, layaknya latar belakang. Seseorang akan mencari orang-orang, hal-hal, dan gejala-gejala yang mungkin serupa dengan pengalaman pribadinya.
Kepribadian seseorang menjadi salah satu faktor internal
terbentuknya persepsi. Hal ini dikarenakan orang akan cenderung akan tertarik dengan orang yang kepribadiannya sama dengannya atau malah sama sekali berbeda dengan dirinya.
(60)
Sikap dan kepercayaan umum mempengaruhi persepsi
terkait dengan minat seseorang untuk melihat hal kecil yang mungkin tidak diperhatikan oleh orang lain.
Penerimaan diri merupakan sifat penting yang
mempengaruhi persepsi karena orang yang telah mampu menerima dirinya akan lebih tepat menyerap suatu rangsangan yang sesuai dengan dirinya.
b. Faktor Eksternal
Pareek menjelaskan bahwa selain faktor internal, persepsi seseorang juga dipengaruhi oleh faktor-faktor telaah. Faktor-faktor tersebut kemudian juga mempengaruhi persepsi atas orang dan keadaan. Faktor-faktor eksternal tersebut adalah:
Intensitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang. Orang akan cenderung lebih menanggapi rangsangan yang lebih intensif dibandingkan rangsangan yang kurang intens.
Ukuran suatu benda yang lebih besar cenderung lebih
menarik perhatian seseorang karena lebih cepat dilihat. Oleh karena itu ukuran menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi.
Kontras akan mempengaruhi persepsi seseorang karena
(61)
tidak biasa. Perubahan yang terjadi pada suatu kebiasaan akan cenderung lebih menarik perhatian.
Gerakan merupakan salah satu faktor eksternal yang
mempengaruhi terbentuknya persepsi seseorang. Pareek menjelaskan bahwa hal-hal yang bergerak lebih menarik perhatian diaripada hal-hal yang diam.
Ulangan merupakan salah satu trik untuk menarik perhatian seseorang. Akan tetapi perilaku berulang yang terlalu sering juga dapat menimbulkan kejenuhan. Oleh karena itu sebuah pengulangan memiliki nilai yang cukup tinggi untuk menarik perhatian seseorang jika digunakan dengan hati-hati.
Keakraban menjadi salah satu faktor eksternal pembentuk
persepsi karena orang akan lebih tertarik pada hal-hal yang telah ia kenal.
Sesuatu yang baru juga menjadi salah satu faktor yang
mempengaruhi terbentuknya persepsi meskipun faktor ini bertentangan dengan faktor keakraban. Akan tetapi Pareek menjelaskan bahwa seseorang juga akan tertarik pada hal-hal yang baru jika ia telah biasa dengan kerangka yang sudah dikenal.
(62)
4. Fungsi Persepsi
Tingkah laku merupakan salah satu bentuk fungsi dari cara seseorang memandang dan setiap tingkah lakunya memiliki tujuan tersendiri. Tingkah laku setiap individu bukanlah sesuatu yang statis dan dapat berubah. Dua faktor utama untuk mengubah perilaku seseorang adalah dengan mengubah cara pandang seseorang atau persepsinya dan mengetahui motivasi orang tersebut melakukan sesuatu. Persepsi menjadi penting dalam perubahan perilaku seseorang karena persepsi mempengaruhi selektivitas individu terhadap informasi yang didapat, daya pilihan, dan menentukan minat perhatian seseorang untuk mengolah berbagai pengaruh yang datang dari luar dirinya (Ardiyanto, 2010; Sobur, 2003).
D. DINAMIKA DESKRIPSI PERSEPSI ANAK PERTAMA
TERHADAP ADIK KANDUNG DARI MASA KANAK-KANAK
HINGGA REMAJA AKHIR
Saudara kandung dapat diartikan sebagai adik atau kakak yang memiliki ibu dan ayah yang sama serta terhubung secara genetik. Kehadiran saudara kandung memberikan banyak pengaruh pada orang tua dan anak pertama. Di masa kanak-kanak, kehadiran adik kandung akan mendorong perubahan perilaku orang tua terhadap anak pertama. Perubahan perilaku orang tua tersebut memicu anak pertama untuk
(63)
melakukan berbagai cara dan akan bersaing agar memperoleh kasih sayang, cinta, dan perhatian yang ia dapatkan dulu.
