Bahan dan Alat Pelaksanaan Kegiatan

17 Potensi Kayu dan Karbon Hutan Rakyat di Pulau Jawa Tahun 1990‐2008 Hasil Kerjasama BPKH XI dengan MFP II kelas penutupan lahan hutan rakyat dari 23 kelas tersebut adalah kelas hutan sekunder, hutan tanaman, pertanian kering campur semak, pertanian lahan kering, dan perkebunan. Berdasarkan hasil penafsiran citra landsat secara multispektral dilakukan deliniasi batas hutan hutan rakyat sebagai satuan lokasi kegiatan. Kegiatan interpretasi dilakukan pada 3 perodisasi tahun yakni tahun 1989 – 1995, 1995 – 2001 dan tahun 2006‐ 2008. Hasil interpretasi penutupan lahan dapat dilihat dalam gambar dibawah ini. Berdasarkan hitungan kappa statistik dapat diketahui bahwa hasil penafsiran citra satelit Landsat 7 cukup bagus, karena mempunyai nilai kappa 0, 81 dan overall accuracy 0,85 . Hasil perhitungan kappa dapat dilihat dalam Tabel 3.1 di bawah ini. Tabel 3.1. Hasil Perhitungan Kappa berdasarkan Penafsiran Citra Landsat 7 PL Klasifikasi Citra Landsat 2006‐2008 Cek la pa nga n Pt Pc Hs Pk Ht jumlah D1 D2 D1 D2 D1 D2 D1 Pt jarangsedangD1 11 2 13 rapat D2 Pc jarangsedang 13 1 14 rapat Hs jarangsedang 9 9 rapat Pk jarangsedang 1 1 8 10 rapat Ht jarangsedang rapat jumlah 12 15 10 1 8 46 Kappa = Overall agreement ‐ Chance agreement1 ‐ Chance agreement Observed agreement = 11+1+12+1+9+1+7+254 = 0.851852 Kappa Statistik = 0,81 b. Transformasi Indek vegetasi Pembedaan kerapatan hutan rakyat dengan menggunakan analisis indeks vegetasi Normalize Difference Vegetation IndexNDVI. 18 Potensi Kayu dan Karbon Hutan Rakyat di Pulau Jawa Tahun 1990‐2008 Hasil Kerjasama BPKH XI dengan MFP II Analisis Kerapatan Vegetasi Hutan pada citra resolusi medium dilakukan dengan menggunakan transformasi NDVI. Transformasi NDVI pada resolusi medium multispektral akan memberikan informasi kerapatan tegakan bahkan lebih lanjut mampu memberikan informasi mengenai fungsi LAI dan fungsi respirasi fotosintesis tumbuhan bahkan biomass pada areal tersebut Lenney, et al, 1996; Ramsey et al, 1995; Heute and Liu, 1994; Myneni et al, 2007. Secara umum rumus NDVI yang diterapkan adalah sebagai berikut : dimana : NIR : band inframerah dekat RED : band merah Selanjutnya hasil dari proses ini merupakan citra dengan range ‐1 sampai dengan 1. Nilai antara ‐1 sampai dengan 0 selanjutnya dapat di‐ eliminir karena rentang nilai ini sesuai teori merupakan rentang nilai NDVI = NIR – REDNIR+RED 19 Potensi Kayu dan Karbon Hutan Rakyat di Pulau Jawa Tahun 1990‐2008 Hasil Kerjasama BPKH XI dengan MFP II areal tak bervegetasi atau penonjolan informasi areal terbuka tanah terbuka. Klasifikasi selanjutnya lebih difokuskan untuk rentang nilai 0 – 1. Kelas klasifikasi yang dibangun dilakukan dengan melakukan deteksi ulang kawasan berair untuk dihilangkan sehingga diperolah citra dengan rentang 0,n – 1 dimana merupakan rentang nilai tanpa kawasan berair yang kemudian dikelaskan dengan kelas equal interval. Adapun kelas yang digunakan untuk analisis kerapatan pada awalnya seperti tercantum dalam Tabel 3.2 di bawah ini. Tabel 