Seorang yang mengalami kebutaan, baik pada satu mata maupun pada kedua matanya memerlukan perhatian serius karena dapat menimbulkan dampak Sosio, Ekonomi
dan Psikologi yang akhirnya menjadi beban individu, masyarakat dan negara. Hal – hal tersebut diatas menjadi latar belakang bagi Peneliti untuk mengetahui
prevalensi kebutaan terakhir 2009 akibat kelainan refraksi di Sumatera Utara khususnya di Kabupaten Langkat.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Berapa angka kebutaan akibat kelainan refraksi untuk Kabupaten Langkat pada tahun 2009 dan faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi angka kebutaan kelainan refraksi
tersebut.
1.3. TUJUAN PENELITIAN
1.3.1. Tujuan Umum Mendapatkan angka kebutaan akibat kelainan refraksi untuk Kabupaten Langkat dan
faktor – faktor yang mempengaruhi kebutaan tersebut. 1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran karakteristik geografi Kabupaten Langkat. 2. Untuk mengetahui gambaran karakteristik sosio – demografi responden atau
penderita kebutaan akibat kelainan refraksi di wilayah Kabupaten Langkat. 3. Untuk mengetahui gambaran kesehatan mata responden di wilayah Kabupaten
Langkat. 4. Untuk mengetahui gambaran budaya di wilayah Kabupaten Langkat.
5. Untuk mengetahui gambaran sarana dan prasarana kesehatan mata di Kabupaten Langkat.
Universitas Sumatera Utara
6. Untuk mengetahui gambaran kebutaan akibat kelainan refraksi di wilayah Kabupaten Langkat.
1.4. MANFAAT PENELITIAN
1.4.1. Dengan Penelitian ini, akan didapat angka prevalensi kebutaan akibat kelainan refraksi di wilayah Kabupaten Langkat.
1.4.2. Dapat dibuat kebijakan yang berkaitan dengan penatalaksanaan kebutaan akibat kelainan refraksi serta estimasi proyek kegiatan yang dapat menurunkan angka
kebutaan tersebut
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. KERANGKA TEORI
Kelainan refraksi disebut juga “refraksi anomali”, ada 4 macam kelainan refraksi yang dapat mengganggu penglihatan dalam klinis, yaitu:
1. Miopia
2. Hipermetropia 3. Astigmatisma
4. Afakia
Ad 1. Miopia Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar masuk ke bola mata
tanpa akomodasi akan dibiaskan didepan retina. Untuk mengoreksinya dipakai lensa sferis minus.
Bentuk dari Miopia menurut penyebabnya
13,14,15,16,17,18,19,20
: 1.1.
Miopia aksial
Diameter antero-posterior dari bola mata lebih panjang dari normal, walaupun kornea dan kurvatura lensa normal dan lensa dalam posisi anatominya normal. Miopia
dalam bentuk ini dijumpai pada proptosis sebagai hasil dari tidak normalnya besar segmen anterior, peripapillary myopic crescent dan exaggerated cincin skleral, dan
stafiloma posterior.
Universitas Sumatera Utara
1.2. Miopia
kurvatura Mata memiliki diameter antero-posterior normal, tetapi kelengkungan dari kornea
lebih curam dari rata-rata, missal : pembawaan sejak lahir atau keratokonus, atau kelengkungan lensa bertambah seperti pada hiperglikemia sedang ataupun berat, yang
menyebabkan lensa membesar. 1.3. Miopia karena peningkatan indeks refraksi
Peningkatan indeks refraksi daripada lensa berhubungan dengan permulaan dini atau moderate dari katarak nuklear sklerotik. Merupakan penyebab umum terjadinya
Miopia pada usia tua. Perubahan kekerasan lensa meningkatkan indeks refraksi, dengan demikian membuat mata menjadi myopik.
1.4. Miopia karena pergerakan lensa ke anterior Keadaan ini sering terlihat setelah operasi glaukoma dan akan meningkatkan
miopia pada mata.
