selalu salah. Responden dan adik juga seringkali mengalami pertengkaran. Pertengkaran antara responden dan adik terjadi hingga responden berada
di masa remaja akhir. Di masa remaja, responden merasa bahwa relasinya dengan adik semakin memburuk. Memasuki masa remaja akhir, responden
mulai merantau dari rumah dan tidak tinggal bersama adik dan orang tua. Merantaunya responden dari rumah tidak memperbaiki relasi antara
responden dan adik. Akan tetapi di masa remaja akhir, ayah responden meninggal dan hal tersebut membuat responden memiliki keinginan untuk
mendekatkan diri dengan adik. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Deskripsi Persepsi Anak Pertama terhadap Adik Kandung dari Masa Anak-anak hingga Remaja Akhir
Table 4. Persepsi Anak Pertama terhadap Adik Kandung dari Masa Kanak-kanak hingga Remaja Akhir
Responden 1 ♀-♂
Responden 2 ♀-♂
Responden 3 ♀-♀
Responden 4 ♀-♀
Responden 5 ♂-♀
Responden 6 ♂-♀
Responden 7 ♂-♂
Responden 8 ♂-♂
Persepsi Masa
Kanak- kanak
Negatif -
Bukan sebagai orang yang
harus disayangi R1. 90
- Pemberi
tanggung jawab lebih R1. 19
- Teman yang
kebetulan memiliki orang
tua yang sama R1. 89
- Adik secara
harafiah R1. 33
- Bukan
pemberani R1. 24, 71
- Pihak yang salah
atas terjadinya pertengkaran
R1. 102 -
Bukan anggota keluarga R2.
176 -
Bukanlah orang yang harus
dijaga R2. 177 -
Pemberi tanggung jawab
baru R2. 12 -
Ancaman R2. 162
- Perebut
perhatian R2. 175
- Orang yang
seharusnya tidak berada di dekat
responden R2. 178
- Bukan orang
yang harus dilindungi
R3. 105 -
Perebut perhatian dan
waktu orang tua R3. 16-
17
- Orang yang
memiliki sifat berbeda
dengan responden
R3. 39
- Bukan bagian
dari keluarga -
Bukan orang yang lebih
baik dibandingkan
responden R3. 47, 49
- Sosok yang
dapat -
Objek displacement
R4. 18
- Orang yang keras
kepala R4. 59 -
Sosok yang lemah R4. 3.
- Pusat perhatian
orang tua R4. 31 -
Orang yang nakal R4. 57
- Orang yang
menyebalkan R4. 58
- Sosok yang
kecil R5. 57 -
Orang yang keras kepala
R5. 9. -
Orang yang akan menuntut
untuk diperlakuan
sama dengan responden oleh
orang tua R5. 16-18.
- Orang yang selalu
mendapatkan pembelaan dari
ayah R6. 23 -
Sosok yang cengeng R6. 38.
- Sosok yang manja
dan suka mengadu kepada orang tua
R6. 39, 62. -
Sosok yang bisa dimainkan R6.
66. -
Sosok yang tidak mau kalah R5.
216 -
Pengganggu R5. 39, 109
- Orang yang tidak
patuh R5. 114 -
Adik secara harafiah R5. 119
- Orang yang selalu
mendapatkan apa yang ia minta R5.
205 -
Sosok yang selalu salah R8. 6
dimainkan R3. 96.
- Tidak berarti
apa-apa bagi hidup
responden R3. 108.
Persepsi Masa
Kanak- kanak
Positif -
Cerdas R1. 18, 63, 68, 76
- Hemat R1. 68,
70, 75 -
Dewasa R1. 26 -
Memiliki jiwa sosial yang
tinggi R1. 65 -
Sosok yang lucu
R3. 97. -
Orang yang disayangi
responden R4. 24.
- Teman bermain
R8. 55 -
Sosok yang lucu R5. 61.
- Teman bermain
R3. 34, 81, 85 -
Teman berbagi R5. 60
- Sosok yang lucu
R6. 4, 6 -
Teman terdekat R6. 67
- Orang yang
menyukai responden R6.
76 -
Sosok yang menyenangkan
R8. 115 -
Teman R8. 116 -
Penghilang rasa sepi R8. 115
Kesimpulan Tiap
Responden Responden 1
di masa kecil
didominasi oleh persepsi
negative terhadap adik.
Responden ketika berada di
masa kanak- kanak melihat
adik hanya secara harafiah
dan bukan sebagai bagian
dari keluarganya.
Responden 2 di
masa kecil mempersepsikan
adik secara negative. Di
masa anak-anak, Responden 2
secara umum melihat adik
bukan sebagai anggota
keluarga.
Responden 3
di masa kecil didominasi
oleh persepsi negative
terhadap adik. Responden
melihat adik sebagai tidak
berarti di dalam hidup
responden
Responden 4 di
masa kecil secara umum
mempersepsikan adik secara
negative. Akan tetapi Responden
4 juga mempersespikan
adik secara positif dan telah
menyayangi adik.
Responden 5 di
masa kecil melihat adik
secara positif. Meskipun
demikian responden
memiliki persepsi
negative terhadap
adiknya
Responden 6 di
masa kecil memiliki persepsi
negative dan positif yang
berimbang. Responden di
masa kanak-kanak telah melihat adik
merupakan bagian dari hidup
responden.
Responden 7 di
masa anak-anak mempersepsikan
adik secara negative dan memaknai adik
secara harafiah.
Responden 8 di
masa kanak-kanak didominasi oleh
persepsi positif.
Kesimpulan Seluruh
Responden Berdasarkan data, seluruh responden di masa kanak-kanak didominasi oleh persepsi negative dalam melihat sosok seorang adik. Meskipun demikian, 6
dari 8 responden juga memiliki persepsi positif terhadap adik. Responden 2 dan Responden 7 adalah 2 responden yang sama sekali tidak memiliki persepsi positif terhadap adik.
Persepsi Masa
Remaja Negatif
- Tidak patuh
ketika sedang bersama
responden R1. 32
- Orang yang
permintaannya selalu dipenuhi
orang tua R2. 72
- Orang yang
difasilitasi oleh orang tua R2.
70
- Orang yang
kurang mandiri R2. 71
- Orang yang
menarik perhatian
lingkungan R3. 64
- Orang yang tidak
patuh R4. 35
- Pengalih perhatian
orang tua R4. 66
- Orang yang
memisahkan responden dan ibu
R4. 69
- Orang yang
introvert R4. 45
-
Agresif R4. 36.
- Orang yang
kurang dapat menghormati
kakak R4. 60
- Orang yang
tidak patuh kepada
responden R5. 11.
- Bukan anggota
keluarga R5. 90
- Orang yang
tertutup R5. 63, 64
- Orang yang
asing bagi responden R5.
89
-
Musuh R5. 87
- Sosok yang kecil
R6. 72 -
Orang yang kurang mampu
bersosialisasi R6. 27
- Orang yang tidak
patuh R7. 56
- Orang yang tidak
berpengaruh dalam hidup responden
R7. 145+146
- Orang yang
menuntut orang tua untuk memenuhi
permintaannya R7. 60
- Orang yang keras
kepala R7. 55, 58, 127
- Pengganggu R7.
126
- Orang yang manja
R7. 128 -
Perebut fasilitas yang akan
digunakan oleh responden R8.
11.
Persepsi Masa
Remaja Positif
- Sosok yang
cerdas R1. 63, 64
- Teman bercerita
dan berbagi R1. 117, 123
- Bukan orang
yang menyebalkan
R1. 123 -
Orang yang harus dilindungi
R2. 180, 189
- Orang yang
harus dipantau perkembanganny
a R2. 181
- Seorang anak
R2. 182 -
Orang yang memiliki
kesamaan dengan
responden R3. 24
- Teman R3.
120
- Penghilang rasa
sepi R4. 41.
- Penghilang rasa
sepi R6. 73
-
Teman R6. 69
- Lebih dewasa
dibandingkan responden R6.
30
Kesimpulan Tiap
Responden Responden 1
di masa remaja
responden telah didominasi oleh
persepsi positif
Responden 2 telah
mempersepsikan adik secara
positif dan Responden 3
di masa remaja masih
memiliki persepsi
Responden 4 di
masa remaja masih didominasi
oleh persepsi negatif dalam
Responden 5 di
masa remaja tidak lagi
memiliki persespi positif
Responden 6 di
masa remaja memandang adik
secara lebih positif. Meskipun
Responden 7 di
masa remaja masih mempersepsikan
adik secara negatif.
Responden 8 di
masa remaja memandang adik
secara lebih negatif dibandingkan masa
dalam melihat adik. Akan
tetapi, responden akan kembali
mempersepsikan adik secara
negative ketika ia kembali
bersama-sama dengan adik.
melihat adik sebagai bagian
dari keluarganya meskipun
responden masih memiliki
persepsi negative terhadap adik.
negatif kepada adik meskipun
adik telah dianggap
sebagai teman. memandang adik.
Responden melihat adik
sebagai perebut perhatian. Namun
disisi lain, responden
memiliki persepsi bahwa adik
seorang adalah penghilang rasa
sepi. untuk adik.
Responden sepenuhnya
melihat adik secara negatif.
masih ada persepsi negatif kepada
adik, akan tetapi persepsi
responden didominasi
persepsi positif. anak-anak.
Responden di masa remaja sepenuhnya
memandang adik secara negatif.
Kesimpulan Seluruh
Responden Di masa remaja, 5 dari 8 responden mulai memandang adik mereka secara positif. Responden 5 dan Responden 8 di masa remaja memandang adik
secara lebih negatif. Persepsi positif Responden 5 dan Responden 7 terhadap adik di masa kanak-kanak tidak lagi terdapat di masa remaja. Sedangkan Responden 7 masih tetap memandang adik secara negatif ketika ia memasuki masa remaja.
Persepsi Masa
Remaja Akhir
Negatif -
Sumber amarah bagi responden
R1. 22.
- Orang yang
tidak patuh R2. 100
- Pemicu
terjadinya pertengkaran
R2. 121.
- Orang yang
lebih diperhatikan
orang tua R2. 136
- Orang yang
permintaannya selalu dipenuhi
orang tua R2. 223
- Orang yang
tidak peduli dan -
Orang yang kurang dapat
berkomunikasi dengan baik
R3. 26
- Orang yang
diistimewakan oleh ayah R4. 87
-
Agresif R4. 51
- Orang yang
tidak patuh R5. 23
- Orang yang
keras kepala R5. 21
- Orang yang
menginginkan agar semua
keinginannya terpenuhi R5.
24
- Orang yang akan
mengabaikan kekhawatiran
responden R6. 13
- Orang yang
ceroboh, tidak rapi, dan tidak
bersih R6. 104, 110
- Orang yang akan
menghindari ketidaknyamanan
R6. 96
- Orang yang akan
mencari responden untuk memenuhi
kebutuhannya R7. 138.
- Orang yang gagal di
dalam keluarga R7. 156-158.
- Orang yang
difasilitasi oleh orang tua R7. 71
- Penghalang
responden untuk menggunakan
fasilitas R7. 82.
- Orang yang nakal,
keras kepala, tidak patuh, dan suka
ugal-ugalan R8. 62-65.
tidak memahami kondisi keluarga
R2. 226, 229. Persepsi
Masa Remaja
Akhir Positif
- Orang pertama
yang akan responden cari
ketika orang tua tidak ada R1.
115
- Sosok yang
hebat, mandiri, pintar, dan
memiliki jiwa sosial yang
tinggi R1. 105+106
- Orang yang
lebih dewasa dan bertanggung
jawab R1. 109
- Orang yang bisa
diandalkan R1. 108
- Orang terdekat
219
- Sumber
dukungan emosional bagi
responden R2. 213, 220.
- Orang yang
penting dalam hidup responden
R2. 212, 221
- Orang yang
harus dijaga dengan sungguh-
sungguh R2. 217.
- Seorang anak
R2. 205 -
Orang yang membutuhkan
teman sebaya R2. 214.
- Teman dekat
R3. 121. -
Adik sebagai bagian dari
keluarga R3. 126
- Sosok
responden yang baru R3.
129
- Titik aman
bagi responden R3. 130.
- Sosok yang
rendah hati R3.31
- Teman bercerita
dan mengobrol R4. 74, 80
- Sumber dukungan
emosional bagi responden R4.
119
- Media katarsis
yang paling tepat R4. 96.
- Orang yang dapat
dipercaya R4. 98+99
- Teman bermain
R5. 94 -
Orang yang mulai patuh
R5. 48
- Orang yang
dewasa R5. 72
- Orang yang
terbuka R5. 75, 105
- Orang yang
memahami keadaan R5.
106
- Teman paling
dekat R6. 68, 87
- Sumber dukungan
emosional bagi responden R6.
88, 89
- teman untuk
membahagiakan orang tua R6. 92
- Orang yang
mandiri R6. 63.
- Orang yang
dewasa R6. 44
- Orang yang patuh
R8. 38 -
Orang yang telah mampu memahami
keadaan R8. 39
- Pekerja keras R8.
130, 138, 150-152 -
Mudah bergaul
R8. 137. -
Orang yang bisa diandalkan R8.
149.
- Orang yang akan
menggantikan peran responden
ketika responden jauh dari rumah
R8. 34
Kesimpulan Tiap
Responden Responden 1
di masa remaja
akhir telah mempersepsikan
adik secara positif meskipun
masih ada persepsi negatif.
Responden 2 di
masa remaja akhir masih
memiliki persepsi negatif
terkait dengan perlakuan orang
tua terhadap adik. Disis lain,
Responden 3 di masa remaja
akhir telah didominasi
oleh persepsi positif
meskipun responden
masih Responden 4
di masa remaja akhir
telah mempersepsikan
adik secara lebih positif meskipun
masih ada persepsi negatif terhadap
adik.
Responden 5 di
masa remaja akhir
mempersepsikan masih adik
secara negatif. Meskipun
demikian, responden mulai
Responden 6 di
masa remaja akhir didominasi oleh
persepsi positif terhadap adik
meskipun masih ada persepsi
negatif.
Responden 7 di
masa remaja akhir masih tetap
mempersepsikan adik secara negatif.
Responden 8 di
masa remaja akhir mulai kembali
memiliki persepsi positif terhadap
adik meskipun masih ada persepsi
negatif.
responden telah melihat adik
sebagai bagian dari hidupnya
dan telah melihat adik secara
positif. memeiliki
persepsi negatif
terhadap adik. kembali
memiliki persepsi positif
untuk adik.
Kesimpulan Seluruh
Responden Di masa remaja akhir, 7 dari 8 responden telah memiliki persepsi positif terhadap adik. Responden 5 dan Responden 8 di masa remaja akhir telah
kembali memiliki persespi positif terhadap adik meskipun di masa remaja kedua responden tersebut sepenuhnya mempersepsikan adik secara negatif. Akan tetapi Responden 7 masih tetap mempersepsikan adik sepenuhnya secara negatif.
3. Dinamika Deskripsi Persepsi Anak Pertama Teradap Adik Kandung
dari Masa Anak-anak Hingga Remaja Akhir a.
Responden 1
Masa Kanak-kanak
1. Persepsi Negatif
Di masa kanak-kanak, responden didominasi oleh persepsi negatif terhadap adik. Secara umum, persepsi responden terhadap
adik ketika responden berada di masa anak-anak dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Responden merasa bahwa ketika
anak-anak ia didominasi oleh perasaan superioritas dan perasaan bahwa adik harus menghormati kakak. Menurut responden,
perasaan tersebut ia dapat dari internalisasi perilaku dan relasi anak-anak pengasuh responden ketika responden kecil. Hal
tersebut sesuai dengan ungkapan responden di bawah ini, “…nah aku tu sering liat tu lho mereka sering
berantem. Pengasuhku. Aku kan dititipin di rumah dia, dia punya anak yang sering berantem. Sering iren-
irenan. Tau ga iren-irenan? Iri-irian sama saudara kandung. Kayaknya itu kebawa tu lho. Dan dominasi
kakaknya tu terlihat banget. Jadi tu kayak kebawa
sih…” R1. 42-43. Responden di masa kanak-kanak melihat adik hanya scara
harafiah, yaitu orang yang usianya lebih kecil dibandingkan dengan responden. Ketika berada di masa kanak-kanak, responden
melihat adik sebagai teman yang hanya kebetulan memiliki ibu dan ayah yang sama, sehingga responden tidak belum
menganggapnya sebagai bagian dari keluarga. Oleh karena itu responden merasa bahwa dirinya tidak memiliki ikatan emosional
yang dekat dengan adik. Hal tersebut senada dengan pernyataan responden dibawah ini,
“…cuma sekedar yo Cuma sekedar saudara. Cuma dulu waktu kecil tu aku sih merasa kurang tu lho ikatan
emosional dengan adikku ini, Dar…” R1. 83-84. Responden melihat adik sebagai orang yang tidak harus ia
sayangi karena responden belum mengenal dan memahami apa itu perasaan sayang kepada adik. Meskipun ketika responden berada
di masa kanak-kanak, orang tua responden telah memberikan pemahaman bahwa seorang kakak harus menyayangi adik. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan responden di bawah ini, “…padahal tu didikan orang tuaku tu yo harus sayang
adik, kayak biasanya orang tuaku yo harus sayang adik, kayak biasanya orang tua mendidik anaknya. Tapi
aku ga tumbuh gitu dulu waktu kecil…” R1. 94-95. Di masa kecil, melihat adik sebagai sosok yang kurang
berani. Responden memiliki persepsi tersebut karena responden merasa bahwa adik tidak berani mengekspresikan kemarahan dan
melakukan pemberontakan meskipun adik tahu bahwa ayah memperlakukan responden secara lebih istimewa. Hal tersebut
dapat dilihat dari pernyataan responden di bawah ini, “…dia udah tau kalau misalnya mungkin dia itu aku
yakin dia itu ngerasa lebih care-nya sama aku dibandingin dia itu. Aku yakin dia ngerasa. Cuma dia
itu ga pernah mau berontak, ga pernah mau „ngopo sih kok Mbak terus‟, itu ga pernah dia…” R1. 71-72.