3.2. Kelas Kerapatan dan Nilai NDVI untuk Analisis Kerapatan Kelas Kerapatan Nilai NDVI Nilai NDVI byte–nilai telah dikonversi ke integer Keterangan 1 2 3 4 Rendah 0,0 – 0,35 128 – 163 hutan rakyat bercampur dengan permukiman Sedang 0,35 – 0,6 164 – 210 hutan rakyat dengan areal pertaniantegalan dan pemukiman Tinggi 0,6 211 – 255 hutan rakyat murni tipe alas full trees Kemudian dalam perkembangannya klasifikasi disederhanakan menjadi dua kelas, dikarenakan berdasarkan hasil pengamatan di lapangan sangat sulit dibedakan kelas hutan rakyat bercampur pemukiman dengan kelas hutan rakyat yang bercampur dengan areal pertanian. Kelas ini digabung menjadi satu kelas dengan nama kelas kerapatan jarang. Sedangkan kelas kerapatan tinggi tetap dengan satu range kelas, hanya diturunkan dari range 0,6 menjadi 0,4. Berdasarkan survey dilapangan diketahui dominansi terjadi pada kelas kerapatan rendah. Tahapan pembedaan dari data NDVI dilakukan berdasarkan langkah sebagai berikut: 20 Potensi Kayu dan Karbon Hutan Rakyat di Pulau Jawa Tahun 1990‐2008 Hasil Kerjasama BPKH XI dengan MFP II 1. Membedakan wilayah vegetasi dan non vegetasi secara visual 2. Memisahkan wilayah hutan rakyat dan non hutan rakyat 3. Menentukan tingkat kerapatan hutan rakyat secara detail, yang dikelompokkan dalam 3 tingkat, yaitu : rapat, sedang, jarang Berdasarkan data hasil penghitungan dapat diketahui luasan kerapatan berdasarkan data NDVI disajikan dalam Lampiran 3. c. Overlay data Penutupan Lahan dan Kerapatan Vegetasi Kegiatan selanjutnya, adalah melakukan tumpang susun antara data kerapatan vegetasi dandata Penutupan Lahan. Data penutupan lahan terdiri dari 6 kelas tutupan lahan, yaitu kelas penutupan hutan lahan kering sekunder, hutan tanaman, perkebunan, semak belukar, pertanian lahan kering, dan pertanian lahan kering campur semak. Data kerapatan vegetasi terbagi dalam dua kelas yakni kerapatan jarang, sedangdan tinggi. 2. Survey Lapangan Kegiatan survey lapangan merupakan kegiatan pengecekan kondisi terkini keadaan tutupan lahan dan untuk mendapatkan data potensi hutan maupun karbon. Kegiatan survey lapangan di lakukan pada 20 lokasi sampel terpilih. Penentuan plot‐plot contoh pada 20 lokasi kabupaten yang tersebar di seluruh Pulau Jawa‐Madura dilakukan secara proposional pada masing‐masing strata kerapatan dan kelas tutupan lahan. Di mana satuan wilayah sampel adalah wilayah kecamatan dengan jumlah sampel di masing‐masing kecamatan sebanyak 10 plot. Pada perencanaan awal ini perlu ditentukan plot‐plot contoh pengamatan pada strata yang telah ditentukan, berdasarkan hasil interpretasi citra landsat. Ada beberapa tahapan yang dilakukan yaitu : 21 Potensi Kayu dan Karbon Hutan Rakyat di Pulau Jawa Tahun 1990‐2008 Hasil Kerjasama BPKH XI dengan MFP II a. Perencanaan lapangan Dalam perencanaan perlu dilakukan beberapa langkah agar kegiatan berjalan baik dan lancar sehingga di lapangan tidak terjadi kendala yang menggganggu kegiatan survey. Beberapa langkah tersebut adalah sebagai berikut : 1. Penentuan cara terbaik untuk mencapai pusat plotklaster yang akan di cek. 2. Penyiapan dan pemeriksaan peralatan yang akan digunakan, menyangkut kondisi, kalibrasi serta ketelitian alat, seperti Spiegel, meteran, GPS dan lainnya. 