Ad 2. Hipermetropia Hipermetropia
hyperopia atau ‘Far – sightedness’ adalah suatu kelainan refraksi daripada mata dimana sinar – sinar yang berjalan sejajar dengan sumbu mata tanpa
akomodasi dibiaskan dibelakang retina, oleh karena itu bayangan yang dihasilkan kabur. Untuk mengoreksinya dipakai lensa sferis plus.
Struktur Hipermetropia berdasarkan pada konfigurasi anatomi dari bola mata : 2.1.
Hipermetropia Aksial
Bola mata lebih pendek dari normal pada diameter antero-posterior, meskipun media refraksi misalnya lensa atau kornea normal.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Hipermetropia
kurvatura Keadaan dimana kelengkungan lensa atau kornea lebih tipis dari normal dan
power refraksinya turun. Sekitar setiap 1 mm penurunan dari radius kelengkungan tersebut menghasilkan Hipermetropia 6 D
2.3. Hipermetropia indeks refraksi Terjadi penurunan indeks refraksi akibat penurunan dari densitas beberapa atau
seluruh bagian dari system optik mata, juga penurunan power refraksi mata. Biasanya terjadi pada usia tua dan juga pada penderita diabetes terkontrol.
Ad 3. Astigmatisma Astigmatisma adalah suatu kondisi dengan kurvatura yang berlainan sepanjang
meridian yang berbeda-beda pada satu atau lebih permukaan refraktif mata kornea, permukaan anterior atau posterior dari lensa mata , akibatnya pantulan cahaya dari suatu
sumber atau titik cahaya tidak terfokus pada satu titik di retina. Pada astigmatisma, karena adanya variasi dari lengkungan kornea atau lensa pada meridian
yang berbeda-beda mencegah berkas sinar itu memfokuskan diri kesatu titik. Jenis-jenis Astigmatisma
3.1. Astigmatisma Reguler
Secara teori, pada setiap titik pada permukaan yang lengkung, arah dari kelengkungan yang terbesar dan yang terkecil selalu terpisah 90 derajat tetapi arah ini
bias beribah saat melewati satu titik ke titik yang lain. Bila meridian utama dari astigmatisma mempunyai orientasi yang konstan pada setiap titik yang melewati pupil
dan apabila ukuran astigmatisma ini sama pada setiap titik. Kondisi refraktif ini dikenal sebagai astigmatisma regular. Dan ini bisa dikoreksi dengan kacamata lensa
silindris.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan axis dan sudut antara 2 meridian utama, astigmatisma reguler dibagi atas: 3.1.1. Horizonto-vertikal astigmatisma
Dibagi dalam 2 bentuk : 3.1.1.1.
Astigmatisma with the rule
Suatu astigmatisma dimana meridian vertical lebih curam dari horizontal, dikoreksi dengan lensa silindris positif dengan axis 90
20 atau lensa silindris negatif dengan axis 180
20. 3.1.1.2.
Astigmatisma against the rule
Suatu astigmatisma dimana meridian horizontalnya lebih curam dari meridian vertical. Koreksinya dengan lensa silindris positif dengan axis 180
20 atau lensa silindris negatif dengan axis 90
20. 3.1.2. Astigmatisma oblique
Suatu bentuk regular astigmatisma dimana garis meridian utamanya tidak tegak lurus tapi miring dengan axis 45
dan 135.
Tipe Refraktif Dari Astigmatisma Reguler Bergantung pada posisi dari 2 garis fokus yang berhubungan ke retina, astigmatisma
regular lebih lanjut dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe : 3.1.1.
Simple astigmatisma Berkas cahaya pada satu meridian terfokus tepat did retina, dan cahaya pada meridian
yang lain terfokus pada titik didepan retina disebut simple myopic astigmatisma. Jika cahaya itu terfokus dibelakang retina disebut simple hypermetropic astigmatisma.
Contoh : C – 2 x 90 atau C 2 x 90.
Universitas Sumatera Utara
3.1.2. Compound astigmatisma Pada jenis ini, berkas cahaya pada kedua meridian terfokus didepan retina disebut
astigmatisma Miopia compound dan jika terfokus dibelakang retina disebut astigmatisma Hipermetropia compound.
Contoh : S 4, C 2 x 90 atau S 4, C 2 x 90
3.1.3. Mixed astigmatisma
Pada jenis ini berkas cahaya pada satu meridian terfokus pada titik di depan retina dan cahaya pada meridian yang lain terfokus di belakang retina.