Jika anak kedua lahir disaat anak pertama telah berusia tiga tahun, maka dampak kehadiran anak kedua akan bergantung pada gaya hidup yang telah dibentuk anak pertama. Kehadiran anak kedua akan berdampak positif jika anak pertama telah membentuk gaya hidup bekerja sama ditiga tahun pertama kehidupannya. Sebaliknya, jika anak pertama membentuk gaya hidup yang berpusat pada dirinya sendiri, maka anak pertama akan merasakan kemarahan dan permusuhan terhadap adik kandungnya tersebut. Anak pertama akan merasakan kemarahan dan permusuhan disaat anak kedua lahir karena di suia tiga tahun, anak sedang berada ditahapan praoperasional dimana seorang anak sedang mengalami tahap sentralisasi. Kehadiran adik menjadi sumber kemarahan karena anak pertama masih berfokus pada berubahnya sikap orang tua terhadap anak pertama dan mengabaikan esensi dari perilaku orang tua itu sendiri.
Di masa kanak-kanak, seorang anak pertama melihat kehadiran adik kandung sebagai ancaman karena sebelum anak kedua lahir, persepsi anak pertama terhadap lingkungan adalah hanya ada anak pertama, ayah, dan ibu. Pola hubungan antar saudara kandung bergantung pada persepsi yang dimiliki oleh seseorang. Persepsi adalah proses seseorang memandang, menafsirkan, menyeleksi informasi dari lingkungan dan kemudian bereaksi berdasarkan informasi yang telah diseleksi dan diproses berdasarkan stimulus yang sudah ada di dalam otak. Oleh karena itu
(64)
perilaku seseorang muncul sesuai dengan persepsinya terhadap rangsangan yang ia terima. Terbentuknya persepsi seseorang terhadap suatu rangsangan itu sendiri dipengeruhi banyak faktor. Faktor tersebut dapat berupa faktor internal dan juga faktor eksternal sehingga persepsi seseorang dapat berubah.
Hubungan antar saudara kandung itu sendiri akan mengalami perkembangan sesuai dengan tahapan perkembangan seseorang. Di masa kanak-kanak awal, hubungan antar saudara kandung rentan mengalami konflik. Hubungan antar saudara kandung di masa kanak-kanak awal tergolong intens secara emosional baik itu negatif maupun positif. Emosi negatif pada anak akan memicu munculnya konflik dalam hubungan antar saudara kandung. Emosi negatif anak pertama dapat muncul karena perubahan perilaku orang tua dan anak pertama melihat orang tuanya tidak lagi memperhatikan dirinya. Hal ini memicu munculnya konflik antar saudara kandung karena di masa kanak-kanak belum mampu melihat dari sudut pandang perspektif orang lain sehingga melihat perubahan perilaku orang tua tersebut sebagai hal yang negatif. Meskipun demikian, konflik yang terjadi diantara saudara kandung di masa kanak-kanak awal memberikan kesempatan kepada anak untuk belajar bernegosiasi, meregulasi emosi dengan baik, dan belajar memahami sosial.
Memasuki masa kanak-kanak pertengahan, saudara kandung mulai memegang peranan penting karena anak lebih banyak menghabiskan waktu bersama saudara kandung. Relasi antar saudara kandung di masa
(65)
kanak-kanak pertengahan juga memegang peranan penting bagi anak karena dapat mempengaruhi perkembangan sosial anak. Relasi positif maupun relasi negatif pada anak-anak di masa kanak-kanak pertengahan pada dasarnya akan memberikan dampak positif bagi perkembangan sosial anak baik itu relasinya bernuansa negatif maupun positif. Hal ini dikarenakan di masa kanak-kanak pertengahan, seorang anak sudah memiliki pemikiran intuitif sehingga yang dialami anak saat berelasi dengan saudara kandung mereka akan menjadi pengetahuan anak tersebut.
Memasuki masa remaja awal, hubungan antar saudara kandung lebih rentan mengalami konflik dan persaingan dibandingkan hubungan keluarga lainnya. Akan tetapi di masa ini hubungan antar saudara kandung juga menjadi sumber persahabatan, afeksi dan kedekatan. Di masa remaja akhir, anak pertama cenderung merasa kurang dekat dengan adik, tetapi adik akan merasa lebih dekat dengan kakak mereka. Memasuki masa remaja pertengahan, konflik antar saudara kandung mulai berkurang dan intensitas mereka melakukan aktifitas bersama juga telah berkurang.