3. Mempersiapkan tally sheet dan mempelajari peta kerja. 4. Menyusun langkah‐langkah yang akan dikerjakan untuk melaksanakan pendataan secara efisien. b. Pelaksanaan Lapangan Dalam survey lapangan ada beberapa hal yang dicatat yakni : 1. Pengukuran koordinat pada titik pusat plot. 2. Pengukuran dilakukan tepat pada titik sebanyak 1 kali pengukuran, dengan metode DGPS differensial, dengan memanfaatkan koreksi dari base station yang dipasang di kantor BPKH, dengan metode post processing. Hasil pengukuran dicatat pada tallysheet. 3. Bentuk plot dan parameter yang diukur. 4. Bentuk plot berupa lingkaran seluas 900 m 2 sehingga berjari‐jari ± 16,93 m. Seluruh pohon, tumbuhan bawah serta tanaman semusim yang termasuk dalam plot tersebut dicatat dan diukur. Pengelompokan ukuran dan tingkatan vegetasi menggunakan ukuran sebagaimana tercantum dalam Tabel 3.4 berikut ini. 22 Potensi Kayu dan Karbon Hutan Rakyat di Pulau Jawa Tahun 1990‐2008 Hasil Kerjasama BPKH XI dengan MFP II Tabel 3.3. Ukuran dan Parameter yang diukur berdasarkan Tingkatan Vegetasi 5. Pengukuran diameter DBH, tinggi pohon, pencatatan jenis dan posisi pohon, dengan ketentuan sebagai berikut : • Pengukuran diameter dilakukan pada seluruh pohon yang masuk pada plot berjari‐jari ± 16,93 m, yang dilakukan setinggi dada ± 1,30 m dari permukaan tanah. Pengukuran bisa dilakukan dengan phiband meteran khusus untuk mengukur diameter atau mengukur keliling batang pohon, yang kemudian dikonversi menjadi diameter. • Pengukuran tinggi pohon dilakukan dengan menggunakan spiegel relaskop digital dendrometer, pada tinggi bebas cabang Tbc dan tinggi total Ttot. • Jenis seluruh pohon yang diukur dicatat pada tallysheet. • Untuk kepentingan pemetaan posisi pohon, seluruh pohon diukur jarak datar m dan azimuth dari pusat plot dengan menggunakan meteran dan kompas. 6. Pengukuran tajuk Pengukuran dimensi tajuk dilakukan secara sederhana pada setiap pohon, yaitu dengan mengukur jari‐jari tajuk dari pusat pohon pada proyeksinya ditarik garis lurus di atas bidang datar permukaan tanah, pada 4 arah mata angin, Utara RU, Selatan RS, Barat RB dan Timur RT. Tingkatan Vegetasi Ukuran Parameter yang diukur Anakan tinggi 1,5 meter Jumlah dan jenis Sapihan tinggi 1,5 meter diameter 5 cm dbh Jumlah, jenis dan diameter Pohon diameter 10 cm ke atas Jumlah, jenis, tinggi, DBH dan ukuran tajuk 23 Potensi Kayu dan Karbon Hutan Rakyat di Pulau Jawa Tahun 1990‐2008 Hasil Kerjasama BPKH XI dengan MFP II 7. Pengamatan informasi lainnya Informasi lain yang perlu dicatat pada tallysheet adalah lokasi plot Desa, Kecamatan, Kabupaten, pola dan tipologi hutan rakyat pola penanaman dan tipologi, tumbuhan bawahtanaman semusim jenis dominan, kerapatan, umur dan risalah lapangan secara umum bentuk lapangan dan kemiringan. Lebih detil bisa dilihat pada tallysheet. Dari hasil kegiatan lapangan diperoleh data untuk perbaikan interpretasi penutupan lahan dan perolehan informasi vegetasi yang telah diolah menjadi informasi potensi volume, biomass dan potensi karbon . 24 Potensi Kayu dan Karbon Hutan Rakyat di Pulau Jawa Tahun 1990‐2008 Hasil Kerjasama BPKH XI dengan MFP II

