Simbiosis FMA pada Akar Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan FMA

2.2.1. Anatomi dan Morfologi FMA Anatomi FMA dibentuk oleh beberapa struktur sehingga dapat bertahan, tumbuh, dan berkembangbiak pada akar tanaman inang. Struktur tersebut adalah hifa, arbuskula struktur hifa bercabang-cabang, vesikula struktur lonjong atau bulat yang mengandung cairan lemak, sel auksilari hifa pelengkap, dan spora. Spora memiliki klamidospora yang akan terbentuk jika FMA terpisah dengan tanaman inangnya INVAM, 2013. Fungi mikoriza arbuskula dapat diidentifikasi secara morfologis dengan melakukan observasi terlebih dahulu terhadap FMA tunggal yang diisolasi dari sampel tanah. Meskipun FMA pada tingkat spesies tidak dapat menggunakan kriteria morfologis karena memiliki morfologi yang hampir sama, namun beberapa spesies memiliki perbedaan dari morfologi vesikel, diameter hifa, dan pola pertumbuhan akar Abbott, 1982. Dengan demikian, pendekatan morfologis tetap bisa dilakukan dengan tujuan menilai keberhasilan inokulasi di tanah.

2.2.2. Simbiosis FMA pada Akar

Simbiosis FMA berawal dari pergerakan hifa ekstraradikal yang berasal dari perkecambahan spora dalam tanah atau akar terkolonisasi. Hal ini terjadi karena tanaman mengeksudasikan senyawa flavonoid. Selanjutnya, hifa ekstraradikal menyentuh permukaan akar, membentuk appresoria, dan menembus dinding sel akar untuk membentuk hifa intraradikal. Hifa ini tumbuh menjalar di antara sel atau menembus sel epidermis dan akhirnya mengkolonisasi ruang intra dan interseluler korteks akar. Setelah itu, hifa intraradikal berdiferensiasi membentuk arbuskula, vesikula, sel auksilari, dan spora intraradikal. Jaringan hifa ekstraradikal di dalam tanah segera terbentuk setelah terjadinya kolonisasi akar. Hifa ekstraradikal berfungsi sebagai pengangkut hara dan air, produksi spora, agregasi tanah, serta perlindungan tanaman inang dari serangan patogen. Peran hifa ekstraradikal sebagai pengangkut hara khususnya fosfor sangat penting karena mampu menjangkau hara yang tidak terjangkau atau tidak tersedia Universitas Sumatera Utara untuk akar tanaman. Selain itu, hifa ekstraradikal juga mampu menembus pori mikro untuk mendapatkan air yang tidak dapat dijangkau oleh akar karena garis tengahnya yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan garis tengah akar. Penyerapan unsur P dan air oleh FMA dipengaruhi oleh jenis FMA, tanaman, dan lingkungan. Hal ini mengindikasikan bahwa kesesuaian fungsional antara FMA dan tanaman tidak selalu berkaitan dengan kolonisasinya Smith dan Read, 2008.

