juga rendah. Kapasitas tukar kation merupakan salah satu indikator kesuburan tanah yang dipengaruhi oleh kadar C-organik dalam tanah. Kadar KTK yang rendah
menunjukkan rendahnya tingkat kesuburan tanah. Dengan demikian, sifat kimia tanah yang sama di setiap afdeling menunjukkan bahwa kondisi tanahnya juga sama.
Kondisi inilah yang dapat mempengaruhi adanya beberapa hasil penelitian yang sama di setiap afdeling.
4.2. Kepadatan Spora FMA
Kepadatan spora FMA yang diperoleh di setiap afdeling dari hasil lapangan
dan trapping ditunjukkan pada Gambar 3. Jumlah spora tertinggi diperoleh pada
afdeling 1, yaitu 249 dan 319 spora50 g tanah masing-masing dari hasil lapangan dan trapping. Secara keseluruhan, jumlah spora hasil trapping lebih tinggi dibandingkan
lapangan.
Gambar 3. Kepadatan spora FMA dari lapangan dan trapping
Universitas Sumatera Utara
Kepadatan spora yang diperoleh pada setiap afdeling dari hasil lapangan dan trapping masing-masing tinggi dan sangat tinggi Smith dan Read, 1997. Tingkat
kepadatan spora yang sama di setiap afdeling baik lapangan maupun trapping disebabkan oleh adanya sifat kimia tanah yang sama sehingga menciptakan kondisi
lingkungan yang sama di setiap afdeling. Penelitian lain yang juga memperoleh kepadatan spora yang tinggi pada areal tanaman karet, yaitu Jayaratne dan
Waidyanatha dalam Akond et al. 2008 dan Souza et al. 2010 masing-masing memperoleh 200-2000 dan 222 spora50 g tanah. Hal ini menunjukkan bahwa pada
lokasi yang berbeda mungkin terdapat sifat kimia tanah yang sama sehingga tingkat kepadatan spora yang diperoleh juga sama. Dengan demikian, sifat kimia tanah yang
sama pada afdeling 1, 2, dan 4 merupakan faktor yang menyebabkan tingkat kepadatan spora yang diperoleh pada masing-masing afdeling juga sama.
Tingginya kepadatan spora yang diperoleh dalam penelitian ini disebabkan oleh sifat kimia tanah pH, C-organik, P, dan KTK yang rendah. Hal ini
menunjukkan bahwa kepadatan spora yang diperoleh dalam penelitian ini tidak sejalan dengan pH, C-organik, P, dan KTK. Souza et al. 2010 juga menunjukkan
bahwa kepadatan spora yang tinggi 222 spora50 g tanah diperoleh pada pada pH asam 4,61 dan P sangat rendah 0,0000026 ppm di areal tanaman karet. Penelitian
lainnya juga memperoleh hasil serupa, yaitu kepadatan spora yang tinggi ditemukan pada sifat kimia tanah yang rendah Prihastuti, 2007; Songachan dan Kayang, 2011.
Berdasarkan hasil penelitian ini dan penelitian lainnya tampak bahwa kepadatan spora yang tinggi sering dijumpai pada kadar P yang rendah. Oleh karena itu, P
dianggap sebagai unsur yang paling berpengaruh terhadap FMA. Sementara itu, hubungan pH; C-organik; dan KTK dengan kepadatan spora tidak selalu sama dengan
hasil penelitian ini. Beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa kepadatan spora yang tinggi diperoleh pada pH, C-organik, dan KTK yang tinggi Aytok et al., 2013;
Iritie et al., 2013; dan Sghir et al., 2013. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kepadatan spora yang tinggi dapat diperoleh pada pH, C-organik, dan KTK
yang rendah maupun tinggi.
Universitas Sumatera Utara
Jumlah spora hasil trapping di setiap afdeling menunjukkan nilai yang tidak begitu berbeda. Hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan yang sama baik lokasi
maupun perlakuan. Jika dibandingkan, jumlah spora hasil trapping lebih tinggi dibandingkan lapangan. Hal ini disebabkan adanya perlakuan stressing cekaman air
dengan tidak melakukan penyiraman. Perlakuan ini mengakibatkan kondisi perakaran menjadi kering sehingga memacu FMA untuk membentuk spora dalam jumlah yang
banyak. Pacioni 1986 menyatakan bahwa pembentukan spora FMA dirangsang oleh kondisi cekaman air. Brundrett 2006 menambahkan bahwa dalam kondisi yang
tidak menguntungkan keberadaan mikoriza dapat diamati, yaitu dalam bentuk spora. Hal ini berarti spora banyak diperoleh pada kondisi lingkungan yang tidak optimal
seperti perlakuan stressing. Oleh karena itu, jumlah spora hasil trapping lebih tinggi dibandingkan lapangan. Hasil serupa juga diperoleh Iritie et al. 2013, yaitu jumlah
spora dari hasil trapping mencapai 4.078 spora50 g tanah yang sebelumnya hanya berjumlah 324 spora50 g tanah dari hasil lapangan. Penelitian lainnya juga
menunjukkan bahwa jumlah spora hasil trapping lebih tinggi dibandingkan lapangan Karepesina, 2007 dan Hartoyo et al., 2011.
Perbedaan kepadatan spora hasil trapping dengan lapangan nampaknya juga dipengaruhi oleh kemampuan tanaman bersimbiosis dengan FMA. Hal ini berarti
akar juga berpengaruh dalam perkembangan FMA. Zhao et al. 2001 menyatakan bahwa struktur kompleks komponen akar di dalam tanah bisa menjadi faktor utama
yang mempengaruhi kepadatan spora FMA. Nursanti et al. 2012 menambahkan bahwa tanaman inang berhubungan erat dengat eksudat akar sebagai sumber energi
FMA yang akan mempengaruhi perkecambahan awal spora.
Universitas Sumatera Utara
4.3. Persentase Kolonisasi FMA