Di masa kanak-kanak, responden merasa bahwa ayah lebih menyayangi dan lebih memanjakan responden dibandingkan
kedua adiknya. Responden selalu mendapatkan apa yang ia inginkan dan permintaannya selalu didahulukan oleh ayah.
Perlakuan istimewa tersebut didapat responden karena dimata orang tua, adik merupakan sosok yang tidak patuh, tidak
bertanggung jawab, kurang dapat dipercaya, dan mengecewakan. Di masa kanak-kanak responden juga selalu dibela ayah ketika
responden melakukan
kesalahan hingga
menyebabkan pertengkaran diantara responden dan adik. Meskipun ayah
membela responden, ibu tetap memberikan pemahaman kepada responden bahwa seorang kakak harus mengalah kepada adik.
Responden juga merasa bahwa sebagai seorang kakak, responden tidak seharusnya meminta maaf kepada adik karena menurut
responden seorang kakak adalah sosok yang harsu dihormati. Oleh karena itu, responden memiliki persepsi bahwa adik adalah pihak
yang salah dan harus bertanggung jawab atas pertengkaran yang terjadi diantara responden dan adik. Hal ini senada dengan
pernyataan responden di bawah ini, “...tapi kan kalau misalnya keterlaluan, sampai
keterlaluan berantemnya gitu yo paling ibuku cuma ngasih tau terus apa ngajarin aku untuk ngalah. Gitu
gitu. Tapi yang dimarahin adikku. Cuma kalau yang dimarahin tu lebih ke adikku entah itu aku yang salah
atau dia yang salah, yang dimarah parah tu tetep
aku…” R1. 101-102. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Ketika berada di masa anak-anak, responden merasa tidak suka dengan adik karena bagi responden, adik merupakan orang
yang akan memberinya tanggung jawab lebih. Hal tersebut diungkapkan responden dalam pernyataan berikut,
“…jadi kayak misalnya hal-hal kecil lah, apapun, misalnya masalah eee kalau kemarin aku, kalau aku
msih kecil tu masalah pekerjaan rumah tangga tu masih iren-irenan. Mbak aja yang ngerjain, kok aku suruh
gini suruh gini. Nah itu malah menumbuhkan rasa ga
sukaku dulu sama adikku…” R1. 19.
2. Persepsi Positif
Di masa kanak-kanak, responden juga memiliki persepsi positif terhadap adik. repsonden melihat adik sebagai sosok yang
hemat, memiliki jiwa sosial yang tinggi, pintar, dan dewasa meskipun cenderung hiperaktif. Responden merasa bahwa adik
yang pertama merupakan orang yang paling cerdas diantara repsonden dan adik kedua. Akan tetapi hal tersebut tidak membuat
responden kehilangan kepedulian dari ayah. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan responden berikut ini,
“…jadi kayak apa, walapun adikku yang tengah ini paling pinter diantara kita bertiga, tapi bapakku tu
tetep respect- nya ke aku tu lho…” R1. 18.
Masa Remaja
1. Persepsi Negatif
Ketika memasuki masa remaja, responden tidak lagi tinggal bersama orang tua dan adik-adiknya. Di masa remaja, persepsi
responden terhadap adik telah didominasi oleh persepsi positif dalam melihat adik. Akan tetapi, responden akan kembali
mempersepsikan adik secara negatif ketika ia kembali bersama- sama dengan adik. Menurut responden, adik bukanlah sosok yang
tidak patuh ketika responden bertemu dengan adik dan hal tersebut menyebabkan pertengkaran antara responden dan adik
kembali muncul. Hal tersebut dapat tersirat dari pernyataan responden di bawah ini,
“…tapi kalo misalnya aku ketemu sama dia tu bawaannya pengen marah. Misalnya dia tak suruh apa
gitu ya, nyapu kah, ya hal-hal kayak gitu tu aku bisa marah besar lho. Bisa aku banting apa gitu di depan
dia. Ga tau kenapa. Sampe sekarang masih kayak
gitu…” R1. 32. 2.
Persepsi Positif Di masa remaja, persepsi positif responden terhadap adik
masih seperti persepsi positif responden ketika kecil terhadap adiknya. Responden masih melihat adik sebagai sosok yang
cerdas meskipun cenderung hiperaktif. Persepsi responden tersebut yang memicu responden untuk selalu terlihat bagus
dihadapan orang tua karena ketika berada di rumah, responden melihat secara langsung penilaian orang tua terhadap responden
dan adik-adiknya. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan responden di bawah ini,
“…pas remaja, ya itu tadi. Perasaan yang muncul itu lebih keperasaan iri, pengen terlihat bagus di depan
orang tua daripada adikku. Dari kecil sampe remaja karena terbiasa karena aku serumah sama dia. Jadi
aku melihat langsung penilaian bapak ibukku ke aku
dan adikku..” R1. 60-61.
Memasuki masa remaja, responden mulai melihat adik sebagai teman bercerita, teman berbagi dan bukan sebagai sosok
yang menyebalkan. Di masa remaja, responden merasa telah mengenal adiknya secara lebih positif . Hal ini dikarenakan
responden melihat adik mulai mengalami perubahan sikap karena adik telah memasuki masa remaja awal. Responden melihat
bahwa ia dan adik mulai berfokus pada hal yang lebih besar ketika mereka berdua berada di masa remaja. Peralihan fokus dari hal-
hal kecil menjadi hal-hal besar memicu responden untuk merasa bahwa adik menjadi sosok yang lebih menyenangkan. Di masa
remaja responden juga mulai menyadari bahwa persepsinya terhadap adik menjadi lebih positif dibandingkan ketika responden
kecil. Hal ini diungkapkan subjek dalam pernyataan di bawah ini, “…sekarang tu ketika remaja, aku lebih kenal adikku tu
sosok yang y owes enak tu lho diajak cerita. Enak diajak berbagi, ga yang nyebelin, ga yang nyebelin
dulu, ga yang se uuuuhhh banget, ga yang gini gini banget tu ga yang separah aku waktu e TK gitu gitu.
Tapi aku sadar, maksudnya udah mengenal sosok
adikku tu lebih positif lah intinya dibanding awal…” R1. 123-124.
Masa Remaja Akhir
1. Persepsi Negatif
Di masa remaja akhir, responden melihat adik sebagai sumber amarah. Hal ini dikarenakan ketika responden bersama-
sama dengan adik, responden merasa mudah terpancing kemarahannya ketika bersama adik. Hal tersebut diungkapkan
responden seperti di bawah ini, “…kalau aku ketemu sama dia masih kayak heeehhh…
gitu-gitu lho. Entah kenapa dia berbuat sedikit kesalahan aja tu aku bisa marah-marah besar kalau
sama adikku yang nomor satu. Ga tau kenapa. Aku juga
bingung…” R1. 22
2. Persepsi Positif
Memasuki masa remaja akhir, responden mulai menyadari keberadaan adik sehingga memicu munculnya persepsi positif
terhadap adik. Responden juga mulai mengenal dan merasa bahwa ia sebagai kakak harus mengayomi adik. Bagi responden, adik
merupakan orang yang pertama kali ia cari kelak ketika kedua orang tuanya tidak ada. Hal tersebut senada dengan ungkapan
responden di bawah ini, “…masih yang, tapi aku sadar itu adikku. Oo ini
saudaraku yang nanti bakal yo istilahe tua bareng aku tu lho kalau bapak ibuku ga ada tu ya dia orang
pertama yang bisa aku maintain pertolongan dibanding sama saudara-
saudaraku yang lain…” R1. 115. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Persepsi responden terhadap adik ketika memasuki masa remaja akhir juga menjadi lebih positif dibandingkan persepsi
responden ketika kecil dan remaja. Hal ini dikarenakan responden merasa ia memiliki tujuan yang sama dengan adik. Relasi
repsonden dan adik juga mengalami perubahan ketika responden menginjak masa remaja akhir. Responden merasa bahwa ia
menjadi lebih dekat dengan adik karena adik mulai terbuka dengan responden dan mulai membicarakan masa depan bersama-
sama responden. Hal tersebut tersirat dalam pernyataan responden di bawah ini,
“…lebih positif ki kayak yang aku ceritain tadi sih, lebih karna kita hidup sama-sama merantau, jadi sama-
sama punya keinginan yang sama, ga pingin nyusahin orang tua
, bikin bangga, dan saling support…” R1. 126.
Di masa remaja akhir, responden masih melihat adiknya sebagai sosok yang hebat, mandiri, pintar, dan memiliki jiwa
sosial yang tinggi. Responden juga melihat adiknya tidak lagi menyebalkan, bisa diandalkan dan tumbuh menjadi sosok yang
lebih dewasa serta bertanggung jawab. Persepsi-persepsi positif responden terhadap adik tersebut muncul karena responden
merasa bahwa adik telah mampu membantu responden sehingga responden menjadi lebih menghargai adik. Hal tersebut
diungkapkan dalam pernyataan responden di bawah ini, “…maksudnya diumur dia yang sekarang itu dia udah
bisa cari duit sendiri, udah bisa bantu aku. Itu yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bikin aku respect sih sama adikku yang sekarang…” R1. 106.
Gambar 2. Skema Bagan Kesimpulan Responden 1
Anak Pertama
Faktor Eksternal:
Orang tua memberi pemahaman bahwa kakak
harus menyayangi adik Ayah memperlakukan
responden secara istimewa
Ayah memiliki persepsi negative terhadap adik
Relasi anak-anak pengasuh responden
Faktor Internal:
Tidak memahami perasaan sayang
Merasa lebih superior
dibandingan adik Merasa adik harus
menghormati kakak
Masa Anak-Anak Masa Remaja
Masa Remaja Akhir
Persepsi: - Bukan orang yang harus disayangi
- Orang yang usianya lebih kecil - Bukan pemberani
- Pihak yang bersalah dan bertanggung jawab atas
pertengkaran yang terjadi - Pemberi tanggung jawab lebih
+ Sosok yang hemat, pintar, memiliki jiwa sosial tinggi, cenderung hiperaktif
Faktor Eksternal: Tinggal terpisah dari orang
tua dan adik Melihat secara langsung
penilaian orang tua kepada adik dan responden ketika
di rumah Adik menginjak masa
remaja awal Fokus adik berali dari hal
kecil menjadi hal besar. Faktor Internal:
Merasa fokusnya
berubah dari hal kecil menjadi
lebih berfokus pada hal besar
Persepsi: - Tidak patuh ketika sedang bersama
responden + Sosok yang cerdas dan cenderung
hiperaktif + Sosok yang lebih menyenangkan
+ Teman cerita dan berbagi + Bukan sosok yang menyebalkan
Faktor Eksternal: Tinggal terpisah
dengan adik Adik mulai terbuka
Faktor Internal: Ingin terlihat baik
dihadapan orang tua Memiliki tujuan yang
sama dengan adik Menyadari keberadaan
adik Menyadari arti penting
seorang saudara kandung
Persepsi: - Sumber amarah
+ Sosok yang hebat, mandiri, pintar, memiliki jiwa sosial tinggi + Tidak lagi menyebalkan
+ Bisa diandalkan + bertanggung jawab
+Orang yang pertama kali akan dicari ketika orang tua tidak ada
b. Responden 2
Masa Kanak-Kanak
1. Persepsi Negatif
Di masa kecil, responden sepenuhnya mempersepsikan adik secara negatif. Hal ini dikarenakan sejak kecil responden tidak
menginginkan kehadiran seorang adik. Responden merasa belum siap untuk memiliki seorang adik ketika ia kecil. Responden juga
merasa bahwa ketika kecil ia belum memiliki konsep mengenai seorang adik dan belum memiliki gambaran tentang relasi kakak
dan adik. Persepsi negatif responden juga dipengaruhi oleh kekhawatiran responden akan kehadiran seorang adik. Menurut
responden, kehadiran seorang adik dapat mempengaruhi perhatian orang tua dan lingkungan karena responden terbiasa
berada di rumah hanya dengan ayah dan ibu. Hal ini senada dengan ungkapan responden di bawah ini,
“…pokoknya ya sebenernya mungkin belum siap ya. Kayak belum tau adik aku tu kayak apa, terus aku
harus ngapain sama adikku tu aku belum tau. Terus kalo punya adik tu kayak njeglek aja. Kan 6 tahun aku
sendirian di rumah, perhatian Papa Mama tu ya cuma
buat aku gitu kan…” R2. 8-10. Bagi responden adik bukanlah anggota keluarganya
sehingga ia menganggap adik bukanlah orang yang harus ia jaga. Responden melihat bahwa adik adalah pemberi tanggung jawab
bagi responden. Di masa kecil, responden melihat adik sebagai sebuah ancama. Hal ini dikarenakan responden merasa bahwa
orang tua akan menegur responden jika terjadi sesuatu dengan adik. Hal ini sesuai dengan ungkapan responden di bawah ini,
“…kayak ga seburuk itu sih. Jadi kayak aku udah mulai cemas nih kalau orang tuaku udah mulai deketin
adikku. Jadi kayak kalo misalya aku missed jagain adikku kan, orang tua
pasti marahin aku kan…” R2. 162-163.
Responden ketika kecil mempersepsikan adik sebagai perebut perhatian. Responden merasa bahwa kehadiran adik
merupakan faktor lingkungan meninggalkan responden. Hal ini dikarenakan ketika responden belum memiliki adik, responden
merupakan pusat perhatian orang tua dan lingkungan. Hal ini tersirat dalam ungkapan responden di bawah ini,
“…dulu aku uu dulu tu kalo diceritain sama keluargaku, ya aku inget dikit kayak gitu. Orang tuaku
hari Minggu tu pasti aku diajak pergi, ga tau mau ke Ragunanan, mau kemana selalu aku diajakin pergi,
padahal aku ga pernah minta. Terus aku dibeliin karena mungkin karena Mama karna perempuan, terus
dia ga mau identitas perempuan anak perempuannya salah, gitu kan, sering dibeliin dress gitu, sering
dibeliin boneka gitu. Orang-orang disekitar aku pun seperti itu. Udah diceritain saudaraku beliin pun beliin
dress, beliin boneka walaupun aku kadang mintanya robot, mobil-mobilan, mungkin karna itu mereka cemas
kan maksdunya aku pun walaupun ga minta aku dikasih. Tapi setelah ada adikku tu kayak yaudah
berasa ditinggal sendirian…” R2. 170-174. Oleh karena responden merasa lingkungan meninggalkan
responden ketika adanya kehadiran seorang adik, maka responden melihat bahwa adik merupakan sosok yang tidak
seharusnya ada di dekat responden. Responden merasa bahwa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dengan perginya sosok adik, perhatian orang tua dan lingkungan dapat responden dapatkan kembali. Hal tersebut senada dengan
ungkapan responden di bawah ini, “…tapi kayak ih dia tu harus aa dia harus jauh-jauh
dari aku, harus ga ada di rumah. Pokoknya aku nganggepnya kayak aahh yaudahlah jangan ada meeka
di rumah biar balik lagi perhatiannya orang tua…” R2. 178-179.
2. Persepsi Positif
Di masa kanak-kanak, responden tidak memiliki persepsi positif terhadap adik.
Masa Remaja
1. Persepsi Negatif
Di masa remaja, responden memiliki persepsi negatif terhadap adik. Memasuki masa remaja, responden masih merasa
bahwa ia kurang diperhatikan oleh kedua orang tua. Responden melihat bahwa adik merupakan orang yang permintaannya selalu
dipenuhi oleh orang tua dan selalu difasilitasi oleh orang tua. Responden merasa bahwa perlakuan orang tuanya tersebut tidak
didapatkan oleh responden. Perlakuan orang tua yang selalu memenuhi permintaan adik juga membuat responden memiliki
persepsi bahwa adik bukanlah orang yang mandiri. Hal ini senada dengan ungkapan responden di bawah ini,
“…mereka kan juga di lesinnya lebih banyak dari pada aku kan, gitu. Terus sering diantar jemput. Mereka tu
sampe sekarang ga pernah naik angkot sendiri. Mereka
tu sering dijemput tu lho sekarang…” R2. 70-71. 2.
Persepsi Positif Di masa remaja responden telah memiliki persepsi positif
terhadap adik. Persepsi positif tersebut mulai mulai muncul ketika responden melihat adiknya yang kedua mengalami
bullying sehingga
membuat responden
mempertanyakan perannya sebagai seorang kakak. Setelah kejadian bullying
tersebut, responden mulai menyadari perannya sebagai seorang kakak dan merasa menyesal karena tidak mampu menjaga
adiknya. Melihat adiknya yang kedua berada diposisi lemah, responden juga mulai memiliki tekat untuk melindungi adik.
Responden melihat adik merupakan orang yang harus ia pantau perkembangannya dan ia anggap sebagai sebagai seorang anak.
Responden di masa remaja mulai melihat adik sebagai sosok yang harus ia lindungi. Hal tersebut senada dengan ungkapan
responden di bawah ini, “…aku nganggepnya sih mereka tu kayak udah mulai
tau kan adikku yang cowok ini kan perekembangannya kurang, dari segi fisik, jadi ya aku ya nganggepnya dia
itu harus di
lindungi gitu kan…” R2. 181. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Masa Remaja Akhir
1. Persepsi Negatif
Di masa remaja akhir, responden kembali didominasi oleh persepsi negatif terhadap adik. Responden melihat adiknya
sebagai sosok yang lebih diperhatikan oleh orang tua sehingga responden merasa iri dengan hal tersebut. Responden melihat
bahwa adiknya lebih difasilitasi oleh kedua orang tuanya sedangkan responden dituntut untuk lebih mandiri oleh kedua
orang tuanya. Selain lebih difasilitasi, responden melihat bahwa permintaan adik selalu dipenuhi oleh orang tua sedangkan
permintaan responden tidak selalu dipenuhi oleh orang tua. Responden melihat bahwa adiknya diperlakukan dengan manja
oleh kedua orang tua ketika responden tidak berada di rumah sehingga membuat responden merasa bahwa perlakuan kedua
orang tuanya tersebut tidak adil. Hal tersebut senada dengan ungkapan responden di bawah ini,
“…kadang sampe rumah baru aku marahin kayak gitu. Ih curang lu dibeliin macem-
macem. „Ya lu ga minta‟, „ya lu ga tau aja gua udah minta berapa kali sama
mama papa, cuma kamu tu pasti dibeliin…” R2. 155- 156.
