merupakan singkatan dari Open Database Connectivity, yang berarti ODBC dapat
mengakses database apa saja ketika sudah terinstal.
2.4 Bank Perkreditan Rakyat BPR
Landasan Hukum BPR adalah UU No.71992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No.101998 Djiwandono et al, 2006. Dalam UU tersebut secara
tegas disebutkan bahwa BPR adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan usaha BPR terutama ditujukan untuk melayani usaha-usaha kecil dan masyarakat di daerah pedesaan.
Bentuk hukum BPR dapat berupa Perseroan Terbatas, Perusahaan Daerah atau Koperasi.
2.4.1 Kegiatan Usaha BPR
Bank Perkreditan Rakyat BPR memiliki bidang kegiatan usaha yang sedikit berbeda dengan bank umum. Adapun beberapa kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh BPR
adalah sebagai berikut Triandaru et al, 2008:
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang sejenis. b.
Memberikan kredit. c.
Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia SBI, deposito berjangka, sertifikat deposito dan atau tabungan pada bank lain.
Sedangkan kegiatan yang tidak dapat dilakukan oleh sebuah BPR adalah sebagai berikut:
a. Menerima simpanan berupa giro, dan ikut serta dalam lalulintas
pembayaran. b.
Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing kecuali sebagai pedagang valuta asing dengan izin Bank Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
c. Melakukan penyertaan modal.
d. Melakukan usaha asuransi atau sejenisnya.
2.4.2 Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat
Sebagai salah satu jenis bank, maka pengaturan dan pengawasan BPR dilakukan oleh Bank Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam UU No.3 tahun 2004 tentang Bank
Indonesia. Kewenangan pengaturan dan pengawasan BPR oleh Bank Indonesia meliputi kewenangan memberikan izin right to license, kewenangan untuk mengatur
right to regulate, kewenangan untuk mengawasi right to control dan kewenangan untuk mengenakan sanksi right to impose sanction.
Pengaturan dan pengawasan BPR oleh Bank Indonesia diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi Bank Perkreditan Rakyat sebagai lembaga kepercayaan
masyarakat yang ikut berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi terutama di wilayah pedesaan. Dengan demikian pengaturan dan pengawasan Bank Perkreditan
Rakyat yang dilakukan disesuaikan dengan karakteristik operasional BPR namun tetap menerapkan prinsip kehati-hatian bank prudential banking.
Pada dasarnya, pengawasan dan pembinaan bank dilakukan dalam rangka mewujudkan sistem perbankan yang sehat dan efisien dalam arti dapat memelihara
kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar dan bermanfaat bagi perkembangan ekonomi Indonesia. Berikut ini faktor penunjang yang dapat
mempengaruhi tingkat kesehatan suatu bank menurut Djiwandono et al, 2006:
1. Perbankan yang dinamis dan profesional serta mampu menciptakan
produk-produk yang dibutuhkan oleh masyarakat. 2.
Persaingan antar bank yang sehat. 3.
Iklim yang mendorong perluasan jaringan perbankan yang dapat menjangkau masyarakat luas diseluruh pelosok tanah air.
4. Pemerataan pembangunan ekonomi ke berbagai sektor dan daerah.
5. Kebijakan di bidang pengawasan dan pembinaan bank yang
memungkinkan terciptanya faktor-faktor tersebut pada angka 1 sampai
Universitas Sumatera Utara
dengan 4 serta mampu mendorong terwujudnya bank yang sehat dari sudut permodalan dan keuangan serta kualitas aset dan manajemen.
Untuk mewujudkan sistem perbankan yang sehat dan efisien, dengan pola pendekatan dan berpedoman pada strategi sebagaimana dikemukakan di atas, sistem
pengawasan dan pembinaan bank dapat dilakukan melalui enam jalur yaitu:
1. Landasan operasional yang harus diaati oleh dunia perbankan .
2. Mekanisme pengawasan yang memungkinkan dilakukannya deteksi dini.
3. Metode pemeriksaan yang dapat mengungkapkan kondisi bank secara
objektif. 4.
Mekanisme pembinaan yang efektif. 5.
Penerapan sanksi dan metode penyelesaian masalah yang dihadapi oleh bank.
6. Sarana penunjang peningkatan efisiensi dan kelancaran usaha bank.
Efektivitas sistem pengawasan dan pembinaan bank melalui enam jalur tersebut di atas perlu ditunjang oleh dua prinsip, antara lain:
1. Desentralisasi dalam pelaksanaan pengawasan dan pembinaan bank.
Dengan demikian, komunikasi timbal balik antara Bank Indonesia selaku pengawas dan pembina bank dengan dunia perbankan dan pihak-pihak lain
yang berkepentingan dapat berjalan dengan cepat, lancar dan objektif. 2.
Kaderisasi dan peningkatan kualitas yang terus menerus dari pelaksanaan pengawasan dan pembinaan bank.
2.5 Metode CAMEL