Di masa remaja akhir, hubungan antar suadara kandung mulai melemah karena seseorang di masa remaja akhir lebih banyak terlibat dalam hubungan persahabatan. Akan tetapi di masa remaja akhir, persaingan dan konflik yang dulu terjadi di masa kecil tidak lagi terjadi. Di masa remaja akhir, saudara kandung dilihat sebagai sumber dukungan bagi satu sama lain. Hubungan antar suadara kandung di masa remaja akhir mulai bervariasi, sebagian memandang saudara kandung mereka sebagai
(66)
orang yang hangat, positif, dan penuh kasih sayang. Disisi lain, ada yang memandang saudara kandung sebagai seseorang yang mengganggu dan jahat. Hal ini dikarenakan di masa remaja akhir, seseorang telah mampu berpikir secara abstrak, idealis, dan logis. Di tahapan remaja dan remaja akhir seseorang telah memiliki gambaran tentang situasi yang ideal sehingga sangat mungkin terjadi cara memandang saudara kandung yang berbeda-beda sesuai dengan gambaran situasi ideal yang dimiliki.
(1)
Gimana ya rasanya tu kayak ada ketakutan sendiri tu.
sekolah baru. 121.Takut ini nanti tempatnya baru, bisa ga
dia tu kayak gitu nanti.
121.R8 menyatakan bahwa ia takut adiknya tidak dapat menyesuaikan diri ketika ia berada ditempat baru.
121. R8 khawatir adiknya tidak dapat beradaptasi dengan baik di tempat baru. 122.Tapi waktu masuk baru masuk SD tu
kan, baru ngerti yang namaya sekolah tu kan, nah ya kasian sih sebenernya.
122.R8 menyatakan bahwa ia merasa kasihan ketika ia baru masuk SD. R8 merasa bahwa ketika baru masuk SD, adik R8 baru akan mengerti sekolah.
setelah dia masuk sekolah, kayak gimana dia orangnya?
123.ya udah bareng temen-temennya. 123.R8 menyatakan bahwa ketika adiknya baru masuk sekolah, adiknya lebih sering bersama teman-temannya.
123. R8 melihat adiknya lebih sering menghabiskan waktu bersama teman-temannya ketika adiknya tersebut mulai masuk sekolah.
terus?
124.ya beda sudah pergaulannya kan. 124.R8 menyatakan bahwa adiknya sudah memiliki pergaulan yang berbeda ketika ia memasuki masa sekolah.
124-128. R8 dan adiknya jarang berinteraksi.
125.Aku sama temen-temenku. 125.R8 menyatakan bahwa ia lebih sering bersama teman-temannya dibandingkan bersama adiknya.
126.Di rumah ya paling ya main. 126.R8 menyatakan bahwa ketika ia di rumah, ia akan bermain.
127.Ya jarang sih, paling ya Cuma malem doang.
127.R8 menyatakan bahwa ia jarang bertemu dengan adiknya ketika malam hari.
(2)
128.Dia paling sekolah kan main, aku juga pulang sekolah main.
128.R8 menyatakan bahwa ketika pulang sekolah, ia akan langsung pergi, begitu juga dengan adiknya.
129.Karna ga ada siapa-siapa di rumah kecuali orang tua.
129.R8 menyatakan bahwa ia jarang berada di rumah karena tidak ada orang lain kecuali orangtua.
terus sekarang menurutmu adikmu tu orang yang kayak gimana?
130.wah pekerja keras banget. Dia tu rela bekerja supaya dapet uang. Untuk uang saku dia sendiri.
130.R8 menyatakan bahwa saat ini adiknya adalah seseorang yang pekerja keras. R8 menyatakan bahwa adiknya rela bekerja supaya mendapatkan uang sakunya sendiri.
130. R8 saat ini melihat adiknya sebagai pekerja keras karena ia mulai memenuhi kebutuhannya sendiri.
131.itu. Sekarang sih aku sadar ternyata aku kalah sama dia.
131.R8 menyatakan bahwa saat ini ia menyadari jika adiknya lebih baik dibandingkan R8.
131. R8 melihat adiknya adalah sosok yang lebih baik dibandingkan R8.
132.Dia aja sudah berani gitu cari kerja, kerja ya istilahnya berani untuk ngidupin diri dia sendiri.
132.R8 menyatakan bahwa adiknya usdah berani mencari pekerjaan dan berani menghidupi dirinya sendiri.