Pertengkaran masih seringkali terjadi diantara responden dan adik ketika responden telah berada di masa remaja akhir.
Menurut responden, pertengkaran yang terjadi diantara mereka seringkali diawali dengan sebuah candaan. Bagi responden adik
adalah pihak yang memicu pertengkaran yang terjadi diantara mereka.
Hal ini
dikarenakan responden
merasa adik
mengabaikan usaha responden untuk membela adik di hadapan ibu. Responden berusaha memela adik dihadapan ibu karena
responden merasa tidak nyaman dengan kekhawatiran ibu terhadap ketidakpatuhan responden. Oleh karena itu responden
mencoba menjadi perantara diantara ibu dan adik. Hal ini sesuai dengan pernyataan responden di bawah ini,
“…tapi mamaku tu ya kayak apa ya, kayak terus emosi terus aku juga kayak jadi tertekan gitu lho karna dia
cerewet seharian di rumah, ketika aku liburna gitu kan. Terus aku jadi aahhh gitu kan. Terus adikku terus aku
bilang, „lha, Wan lu gimana sih lu ga ngomong sama Mama‟. „Yaudah sih, lu tu ngapain ngurus-ngurusin
gua…” R2. 112-113.
Di masa remaja akhir, responden dipercaya kedua orang tuanya untuk memahami kondisi keluarga. Responden melihat
adiknya sebagai orang yang tidak peduli dengan kondisi keluarga dan tidak memahami kondisi keluarga, padahal responden
membutuhkan dukungan
untuk memahaminya
sehingga responden mencoba mengajak adik-adiknya untuk menyadari
kondisi keluarganya saat ini. Hal ini senada dengan ungkapan responden di bawah ini,
“…kalau misalnya kayak ini, deposito tu udah tinggal segini, tabungan udah tinggal segini. Keadaan rumah
seperti ini, gitu gitu ke aku. Jadi kayak kok ahh mereka kok ga ngerti-ngerti, kok kayak cuma aku sendirian gitu
kan. Itu…” R2. 225-226. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Persepsi Positif
Di masa
remaja akhir,
responden juga
telah mempersepsikan adik kandung secara positif. Hal ini
dikarenakan responden mulai menyayangi adik. Responden melihat adik sebagai seseorang yang harus ia jaga dengan
sungguh-sungguh karena bagi responden saudara kandung merupakan keluarga yang paling dekat dengan responden ketika
orang tua tidak ada. Responden melihat adik sebagai orang yang paling dekat dan penting dalam hidup responden. Bagi
responden, adik di masa remaja akhir merupakan sumber dukungan emosional. Hal ini dikarenakan responden melihat adik
sebagai orang yang akan dan menyayanginya dengan sungguh- sungguh. Hal tersebut sesuai dengan ungkapan responden di
bawah ini: “…pokoknya pada saat ini tu aku yang menganggap
mereka yang seorang yang bener-bener aku jaga gitu. Mereka adalah orang yang harus aku jaga karna
apalagi ketika orang tuaku ga ada, keluarga yang paling deket yang mereka punya kan adalah siblingsku
gitu, adik-adikku gitu. Yang paling deket dan pasti bakal akan harus selalu rengket tu kan mereka. Kalo
engga siapa lagi gitu lho. Yang menyayangi selayaknya
keluarga beneran kan cuma mereka gitu…” R2. 217- 220.
Responden melihat adiknya sebagai seorang anak karena responden merasa dirinya harus bertanggung jawab terhadap
adik-adiknya. Bagi responden adik merupakan tanggung jawab PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
responden kelak ketika orang tua responden tidak lagi mampu membiayai adik-adiknya atau ketika kedua orang tuanya tidak
ada. Responden melihat bahwa adik membutuhkan teman sebaya untuk bercerita sehingga responden mencoba untuk menjadi
teman sebaya bagi adik ketika responden berada di rumah. Hal ini sesuai dengan ungkapan responden di bawah ini,
“…mereka akan menjadi tanggunganku ketika orang tuaku mungkin ee ga bisa biayain atau gimana gitu kan.
Atau orang tua udah ga ada…” R2. 208.
“…dan mereka tu butuh temen curhat yang mungkin orang tuaku ga bisa hadir sebagai temen curhat yang
sepantaran…” R2. 214. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 3. Skema Bagan Kesimpulan Responden 2
Faktor Eksternal: Ibu mengingatkan
bahwa responden tidak lagi sendiri
Ibu menegur ketidakpedulian
responden
Faktor Internal:
Merasa
ditinggalkan lingkungan
Tidak memahami peran sebagai
kakak Merasa perhatian
orang tua diambil oleh adik
Masa Kanak-Kanak Masa Remaja
Masa Remaja Akhir
Persepsi: - Bukan angota keluarga
- Ancaman - Pengambil apa yang dimiliki responden
- Perebut perhatian - Bukan orang yang harus dijaga
- Pemberi tanggung jawab baru - Orang yang seharusnya tidak berada di
dekat responden
Faktor
Eksternal:
Adik mengalami bullying
Faktor Internal:
Menyadari adik lebih
membutuhkan perhatian Merasa kurang
diperhatikan Belum menerima
perilaku ortu yang lebih memperhatikan adik
Meyadari peran sebagai kakak
Persepsi: - Kurang mandiri
- Orang yang difasilitasi orang tua - Orang yang permintaannya selalu dipenuhi
orang tua + Orang yang harus ia pantau perkembangannya
+ Seorang anak + Orang yang harus dilindungi
Faktor Eksternal:
Ibu khawatir kepada adik
atas perliaku adik yang tidak patuh
Orang tua lebih mengarahkan, membimbing,
memperhatikan adik Orang tua selalu memenuhi
permintaan adik Orang tua mempercayai
responden untuk mengetahui kondisi keluarga
Faktor Internal:
Mempersepsi kekhawatiran
ibu sebagai gangguan Iri dengan perlakuan orang
tua kepada adik Merasa bahwa perlakuan
orang tua tidak adil Merasa bahwa adik
merupakan sebuah tanggung jawab
Membutuhka dukungan untuk memahami kondisi
keluarga
Persepsi: - Pemicu munculnya pertengkaran
- Orang yang tidak patuh - Orang yang belum mampu menyadari perilakunya
- Orang yang lebih diperhatikan oleh orang tua - Sosok yang tidak peduli dan tidak memahami kondisi keluarga
- Sosok yang permintaannya selalu dipenuhi. + Orang yang harus dijaga
+ Keluarga paling dekat ketika orang tua tidak ada
+ Orang yang akan menyayangi responden dengan sungguh- sungguh
+ Orang yang penting dalam hidup responden + Sumber dukungan empsional
Anak Pertama
c.
Responden 3
Masa Kanak-kanak
1. Persepsi Negatif
Di masa kecil, responden sepenuhnya mempersepsikan adik secara negatif. Responden merasa cemburu dan mempersepsikan
adik secara negatif meskipun orang tua telah mempersiapkan responden akan kehadiran seorang adik. Hal tersebut senada
dengan ungkapan responden di bawah ini, “…meskipun aku sadar ibuku tu waktu hamil tu ngasih
tau ini adik, gitu. Terus udah gitu pas lagi hasil USG, dikasih tau cewek juga jadi aku tu udah dikasih tau.
Tapi maksudnya aku paham ibuku sama bapakku sudah meminimalisir rasa biasa tu lho, kayak cemburu atau
apa, tapi tetep aja. gitu…” R3. 4-5.
Responden di masa kecil melihat adik sebagai orang yang bukan merupakan anggota keluarganya yang harus ia lindungi.
Oleh karena itu responden merasa bahwa adik tidak memiliki arti apa-apa bagi responden. Meskipun ketika kecil ibu responden
telah memberikan pemahaman berdasarkan budaya Jawa kepada responden bahwa sebagai kakak responden harus mengayomi
seorang adik. Akan tetapi hal tersebut hanya dianggap sebagai peraturan oleh repsonden dan tidak harus ia jalani. Hal tersebut
senada dengan ungkapan responden di bawah ini, “…jadi aku tu ga punya perasaan kayak aku tu harus
ngayomi dia, aku harus. Kan ibu tu selalu bilang, kalo dibudaya Jawa tu kakak ngalah, kakak yang ngayomin
adiknya, kalo nyebrang dipegangin tangannya. Itu tu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menurutku sebagai rule, yaudah rule yang harus diikutin. Tapi ga yang pake hati tu lho kayak aku
menyadari aku kakak dia adik, aku harus mengayomi dia tu enggak…” R3. 98-101.
Bagi responden, adik merupakan perebut perhatian orang tua yang seharusnya diberikan untuk responden. Hal tersebut
menyebabkan responden merasa tidak nyaman dan tidak menyukai kehadiran adik. Menurut responden adanya seorang
adik membuat responden harus berbagi waktu dan perhatian yang diberikan orang tua untuk responden. Responden melihat
kehadiran adik dengan segala keterbatasannya mengurangi perhatian orang tua untuk responden. Hal tersebut tersirat dalam
pernyataan responden di bawah ini, “…karena e dia tu jadi bikin orang tuaku tu kayak dulu
tu kan apa-apa jalan sama aku terus, jadi bertiga ibuku, bapakku, sama aku. Suka jalan bareng gitu.
Karna ada adik kan jadi ibu sama bapak harus membagi perhatian ke dia kan. Karna dia masih kecil
belum bisa jalan, belum bisa apa-apa. Jadi tu segala macem jadi dia e lebih di perhatikan. Nah it utu bikin
aku kesel tu lho…” R3. 16-18.
Di masa kecil, responden melihat adik memiliki sifat yang berbeda dengan responden. Responden merasa adiknya sangat
ingin dilihat oleh orang lain, sedangkan responden tidak. Responden melihat adiknya sebagai orang yang ingin
menampilkan diri dan nyaman dengan lingkungan sekitar. Perbedaan sifat tersebut yang memicu responden dibanding-
bandingkan dengan adik oleh ibu. Responden merasa tidak suka dengan perbandingan tersebut karena menurut responden ibu
hanya melihat dari satu sisi saja. Hal tersebut sesuai dengan ungkapan responden di bawah ini,
“…jadinya tu ibu tu suka bilang, „Kamu tu kayak adik tu lho, Mbak. Apa disuruh-
suruh tu mau‟. Tapi tu sebenernya disuruhnya tu aku mau, bantuin ibu tu aku
mau. Tapi ketika di jalan harus ketemu orang lah harus apa, itu
tu yang aku ga mau…” R3. 44-45. Responden merasa tidak nyaman dengan perbandingan yang
dilakukan oleh ibu karena ketika kecil responden memiliki indikator untuk seseorang dikatakan baik. Indikator seseorang
dikatakan baik menurut responden adalah orang yang memiliki prestasi akademik yang baik. Responden merasa bahwa prestasi
akademik responden lebih baik dibandingkan adik. Oleh karena itu responden melihat adik bukanlah orang yang lebih unggul
dibandingkan responden. Hal tersebut senada dengan ungkapan responden di bawah ini,
“…bagusan, bagusan aku tu lho. Maksudnya aku merasa kayak e dulu tu kan emm prestasi kan, masih
SD, SMP kan yang dinilai bagus tu kan prestasinya. Nah sedangkan aku tu hampir ee 5 besar terus tu lho
ranking-nya. Adikku tu e 10 besar, kalo ga ya 10 besar, gitu gitu. Nah aku tu merasa aku tu lebih bagus karena
indikator bagus buat aku tu ya itu…” R3. 50-53.
Ketika berada di masa anak-anak, responden melihat adik sebagai mainan. Hal ini dikarenakan responden merasa adiknya
seperti boneka. Hal ini sesuai dengan pernyataan responden di bawah ini,
“…adik tu mainan. Abis kan dia lucu tu lho, Dar. Kayak boneka sumpah. Dia tu putih, pendek, gendut
gitu jadi menurutku dia tu mainan tu lho…” R3. 96- 97.
2. Persepsi Positif
Di masa kanak-kanak, responden hanya memiliki satu persepsi positif. Responden melihat adik sebagai sosok yang
lucu.
Masa Remaja
1. Persepsi Negatif
Di masa remaja, persepsi negatif responden terhadap adik mulai berkurang. Akan tetapi responden masih merasa cemburu
dengan adik. Kecemburuan responden terjadi karena responden melihat lingkungan sangat mengagumi adik. Lingkungan seringkali
membandingkan responden dan adik dalam aspek fisik. Responden melihat bahwa lingkungan membandingkan responden dengan adik
dalam konteks bercanda, akan tetapi responden merasa tidak nyaman dengan hal tersebut. Hal ini dikarenakan ketika remaja
responden memiliki indikator seorang perempuan dikatakan baik ketika ia memiliki fisik yang baik. Oleh karena itu responden
sempat menduga adik sebagai sosok yang suka menggoda supaya PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
lingkungan tertarik kepada responden. Hal tersebut senada dengan ungkapan responden di bawah ini,
“…masih ngomongin citra tubuh. Nah itu kan, gitu-gitu kan orang itu seriiiing banget ngatain dia itu cantik,
dan segala macem. Udah mulai dibanding-bandingin. Tapi aku paham orang yang ngomong kayak gitu tu
bercanda tu lho. Tapi itu lagi-lagi tu itu tu offensive ke aku tu lho. Dan aku tu salah satu orang juga yang e
menganggap indikator kesuksesan sebagai cewek tu
juga fisik tu lho…” R3. 58-61. “…gitu terus aku mikirlah dia tu ganjen po ya. Kayak
gitu ama cowok-cowok. Terus ini e masih pandanganku belum belum apa liat realitanya dia tu seperti apa. Itu
aku tu masih dipenuhi dengan pikiranku…” R3. 67- 68.
2. Persepsi Positif
Di masa remaja, responden telah memiliki persepsi positif terhadap adik. Hal ini dikarenakan responden mulai merasa
nyaman dengan kehadiran adik dan mulai menyukai adiknya. Menurut responden, di masa remaja responden dan adik sedang
berada di masa yang sama sehingga ia dan adik mulai memahami satu sama lain. Oleh karena responden merasa bahwa di masa
remaja ia dan adik berada di tahapan perkembangan yang sama, responden melihat adik merupakan orang yang memiliki kesamaan
dengan adik. Di masa remaja, responden telah mempersepsikan adik
sebagai seorang teman. Ia mulai menganggap adik sebagai seorang teman sejak ibu mulai mengizinkan responden untuk pergi bersama
adik dan telah mempercayakan responden untuk menjaga adik. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Responden dan adik juga mulai terbuka satu sama lain. Hal tersebut senada dengan ungkapan responden di bawah ini,
“…sosok adik tu udah jadi temen tu lho. Udah bisa main bareng tu udah boleh kan. Karna aku SMA jadi
udah dibolehin ibu percayain kalo main kan di Bogor tu mainnya tu di mall kan, kalo main tu ke mall jadi aku
udah dipercaya ibuku untuk bawa adikku pergi tu lho. Jadi e udah boleh pergi berdua. Itu sudah jadi
temen…” R3. 115-117.
Masa Remaja Akhir
1. Persepsi Negatif
Di masa remaja, responden masih memiliki persepsi negatif terhadap adik. Responden ketika remaja mempersepsikan adik
sebagai orang yang tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Hal tersebut yang kemudian menjadi salah satu faktor pemicu
pertengkaran antara responden dan adik. Hal ini sesuai dengan pernyataan responden di bawah ini,
“…kalo ngambek sama dia kenapa ya? Dia tu kemarin aja deh pas lagi liburan tu dia sempet ngambek. Oh
karena dia tu emm dia tu komunikasinya tu lho yang
jelek…” R3. 26.
2. Persepsi Positif
Di masa remaja akhir, responden telah melihat adik sebagai teman terdekat dan adik sebagai bagian dari keluarga. Hal tersebut
dikarenakan responden mulai membuka diri kepada adik dan telah mengizinkan adik untuk memasuki kehidupannya. Di masa remaja
akhir responden melihat bahwa adik sedang berada dalam masa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kebingungan identitas. Oleh karena itu responden memiliki keinginan untuk membantu adik dalam melewati masa tersebut.
Cara responden untuk membantu sang adik adalah dengan menceritakan pengalaman yang telah ia lalui. Hal tersebut senada
dengan ungkapan responden di bawah ini, “…nah aku tu pengen membantu dia supaya tidak
bingungnya tu lho. Jadi aku menganggap dia tu sebagai adik. Dalam arti dia boleh memasuki
kehidupanku dengan dia boleh kok tanya apapun ee apa namanya selama itu
tu aku bisa bantu dia…” R3. 125-127.
Responden di masa remaja akhir melihat adik sebagai sosok responden yang baru dan responden sebagai titik aman check
point bagi adik. Responden menganggap adik sebagai sosoknya
yang baru dan sebagai titik aman karena responden memiliki harapan agar adik tidak mengalami kegagalan yang sama dengan
responden. Selain itu, responden juga ingin agar adik dapat menjalani kehidupannya dengan lebih mudah dengan adanya
bantuan dari responden. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan responden di bawah ini,
“…itu tu dia ibaratnya masuk ke emmm apa namanya, hutan gitu hutan yang baru, aku yang ngebabatin
rumput-rumputnya. Kayak gitu. Jadi dia supaya jalannya itu lebih lancar, supaya itu tadi, aku tu check
point-nya dia supaya kayak e dia tu lebih lancar tu lho kehidupannya. Kaya
k gitu…” R3. 133-134. Di masa remaja akhir, responden dan adik masih mengalami
pertengkaran meskipun intensitasnya telah berkurang. Responden PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
melihat bahwa ketika responden berada di masa remaja akhir, adik responden telah menjadi sosok yang rendah hati. Hal ini
dikarenakan adik responden telah mau meminta maaf dan mengakui kesalahan yang dilakukannya. Hal tersebut senada
dengan ungkapan responden di bawah ini, “…nah it utu baru kali-kali ini dia mau minta maaf, dia
mau menyadari kesalahannya tu baru ini. Dia SMA- SMA ini…” R3. 31.