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Taksiran Potensi Kayu dan Biomass‐Karbon Hutan Rakyat di Pulau Jawa‐Madura Hasil pengukuran lapangan diolah dengan menerapkan rumus biometrik penaksiran volume tegakan dan persamaan allometrik penduga biomasss. Dalam kegiatan ini volume tegakan yang diduga adalah volume bebas cabang, sementara itu beberapa persamaan allometrik yang digunakan untuk menduga potensi biomass antara lain Purwanto, 2009 seperti tercantum dalam Tabel 4.1 di bawah ini. Tabel 4.1. Persamaan Allometrik yang digunakan untuk Menduga Potensi Biomass No Jenis Tegakan Persamaan Allometrik 1. Mahoni Bt= 0,9029D 2 H 0,0840 2. Sonokeling Bt=0,7458D 2 H 0,6394 3. Jati Bt=0,0149D 2 H 1,0835 4. Sengon Bt=0,0199D 2 H 0,9296 5. Akasia Bt=0,0775D 2 H 0,9018 6. Jenis lain Bt=0,0219D 2 H 1,0102 dimana : Bt : Volume biomass total kg D : Diameter pohon cm H : Tinggi pohon m Overlay pada awalnya dilakukan dengan meng‐overlay‐kan posisi titik dengan data potensi per Ha dengan kelas penutupan per strata kerapatan selanjutnya disebut strata penutupan. Namun sayangnya uji statistik yang dihasilkan dengan 6 kelas penutupan lahan x 3 kelas kerapatan atau total 18 kelas strata mengindikasikan bahwa jumlah sampel yang diperlukan ternyata masih kurang memenuhi sebaran N minimum per strata penutupan sehingga taksiran awal yang diperoleh hasilnya underestimate, apabila digunakan stategi ini. Oleh karena itu model penaksiran selanjutnya diubah dengan menerapkan metode penaksiran berdasarkan kelas penutupan lahan. Overlay 25 Potensi Kayu dan Karbon Hutan Rakyat di Pulau Jawa Tahun 1990‐2008 Hasil Kerjasama BPKH XI dengan MFP II dilakukan kembali antara titik sampel per Ha dengan kelas penutupan lahan. Hasil yang diperoleh selanjutnya disajikan dalam Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 di bawah ini. Tabel 4.2. Hasil Taksiran Potensi Kayu Bebas Cabang VBC dalam m3Ha Keterangan : Ci : Confidense interval taraf keyakinan 95 t : tabel t pada angka α = 0.25 Ba : selang interval batas atas Bb : selang interval batas bawah Tabel

4.3. Hasil Taksiran Biomass Above Ground – Tree dalam tonHa

Berdasarkan Tabel 4.2., jika melihat dari sebaran distirbusi jumlah sampel per penutupan lahan dan nilai standard deviasi sebenarnya dalam konteks tersebut untuk kelas hutan lahan kering dan perkebunan jumlah sampel yang diperoleh kurang memenuhi syarat hanya 5 sampel sehingga sebenarnya dalam konteks analisis statistik seharusnya untuk kelas perkebunan dan kelas hutan lahan kering perlu menambah jumlah sampel lapangan. Dalam desain awal sebenarnya hal ini telah di desain untuk memenuhi namun dalam pelaksanaannya ternyata dalam olah data sebanyak hampir 25 sampel harus hilang karena masalah koordinasi dengan tim lapangan dan waktu batas cek