2.2.3. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan FMA

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan FMA adalah sebagai berikut: a. Suhu Suhu yang relatif tinggi akan meningkatkan aktivitas FMA sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman inang. Persentase kolonisasi meningkat pada suhu 30 C, tetapi beberapa simbiosis FMA dengan tanaman berkembang secara normal pada suhu 35 C atau lebih Smith dan Read, 1997. Aktivitas FMA hanya menurun pada suhu di atas 40 b. Kadar air tanah C Mosse, 1981. Keberadaan FMA dapat menguntungkan tanaman yang tumbuh di daerah kering. Hal ini disebabkan: 1 FMA dapat menurunkan gerakan air sehingga transfer air ke akar meningkat, 2 FMA meningkatkan kadar P tanaman sehingga daya tahan terhadap kekeringan juga meningkat, dan 3 adanya hifa eksternal FMA yang dapat menyerap air dari areal yang lebih jauh Rothwell, 1984. Penelitian Daniels dan Trappe 1980 menunjukkan bahwa perkecambahan maksimum Glomus epigaeus terjadi pada air tanah kapasitas lapang. Universitas Sumatera Utara c. Derajat keasaman pH tanah Fungi mikoriza arbuskula pada umumnya lebih tahan terhadap perubahan pH tanah. Meskipun demikian, daya adaptasi masing-masing spesies FMA terhadap pH tanah berbeda-beda. Hal ini disebabkan pH tanah mempengaruhi perkecambahan, perkembangan, dan peran FMA terhadap pertumbuhan tanaman. Menurut Daniels dan Trappe 1980, perkecambahan maksimum Glomus epigaeus terjadi pada pH 6-8. Sementara itu, pada spesies yang berbeda Glomus fasciculatus dapat berkembang dengan baik pada tanah asam Mosse, 1981. d. Bahan organik Jumlah maksimum spora ditemukan pada tanah-tanah yang mengandung bahan organik 1-2 dan kandungan spora sangat rendah pada tanah-tanah berbahan organik kurang dari 0,5. Residu akar mempengaruhi ekologi FMA karena serasah akar yang terkolonisasi FMA merupakan sarana penting untuk mempertahankan generasi FMA dari satu tanaman ke tanaman berikutnya. Serasah akar tersebut mengandung hifa, vesikel, dan spora yang dapat mengkolonisasi FMA Whiffen, 2007. e. Cahaya Cahaya berpengaruh terhadap proses fotosintesis pada tanaman. Fotosintesis yang rendah menyebabkan berkurangnya jumlah karbohidrat di dalam akar sehingga mengurangi persentase kolonisasi FMA. Sebaliknya, kolonisasi meningkat pada intensitas cahaya yang lebih tinggi Gianinazzi-Pearson dan Gianinazzi, 1983. f. Ketersediaan hara Ketersediaan unsur P sebagai unsur hara tanaman mempengaruhi persentase kolonisasi FMA. Penambahan sedikit P akan meningkatkan kolonisasi. Sebaliknya, penambahan P dalam kadar tinggi sampai dengan 180 kgha akan mengurangi kolonisasi FMA Simanungkalit, 1997. Penggunaan fosfat pada tanah yang asam Universitas Sumatera Utara dapat meningkatkan derajat infeksi FMA, memperbaiki kesuburan tanah, dan meningkatkan hasil tanaman Smith dan Read, 1997. g. Logam berat dan unsur lain Beberapa spesies FMA diketahui mampu beradaptasi dengan tanah yang tercemar seng Zn. Infeksi FMA lebih tinggi pada tanah yang mengalami kekahatan Mn daripada yang tidak kahat Mn Mosse, 1981. Beberapa penelitian lain juga diketahui bahwa FMA tertentu toleran terhadap kandungan Al dan Na yang tinggi Janoukova et al., 2006. h. Fungisida Fungisida merupakan racun kimia yang digunakan untuk membunuh jamur penyebab penyakit pada tanaman. Namun, penggunaan fungisida juga berdampak buruk terhadap FMA. Sukarno et al. 1993 melaporkan bahwa fungisida Benlate dan Ridomil dapat mengurangi jumlah hifa antarsel dan arbuskula. Schreiner dan Bethlenfalvay 1996 menambahkan bahwa aplikasi fungisida seperti Benomyl, PCNB, dan Captan menurunkan persentase kolonisasi akar oleh FMA bila dibandingkan dengan tanpa fungisida.

2.2.4. Hasil Penelitian Keanekaragaman FMA

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Areal Tanaman Kelapa Sawit (Studi Kasus Di PTPN III Kebun Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan)

7 70 57

Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Di Hutan Pantai Sonang, Tapanuli Tengah

3 70 89

Keanekaragaman Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) Berdasarkan Ketinggian Tempat (Studi Kasus Pada Hutan Pegunungan Sinabung Kabupaten Karo)

2 49 52

Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Berbagai Varietas Tanaman Kopi

7 135 60

Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Areal Tanaman Kelapa Sawit (Studi Kasus Di PTPN III Kebun Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan)

0 0 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) - Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Areal Tanaman Kelapa Sawit (Studi Kasus Di PTPN III Kebun Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan)

0 1 8

Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Areal Tanaman Kelapa Sawit (Studi Kasus Di PTPN III Kebun Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan)

0 0 15

Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Areal Tanaman Karet (Studi Kasus Di PTPN III Kebun Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan)

0 0 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Karet (Hevea brasiliensis) - Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Areal Tanaman Karet (Studi Kasus Di PTPN III Kebun Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan)

0 0 7

Keanekaragaman Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Areal Tanaman Karet (Studi Kasus Di PTPN III Kebun Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan)

0 0 15