Di masa remaja akhir, responden tidak lagi menduga adik sebagai penggoda agar lingkungan memperhatikan adik.
Responden telah melihat dari sudut pandang adik bahwa ia tidak melakukan apa-apa untuk menarik perhatian lingkungan. Persepsi
negatif tersebut hilang karena responden dan adik telah saling terbuka satu sama lain sehingga responden telah memahami sudut
pandang adik. Responden di masa remaja akhir tidak lagi merasa bahwa dirinya lebih unggul dibandingkan adik atau adik lebih
unggul dibandingkan responden. Responden telah memahami bahwa ia dan adik unggul di bidangnya masing-masing sehingga
responden tidak lagi merasa cemburu terhadap adik. Hal tersebut senada dengan ungkapan responden di bawah ini,
“…dia tidak merasa seperti itu tu lho. Dia tu kayak apa sih dia ga berusaha kayak untuk membanggakan diri,
dan dia tu ga apa- apa…” R3. 81.
“…aku akhirnya pada titik ini udah udah ngerasa kayak ya aku tu bagusnya di aspek-aspek ini, dia
bagusnya di sini. Ga perlu kok aku tu punya indikator PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kesuksesan untuk menjadi wanita itu tu yang harus sama kayak dia gitu lho…” R3. 89.
Gambar 8. Skema Bagan Kesimpulan Responden 3
Faktor Eksternal: Orang tua mempersiapkan
kehadiran adik Intensitas kebersamaan
responden dan orang tua menjadi berkurang
Orang tua memberikan informasi mengenai peran
seorang kakak Ibu membandingkan adik
dan responden Faktor Internal:
Tidak nyaman dan tidak menyukai kehadiran adik
Tidak menyukai penolakan yang
dilakukan adik Menyadari adanya
perbedaan yang mencolok antara
responden dan adik Merasa ibu hanya
melihat 1 sisi dalam membandingkan adik
Tidak menyadari peran sebagai kakak
Masa Anak-Anak Masa Remaja
Masa Remaja Akhir
Persepsi: - Perebut perhatian dan waktu kebersamaan responden
dan orang tua - Orang yang berbeda dengan responden
- Bukan orang yang lebih baik dibandingkan responden - Anggota keluarga baru yang tidak perlu dilindungi
- Tidak berarti apa-apa bagi responden
- Sosok yang dapat dimainkan + Sosok yang lucu
Faktor Eksternal: Adik berada di
tahapan perkembangan yang
sama dengan responden
Lingkungan seringkali
membandingkan adik responden
secara fisik Ibu mempercayakan
adik kepada
responden
Faktor Internal:
Mulai menyukai dan merasa nyaman
dengan kehadiran adik Melihat adanya kesamaan dengan adik
Mulai memiliki keinginan untuk menolong dan berguna dalam hidup
adik Berfokus pada citra diri
Merasa terancam dengan perbandingan yang dilakukan
lingkungan Melihat lingkungan mempersepsikan
adik sebagai sosok yang menarik
Menganggap adik membanggakan diri
Persepsi: - Orang yang mendapatkan perhatian lingkungan
+ Teman + Orang yang memiliki kesamaan dengan responden
Faktor Eksternal:
Adik berada ditahap
kebingungan identitas
Lingkungan masih membandingkan
adik dan responden secara fisik
Adik memuji responden ketika ia
mendapat pujian dari lingkungan
Faktor Internal:
Mulai menganggap adik
sebagai adik dan mengijinkannya untuk masuk
ke kehidupan responden Mulai menyadari bahwa ia
memiliki seorang adik dan bertanggung jawab atas adik
Telah membuka diri kepada adik
Menyadari bahwa adik tidak membanggakan diri
Mulai menyadari bahwa adik
dan responden unggul
dibidangnya masing-masing
Persepsi: - Orang yang memiliki komunikasi kurang baik
+Sosok responden yang baru + Titik aman bagi responden
+ Sosok yang terbuka + Sosok yang mau rendah hati
+ Teman terdekat
+ Adik sebagai bagian dari keluarga
Anak Pertama
d. Responden 4
Masa Kanak-Kanak
1. Persepsi Negatif
Di masa kanak-kanak, responden didominasi persepsi negatif terhadap adik. Responden merasa bahwa ketika kecil perhatian orang
tua lebih banyak tercurah untuk adik daripada responden. Oleh sebab itu ketika kecil responden melihat adik sebagai pusat perhatian orang
tua. Sikap orang tua yang lebih memperhatikan adik menyebabkan responden merasa cemburu dan marah. Responden di masa kecil akan
melampiaskan rasa marah dan cemburunya kepada adik. Responden melihat adik sebagai sosok yang lemah sehingga menurut responden
adik merupakan objek displacement yang paling tepat. Hal tersebut senada dengan pernyataan responden di bawah ini,
“…terus aku tu gini, aku tu marah sama orang tuaku, kayak cemburu gitu, kan. Cuma aku ngelampiasinnya ke
adikku gitu lho. Kadang ya dia anak kecil tak marah- marahin sampe dia nangis. Terus abis itu kadang tu apa
ya, kayak gitu tu berlangsung lama gitu, Dar. Aku sama adikku tu dia ga ngerti apa-apa kan, maksudnya ga bisa
diajak berantem, ga bisa diajak apa, cuma dia tu makhluk lemah yang aku tu bisa objek buat melampiaskan apa
yang tak rasain gitu lho. Kayak gitu…” R4. 18-20.
Di masa anak-anak, responden juga mempersepsikan adik sebagai orang yang nakal, keras kepala, dan menyebalkan. Hal ini
menyebabkan responden tidak menyukai adik. Hal tersebut sesuai dengan ungkapan responden di bawah ini,
“…orang yang nakal. Ee apa ya, dia tu ya nakal, Dar. Nakal-nakalnya anak kecil sih. Cuma aku ga suka gitu
lho. Ya gitu, orangnya nyebelin lah kalo buat aku sih. Cuma aku ga suka gitu lho. Ya gitu, orang yang nyebelin
lah kalo buat aku. Ga suka. Dia tu nyebelin banget, apa ya. Dia setelah bisa ngomong, setelah dia ngerti gitu it utu
dia lebih ini, e lebih ini Dar, lebih atos ngomongnya sama
aku…” R4. 57-59. 2.
Persepsi Positif Di masa anak-anak, selain persepsi negatif, responden juga
memiliki persepsi positif untuk adik. Di masa anak-anak, responden melihat adik sebagai orang yang ia sayangi dan telah melihat adik
sebagai teman bermain ketika kecil. Menurut responden, ketika ia anak-anak ia telah bisa memposisikan diri sebagai kakak. Responden
menyayangi adik layaknya seorang kakak dan ia sering membantu ibu dalam mengasuh adik. Hal tersebut senada dengan ungkapan
responden di bawah ini, “…tapi kadang juga sebagai seorang kakak ada
sayangnya juga kan sama adik. Ya kadang diomong gitu, aku juga ikut bantu ibuku buat ngerawat adikku. Gitu
sih…” R4. 24.
Masa Remaja 1.
Persepsi Negatif Di masa remaja, responden masih memiliki persepsi negatif
terhadap adik. Bagi responden, adik adalah sosok pengalih perhatian orang tua. Menurut responden, ibu telah memberikan responden
perlakuan yang sama seperti yang ibu berikan kepada adik ketika responden seusia adik. Akan tetapi responden merasa tetap tersisihkan
atas kehadiran adik dan perhatian yang didapat adik. Oleh karena itu responden juga melihat adik sebagai orang yang memisahkan
responden dengan ibu. Hal tersebut senada dengan ungkapan responden di bawah ini,
“…dia kayak apa ya, eee dia kayak orang yang ee mengalihan perhatiannya orang tuaku gitu lho ke
aku. Kan maksudnya ibuku mikirnya oh yaudah kamu udah tak kasih waktu kamu umur segitu juga kan.
Tapi pas saat itu gilirannya dia aku merasa tersisihkan. Kayak gitu aja. Dia memisahkan aku
sama ibuku. Gitu sih
…” R4. 66-69.
Responden di masa remaja juga melihat adik sebagai sosok yang kurang dapat menghormati responden sebagai seorang kakak.
Menurut responden, adik kurang dapat menghormatinya karena adik telah menganggap responden sebagai teman. Hal tersebut tersirat dari
pernyataan responden di bawah ini, “…jadi mungkin rasa penghormatannya dia sama
aku sebagai kakaknya tu kurang. Jadi kadang dia menganggap aku temen, aku menganggap dia temen,
kebablasan. Jadi kebablasannya, oh dia tu kakaku ya, aku juga harus menghormati dia kayak gitu. Tapi itu
tu ga ada perasaan yang kayak gitu tu kalo dia. Tapi yaudah aku temenmu, kamu temenku, yaudah temen
gitu, kita temen…” R4. 60-62. Memasuki masa remaja, responden melihat adik sebagai orang
yang introvert. Hal ini dikarenakan menurut responden adik bukan orang yang suka bercerita. Di masa remaja, responden juga melihat
adik sebagai orang yang tidak patuh dan agresif. Responden melihat adik sebagai orang yang akan menggunakan kekerasan ketika adik
merasa tidak nyaman ketika dipersilahkan oleh responden. Hal tersebut senada dengan pernyataan responden di bawah ini,
“…jadi dia negalawan, Dar. Dia udah agak gede, dia negalawan. Jadi misalnya aku apa namanya, aku
marahin, dia ga terima, dia nyakar. Dia apa gitu.
Jadi dia udah bisa main fisik sama aku, kayak gitu…” R4. 35-36.
2. Persepsi Positif
Di masa remaja, meskipun responden dan adik masih sering mengalami pertengkaran tetapi relasi responden dan adik mulai
membaik. Di masa remaja, pertengkaran yang terjadi diantara responden tidak berlangsung lama. Hal ini dikarenakan responden
merasa bahwa ia dan adik akan mencari satu sama lain dan saling membutuhkan satu sama lain. Responden di masa remaja melihat adik
sebagai penghilang rasa sepi. Hal ini sesuai dengan ungkapan responden di bawah ini,
“…tapi kan kita tu saling membutuhkan tu lho, Dar. Karna emang namanya kakak adik gitu kan, jadi kalo
misalnya ini udah a ga apa ya namanya, mikir gitu ya e kok ini sepi ya sepi ya, kok apa ya. Nanti dari dia atau
dari aku sendiri gitu nanti ngajak ngobrol duluan. Itu tu
udah langsung cari sendiri…” R4. 41.
Masa Remaja Akhir 1.
Persepsi Negatif Di masa remaja akhir, responden masih memiliki persepsi
negatif meskipun tidak sebanyak ketika responden remaja. Responden di masa remaja akhir masih melihat adik sebagai sosok yang agresif.
Menurut responden adik masih menjadi orang yang agresif karena adik PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
merupakan atlit bela diri taekwondo. Hal ini senada dengan ungkapan responden di bawah ini,
“…yaudah, karna dia tu sekarang tu kan atlet taekwondo kan, Dar. Jadi dia fisiknya lebih ini, Dar, jadi kalo
bernatem tu bener-bener fisik gitu lho, Dar. Dan aku yang kalah, kayak gitu. Terus aku diem, udah kayak gitu aja
sih…” R4. 51. Responden di masa remaja akhir masih memiliki kecemburuan
terhadap adik. Akan tetapi kecemburuan tersebut berasal dari perlakuan istimewa ayah terhadap adik. Responden melihat adik
sebagai orang yang diistimewakan oleh ayah. Menurut responden, ayah juga lebih berpihak kepada adik dan sering mempersalahkan
responden atas pertengkaran yang terjadi diantara responden dan adik. Di masa remaja akhir, responden melihat adik cenderung lebih dekat
dengan ayah. Oleh karena itu responden merasa cemburu karena ketika responden seusia adik, responden tidak lagi bereprilaku dan
mendapatkan perlakuan seperti yang didapatkan adik. Hal tersebut senada dengan ungkapan responden di bawah ini,
“…aku kadang kalo misalnya lagi berduaan sama adikku, jejer gitu, terus yang dicium tu adikku, terus aku yang
yaudah sih udah gede juga. Tapi aku terus mikir, tapi aku umur segitu ga digituin juga sih kayak gitu lho. Jadi jadi
yang ngerasanya tu yang ihh ya gimana ya, Dar kayak
ada rasa cemburu gitu lho…” R4. 90-91.
2. Persepsi Positif
Di masa remaja akhir, responden mempersepsikan adik secara positif dan mulai merasa dekat dengan adik. Responden merasa
semakin cocok dengan adik karena menurut responden jarak usia repsonden dengan adik lebih dekat dibandingkan dengan jarak usia
adik dengan orang tua. Oleh karena itu responden merasa bahwa adik merupakan media katarsis yang paling tepat. Di masa remaja akhri,
responden mulai membatasi tema cerita responden kepada ibu. Hal ini dikarenakan ibu responden seringkali memberikan tanggapan negatif
terhadap cerita responden. Responden mulai membatasi ceritanya kepada ibu, padahal disisi lain responden masih membutuhkan media
katarsis. Oleh sebab itu responden melihat adik sebagai media katarsis yang paling tepat. Hal ini senada dengan ungkapan responden di
bawah ini, “…nah aku sekarang tu jadi kayak membatasi ceritaku
sama ibuku. Tapi kan kadang kita juga butuh media katarsis kan, Dar. Misalnya aku pengen ini ni uh pengen
tak ceritain semuanya kayak gitu. Bunek, aku pengen cerita semuanya. Nah objek yang paling pas buat tak
ceritain tu adikku gitu lho…” R4. 95-96. Selain sebagai media katarsis, responden melihat adik sebagai
teman bercerita. Menurut responden seiring dengan bertambahnya usia adik, adik menjadi sosok yang mulai dapat memahami keadaan.
Responden melihat bahwa adik merupakan sosok yang dapat dipercaya karena adik dapat menjaga rahasia yang diceritakan responden kepada
adik. Menurut responden, adik merupakan sumber dukungan emosional bagi responden. Hal ini dikarenakan menurut responden
adik merupakan sosok yang cukup mampu memahami keadaan dan kebutuhan responden. Responden juga melihat bahwa adik merupakan
sosok yang selalu peduli dan ada untuk responden saat responden sedang berada di masa sulit. Hal tersebut senada dengan ungkapan
responden di bawah ini, “…mungkin jarak umur kita diantara dibandingin sama
orang tua kita kan lebih deketan aku sama adikku kan. Ya jadi e ngobrolnya tu enak aku tu sama dia. Kayak gitu aja
sih. Terus apa ya, dia tu orang yang kadang mengerti. Jadi dia tu orang yang cuek, Dar. Dia ga bisa
mengekspresikan apa yang dia rasain karena dia kan tertutup orangnya. Terus e tapi dia tu sebenernya ada
kepedulian juga sama aku. Kayak kemarin apa namanya aku bener-bener drop gitu kan, dia tu tau maksudnya aku
ga ngomong pun dia tau. Bisa merasakan gitu lho…” R4. 112-118.
Gambar 5. Skema Bagan Kesimpulan Responden 4
Faktor Eksternal:
Perhatian orang
tua lebih banyak tercurah untuk adik
Adik menganggap responden sebagai
teman Faktor Internal:
Marah atas perlakuan orang tua
Merasa iri dengan adik, akan tetapi telah memiliki rasa sayang
kepada adik Tidak menyukai keberadaan adik
Menyadari peran sebagai kakak Masa Kanak-Kanak
Masa Remaja Masa Remaja Akhir
Persepsi: - Sosok yang lemah
- Objek displacement - Pusat perhatian orang tua
- Sosok yang nakal - Sosok yang keras kepala
- Sosok yang menyebalkan
+ Teman bermain + Orang yang disayangi responden
Faktor Internal:
Masih merasa tidak suka dengan
adik karena adik mengalihkan perhatian orang tua
Merasa cocok dengan adik Melihat dirinya dan adik saling
membutuhkan satu sama lain Membuka diri kepada adik
Persepsi: - Sosok yang agresif
- Orang yang memisahkan responden dan ibu
- Pengalih perhatian - Tidak patuh
- Kurang dapat menghormati kakak
- Introvert + Penghilang rasa sepi
Faktor Eksternal:
Saling melempar tanggung jawab
Ayah lebih berpihak dan mengistimewakan adik
Ayah seringkali menyalahkan responden atas pertengkarang yang
terjadi Ayah terkadang mengabaikan
responden Ibu seringkali menanggapi cerita
responden dengan negative dan tidak ramah
Adik mulai memahami situasi dan
tema yang diusung responden
Faktor Internal:
Merasa cemburu dengan
adik Merasa masih
membutuhkan media katarsis
Merasa adik sebagai teman sebaya
Merasa dekat dan cocok dengan adik
Persepsi: - Orang yang agresif
- Orang yang diistimewakan ayah + Teman bercerita
+ Sosok yang dapat dipercaya + Media katarsis
+ Sumber dukungan emosional
Anak Pertama
e. Responden 5
Masa Kanak-kanak
1.
Persepsi Negatif
Di masa kanak-kanak, persepsi responden terhadap adik kandung seimbang antara persepsi positif maupun persepsi negatif.
