Kesimpulan Epidemiologi Kecacingan Penyebab Kecacingan

44

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa: a. Hasil karakterisasi simplisia daun pugun tanoh kadar air 3,95, kadar sari yang larut air 20,20, kadar sari yang larut etanol 21,15, kadar abu total 8,58, dan kadar abu tidak larut asam 0,96 sedangkan hasil karakterisasi ekstrak n- heksan daun pugun tanoh kadar air 2,47, kadar abu total 0,64, dan kadar abu tidak larut asam 0,04. b. Ekstrak n-heksan daun pugun tanoh memiliki aktivitas antelmintik terhadap cacing Pheretima posthuma.

5.2 Saran

Peneliti selanjutnya disarankan untuk meneliti aktivitas antelmintik menggunakan jenis cacing lain seperti cacing yang ada di saluran pencernaan. Universitas Sumatera Utara 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Epidemiologi Kecacingan

Infeksi cacing merupakan permasalahan kesehatan dunia. Badan Kesehatan Dunia memperkirakan lebih dari 1,5 miliar 24 dari penduduk dunia terinfeksi cacing parasit dengan jumlah terbesar di wilayah Afrika, Amerika, Cina, dan Asia Tenggara. Kecacingan sering terjadi pada anak-anak, diperkirakan sekitar 270 juta anak usia balita dan 600 juta anak usia sekolah beresiko tinggi terinfeksi parasit cacing di seluruh dunia WHO., 2015. Di Indonesia, angka kecacingan mencapai 28 Kemenkes., 2015 dan diperkirakan lebih dari 60 anak-anak terinfeksi cacing parasit Tjay dan Rahardja, 2002. Infeksi cacing umumnya terjadi di negara-negara berkembang, dimana keadaan hidup dan pelayanan kesehatan masih kurang baik dan higienitas masih belum memadaiRahardja dan Tan, 2010.Kecacingan mempengaruhi pemasukan intake, pencernaan digestive, penyerapan absorption, dan metabolisme makanan. Secara kumulatif infeksi cacing dapat menimbulkan kurangnya gizi berupa kalori dan protein, serta kehilangan darah yang berakibat menurunnya daya tahan tubuh dan menimbulkan gangguan tumbuh kembang Samudar, dkk., 2013.

2.2 Penyebab Kecacingan

Cacing penyebab infeksi pada manusia dapat dibagi menjadi 2 filum utama, yaitu platyhelmintes atau cacing pipih dan nematoda atau cacing gelang.Platyhelmintes terbagi menjadi dua kelas yaitu trematoda dan cestoda Soedarto, 2008. Universitas Sumatera Utara 6 Trematoda mempunyai bentuk tubuh yang tidak bersegmen, pipih mirip daun. Cacing dewasa mempunyai alat isap mulut oral sucker yang terdapat di kepala, dan alat isap ventral yang terdapat di bagian perut. Trematoda pada umumnya bersifat hermaprodit. Trematoda memiliki alat pencernaan yang belum sempurna dan tidak memiliki rongga tubuh. Ciri khas trematoda adalah adanya sistem ekskresi flame cell yang berbentuk khas pada setiap spesies Soedarto, 2008. Cacing cestoda mempunyai bentuk seperti pita, pipih ke arah dorsoventral, dan mempunyai banyak ruas segmen.Cestoda memiliki alat pencernaan yang belum sempurna dan tidak memiliki rongga tubuh. Kepala cacing cestoda mempunyai alat isap untuk menempel yang dilengkapi kait untuk menempel pada organ manusia atau hewan yang menjadi hospes tempatnya hidup Soedarto, 2008. Filum nematoda roundworm mempunyai bentuk tubuh bulat memanjang, silindris, tidak bersegmen, dan bilateral simetris. Cacing ini memiliki rongga tubuh dan tubuhnya tertutup oleh kutikulum. Alat pencernaannya sudah lengkap, tetapi sistem syaraf dan ekskresinya belum sempurna. Nematoda adalah cacing yang uniseksual dengan alat reproduksi jantan dan betina yang terpisah Soedarto, 2008. Gejala dan keluhan kecacingan dapat disebabkan oleh penyumbatan usus halus dan saluran empedu atau penarikan gizi yang penting bagi tubuh. Sering kali gejala tidak begitu nyata dan hanya berupa gangguan lambung-usus, seperti mual, muntah, mulas, kejang-kejang, dan diare berkala dengan hilangnya nafsu makan. Pada sejumlah cacing yang menghisap darah, penderita dapat Universitas Sumatera Utara 7 mengalamikekurangan darah, misalnya disebabkan oleh cacing tambang, pita, dan cambuk Tjay dan Rahardja, 2002.