132. R8 melihat adiknya sebagai sosok yang berani.
133.Cuma ya permasalahannya dia masih sekolah kan, aku juga sebenernya larang.
133.R8 menyatakan bahwa ia sebenarnya melarang adiknya untuk bekerja karena ia masih sekolah.
134.Cuma ya kalo untuk uang jajan sih ndak masalah, asal jangan melupakan sekolah.
134.R8 menyatakan bahwa ia tidak mempermasalahkan adiknya yang bekerja untuk mencari uang jajan asalkan adiknya tidak melupakan sekolahnya.
(3)
adiknya. 136.Senang aku. Kadang ya itu juga, kasihan
aku. Itu.
136.R8 menyatakan bahwa ia merasa senang kepada adiknya meskipun terkadang ia merasa kasihan kepada adiknya tersebut.
selain itu dia orangnya kayak gimana? Selain pekerja keras.
137.dia tu gampang bergaul orangnya. Gampang bergaul
137.R8 menyatakan bahwa adiknya tergolong orang yang mudah bergaul.
137. R8 melihat adiknya sebagai sosok yang mudah bergaul.
138.pekerja keras 138.R8 menyatakan bahwa adiknya adalah orang yang pekerja keras.
138. R8 melihat adiknya sebagai sosok yang pekerja keras.
139.Keras kepala 139.R8 menyatakan bahwa adiknya adalah orang yang keras kepala.
139. R8 melihat adikya sebagai sosok yang keras kepala.
140.Soalnya masih masa puber ya, masa remaja, masa peralihan kan.
140.R8 menyatakan bahwa adiknya masih berada dimasa puber, masa remaja yang merupakan masa peralihan.
140. R8 menyadari dan memahami tahapan perkembangan adiknya.
141.Nah keras kepala banget. 141.R8 menyatakan bahwa adiknya adalah sosok yang sangat keras kepala.
141. R8 melihat adiknya sebagai sosok yang keras kepala.
terus dulu waktu kecil makna adik bagimu tu kayak gimana sih?
142.berarti banget. Berarti sih dia. Teman. 142.R8 menyatakan bahwa ketika ia kecil, adik merupakan sosok yang sangat berarti dan menjadi seorang teman bagi R8.
142. R8 ketika kecil melihat adiknya sebagai seorang teman dan sangat berarti bagi R8. waktu remaja kayak gimana?
143.masih seperti teman,ya istilahnya sahabatlah.
143.R8 menyatakan bahwa ketika remaja, ia memaknai adiknya sebagai seorang sahabat.
143. R8 memaknai adiknya sebagai seorang sahabat ketika ia remaja.
(4)
kecil sampai besar ini tetap teman terbaik gitu lho.
adalah teman terbaiknya dari kecil hingga sekarang.
terbaik sejak kecil hingga sekarang. 145.Nah Cuma rasa gengsi karna
terprovokator itu tadi.
145.R8 menyatakan bahwa ia hanya merasa gengsi dan ia terpengaruh oleh persepsi lingkungan terhadap adiknya.
145. R8 merasa tidak sepantasnya untuk mendekati adiknya karena terpengaruh persepsi lingkungan terhadap adiknya. 146.Nah itu yang menyebabkan kita tu
punya perasaan lain.
146.R8 menyatakan bahwa persepsi lingkungan terhadap adiknya yang menimbulkan perasaan lain R8 terhadap adiknya.
146. Perasaan R8 terhadap adiknya dipengaruhi oleh persepsi lingkungan terhadap adik R8.
147.itu padahal dari dalam hati tu pengen dekat.
147.R8 menyatakan bahwa ia sebenarnya ingin dekat dengan adiknya.
147. R8 memiliki keinginan untuk dekat dengan adiknya.
148.Cuma ya logikanya ya ngelarang. Egonya ngelarang. Gitu.
148.R8 menyatakan bahwa logika dan ego R8 melarang R8 untuk dekat dengan adiknya. kenapa menurutmu adikmu itu sahabat
terbaik buat kamu?
149.karna kalo di rumah, posisinya lingkupnya di rumah ya. Yang bisa diandalkan dia selain aku.
149.R8 menyatakan bahwa jika di rumah, orang yang bisa diandalkan selain R8 adalah adik R8 tersebut.
149. R8 melihat adiknya sebagai orang yang bisa diandalkan.
150.Bahkan dia tu bisa lebih dari aku 150.R8 menyatakan bahwa adiknya bisa lebih baik daripada R8.