Responden mempersepsikan adik ketika ia berada di masa kanak- kanak sebagai sosok yang kecil. Di masa kanak-kanak, responden
dan adik seringkali bertengkar satu sama lain. Hal ini dikarenakan responden melihat adik sebagai sosok yang keras kepala. Selain itu,
pertengkaran yang terjadi diantara responden dan adik dikarenakan oleh adik yang menuntut orang tua untuk memperlakukan adik dan
responden dengan sama. Hal tersebut sesuai dengan ungkapan responden di bawah ini,
“…waktu SD, ya kalo apa aku dikasih sesuatu sama orang tua, terus yang nilainya ga sama gitu kadang berantem.
Hhmm kalo dikasih baju kayak gitu, bajuku harganya berapa, misalnya 100, dia 80, ya minta harus sama
hargane. Terus berantem, terus opo meneh yo, lupa e…” R5. 16-17.
2. Persepsi Positif
Di masa kanak-kanak, responden juga mempersepsikan adik secara positif. responden melihat adik sebagai seseorang yang lucu.
Selain itu, responden juga mempersepsikan adik sebagai teman bermain dan teman berbagi. Hal ini dikarenakan ketika kecil
responden tidak memilki banyak teman sehingga ketika responden memiliki seorang adik, ia melihat adiknya sebagai teman bermain
dan teman berbagi yang bisa diajak bercanda. Hal ini sesuai dengan pernyataan responden di bawah ini,
“…makna seorang adik, apa ya? Waktu kecil, kalo waktu kecil ya itu temen bermain, Mbak, kalo aku. Soalnya
waktu kecil kayak SD sampe SMP kan aku kurang temen
to, Mbak…” R5. 81-82.
Masa Remaja 1.
Persepsi Negatif Di masa remaja, responden sepenuhnya mempersepsikan adik
secara negatif dan nuansa relasi antara responden dan adik tidak hangat. Di masa remaja responden melihat adik sebagai sosok yang
tidak patuh. Hal ini yang kemudian memicu pertengkaran antara responden dan adik. Jika pertengkaran terjadi antara responden dan
adik, maka ibu akan melerai responden dan adik. Responden melihat adik sebagai sosok yang tidak patuh karena adik responden
selalu menolak ketika responden meminta tolong kepada adik. Hal ini sesuai dengan ungkapan responden di bawah ini,
“…hhhmmm real e, kan aku suka bersih-bersih rumah to, terus e biar ga berat pekerjaannya kan minta tolong
adiknya. Nah malah dianya ga mau, nonton TV terus. Yaudah marah-
marah…” R5. 10-12 Responden di masa remaja juga mempersepsikan adik sebagai
sosok yang bukan merupakan bagian dari keluarganya. Responden juga melihat adik sebagai musuh dan orang yang asing. Hal ini
dikarenakan responden merasa di masa remaja ia dan adik jarang berkomunikasi satu sama lain. Responden dan adik jarang
berkomunikasi karena responden merasa malu, sungkan, dan canggung jika harus memulai komunikasi dengan adik. Selain itu,
responden dan adik juga jarang menghabiskan waktu bersama karena adik lebih suka menghabiskan waktu di kamar. Hal ini yang
kemudian memicu responden untuk melihat adik sebagai orang yang tertutup, asing, dan bukan bagian dari keluarganya. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan responden di bawah ini, “…eemm karna pas remaja ni mungkin anu, Mbak, opo
sosok yang asing gitu lho. Ga seperti dulu. Kayak emm itu kayak bukan keluarga sendiri tu lho. Aku sama adikku
masa yo ga ngomong ga mau apa. Kayak malu-malu,
kayak sungkan gitu lho, Mbak…” R5. 89-92. 2.
Persepsi Positif Di masa remaja, responden tidak memiliki persepsi positif
terhadap adik.
Masa Remaja Akhir
1. Persepsi Negatif
Di masa remaja akhir, responden masih mempersepsikan adik secara negatif. Responden juga masih jarang bertemu dengan adik
ketika ia berada di masa remaja akhir. Responden merasa bahwa ia kurang nyaman dengan kehadiran adik. Di masa remaja akhir,
komunikasi responden dan adik masih jarang terjalin, sama seperti ketika responden berada di masa remaja. Persespi negatif responden
di masa remaja akhir tidak jauh berbeda dengan persepsi negatif PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
responden terhadap adik di masa remaja. Di masa remaja akhir, responden masih mempersepsikan adik sebagai sosok yang tidak
patuh dan keras kepala. Selain itu, responden melihat adik juga sebagai sosok yang memiliki keinginan agar semua keinginannya
terpenuhi. Hal tersebut yang kemudian memicu responden untuk tidak menyukai adik. Hal ini senada dengan ungkapan responden di
bawah ini, “…tapi yang jelas ki sekarang ya itu susah dikasih tau.
Terus suka main terus, terus apa ga mau nurut sama orang tua dianya. Jadi apa-apa menjadi keinginannya
harus terpenuhi. Yo marakke sebel to, Mbak…” R5. 21- 25.
2. Persepsi Positif
Di masa remaja akhir, responden mulai memiliki persepsi positif setelah responden dan adik merayakan ulang tahun bersama-
sama dengan keluarga dan teman-teman. Responden merasa bahwa perayaan ulang tahun bersama tersebut mempengaruhi relasi
responden dan adik. Setelah perayaan ulang tahun bersama, responden melihat adik sebagai sosok yang terbuka. Keterbukaan
adik kepada responden merupakan hal yang dihargai oleh responden karena menurut responden dengan adanya keterbukaan responden
dapat mengerti apa yang terjadi pada adik. Hal ini penting karena responden merasa bahwa ia adalah pihak yang akan membantu adik
ketika orang tua tidak ada. Hal tersebut dinyatakan responden dalam pernyataan berikut,
“…ee kemarin tu kalo opo, aku pulang gitu dia suka cerita ya tapi kayak ceritanya ga terlalu opo, e masih agak
ditutup-tutupin gitu, Mbak. Yang penting mau ngomong lah ngono. Jadi tau ya kalo ada apa-apa bisa ngomong.
Kalo orang tua ga ada kan aku masih bisa ngebantu gitu,
Mbak…” R5. 100-103. Keterbukaan adik responden juga berdampak pada relasi
responden dengan adik dan relasi antara responden, adik, dan orang tua. Setelah perayaan ulangtahun bersama dan keterbukaan adik, adik
mulai mau terlibat dalam aktifitas bersama keluarga. Selain itu, responden juga mulai kembali sering menghabiskan waktu bersama
keluarga. Oleh karena itu dimasa remaja akhir, responden juga mulai melihat adi sebagai teman bermain. Hal ini dikarenakan responden
dan adik mulai banyak menghabiskan waktu bersama adik. Hal tersebut senada dengan pernyataan responden di bawah ini,
“…sekarang yo, sekarang ki opo yo, bisa dikatakan teman bermain sih, Mbak kalo sekarang juga. Yo soale kalo ini
kan pas liburan semester ini juga kan, kemarin opo yo, Natal to. Natal kan aku juga di rumah terus, lha ya itu,
sering pergi. Terus kemarin e adikku pengen belanja gitu, yo tak anter to. Ya sama-sama sih, sama orang tua gitu.
Malah jadi sering main kalo s
ekarang, Mbak…” R5. 94- 98.
Responden juga telah melihat adik sebagai orang yang telah
mampu memahami keadaan. Hal ini dikarenakan adik tidak lagi menuntut orang tua untuk memperlakukan adik dan responden
dengan sama karena adik mulai memahami kebutuhannya dan kebutuhan responden. Hal ini senada dengan pernyataan responden di
bawah ini, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
“…enggak, kalo sekarang wes nderti ok. Tergantung kebutuhanne. Oohh aku masih SMA, jadi kebutuhanne
urung banyak. Mas kan wes kuliah, jadi yo maklum nek dikasih uang agak banyak to. Wes kayak gitu. Nek dulu
kan ga kayak gitu…” R5. 106-111. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 6. Skema Bagan Kesimpulan Responden 5
Faktor Eksternal:
Adik melihat
orang tua memperlakukan
responden dan dirinya secara
berbeda. Faktor
Internal:
Tidak memiliki
banyak teman.
Masa Kanak-Kanak Masa Remaja
Masa Remaja Akhir
Persepsi: - Keras kepala
- Orang yang akan menuntut perlakuan adil dari orang tua
- kecil + Sosok yang kecil, menyenangkan,
lucu, dan bisa diajak bercanda + Teman bermain ketika di rumah
+ Teman berbagi Faktor Eksternal:
Ibu melerai ketika terjadi
pertengkaran Adik tertutup
dan banyak menghabiskan
waktu di kamar dan bersama
teman-temannya. Faktor Internal:
Merasa sungkan,
malu, dan canggung untuk
memluai komunikasi
terlebih dahulu dengan adik.
Jarang menghabiskan
waktu bersama adik dan keluarga
Persepsi: - Tertutup
- Tidak patuh - Sosok yang asing
- Bukan keluarga - Musuh
Faktor Internal: Jarang bertemu dengan
adik Kurang nyaman dengan
kehadiran adik Menyadari peran
sebagai kakak, yaitu sebagai pengganti
orang tua ketika orang tua tidak ada
Faktor Internal: Merasa senang dengan
adanya perayaan ulang tahun bersama
Merasa nyaman dengan kehadiran adik
Persepsi: + Patuh
+ Dewasa + Terbuka
+ Teman bermain + Sosok yang mulai memahami keadaan
Anak Pertama
Masa Remaja Akhir I Masa Remaja Akhir II
Faktor Eksternal: Adik menarik diri
Persepsi: - Keras kepala
- Tidak patuh - Orang yang
menginginkan agar semua keinginannya terpenuhi
Faktor Eksternal: Orang tua membuar
perayaan ulang tahun bersama.
Adik mulai mau bergabung bersama
keluarga
f. Responden 6
Masa Kanak-Kanak
1.
Persepi Negatif
Di masa
kanak-kanak, responden
secara umum
mempersepsikan adik secara negatif. Di masa kanak-kanak, responden melihat adik sebagai orang yang akan selalu
mendapatkan pembelaan dan lebih disayang oleh ayah. Responden merasa hal tersebut dikarenakan adik merupakan anak kandung
ayah hasil pernikahan ibu dan ayah yang kedua, sedangkan responden merupakan hasil pernikahan ibu yang pertama. Perlakuan
ayah yang selalu membela adik memicu responden untuk tidak menyukai adik. Hal ini sesuai dengan pernyataan responden di
bawah ini, “…kadang jengkel sih, soale dia kan kecil, adik dia tu
dibelain terus sama orang tua, terutama bapak. Bapak tu mesti belain adikku, ga pernah aku. Sampe gede,
sampe sekarang. Jadi aku deket sama ibuku, adikku skeet sama bapakku. Soale nganu juga sih, jadi tu kan
bukan bapak kandung. Jadi ibuku sama bapakku kan udah cerai, terus ibuku kan nikah lagi, nah mungkin dia
kan anak kandungnya bapak. Jadi lebih disayang…” R6. 22-25.
Di masa kanak-kanak, responden seringkali mengganggu adik hingga menangis karena responden melihat adik sebagai
mainan. Ketika adik menangis, adik akan mengadu kepada ayah dan ayah akan menyalahkan responden atas perilaku responden. Oleh
karena itu, responden melihat adik sebagai sosok yang manja, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
cengeng, dan suka mengadu. Hal tersebut sesuai dengan ungkapan responden di bawah ini,
“…gembeng, terus sering wadul. Wadulan ki sering nglaporin ke orang tua. Itu makane, kadang dia tu tak
jigal, jatuh, ahahahaha, tak ketawain, hahahaha. Nanti
dia lapor ke bapaknya…” R6.38-40.
2. Persepsi Positif
Di masa kanak-kanak, responden mulai memiliki persepsi positif terhadap adik. Hal ini dikarenakan adik tetap menyukai
responden meskipun adik menjadi pusat perhatian keluarga besar. Responden tidak merasa kehilangan adik meskipun ia telah menjadi
pusat perhatian. Oleh karena itu responden menyukai adik dan melihat adik sebagai sosok yang lucu. Hal ini senada dengan
ungkapan responden di bawah ini, “…dia pas kecil kan om-omku juga belum nikah,
tanteku juga, terus dia jadi rebutan. Waaa buat rebutan. Ya dia kan tetep adikku, jadi aku yang
menang…” R6. 75-76.
Masa Remaja
1. Persepsi Negatif
Di masa remaja, responden masih mempersepsikan adik secara negatif meskipun tidak senegatif ketika responden berada di
masa anak-anak. Ketika berada di masa remaja, responden masih melihat adik sebagai sosok yang kecil. Selain itu, responden melihat
adik sebagai orang yang kurang mampu bersosialisasi. Persepsi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
responden terhadap adik tersebut yang menimbulkan keinginan responden
untuk membantu
adik supaya
lebih mampu
bersosialisasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan responden di bawa ini,
“…sering tak jak dolan dekne. Dulu dia tu kuper. Ga pernah mau main, ga pernah, kuper dia. Ya kan aku
coba mengentaskan dai dari kekuperan dia itu to. Tak
entaskan, tak coba…” R6. 26-27.
2. Persepsi Positif
Memasuki masa remaja, persepsi responden terhadap adik telah didominasi oleh persepsi positif. Responden juga mulai sangat
menyayangi adik dan menganggap adik sebagai seorang teman dan penghilang rasa sepi. Di masa remaja, responden mulai sering
menghabiskan waktu bersama-sama dengan adik. Oleh karena itu responden sering berpergian bersama dengan adik. Ketika
responden berpergian dengan adik, tidak jarang lingkungan melihat responden dan adik sebaya serta jarak usia kelahirannya tidak jauh.
Hal tersebut senada dengan ungkapan responden di bawah ini, “…kadang kalo jalan sama aku kan dikirane aku yang
masih sekolah sama dia. Maskude masih, dulu kan dia masih SMP, masih sering-seringe main kan pas dia
masih SMP. Dia masih punya banyak w
aktu…” R6. 33-34.
Responden juga melihat adik sebagai orang yang lebih dewasa dibandingkan responden, terutama di bidang relasi romantik. Tidak
jarang adik responden memberikan nasihat kepada responden terkait PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
denganr relasi romantik responden. Hal tersebut senada dengan ungkapan responden di bawah ini,
“…masalah pacar-pacaran dia lebih dewasa. Wes, jangan nyakitin. Dia lebih gede…” R6. 31-32.
Masa Remaja Akhir
1. Persepsi Negatif
Di masa remaja akhir, responden masih memiliki persepsi negatif terhadap adik. Ketika memasuki masa remaja akhir,
responden dan adik mulai sering mengalami pertengakaran dan responden mulai merasa kesal terhadap adik. Hal ini dikarenakan
responden merasa bahwa ketika responden berada di masa remaja akhir, responden melihat adik sebagai orang yang tidak rapi,
ceroboh, dan tidak bersih. Oleh karena itu responden sering kali memberi nasihat kepada adik agar tidak lagi ceroboh. Hal ini
diarenakan responden memiliki persepsi bahwa seorang perempuan nantinya akan menjadi orang yang akan membersihkan dan
merapikan sesuatu. Responden melihat bahwa ibu dan lingkungan yang akan memperbaiki perilaku adik ketika adik. Hal ini senada
dengan ungkapan responden di bawah ini, “…kalo di tempat anu kadang nenek, kadang budeku,
kadang-kadang orang sekitar. Adikku kan gila. Sekarang di rumah baru, di rumah sebelah hobine
kayak gitu juga. Cuma dia kebersihane. Kamarnya dia berantakan bagnet. Kalo wah tumben bersih, terus
ibuku, sing ngeresikki aku…” R6. 105-108. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
“…harusnya kamutu cewek jadi lebih suatu saat kamu tu bakal bersihin rumah. Lah malah itu hobinya
ngancur- ngancurin semua e…” R6. 56-57.
Di masa remaja akhir, responden mulai merasa khawatir kepada adik. Hal ini dikarenakan adik mulai menginjak masa remaja
dan mulai bisa berpergian sendiri. Selain itu, responden juga merasa dirinya tidak lagi memiliki banyak waktu bersama adik karena
waktu adik mulai banyak dihabiskan bersama di sekolah dan bersama teman-temannya. Responden di masa remaja akhir mulai
merasa kehilangan adik dan seringkali merasa khawatir jika adik tidak
pulang larut
malam, akan
tetapi adik
seringkali mengabaikannya. Oleh karena itu responden melihat adik sebagai
orang yang akan mengabaikan kekhawatiran responden. Hal tersebut senada dengan pernyataan responden di bawah ini,
“…dia sudah bisa main sendiri. Kadang tu seorang kakak yo itu kadang aku kan sampe marah-marah. Aku
tu khawatir bagnet sama dia. Sampe pulang, belum pulang jam 9 pun aku khawatir. Tapi adik tu kadang
ga, ga ngerti. Kamu main sama ini, yo padahal kan kalo di rumah tu kan kadang kakak khawatir kalo
pulang malam. Tapi dia tu etel, maksudnya kayak ga
peduli, cuek…” R6. 10-12. Responden melihat bahwa adik menyukai tempat keramaian.
Oleh karena itu adik seringkali meminta kepada orang tuanya agar adik diperbolehkan untuk tinggal bersama responden karena sejak
kecil responden dan adik tidak tinggal tidak tinggal bersama. Responden merasa bahwa keinginan adiknya tersebut didasari oleh
kemauan adik untuk mendekati keramaian dan untuk menghindari PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
sikap orang tua yang protektif. Oleh karena itu responden melihat adik sebagai orang yang akan menghindari situasi yang tidak
membuatnya tidak nyaman. Hal ini senada dengan pernyataan responden di bawah ini,
“…dia tu pengene ikut aku. „Aku pengenne ke Mino‟, „Kamu tu sebenere ga mau ikut aku, kamu tu cuma
pengen deket sama tempat-tempat kayak gitu, sama temen-temenmu disini to. Disini kamu bebas, aku kan
ga ngasih, aku ga pernah marah-
marah‟. Kalo disana jadi main. Nanti jam 9 belum pulang pasti ditelponin
terus. Dia tu kadang alesan…” R6. 95-96. 2.
