77
2. Sobeknya pelat disepanjang kedudukan paku keling. tearing of the plate accros arrow of rivets
Terjadi akibat kalahnya kekuatan penampang pelat yang tersisa setelah dilobangi di sepanjang lebar, oleh gaya tarik yang bekerja di sepanjang bidang pelat. Dapat
diantisipasi dengan mengetahui besarnya gaya tarik yg mampu ditahan pelat yang tersisa F
ta
. Persamaannya :
F
ta
=
ta
x A
ta
dengan :
ta
= tegangan tarik pembebanan, yang diambil dari besar tegangan tarik
kekuatan bahan pelat dengan mempertimbangkan faktor keamanan Sf. A
ta
= luas penampang dari lebar pelat yang tersisa setelah dilobangi. - untuk p pits yang diketahui : A
ta
= p – d x t
- untuk b lebar pelat yang diketahui : A
ta
= b – n .d x t
p pits = jarak antara titik pusat dua lobang paku keling yang saling berdekatan. Merupakan lebar penampang pelat terkecil yang
menahan tarikan. n = jumlah paku keling.
Gambar :
3. Paku keling tergunting shearing of the rivets
Terjadi akibat kalahnya kekuatan bahan penampang paku keling saat menahan beban geser, di bidang geser persinggungan antara pelat-pelat, akibat bekerjanya gaya tarik
pada masing-masing plat. Dapat dicegah dengan mengetahui kekuatan penampang lingkar badan paku keling dalam menahan gaya geser F
s
. Perbedaan pada cara penyambungan pelat, menyebabkan jumlah penampang badan
paku keling yang menahan geseran juga berbeda, yakni : -
Pada sambungan berhimpit, hanya ada satu bidang geser A
s
, yakni antara pelat yang saling disambung. Persamaannya :
F
s
= x A
s
x n dengan :
A
s
= π 4 x d
pk 2
sehingga : F
s
= x π 4 x d
pk 2
x n
78 -
Pada sambungan menumpu dengan satu pelat penyambung, hanya ada satu bidang geser A
s
, yakni antara pelat penyambung dengan pelat yang disambung. Persamaannya :
F
s
= x A
s
x n dengan :
A
s
= π 4 x d
pk 2
sehingga : F
s
= x π 4 x d
pk 2
x n Gambar : seperti diatas
- Pada sambungan menumpu dengan dua pelat penyambung atas-bawah. Disini ada
dua bidang geser A
s
, yakni antara pelat penyambung atas-bawah dengan pelat yang disambung di bagian tengah.
Tekanan yang diberikan paku keling diantara pelat yang bergeser ternyata ikut berperan memberikan tahanan. Sehingga luas bidang geser paku keling yang efektif
sebagai tahanan menjadi sebesar 1,875 bagian dari yang seharusnya ada di dua penampang. Sehingga persamaan yang tadinya :
F
s
= x 2 x A
s
x n menjadi :
F
s
= x 1,875 x A
s
x n dengan :
A
s
= π 4 x d
pk 2
maka : F
s
= x 1,875 x π 4 x d
pk 2
x n dengan :
= tegangan geser pembebanan, yang diambil dari besar tegangan geser kekuatan bahan dengan mempertimbangkan faktor keamanan Sf.
d
pk
= diameter paku keling badannya. n = jumlah paku keeling
Gambar : seperti diatas
4. Luluhnya paku keling crushing of the rivets
Peristiwa luluhnya paku keling terjadi akibat konsentrasi gaya tekan pelat di bagian belakang paku keling terhadap luas penampang badan paku keling A
Lu
yang tegak lurus terhadap arah bekerjanya gaya lihat gambar. Peluluhan bahan paku keling baru akan
terjadi setelah gaya tekan bekerja terus menerus pada jangka waktu tertentu. Diantisipasi dengan mencari kekuatan paku keling dalam menahan gaya luluh F
Lu
. F
Lu
=
Lu
x A
Lu
x n dengan :
A
Lu
= d x t
79 dengan :
t = tebal pelat
Lu
= tegangan luluh pembebanan, yang diambil dari besarnya tegangan geser
kekuatan bahan dengan mempertimbangkan faktor keamanan Sf. Gambar : seperti diatas
Secara alamiah, kegagalan kerja sambungan dipastikan akan bermula dari bagiannya yang terlemah. Oleh karena itulah nilai kekuatan sambungan pada umumnya
dinyatakan oleh efisiensi sambungan, yakni : η =
disambung yang
utuh plat
kekua terlemah
terkecil sambungan
kekua
tan
tan
Kekuatan pelat utuh yang disambung, besarnya dihitung dari kekuatan tegangan izin bahan pelat dengan mempertimbangkan faktor keamanan Sf terhadap luas penampang pelat utuh
yang belum dilobangi : F =
ta
x A
ta
- untuk p pits yang diketahui : A
ta
= p x t - untuk b lebar pelat yang diketahui : A
ta
= b x t
DAFTAR PUSTAKA
Eka Yogaswara. 1995. Gambar Teknik Mesin SMK I. Bandung : Armico. G. Takesi Sato dan N. Sugiarto H. 2000. Menggambar Mesin. Jakarta : PT. Pradnya Paramita
Drs. Sirod Hantoro dan Drs. Parjono. 1983. Menggambar Mesin I. Yogyakarta : PT. Hanindita.