150-152. R8 melihat adiknya sebagai sosok yang lebih baik dibandingkan dirinya karena adiknya sudah bisa memenuhi kebutuhannya sendiri sedangkan R8 masih mengandalkan orang lain.
151.Nah itu tadi dia bisa kerja sendiri cari uang jajannya.
151.R8 menyatakan bahwa adiknya bisa lebih baik dari pada R8 karena adik R8 sudah bisa kerja dan cari uang jajanya sendiri.
152. Sementara aku, aku sudah terlalu apa namanya, terlalu merajalela sama ini, sama beasiswa ini.
152.R8 menyatakan bahwa ia sudah terlalu nyaman dengan beasiswa yang ia dapatkan.
(5)
153.nah itu masalahnya. Jadi aku ndak mikiri uang jajan. Aku sudah dikasih masalahnya.
153.R8 menyatakan bahwa ia tidak lagi memikirkan uang jajan karena R8 sudah mendapatkan uang jajan dari beasiswa. terus kamu udah ada niat buat ini belum,
ada usaha untuk ngedeketin dia ga? 154.ada, Cuma aku tu gengsinya tu ga bisa ilang. Beneran, gengsinya tu ga bisa ilang.
154.R8 menyatakan bahwa ia berusaha untuk mendekati adiknya, hanya saja usaha R8 untuk mendekati adiknya masih terhalang oleh gengsi.
154+155. R8 merasa sungkan untuk mendekati adiknya.
155.Ya gengsi dalam artian ya sungkan untuk ngomong, untuk mulai duluan tu sungkan.
155.R8 menyatakan bahwa ia merasa gengsi yang berarti bahwa ia merasa sungkan untuk membuka pembicaraan terlebih dahulu. 156.Kalo dia sih sebenernya kalo ngomong
sama aku ya seenaknya dia sendiri. gampanglah dia.
156.R8 menyatakan bahwa adiknya tidak merasa sungkan jika harus membuka pembicaraan dengan R8.
156. R8 melihat adiknya adalah sosok yang lebih terbuka kepada R8.
157.Cuma aku sendiri sungkan. 157.R8 menyatakan bahwa ia adalah pihak yang merasa sungkan kepada adiknya. 158.Karna apa, karna aku tu dari dulu
rasanya tu benci banget. Ga suka tu lho sama dia.
158.R8 menyatakan bahwa ia sedari dulu sangat membenci dan tidak menyukai adiknya.
158. R8 sejak dulu membenci dan tidak menyukai adiknya.
159.Tapi ya sekarang tu baru kepikiran. dulu bencinya kenapa?
160.ya soal itu, susah diomongin. Karna terprovokator itu tadi. Itu.
160.R8 menyatakan bahwa ia membenci adiknya karena sikap adiknya yang susah diberi tahu. R8 menyatakan bahwa ia terpengaruhi oleh persepsi lingkungan
160. R8 membenci adiknya karena persepsi lingkungan terhadap adiknya dan sikap adiknya yang keras kepala.
(6)
sehingga ia membenci adiknya. emang yang kamu denger tentang dia
selain kebut-kebutan itu apa sih?
161.ya dia itu soalnya suka kebut-kebutan. Otomatis pake motor sendiri kan.
161.R8 menyatakan bahwa adiknya suka ugal-ugalan menggunakan kendaraanya.
161-164. R8 mulai tidak menyukai adikya karena sikap adiknya yang ugal-ugalan dan tidak bertanggung jawab.
162.Motor sendiri aku yang ngerawat dari kecil. Nah itu aku sudah aduh.. jadi ga keurus jadinya.
162.R8 menyatakan bahwa R8 yang merawat kendaraan yang digunakan adik R8 untuk ugal-ugalan sejak R8 kecil. R8 menyatakan bahwa kendaraan yang ia rawat tersebut sudah tidak terurus.
163.Jadi si Bapak tu nelpon tu sudah ndak usah diurus aja motor tu.
163.R8 menyatakan bahwa ketika ayahnya masih hidup, ayahnya sempat menghubungi R8 memberitahukan R8 bahwa kendaraan yang telah dirawat oleh R8 tidak perlu dirawat lagi.
164.Langsung disitu tu aku aduh.. langsung disitu tu keluar rasa ga suka gitu.
164.R8 menyatakan bahwa sejak ayah R8 menghubungi R8 berkaitan dengan kendaraan, R8 mulai tidak menyukai adiknya lagi.