Persepsi Positif Memasuki masa remaja akhir, perspi responden semakin
membaik. Responden merasa bahwa ketika ia memasuki masa remaja akhir, responden dan adik mulai terbuka satu sama lain. Bagi
responden, adik merupakan sosok yang dewasa dan mandiri. Persepsi responden tersebut muncul karena responden melihat adik
memiliki inisiatif untuk bekerja. Hal tersebut senada dengan ungkapan responden di bawah ini,
“…ternyata enggak pas gede, dia malah mandiri…” R6. 63.
“…terus tapi dia tu yo kadang punya inisiatif buat jualan, kayak gitu…” R6. 78.
Responden melihat bahwa adik merupakan teman yang paling dekat dengan responden dan sumber dukungan emosional bagi
responden. Hal ini dikarenakan menurut responden adik adalah orang yang akan selalu ada bagi responden. Responden melihat
bahwa adik merupakan orang yang akan selalu ada bagi responden ketika teman-teman responden tidak ada. Hal ini senada dengan
pernyataan responden di bawah ini,
“…temen, temen paling deket eee sekarang. Ketika temen-
temen ga ada, dia kan mesti ada…” R6. 87-88. Selain sebagai teman terdekat, responden juga melihat adik
sebagai rekan untuk membahagiakan orang tua dan alasan responden untuk pulang ke rumah orang tua. Menurut responden,
dengan adiknya pulang ke rumah orang tua merupakan salah satu alasan orang tua bahagia. Hal ini tersirat dalam pernyataan
responden di bawah ini, “…mitra nyenengin orang tua juga. Ya dia pulang ke
rumah itu udah nyenengin orang tua kok…” R6. 92-
93. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 7. Skema Bagan Kesimpulan Responden 6
Faktor Eksternal:
Adik merupakan buah
pernikahan ibu yang kedua Ayah selalu membela
adik Adik menjadi pusat
perhatian keluarga besar. Ayah akan menyalahkan
responden atas perilaku responden yang
mengganggu adik Faktor Internal:
Merasa lebih dekat
dengan ibu Merasa adik lebih
memilih responden dibandingkan saudara
yang lain Seringkali mengganggu
adik Masa Anak-Anak
Masa Remaja Masa Remaja Akhir
Persepsi: - Manja, cengeng, dan suka mengadu
- Sosok yang bisa dimainkan - Orang yang selalu mendapatkan pembelaan dari ayah
+ Teman terdekat + Sosok yang lucu
Faktor Eksternal:
Adik kurang
mampu bersosialisasi
Lingkungan melihat
responden dan adik sebaya
Faktor Internal:
Menyayangi adik
Persepsi: - Kecil
- Orang yang kurang mampu bersosialisasi + Lebih dewasa dibandingkan responden,
terutama dibidang relasi romantic + Teman
+ Orang yang akan menghilangkan rasa kesepian responden
Faktor Eksternal:
Adik lebih banyak
menghabiskan waktu di sekolah Adik lebih memilih untuk
menghabiskan waktu bersama teman-teman sebayanya
Ayah masih selalu membela adik Ibu akan memperbaiki perilaku
buruk adik Orang tua protektif terhadap
adik Faktor Internal:
Sangat menyayangi
keluarga Merasa memiliki
banyak masalah dengan adik
Mengkhawatirkan adik Merasa kehilangan adik
Persepsi: - Tidak rapi, ceroboh, dan tidak bersih
- Orang yang akan mengabaikan kekhawatiran responden - Orang yang akan menghindari situasi yang tidak
membuatnya nyaman + Mandiri
+ Dewasa + Teman untuk membahagiakan orang tua
+ Teman terdekat
+ Dukungan emosional bagi responden
Anak Pertama
g. Responden 7
Masa Kanak-Kanak
1. Persepsi Negatif
Di masa kanak-kanak, responden mempersepsikan adik secara negatif. Hal ini dikarenakan ketika kecil responden
mengalami persaingan dengan adik. Persaingan tersebut dipicu oleh rasa saling iri satu sama lain. Responden melihat adik sebagai
sosok yang tidak mau kalah. Di masa kanak-kanak, responden telah diajarkan oleh orang tua untuk mengalah kepada adik
sehingga responden seringkali terpaksa mengalah meskipun pada dasarnya ia tidak mau mengalah. Hal tersebut senada dengan
ungkapan responden di bawah ini, “…misalnya aku dapet apa dibelikan apa, dia tu
pengen. Kalo aku pun gam au kalah gitu. Tapi aku sering dibilang harus ngalah. Jadi mau gam au ya
terpaksa ngalah gitu…” R7. 7-10. “…misalnya kalo main, misalnya main kartu nih.
Kalo dulu kan masih ada jaman main kartu, apalah, kalah gitu kan, kalah dan kartunya habis kan. Ga
terima dia kan, nangis. Akhirnya padahal udah menang, mau ga mau ya dikasihin lagi gitu kan.
Padahal kan udah menang gitu kan. Capek-capek
menang kenapa harus, biasanya kayak gitu…” R7. 18-21.
Responden melihat bahwa di masa kanak-kanak, adik
merupakan seorang adik secara harafiah. Responden tidak memiliki perasaan tertentu terhadap adik dan tidak peduli
terhadap adiknya. Di masa kanak-kanak, responden juga akan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
merasa senang jika adik tidak berada di sekitar responden. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan responden di bawah ini,
“…hhhmmm ya cuma adik aja gitu. Ee biasa aja sih kalo sama yang kedua. Ga ga gimana ya. Kalo jauh
ya syukur, kalo kangen ya jarang banget gitu. Ga ada ya biasa biasa aja…” R7. 119-122.
Di masa kanak-kanak, responden seringkali diminta untuk
melakukan aktivitas bersama-sama dengan adik. Akan tetapi responden tidak menyukai hal tersebut. Oleh karena itu responden
menganggap adik sebagai pengganggu dan seringkali memiliki keinginan agar adik tidak berada di sekitar responden. Hal ini
tersirat dari pernyataan responden di bawah ini, “…kalo ada dia ya gimana ya, emmm kurang suka
sih dengan kehadiran dia gitu. Kalo dengan anak yang kedua ini. Kalo tanpa dia tu ya kayaknya
tentrem-
tentrem aja kayak gitu…” R7. 38-39. “…emmm.. ganggu. Ganggu banget kalo untuk yang
kedua ini. Ya, ada apa-apa, istilahnya tetep harus berdua. Gitu, e ngapain, berdua…” R7. 109-111.
Ketika kecil responden melihat adik sebagai seseorang
yang tidak patuh dan responden tidak menyukai sikap adiknya tersebut karena responden yang akan menanggung akibat atas
ketidak-patuhan adiknya tersebut. Responden akan diminta oleh orang tuanya untuk menyelesaikan tanggung jawab adik karena
adiknya tidak mau menyelesaikannya dan ketika responden mengeluh untuk melakukan tanggung jawab tersebut, orang tua
akan menegur responden. Hal tersebut sesuai dengan ungkapan responden di bawah ini,
“…otomatis kan harus bantu, cuci piring, entah nyapu gitu kan. Nah ketika itu, saya misalnya abis
nyuci nih. Nah mama saya suruh adik saya sapu, dia ga jawab, ujung-ujungnya saya yang disuruh kan. Ya
kesel juga disitu kan. Disitu keselnya. Jadi ketika dia entah diem aja, saya yang disuruh. Ketika saya
„Aduh kan saya baru saja ini‟, saya yang dimarah mama tu kan. „Kamu disuruh gitu aja ga mau‟, sama
mama tu kan. Nah itu jadi kesel juga kan disitu…” R7. 113-118.
Di masa kanak-kanak, responden juga melihat adiknya
sebagai sosok yang selalu mendapatkan apa yang ia minta dan responden merasa iri dengan hal tersebut karena ketika kecil
permintaan responden jarang dipenuhi oleh orang tua. Hal tersebut diungkapkan responden dalam pernyataan di bawah ini,
“…dia minta dibeliin. Nah kok dibeliin gitu kan, dia dia pengen pengen punya juga. Minta dibeliin. Nah
saya pikir, kok dibeliin gitu kan. Nah mulai dari
situ…” R7. 205-207. “…ee beda sama saya gitu kan. Dulu kalau mau
apa, kadang ga dibeliin, kadang ga dibeliin…” R7.
182.
2. Persepsi Positif
Di masa kanak-kanak, responden tidak memiliki persepsi positif terhadap adik kandung.
Masa Remaja
1. Persepsi Negatif
Memasuki masa remaja, persepsi responden dan adik masih negatif. Responden masih tidak menyukai adiknya dan tidak
nyaman dengan kehadiran adik. Di masa remaja responden melihat adiknya sebagai sosok yang keras kepala dan tidak patuh.
Responden merasa bahwa adik bukanlah sosok yang dapat diberi masukan. Hal ini senada dengan pernyataan responden di bawah
ini, “…keras kepala, terus susah diomongin kalo dia.
Misalnya e, apa, gimana ya, udah dibilangin jangan tu ya dia tetep gitu…” R7. 55-56.
Responden di masa remaja juga melihat adik sebagai orang yang suka meminta sesuatu kepada orang tua serta akan terus
menuntut dan memaksa orang tuanya hingga permintaannya terpenuhi. Orang tua responden akan memenuhi permintaan adik
tersebut ketika orang tua merasa lelah dengan tuntutan adik. Hal tersebut senada dengan pernyataan responden di bawah ini,
“…terus susah, ee gimana ya, saya ga sukanya tu kalo butuh apa-apa tu selalu minta sama papa gitu.
Dan sebelum dikasih tu selalu minta terus. Sampe akhirnya bosen kan, akhirnya mau gam au
dikasih…” R7. 59-61. Responden di masa remaja masih melihat adiknya sebagai
pengganggu. Hal ini dikarenakan responden merasa bahwa ketika PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
responden remaja, adik tetap keras kepala dan manja. Menurut responden adik menjadi sosok yang manja karena adik terbiasa
menjadi anak bungsu sampai adik kedua responden lahir. Sikap adik yang keras kepala dan manja tersebut yang kemudian
dipersepsikan responden sebagai sebuah gangguan. Hal ini senada dengan ungkapan responden di bawah ini,
“…ya gimana ya, kalo waktu remaja tu pengganggu. Soalnya ya itu masalah keras kepalanya dia sama
yang selalu minta gitu. Dan itu, manja istilahnya wakt itu. Dia kan ee saya punya adik lagi tu saat
kelas 6 SD. Adik lahir gitu kan. Jadi lumayan lama kan sama dia. Dia bungsu jadi kan isitilahnya udah
manja banget gitu…” R7. 126-131.
Ketika remaja, responden melihat bahwa adiknya bukanlah sosok yang berpengaruh dalam hidup responden. Hal ini
dikarenakan responden merasa bahwa ia tidak membutuhkan sesuatu dari adik. Hal tersebut senada dengan pernyataan
responden di bawah ini, “…emm ya karna malas sama dia kan, ya saya pikir
juga tanpa dia saya bisa gitu kan. Ee kalo butuh apa ya kayaknya ga perlu dia gitu kan. Saya bisa sendiri
gitu kan sampe sekarang…” R7. 145-147.
Di masa remaja, responden juga melihat adik akan dilindungi ibu ketika ia melakukan kesalahan. Persepsi responden
tersebut muncul karena responden merasa dihalangi oleh ibu untuk melaporkan kesalahan yang dilakukan oleh adik kepada
ayah. Hal ini diungkapkan responden melalui pernyataan di bawah ini,
“…ketika saya mau lapor ke papa tu ga boleh sama mama tu. Istilahnya jangan, nanti dia dimarahin.
Kok malah neglindungin banget gitu kan…” R7. 105-106.
2. Persepsi Positif
Responden masih tidak memiliki persepsi positif terhadap adik ketika ia memasuki masa remaja.
Masa Remaja Akhir
1. Persepsi Negatif
Responden masih mempersepsikan adik secara negatif hingga ia menginjak masa remaja akhir. Responden merasa bahwa
di masa remaja akhir orang tua mulai menyadari bahwa relasi responden dan adik tidak baik sehingga orang tua responden
mencoba untuk mengajak responden dan adik melakukan aktifitas bersama-sama. Meskipun demikian, di masa remaja akhir
responden dan adik masih sering bertengkar serta relasi mereka belum juga membaik. Hal ini senada dengan ungkapan responden
di bawah ini, “…akhirnya orang tua ya tau sendiri. Eee kalau beli
baju ya bareng beli bajunya. Beli baju ini beli baju ini. Ya sampe sekarang orang tua juga kadang-
kadang, ayo beli tas ga ke saya gitu kan. Saya juga pikir kan ah ga usah mahal-mahal. Toh tas juga
dipake juga bukan buat ya misalnya. Dipake buat kuliah gitu kan, buat buku kan. Udah, bisa aja, tapi
kadang dia tu belinya yang beda gitu kan. Padahal dia udah, „Tu, kakakmu aja yang harganya segitu‟.
Jadi patokan kan. Nah dia tu istilahnya dua kali lipatnya gitu. „Aduh ni anak‟, kataku. Jadi ga mau
kalah gitu kan. Sering kayak gitu…” R7. 210-216.
Ketika remaja akhir responden melihat adiknya sebagai sosok yang tidak spesial di keluarga karena menurut responden
adik merupakan sosok yang gagal di dalam keluarga. Hal ini dikarenakan Responden melihat bahwa adik merupakan sosok
yang nakal dan orang tua juga merasa kesal dengan adik. Hal ini sesuai dengan ungkapan responden di bawah ini,
“...maknanya emmm kalo untuk anak kedua ya, bukan yang special sih kalo di keluarga gitu.
Istilahnya ya, disetiap keluarga kan pasti ada satu orang yang gagal istilahnya. Kalo Bahasa Sunda itu
istilahnya „kacingcalang‟ gitu kan, ya mungkin saya pikir dia gitu kan. Jelek gitu kan, jadi misalnya ada
10 telor, ada yang gagal gitu. Saya pikir dai yang gagal itu. Pertama gimana ya, eee kadang orang tua
juga kesesl sama dia gitu kan…” R7.155-158.
Memasuki masa remaja akhir, responden tinggal bersama adik di sebuah kos karena mereka berkuliah di universitas yang
sama. Meskipun demikian, responden dan adik jarang berkomunikasi satu sama lain dan mereka hanya akan mencari
satu sama lain jika mereka membutuhkan. Di masa remaja akhir, responden melihat adiknya akan mencari responden untuk
membantunya memenuhi kebutuhan. Akan tetapi responden tidak mau merasa bahwa ia membutuhkan adik, ia hanya ingin adiknya
saja yang merasa bahwa ia membutuhkan kakak. Hal ini dikarenakan responden memiliki persepsi bahwa melibatkan adik
dalam pemenuhan kebutuhan responden merupakan tindakan yang dapat mempengaruhi harga dirinya. Menurut responden, meminta
pertolongan kepada adik merupakan tindakan yang tidak sepantasnya dilakukan oleh seorang kakak. Hal tersebut senada
dengan pernyataan responden di bawah ini, “…rasanya ga mau gitu. Ee cukup dia ee dia kayak
ngerasa butuh sama saya tapi saya ga boleh gitu lho. Istilahnya harga diri gitu kalo minta sama dia.
Jadi ga mau gitu, ga mau. Jadi biarin dia yang butuh, kalo saya butuh ya sebisa mungkin ga minta
tolong gitu…” R7. 139-142. Di masa remaja akhir, responden melihat adiknya langsung
mendapatkan fasilitas dari orang tua ketika ia pergi merantau. Responden melihat bahwa adiknya merupakan pihak yang selalu
menggunakan fasilitas dari orang tuanya tersebut dan akan merasa cemas ketika responden menggunakan fasilitas tersebut. Oleh
karena itu responden melihat adik sebagai sosok yang menghalangi responden untuk menggunakan fasilitas yang
diberikan oleh orang tua. Hal tersebut tersirat dalam pernyataan responden di bawah ini,
“…ketika dia masuk, motor dikirim kesini. Nah itu dia terus pake motor kan. Ya memang saya dari sini
jalan terus. Cuma ya tiap Minggu atau Sabtu kan ada rasa ingin jalan ketika ada motor kan. Nah
ketika saya pake motor tu di SMS, „Dimana motor? Mau dipake‟…” R7. 71-75.
2. Persepsi Positif
Memasuki masa remaja akhir, persepsi responden masih tetap sepenuhnya negatif terhadap adik. Oleh karena itu
responden tidak memiliki persepsi positif terhadap adik. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 8. Skema Bagan Kesimpulan Responden 7
Faktor Eksternal:
Orang tua mengajarkan
responden untuk mengalah kepada adik
Orang tua menganggap responden sebagai orang
yang harus bertanggung jawab atas pertengkaran
yang terjadi
Orang tua melimpahkan tanggung jawab yang tidak
diselesaikan adik kepada responden
Orang tua jarang
memenuhi permintaan responden
Faktor Internal:
Merasa tidak rela
jika harus mengalah kepada adik
Merasa senang ketika adik tidak
berada di sekitarnya. Tidak nyaman jika
harus bersama-sama dengan adik
Iri dengan perlakuan orang tua kepada
adik Masa Anak-Anak
Masa Remaja Masa Remaja Akhir
Persepsi: - Orang yang tidak mau kalah
- Pengganggu - Orang yang tidak patuh
- Orang yang selalu mendapatkan apa yang ia pinta - Adik secara harafiah
Faktor Eksternal:
Adik seringkali
memaksa dan menuntut orang tua
untuk memenuhi permintaannya
Ibu akan melindungi adik
jika adik melakukan
kesalahan Faktor Internal:
Tidak menyukai
dan tidak nyaman dengan kehadiran
adik Jarang melakukan
aktifitas bersama adik
Tidak memiliki pemaknaan
khusus atas relasinya dengan
adik
Persepsi: - Orang yang keras kepala dan tidak patuh, dan
manja - Orang yang akan mengabaikan kekhawatiran
responden - Pengganggu
- Bukan orang yang berpengaruh dalam hidup responden
- Orang yang menuntut orang tua untuk memenuhi Faktor Eksternal:
Adik akan mencari
responden untuk memenuhi kebutuhannya
Orang tua lebih memfasilitasi adik
Orang tua sering merasa kesal dengan adik
Orang tua menyadari relasi anak dan berusaha
mengajak anak-anaknya untuk melakukan aktifitas
bersama-sama Faktor Internal:
Menolak untuk merasa
membutuhkan adik Memiliki persepsi bahwa
melibatkan adik dalam pemenuhan kebutuhan akan
mempengaruhi harga diri Meminta pertolongan adik
bukan hal yang sepantasnya dilakukan oleh kakak
Tidak menyukai kehadiran adik
Persepsi: - Penghalang bagi responden untuk menggunakan fasilitas
orang tua - Anak yang gagal dalam keluarga
- Orang yang akan mencari responden untuk memenuhi
kebutuhannya - Orang yang difasilitasi oleh orang tua.