Contoh : S 4, C 2 x 90 atau S 4, C 2 x 90
3.2. Astigmatisma Irregular Suatu astigmatisma dimana sinar-sinar sejajar dengan garis pandang dibias tidak
teratur. Astigmatisma irregular ini bersifat mempunyai perubahan-perubahan irregular dari tenaga refraksinya pada meridian-meridian yang berbeda. Terdapat multi
meridian yang tidak dapat dianalisa secara geometris. Lensa silindris hanya sedikit memperbaiki penglihatan dalam kasus-kasus ini, tapi dapat diterapi dengan lensa
kontak rigid.
Ad 4. Afakia Afakia secara literature berarti tidak adanya lensa dalam mata. Afakia akan
mengakibatkan Hipermetropia tinggi. Penyebab :
1. Kongenital. Suatu keadaan yang jarang dimana lensa tidak ada sejak lahir.
2. Afakia paska operasi.
Terjadi setelah operasi ICCE Intra Capsular Cataract Extraction , ECCE
Universitas Sumatera Utara
Extra Capsular Cataract Extraction . 3. Post
Traumatik. Diikuti oleh trauma tumpul atau tembus, yang mengakibatkan subluksasi atau
dislokasi dari lensa. 4.
Posterior dislokasi dari lensa ke vitreus akan menyebabkan optikal Afakia. Optik Afakia dari mata : perubahan optik terjadi setelah keluarnya lensa.
1. Mata menjadi Hipermetropia tinggi
2. Total power mata berkurang dari
60 D menjadi 44D 3.
Fokal poin anterior menjadi 23.2 mm didepan kornea 4.
Posterior fokal poin sekitar 31 mm dibelakang kornea atau sekitar 7 mm dibelakang mata normal panjang bola mata anterior-posterior sekitar 24 mm
Terapi : untuk mengkoreksi Afakia terdiri dari kacamata, kontak lensa, intraokular lensa. Kelainan refraksi telah dilaporkan sebagai penyebab gangguan penglihatan yang
mencolok diberbagai belahan dunia. Prevalensi yang tinggi dari gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi juga telah dilaporkan terjadi diseluruh dunia, gangguan refraksi ini
dapat diterapi, dimana sebagian besar dapat dikoreksi. Berdasarkan analisis WHO, diperkirakan terdapat 45 juta orang mengalami kebutaan
dan 135 juta orang dengan low vision atau terdapat kurang lebih 180 juta orang dengan gangguan penglihatan diseluruh dunia.
Salah satu penyebab kebutaan adalah kelainan refraksi yang tidak terkoreksi. Hal; ini dapat diketahui dari laporan-laporan penelitian mengenai kelainan refraksi. Kelainan
refraksi menjadi penyebab kebutaan ditandai dengan tajam penglihatan 20200 pada mata yang terbaik pada 0,3 populasi did Andra Pradesh India. Prevalensi kebutaan
akibat kelainan refraksi pada usia 40 tahun atau lebih adalah 1,06 di Andra Pradesh India dan 0,11 di Victoria Australia.
Universitas Sumatera Utara
Prevalensi yang tinggi dari gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi yang tidak terkoreksi atau koreksinya tidak optimal telah dilaporkan dalam 10 tahun terakhir ini dari
beberapa penelitian-penelitian survey, seperti Baltimore Eye Survey, The Blue Mountains Eye Study, The Victoria Visual Impairment Project, dan Andra Pradesh Eye Diseases
Study. Sebagian besar penelitian epidemiologi terhadap kelainan refraksi difokuskan pada
Miopia, mungkin hal ini disebabkan karena Miopia merupakan penyebab tersering gangguan penglihatan pada kelainan refraksi.
Miopia juga dapat berhubungan dengan kelainan mata yang lain seperti retinal detachment dan myopic retinal degeneration, dimana hal ini dapat mengakibatkan
hilangnya penglihatan.
Universitas Sumatera Utara
2.2. STRUKTUR GEOGRAFI DAN DEMOGRAFI KABUPATEN LANGKAT.