R.S. Khurmi dan J.K. Guppta.1987. A Text Book of Machine Design, Eurasia Publishing House, New Delhi,.
M.F. Spoots. 1986. Design of Machine Elements, Prentice-Hall, Marubeni,. Gustav Nieman, Machine Element, Design and Calculation, vol.III, Springer Verlaag.
Sularso dan Kiyokatsu Suga, Dasar-dasar Perencanaan Elemen Mesin, ITB Bandung.
80
BAGIAN 5 PENGELASAN
BAB I PRISIP-PRINSIP PENGELASAN
Pengelasan merupakan salah satu jenis penyambungan diantara penyambungan yang lain seperti baut dan keling. Berbeda antara keduanya bahwa pengelasan
membutuhkan perhatian yang khusus diantaranya adalah jenis pengelasan, klasifikasi pengelasan, dan karakteristiknya. Bab ini bertujuan membahas permasalahan pengelasan
yang paling mendasar yaitu deskripsi umum tentang las, sejarahnya, klasifikasi las, serta beberapa hal yang terkait dengan cara pengoperasian dan perlengkapan las.
A. Deskripsi Umum Las
Menurut Deutsche Industrie Normen DIN las adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam paduan yang dilaksanakan dalam keadan cair.dari definisi tersebut dapat
dijelaskan lebih lanjut bahwa las adalah suatu proses dimana bahan dengan jenis yang sama digabungkan menjadi satu sehingga terbentuk suatu sambungan melalui ikatan kimia yang
dihasilkan dari pemakaian panas dan tekanan.
B. Klasifikasi Cara Pengelasan
Pengelasan dibedakan pada cara kerja alat tersebut bekerja dan bentuk pemanasannya Wiryosumarto, dkk, 2000. Pengklasifikasian pengelasan berdasarkan cara
kerja dapat dibagi dalam tiga kelas utama, yaitu : 1. Pengelasan cair.
Pengelasan cair adalah cara pengelasan dimana sambungan dipanaskan sampai mencair dengan sumber panas dari busur listrik atau semburan api yang terbakar.
2. Pengelasan tekan. Pengelasan tekan adalah cara pengelasan dimana sambungan dipanaskan dan
kemudian ditekan hingga menjadi satu. 3. Pematrian.
Pematrian adalah cara pengelasan dimana sambungan diikat dan disatukan dengan menggunakan paduan logam yang menggunakan paduan logam yang mempunyai
titik cair rendah. Dalam cara ini logam induk tidak turut mencair. C. Las Busur Listrik
Las busur listrik adalah cara pengelasan dengan mempergunakan busur nyala listrik sebagai sumber panas pencair logam. Klasifikasi las busur listrik yang digunakan hingga saat
ini dalam proses pengelasan adalah las elektroda terbungkus. Prinsip pengelasan las busur listrik adalah sebagai berikut : arus listrik yang cukup
padat dan tegangan rendah bila dialirkan pada dua buah logam yang konduktif akan menghasilkan loncatan elekroda yang dapat menimbulkan panas yang sangat tinggi
mencapai suhu 5000 C sehingga dapat mudah mencair kedua logam tersebut.
Proses pemindahan logam cair seperti dijelaskan diatas sangat mempengaruhi safat maupun las dari logam, dapat dikatakan bahwa butiran logam cair yang halus mempunyai
sifat mampu las yang baik. Sedangkan proses pemindahan cairan sangat dipengaruhi oleh besar kecilnya arus dan komposisi dari bahan fluks yang digunakan. Selama proses
pengelasan fluks yang digunakan untuk membungkus elektroda sebagai zat pelindung yang sewaktu pengelasan ikut mencair. Tetapi karena berat jenisnya lebih ringan dari bahan logam
yang dicairkan, maka cairan fluks tersebut mengapung diatas cairan logam dam membentuk terak sebagai penghalang oksidasi. Dalam beberapa fluks bahan tidak terbakar, tetapi
berubah menjadi gas pelindung dari logam cair terhadap oksidasi
Pengelasan adalah suatu proses di mana bahan dengan jenis yang sama digabungkan menjadi satu sehingga terbentuk suatu sambungan melalui ikatan kimia yang
dihasilkan dan pemakaian panas dan tekanan. Salah satu proses yang paling banyak digunakan pada sambungan struktur adalah las cair fusion welding. Las cair ini dapat
diklasifikasikan berdasarkan sumber panas yang digunakan menjadi 3 kelompok yaitu las gas gas welding, las busur arc welding dan las sinar energi tinggi high energy beam welding.
1. Las gas
Las gas oksi asetilen oxyacetilene gas weldingOAW