Anak Pertama Anak Pertama
h. Resonden 8
Masa Kanak-Kanak
1. Persepsi Negatif
Di masa
kanak-kanak, responden
tidak banyak
mempersepsikan adik secara negatif. Bagi responden, adik merupakan orang yang selalu salah. Persepsi responden terhadap
adik tersebut yang menjadi faktor utama terjadinya pertengkaran diantara responden dan adik. Ketika terjadi pertengkaran, maka
ibu akan menegur dan melerai responden dan adik. Hal ini senada dengan pernyataan responden di bawah ini,
“…istilahnya ya gimana, aku selalu nyalahin, akhirnya tak salahin terus. Kelahi lah bahasa orang
sana tu dikelahiin. Itu…” R8. 6-7 2.
Persepsi Positif Di masa kanak-kanak setelah adik lahir, responden memiliki
persepsi positif terhadap adik, yaitu adik sebagai sosok yang menyenangkan dan penghilang rasa sepi. Adik menjadi
penghilang rasa sepi karena bagi responden adik merupakan seorang teman saat berada di rumah. Hal ini dikarenakan ketika
responden berada di masa kanak-kanak, adik juga masih berada di masa kanak-kanak. Oleh karena itu responden merasa adik masih
merupakan sosok yang lucu. Hal ini senada dengan ungkapan responden di bawah ini,
“…ya apa ya, mungkin waktu umur dia belum masuk sekolah itu, masih imut-imutnya dia tu kan. nah itu
paling ya
main bola.
Menyenangkan, menyenangkan, melengkapi kesepian kita. Ya temen
sih, istilahnya jadi temen aku. Waktu kita di rumah gitu…” R8. 114-116.
Masa Remaja
1. Persepsi Negatif
Di masa remaja, responden sepenuhnya mempersepsikan adik secara negatif. Menurut responden, relasi antara responden
dan adik mulai memburuk ketika ia beranjak remaja. Responden tidak memiliki perasaan khusus kepada adik ketika responden
berada di masa remaja. Interaksi antara responden dan adik jarang terjadi ketika mereka remaja dan mulai terjadi pertengkaran
diantara mereka. Responden dan adik seringkali beradu mulut dan bertengkar karena hal-hal sepele saja. Selain itu, pertengkaran
diantara responden dan adik juga dipicu oleh perilaku saling melempar tanggung jawab yang diberikan oleh orang tua. Ketika
remaja, responden mulai tidak menyukai adik karena sikap adik yang ugal-ugalan dan tidak bertanggung jawab. Hal ini senada
dengan ungkapan responden di bawah ini, “…biasa sih. Ya itu tadi, nah disitu tu waktu aku
SMP dan SMA, it utu sudah mulai-mulainya kami dua sering tengkar. Dimana yang orang tua nyuruh
ini, yang ini malah nyuruh saudaranya. Ya gangti- gantian suruh-
suruhannya…” R8. 47-49. Ketika responden berada di masa remaja, adik responden
telah mampu menggunakan fasilitas. Oleh karena itu, responden PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
melihat adik sebagai orang yang akan merebut fasilitas yang digunakan oleh responden. Penggunaan fasilitas oleh adik
seringkali memicu pertengkaran diantara responden dan adik. Ketika responden dan adik bertengkar, responden dan adik akan
dihampiri oleh ibu. Hal ini sesuai dengan pernyataan responden di bawah ini,
“…waktu kecil bareng dia, ee dulu waktu dia yang paling kuingat nih, waktu aku tu SMA, dia tu masih
SD. Nah dia itu udah bisa naik motor kan, udah bisa bawa motor kan. Nah aku tu pulang ke rumah bawa
motor, terus sampenya di rumah, aku parker motor depan rumah. Kunci ga kulepas. Nah tiba-tiba aku
keluar motornya ga ada. Nah ternyata itu, motornya udah dibawa sama dia kan. Udah keliling dibawa
dia. Pas dia balik nah disitu kan langsung ku amuk, ya langsung pukul-pukulan disitu. Dan langsung ya
spontan ibu tu langsung keluar juga…” R8. 8-13.
2. Persepsi Positif
Di masa remaja, responden tidak memiliki persepsi positif terhadap adik.
Masa Remaja Akhir
1. Persepsi Negatif
Di masa remaja akhir, persepsi responden terhadap adik pada awalnya didominasi oleh persepsi negatif. Di masa remaja
akhir, responden didominasi oleh perasaan benci kepada adik. Menurut responden, adiknya semakin menjadi sosok yang tidak
menyenangkan seiring dengan bertambahnya usia. Persepsi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
negatif responden terhadap adik di masa remaja akhir sangat dipengaruhi oleh persepsi lingkungan terhadap adik ketika
responden sedang tidak di rumah. Lingkungan melihat adiknya sebagai orang yang tidak pernah pulang ke rumah, nakal, tidak
bisa diberi tahu, tidak patuh, dan sosok yang suka ugal-ugalan. Persepsi lingkungan tersebut kemudian diinternalisasi oleh
responden sehingga menjadi persepsi negatif responden terhadap adik. Hal ini senada dengan pernyataan responden di bawah ini,
“…tidak sukanya tu karena ya mungkin karena aku sadar aku terpengaruh. Terpengaruhnya tu karena
cerita orang-orang. Nah cerita orang-orang tu bilang kalo ya si adikku ini orangnya itu ya bandel.
Ga pernah di, ga pernah bisa dikasih tau gitu. Ngelawan, ga bisa dibilanging, kebut-kebutan di
desa gitu kan. Itu, jadi aku terprovokator gitu
…” R8. 60-66.
2. Persepsi Positif
Di masa remaja akhir, responden telah memiliki persepsi positif terhadap adik. Di masa remaja akhir responden mneyadari
bahwa adik merupakan orang yang akan menggantikan posisi responden saat nanti responden tidak lagi berada di rumah. Ketika
berada di masa remaja akhir, ayah responden meninggal. Setelah kejadian tersebut responden mulai memiliki banyak persepsi
positif terhadap adik. Responden melihat bahwa adik merupakan orang yang berani, pekerja keras, dan bisa diandalkan. Hal ini
dikarenakan responden melihat bahwa adik diusia remajanya telah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mau dan dan mampu mencari uang sakunya sendiri. Hal tersebut senada dengan pernyataan responden di bawah ini,
“…wah pekerja keras banget. Dia tu rela bekerja supaya dapet uang untuk uang saku dia sendiri. Itu.
Sekarang sih aku sadar ternyata aku kalah sama dia. Dia aja sudah berani gitu cari kerja, kerja ya
istilahnya untuk ngidupin diri dia sendiri…” R8. 130-132.
Sepeninggalnya ayah, responden juga melihat adik sebagai sosok yang mulai patuh dan mulai mau membantu ibu untuk
menyelesaikan pekerjaannya. Responden melihat adiknya telah mulai memahami keadaan, tidak seperti ketika responden berada
di masa remaja. Hal ini senada dengan pernyataan responden di bawah ini,
“…tapi semenjak kemarin ini ditinggal bapak kan, sama bapak kan udah mulai berubah. Sudah di
rumah terus, sudah tau bantu-bantu mamak…” R8.
37-38. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 9.
Skema Bagan
Kesimpulan Responden
8
Faktor Eksternal:
Orang tua akan
marah dan menegur responden dan adik
ketika mereka bertengkar
Faktor Internal:
Merasa
relasinya dengan adik
tidak hangat Masa Kanak-Kanak
Masa Remaja Masa Remaja Akhir
Persepsi: - Sosok yang selalu salah
+ Sosok yang menyenangkan dan penghilang rasa sepi
+ Teman saat di rumah Faktor Eksternal:
Adik sering melempar
tanggung jawab kepada responden
Adik telah mampu menggunakan fasilitas
Orang tua akan menghampiri ketika
terjadi pertengkaran Faktor Internal:
Tidak memiliki
perasaan khusus kepada adik
Tidak menyukai sikap adik yang
ugal-ugalan dan tidak bertanggung
jawab
Persepsi: - Perebut fasilitas yang akan digunakan oleh
responden Faktor Internal:
Perasaan didominasi oleh rasa benci
Lebih menyukai adik ketika kecil
Terpengaruh oleh persepsi lingkungan
Faktor Internal: Merasa kasihan
kepada adik Memiliki keinginan
untuk mendekatkan diri dengan adik
Persepsi: - Orang yang keras kepala
+ orang yang memahami keadaan + Pekerja keras
+ Patuh +Orang yang mudah bergaul
+ Bisa diandalkan Masa Remaja Akhir I
Masa Remaja Akhir II
Faktor Eksternal: Lingkungan melihat adik sebagai sosok yang nakal, tidak pernah
pulang ke rumah, keras kepala, tidak patuh, dan suka ugal-ugalan Persepsi:
- Orang yang nakal, tidak pernah pulang ke
rumah, keras kepala, tidak patuh, dan suka
ugal-ugalan
+ Orang yang akan menggantikan peran
responden ketika responden jauh dari
rumah Faktor Eksternal:
Ayah meninggal Adik mulai
membuka diri kepada responden
Adik mulai mau membantu ibu
Anak Pertama
4. Kesimpulan Hasil Kedelapan Responden
Berdasarkan hasil penelitian kedelapan responden, dapat dilihat bahwa secara garis besar persepsi anak pertama terhadap adik kandung terdiri dari 3
tema besar, yaitu perubahan perhatian orang tua, adanya tanggung jawab baru, dan hadirnya seorang teman. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa ketiga tema tersebut dapat dipersepsikan secara positif dan negatif oleh anak pertama. Persepsi anak pertama tersebut dipengaruhi oleh faktor internal,
yaitu faktor yang berasal dari dalam diri responden dan faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar diri responden.
Di masa kanak-kanak, adik dilihat sebagai perebut perhatian orang tua dan pengalih perhatian orang tua. Persepsi tersebut muncul karena anak
pertama merasa waktu dan perhatian orang tua menjadi berkurang setelah kelahiran adik. Selain itu, persepsi tersebut juga muncul karena sebelum
kelahiran adik, anak pertama merasa perhatian orang tua hanya tercurah untuk dirinya karena anak pertama memiliki persepsi bahwa lingkungan hanya terdiri
dari dirinya dan orang tua. Kelahiran adik berarti bahwa anak pertama harus berbagi perhatian dengan adik. Kecemburuan anak pertama atas perhatian
orang tua yang diberikan kepada adik masih sangat mungkin terjadi meskipun orang tua telah berusaha mempersiapkan anak pertama untuk menghadapi
kehadiran seorang adik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya temuan unik persepsi anak
pertama terhadap adik kandung terkait dengan perhatian orang tua. Temuan- PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
temuan ini hanya terjadi pada satu responden. Temuan tersebut antara lain adalah adik dipersepsi sebagai seorang penuntut karena adik akan menuntut
orang tua untuk memperlakukannya dengan responden setara. Selain itu, adik juga dipersepsi sebagai orang yang selalu mendapatkan pembelaan dari ayah,
orang yang manja, suka mengadu kepada orang tua, tidak mau kalah, dan orang yang selalu mendapatkan apa yang diminta. Pada responden ini, adik
mendapatkan perlakuan istimewa dari ayah karena adik merupakan anak kandung ayah, sedangkan responden bukan anak kandung dari ayah.
Menginjak masa remaja, persepsi anak pertama terhadap adik terkait dengan perhatian orang tua juga negatif. Hal ini dikarenakan anak pertama
melihat orang tua memperlakukan anak pertama dengan adik secara berbeda. Anak pertama di masa remaja melihat adik sebagai orang yang lebih difasilitasi
orang tua dan orang yang permintaannya selalu dipenuhi oleh orang tua sehingga membuat anak pertama merasa cemburu. Di masa remaja juga
terdapat temuan unik yang hanya terjadi pada satu responden. Temuan tersebut adalah, anak pertama mempersepsi adik sebagai orang yang menarik perhatian
lingkungan. Hal ini dikarenakan di masa remaja responden tersebetu sedang berfokus pada citra tubuh dan responden melihat bahwa lingkungan lebih
memperhatikan adik karena adik lebih menarik dibandingkan responden. Selain itu, anak pertama juga melihat anak adik kandungnya sebagai pengalih
perhatian orang tua dan pihak yang memisahkan responden dengan ibu. Persepsi ini muncul karena responden merasa bahwa orang tua lebih
memperhatikan adik dan tidak lagi memperhatikan responden. Di masa remaja, anak pertama juga mempersepsi adik sebagai perebut fasilitas.
Memasuki masa remaja akhir, anak pertama mempersepsikan adik secara negatif terkait dengan perhatian dari orang tua dan mereka telah
memiliki persepsi mereka sendiri-sendiri. Di masa remaja akhir, adik masih dipersepsi sebagai orang yang selalu dipenuhi permintaannya, lebih
diperhatikan orang tua, dan lebih diistimewakan oleh ayah sehingga memicu rasa cemburu pada responden. Selain itu, adik juga dipersepsi sebagai orang
yang menginginkan agar semua keinginannya terpenuhi, lebih difasilitasi oleh orang tua sekaligus sebagai penghalang responden untuk menggunakan
fasilitas dari orang tua. Di masa remaja akhir, adik bagi salah satu responden dilihat sebagai sumber amarah ketika ia berada bersama-sama dengan adik. Hal
ini dikarenakan ketika responden bersama-sama dengan adik dan orang tua, responden melihat secara langsung penilaian yang dilakukan oleh orang tua.
Penilaian orang tua tersebut yang memicu responden agar berusaha terlihat lebih baik dihadapan orang tua.
Kedua, hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa anak pertama mempersepsikan adik terkait dengan adanya tanggung jawab baru yang harus
diemban setelah kelahiran seorang adik, seperti harus menjaga dan mengayomi adik. Di masa kanak-kanak, tanggung jawab tersebut dipersepsikan secara
negatif oleh anak pertama karena ketika berada di masa kanak-kanak mereka belum memahami peran mereka sebagai seorang kakak meskipun orang tua
mulai memberikan pemahaman tentang peran sebagai seorang kakak. Selain PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
itu, sebagian responden melihat adik secara harafiah karena anak pertama tidak memiliki ikatan emosional dengan adik. Oleh karena itu, di masa kanak-anak
muncullah persepsi bahwa adik bukanlah orang yang harus dilindungi, pengganggu, orang yang keras kepala, nakal, dan menyebalkan. Akan tetapi
pada salah satu responden, adik telah dipersepsikan sebagai orang yang harus disayangi layaknya seorang kakak menyayangi adik sehingga memicu anak
pertama untuk membantu orang tua mengasuh adik. Memasuki masa remaja, persepsi anak pertama terhadap adik kandung
terkait dengan tanggung jawab masih negatif meskipun telah berkurang. Di masa remaja, sebagian responden mempersepsi adik sebagai orang yang tidak
patuh. Pada salah satu responden, persepsi tidak patuh tersebut hanya muncul ketika responden sedang bersama-sama dengan adik karena responden
langsung berhadapan dengan adik dan tanggung jawabnya untuk mengayomi adik kembali muncul. Selain itu, di masa remaja adik juga dipersepsi sebagai
pengganggu, dan orang yang keras kepala. Meskipun sebagian besar responden masih mempersepsikan tanggung jawab secara negatif, salah satu responden
telah mempersepsi tanggung jawab secara positif. Adik dipersepsi sebagai orang yang harus dilindungi, sebagai seorang anak, dan orang yang harus
dipantau perkembangannya. Persepsi tersebut muncul karena responden tersebut telah menyadari tanggung jawabnya sebagai seorang kakak setelah ia
melihat adiknya yang kedua mengalami bullying. Menginjak masa remaja akhir, adik sebagai sebuah tanggung jawab
masih tetap dipersepsi secara negatif oleh sebagian responden. Hasil PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
penelitian menunjukkan bahwa sebagian responden masih mempersepsi adik sebagai orang yang tidak patuh dan keras kepala. Penilitian ini juga
menemukan sebuah temuan unik yang hanya terjadi pada satu responden, seperti adik dipersepsi sebagai orang yang ceroboh, tidak rapi, dan tidak
bersih. Selain itu, adik juga dilihat sebagai orang yang akan mengabaikan kekhawatiran anak pertama. Salah satu responden melihat bahwa adik
merupakan orang yang nakal dan ugal-ugalan. Persepsi tersebut muncul karena ia melihat lingkungan mempersepsikan adik sebagai orang yang nakal
dan ugal-ugalan. Meskipun demikian, dua responden di masa remaja akhir pada akhirnya mempersepsi adik sebagai tanggung jawab secara positif
setelah suatu kejadian tertentu, yaitu ayah meninggal dan perayaan ulangtahun bersama adik. Kedua responden tersebut pada akhirnya mempersepsikan adik
sebagai orang yang patuh dan bisa diandalkan. Salah satu responden mempersepsi adik sebagai sosok responden yang baru dan titik aman check
point bagi responden. Hal ini dikarenakan responden tidak ingin adik
mengalami kegagalan yang sama dengan yang responden alami dahulu. Salah satu cara responden tersebut untuk membantu adik adalah dengan
menceritakan pengalamannya terdahulu dan kemudian memberi saran kepada adik.
Tema yang ketiga adalah pertemanan. Di masa anak-anak, persepsi positif terhadap adik didominasi oleh persepsi yang terkait dengan pertemanan.
Sebagian responden mempersepsi adik sebagai teman karena di masa anak- anak, mereka tidak memiliki teman ketika berada di rumah. Salah satu
responden mempersepsi adik sebagai orang yang lebih pintar, hemat, dewasa, dan memiliki jiwa sosial yang tinggi dibandingkan responden. Selain itu, hasil
penelitian menunjukkan bahwa salah satu responden juga mempersepsi adik sebagai orang yang menyukai anak pertama.
Menginjak masa remaja, persepsi anak pertama yang terkait dengan pertemanan tidak lagi sepenuhnya positif. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa di masa remaja terdapat persepsi negatif dan positif terkait dengan pertemanan. Persepsi tersebut juga bersifat unik yang hanya terjadi pada satu
responden. Adik dipersepsi secara negatif sebagai orang yang agresif dan kurang dapat menghormati responden sebagai seorang kakak. Persepsi
tersebut muncul karena responden merasa adik telah menganggap responden sebagai seorang teman sehingga tidak lagi memahami batasan antara kakak
dan adik. Selain itu, hasil penelitian juga memperlihatkan bahwa di masa remaja adik juga dipersepsi sebagai orang yang tertutup, musuh, orang asing,
bukan bagian dari keluarga, kecil, dan kurang dapat bersosialisasi. Persepsi tersebut muncul karena responden merasa di masa remaja ia dan adik telah
jarang berkomunikasi dan jarang menghabiskan waktu bersama. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian responden di masa remaja adik
dipersepsi secara positif karena mereka merasa bahwa memasuki masa remaja, anak pertama dan adik telah berada di tahapan yang sama. Adik
dipersepsi sebagai seorang teman dan penghilang rasa sepi. Temuan unik dalam penelitian ini terkait dengan pesepsi anak pertama dalam hal
pertemanan adalah adik dilihat sebagai orang yang cerdas, tidak lagi menyebalkan, dan orang yang lebih dewasa dibandingkan dengan dirinya.
Memasuki masa remaja akhir, pertemanan masih dipersepsi secara negatif dan positif oleh anak pertama meskipun persepsi negatif menurun dan
persepsi positif meningkat. Persepsi negatif anak pertama terhadap adik dalam tema pertemanan juga bersifat unik. Hasil temuan tersebut antara lain adalah
adik dilihat sebagai pemicu terjadinya pertengkaran serta bukanlah orang yang peduli dan memahami kondisi keluarga. Selain itu, adik juga dipersepsi
sebagai orang yang kurang mampu berkomunikasi dengan baik sehingga seringkali memicu pertengkaran, orang yang agresif, dan orang yang akan
menghindari ketidaknyamanan. Meskipun demikian, di masa remaja akhir pertemanan dipersepsi secara positif oleh sebagian responden karena di masa
remaja akhir mereka telah menyadari kehadiran seorang adik dan arti penting seorang adik. Sebagian responden mempersepsi adik sebagai orang yang
dewasa, mandiri, teman terdekat, teman bercerita, dan sumber dukungan emosional. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa 2 dari 8 responden
mempersepsi adik sebagai orang yang telah mampu memahami keadaan. Adapun temuan yang unik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut, adik
dipersepsi sebagai orang yang akan dicari pertama kali ketika orang tua tidak ada. Selain itu, anak pertama juga mempersepsi adik sebagai orang yang
penting, seorang anak, dan orang yang membutuhkan teman sebaya. Di masa remaja akhir, adik juga dilihat sebagai orang yang dapat dipercaya dan sebagai
media katarsis yang paling tepat karena terkadang ibu memberikan tanggapan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
yang tidak ramah dan negatif terhadap cerita responden. Selain itu, adik juga dipersepsi sebagai orang yang cerdas, hebat, memiliki jiwa sosial yang tinggi,
dan bertanggung jawab. Berdasarkan hasil penelitian, responden juga mempersepsi adik sebagai orang yang rendah hati karena adik telah mau
meminta maaf atas kesalahan yang ia buat. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa adik dilihat sebagai rekan untuk membahagiakan orang tua. Selain itu,
di masa remaja adik juga dilihat sebagai orang yang mudah bergaul dan orang yang nantinya akan menggantikan peran anak pertama ketika ia tidak lagi
berada di rumah. Selain menemukan 3 tema utama persepsi anak pertama terhada adik
kandung, penelitian ini juga menemukan sebuah kasus unik. Kasus unik tersebut adalah adanya salah satu responden yang tidak memiliki persepsi
positif terhadap adik dari ia berada di masa anak-anak hingga remaja akhir. Responden tersebut adalah R7. R7 adalah seorang anak laki-laki yang
memiliki adik laki-laki dengan jarak usia 1.5 tahun. Orang tua R7 menyadari bahwa relasi R7 dengan adik pertama tidak hangat. Oleh karena itu orang tua
mencoba mengajak R7 dan adik untuk melakukan aktifitas bersama-sama. Akan tetapi hal tersebut tidak membantu karena menurut R7, adik tetap tidak
mau mengalah. R7 sejak remaja hingga remaja akhir tidak banyak berkomunikasi dengan adik dan melihat bahwa adik sebagai orang yang
diperlakukan secara istimewa oleh orang tua sejak ia berada di masa anak- anak hingga remaja akhir.
Gambar 10. Skema Kesimpulan Kedelapan Responden
Persepsi anak pertama terhadap saudara kandung
Masa
Kanak
-kanak
Perebut Perhatian Orang tua, pengalih perhatian orang tua
Pemberi tanggung jawab baru, seperti mengayomi
dan melindungi adik
Masa Remaja
Orang tua memperlakukan adik secara istimewa
Perebut Perhatian Orang tua, orang yang diistimewakan orang tua
Teman Anak pertama belum
menyadari peran sebagai kakak
Anak pertama telah menyadari perannya
sebagai kakak Orang yang tidak patuh,
pengganggu, dan keras kepala
Orang yang harus dilindungi, seorang anak, orang yang harus
dipantau perkembangannya Anak pertama jarang
berkomunikasi dengan adik
Adik sebagai orang yang negatif dalam relasi pertemanan
Introvert, orang asing, tertutup, musuh, dll.
Teman dan penghilang rasa sepi
Anak pertama merasa berada dalam tahapan
yang sama dengan adik
Masa Remaja Akhir
Orang yang lebih diistimewakan orang tua
Orang tua memperlakukan adik secara istimewa
Lingkungan mempersepsi adik secara negatif, anak pertama
belum menyadari perannya sebagai kakak
Orang yang tidak patuh, nakal, keras kepala, ugal-ugalan
Anak pertama telah menyadari perannya sebagai
kakak Orang yang patuh, check point
Orang yang mengabaikan kekhawatiran kakak, agresif, orang
yang menghindari ketidaknyamanan Anak pertama telah
menyadari kehadiran dan arti penting adik
Teman terdekat, teman bercerita sumber dukungan emosional, orang
yang telah mampu memahami keadaan
Orang tua lebih memperhatikan adik, waktu
dan perhatian orang tua berkurang
Anak pertama belum menyadari peran seorang
kakak, orang tua memberi tanggung jawab baru
Anak pertama tidak memiliki teman ketika di
rumah
Keterangan: : Faktor
: Persepsi
C. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian kedelapan responden, dapat dilihat bahwa secara garis besar persepsi anak pertama terhadap adik kandung terdiri dari 3
tema besar, yaitu perubahan perhatian orang tua, adanya tanggung jawab baru, dan hadirnya seorang teman. Lee, Macini dan Maxwell 1990, dalam
Ihromi, 2004 menyatakan bahwa ada tiga faktor penting yang mempengaruhi interaksi antar saudara kandung. Faktor tersebut adalah
kedekatan emosi, harapan akan adanya tanggung jawab saudara, dan konflik antar saudara kandung. Ihromi lebih menjelaskan bahwa kedekatan emosi
meliputi adanya rasa ingin berbagi pengalaman, kepercayaan, perhatian, dan adanya perasaan senang dalam hubungan tersebut. Harapan akan adanya
tanggung jawab meliputi adanya peranan kakak terhadap adik mereka. Di budaya Indonesia, peranan seorang kakak lebih ditekankan pada seorang
wanita. Seorang kakak dituntut untuk mulai membantu ibu dalam mengasuh adik sejak ia berusia 7-9 tahun dan terus berlanjut hingga usia dewasa.
Dengan kata lain, peranan kakak dalam budaya Indonesia adalah menggantikan peran orang tua.
Berdasarkan keseluruhan hasil penelitian juga dapat dilihat bahwa tema besar persepsi anak pertama terhadap adik kandung tersebut dapat
dipersepsikan secara positif dan negatif oleh anak pertama. Persepsi anak pertama tersebut dipengaruhi oleh faktor internal, yaitu faktor yang berasal
dari dalam diri responden dan faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar diri responden. Sobur 2003 menjelaskan bahwa semua rangsangan
tidak mungkin diproses oleh manusia. Oleh karena itu, diperlukan adanya seleksi rangsangan yang dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal.
Di masa kanak-kanak seluruh responden didominasi oleh persepsi negatif dalam melihat adik kandung. Adler dalam J. Feist Feist, 2010
menyatakan bahwa kehadiran saudara kandung dapat menjadi pengalaman traumatik bagi anak pertama. Hal ini dikarenakan anak pertama menjadi anak
satu-satunya dalam kurun waktu tertentu sampai lahirnya seorang adik. Kelahiran seorang adik juga akan menyebabkan terjadinya perubahan
pandangan anak pertama terhadap dunia. Lingkungan yang semula dipersepsikan hanya terdiri dari anak pertama, ayah, dan ibu, berubah ketika
anak kedua lahir. Persepsi ini muncul karena di masa kanak-kanak, seorang anak belum menyadari bahwa perubahan penampilan sebuah objek tidak
mengubah hakikat dasarnya Santrock, 2007. Hal ini memicu anak pertama melihat bahwa perubahan yang terjadi pada orang tua dan lingkungan sebagai
tanda bahwa orang tua dan lingkungan tidak lagi memperhatikan anak pertama dan belum menyadari esensi dibalik perubahan tersebut.
Pertama, di masa kanak-kanak, adik dilihat sebagai perebut perhatian orang tua dan pengalih perhatian orang tua sehingga menyebabkan
kecemburuan pada anak pertama. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Suitor dan Pillener; Dunn dan Kendrick dalam Santrock 2014 menjelaskan
bahwa kehadiran anak kedua menyebabkan para orang tua memiliki kecenderungan untuk memperhatikan anak-anaknya secara berbeda.
Perubahan perhatian tersebut memicu anak pertama untuk berbagi perhatian PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dan kasih sayang dari orang tua kepada adik Alwisol, 2007. Hal ini senada dengan hasil penelitian ini bahwa persepsi anak pertama yang melihat adik
sebagai perebut perhatian muncul dikarenakan anak pertama merasa bahwa waktu dan perhatian orang tua menjadi berkurang setelah adik lahir. Ginott
1965 juga menemukan bahwa setelah kelahiran adik, orang tua lebih memperhatikan, mengamati, dan mengkhawatirkan anak kedua dibandingkan
anak pertama. Perubahan perilaku orang tua terhadap anak pertama tersebut memicu munculnya perilaku pemberontakan sebagai reaksi atas perubahan
cinta dan perhatian ibu tersebut Basket, 1985; Chusna, 1966; Hilton, 1967; Lewis Kreitzberg, 1979; Rothbart, 1971 dalam Noller Fitzpatrick,
1993. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa anak pertama masih sangat
mungkin mengalami persaingan antar saudara kandung dan melihat adik sebagai perebut perhatian orang tua meskipun orang tua telah berusaha
mempersiapkan anak pertama untuk kelahiran adik kandungnya. Ginott 1965 menjelaskan bahwa anak pertama akan selalu merasakan
kecemburuan dan kepedihan hati saat anak kedua lahir meskipun orang tua telah mempersiapkan anak pertama untuk menerima kehadiran adik.
Faktor lain yang menyebabkan anak pertama mempersepsi adik kandung sebagai pengalih dan perebut perhatian orang tua adalah karena
persepsi anak pertama yang telah terbentuk adalah lingkungan hanyala terdiri dari dirinya dan kedua orang tuanya sehingga semua perhatian berpusat pada
dirinya. Jika dilihat dari sudut pandang perkembangan kognitif, seorang anak PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
masih berada di tahapan praoperasional konkret dan sedang berfokus pada diri sendiri, atau sering disebut dengan egosentrisme Santrock, 2007. Oleh
karena itu, anak akan pertama akan melihat adik kandung secara negatif karena orang tua tidak lagi berpusat pada anak pertama.
Menginjak masa remaja bahkan hingga masa remaja akhir, adik dipersepsi oleh anak pertama sebagai orang yang lebih difasilitasi oleh orang
tua, orang yang permintaannya selalu dipenuhi oleh orang tua, dan pengalih perhatian ibu. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Noller Fitzpatrick
1993 yang menyatakan perbedaan kasih sayang, pemberian perhatian, dan perbedaan izin penggunaan fasilitas umum di rumah merupakan salah satu
faktor munculnya persaingan dan kompetisi antar saudara kandung. Menurut Bornstein, Davidson, Keyes, dan Moore 2003, perbedaan perlakuan orang
tua juga dapat meningkatkan konflik antar saudara kandung dan menurunkan interaksi positif antar saudara kandung. Jika dilihat dari sudut pandang
persepsi, seseorang akan lebih tertarik pada hal-hal yang berulang Sobur, 2003. Perilaku berulang orang tua ang selalu memenuhi permintaan adik
menyebabkan anak pertama mempersepsi adik kandung sebagi orang yang lebih difasilitasi orang tua.
Faktor anak pertama melihat adik sebagai pengalih perhatian orang tua adalah karena anak pertama merasa bahwa orang tua tidak lagi
memperhatikan anak pertama secara penuh meskipun ia menyadari bahwa ia telah diperlakukan secara sama oleh orang tua ketika ia seusia dengan adik.
Hal ini muncul karena di masa remaja, seseorang sedang berada di tahapana PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
operasional konkret dan masih memiliki egosentrisme remaja. Egosentrisme remaja yang menganggap dirinya sebagai seseorang yang tidak ingin
dikalahkan dan merasa bahwa semua perhatian tertuju pada dirinya Santrock, 2007. Oleh karena itu anak pertama akan memandang adik secara
negatif sebagai pengalih perhatian orang tua karena anak pertama tidak lagi menjadi pusat perhatian orang tua.
Kedua, berdasarkan hasil penelitian juga dapat dilihat bahwa anak pertama mempersepsi kehadiran adik sebagai penyebab munculnya tanggung
jawab baru yang harus diemban, seperti menjaga dan mengasuh adik. Tanggung jawab di masa kanak-kanak bisa menjadi negatif karena
berdasarkan tahap perkembangannya, di masa kanak-kanak seseorang sedang berada dalam fase bermain dimana bermain merupakan aktifitas kerja
seorang anak Kartono, 1982. Berdasarkan hasil penelitian, anak pertama melihat tanggung jawab sebagai sesuatu yang negatif karena di masa kanak-
kanak karena anak pertama belum menyadari peran sebagai seorang kakak. Alwisol 2007 menyatakan bahwa orang tua akan mempersiapkan anak
pertama mereka agar dapat mengasuh, menjaga, dan menjadi contoh bagi adik-adik kandungnya. Berdasarkan teori Geertz 1983, anak pertama akan
disalahkan oleh orang tua jika adik melakukan kesalahan dan jika terjadi pertengkaran diantara anak pertama dan adik karena anak pertama dianggap
sebagai pihak yang bertanggung jawab atas adik-adiknya. Sejak anak kedua lahir, orang tua mulai menyiapkan anak pertama agar siap menggantikan
posisi orang tua nantinya meskipun ketika anak kedua lahir, usia anak pertama juga masih kecil.
Berdasarkan teori Adler yang dikutip dari Kartono, permainan merupakan media untuk pemuasan atau kompensasi terhadap perasaan
superior yang fiktif. McGuire dan Manke 1994 dalam Santrock, 2003 menyatakan bahwa di masa anak-anak terjadi ketidakseimbangan kekuatan
antara anak pertama dan adik sehingga menimbulkan perasaan superior pada anak pertama. Hal ini seringkali memicu anak pertama untuk berperan
sebagai ‘bos’ di dalam hubungan antar saudara kandung dan seringkali memicu anak pertama untuk menuntut adik agar memenuhi keinginan anak
pertama. Oleh karena itu muncul persepsi anak pertama terhadap adik yang melihat adik sebagai orang yang keras kepala karena sulit diberitahu, nakal,
tidak patuh, dan menyebalkan. Menginjak masa remaja, terkait dengan tanggung jawab, adik masih
dipersepsikan secara negatif sehingga memicu munculnya persepsi bahwa adik merupakan orang yang tidak patuh. Persepsi anak pertama sebagai orang
yang tidak patuh muncul selama anak pertama masih berdampingan dengan adik. Hal ini bertentangan dengan McGuire dan Manke 1994, dalam
Santrock, 2003 yang menyatakan bahwa di masa remaja, kekuatan atau power
antara kakak dan adik mulai seimbang sehingga dorongan kakak untuk menuntut adik memenuhi keinginannya mulai berkurang. Hal ini dikarenakan
ketika memasuki masa remaja, saudara kandung mulai berhubungan dengan lebih sejajar. Akan tetapi adik akan dilihat secara positif sebagai orang yang