2.2.1 Infeksi Nematoda

Menurut Anand dan Sharma 1997 infeksi nematoda roundworm yang sering terjadi adalah askariasis, infeksi cacing tambang, trikuriasis, strongyloidiasis, dan filariasis.

2.2.1.1 Askariasis

Penyakit ini disebabkan Ascaris lumbricoides, yaitu cacing yang hidup di lumen usus halus manusia dengan panjang 10-15 cm. Cacing betina mengeluarkan telur dalam jumlah sangat banyak, sampai 200.000 telur dalam sehari yang dikeluarkan dalam tinja Tjay dan Rahardja, 2002. Infeksi terjadi karena konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh telur Ascaris. Gejala penyakit cacing gelang yaitu adanya rasa tidak enak pada perut gangguan lambung, kejang perut, diselingi diare, kehilangan berat badan, dan demam Irianto, 2013.Rendahnya tingkat sanitasi dan kurangnya kebersihan personal merupakan penyebab utama menyebarnya penyakit ini. Oleh karena itu, penyakit ini umum terjadi pada orang yang tinggal di daerah kumuh yang padat penduduk Anand dan Sharma, 1997. Askariasis tersebar di seluruh dunia dan menginfeksi sekitar 1000-1300 juta orang dan menyebabkan 20.000 kematian setiap tahun. Selain menyebabkan malnutrisi pada anak-anak, proses migrasi larva dari usus ke paru-paru juga menyebabkan pneumonia atipikal dengan inflamasi sel paru-paru dan hati, demam, dan eosinofilia. Cacing dewasa terkadang berpindah ke hati, usus buntu, Universitas Sumatera Utara 8 esofagus, dan memblok saluran pencernaan yang dapat menyebabkan kolik Anand dan Sharma, 1997.

2.2.1.2 Infeksi cacing tambang

Infeksi cacing tambang disebabkan oleh nematoda penghisap darah, Ancylostoma duodenale, A. ceylanicum, dan Necator americanus pada saluran cerna manusia.Cacing ini disebut cacing tambang atau cacing terowongan karena terdapat di daerah tambang dan terowongan di gunung. Infeksi ini umum terjadi pada petani yang bekerja dengan bertelanjang kaki di lahan yang diberi pupuk kandang. Infeksi terjadi melalui larva infektif yang berpenetrasi menembus kulit dan memasuki sirkulasi darah. Larva ini akan tumbuh menjadi cacing dewasa dan memperoleh makanan dengan mengisap darah inangnya melalui vili saluran pencernaan Anand dan Sharma, 1997. Gejala utama infeksi ini adalah anemia hipokromik yang disebabkan kehilangan darah dalam jumlah besar.Hal ini menyebabkan perasaan lemas, lunglai, anoreksia, dan menurunnya daya tahan tubuh. Infeksi cacing tambang juga menyebabkan gangguan dan rasa sakit pada saluran pencernaan. Anak-anak dengan infeksi berat menunjukkan pertumbuhan mental dan fisik yang buruk Anand dan Sharma, 1997.

2.2.1.3 Trikuriasis

Penyakit ini disebabkan infeksi Trichuris trichiura, yang dikenal sebagai cacing cambuk. Cacing ini hidup menempel di saluran pencernaan terutama pada usus besar manusia. Infeksi disebabkan karena konsumsi air atau sayuran yang terkontaminasi telur T. trichiura. Infeksi ringan umumnya asimtomatis, namun Universitas Sumatera Utara 9 infeksi berat Trichuris dapat menyebabkan anemia, eosinofilia, sakit perut, diare, kotoran berlendir, dan prolaps rektum Anand dan Sharma, 1997.

2.2.1.4 Strongiloidiasis

Cacing tambangStrongyloides stercoralis juga menginfeksi manusia dengan menembus kulit dalam bentuk larva filariform. Cacing ini memiliki tubuh yang tipis seperti benang, sehingga disebut cacing benang. Cacing ini hidup di mukosa intestinal manusia Anand dan Sharma, 1997. Pergerakan cacing dewasa dan larvanya menyebabkan perubahan patologis seperti inflamasi sel, reaksi alergi, dan eosinofilia. Gejala klinis penyakit ini adalah diare, sakit perut, dan gangguan pencernaan. Infeksi berat dapat menyebabkan malabsorpsi, flatulens, dan distensi abdominal Anand dan Sharma, 1997.

2.2.1.5 Filariasis

Filariasis merupakan penyakit yang sering terjadi di daerah tropis. Penyebab utama penyakit ini adalah cacing Wucherecia bancrofti, Brugia malayi, Onchocerca volvulus, Loa loa, Dipetalonema perstans, D. streptocerca, dan Mansonella ozzardi. Nyamuk dan lalat merupakan inang perantara dalam siklus hidup cacing ini. Infeksi pada manusia terjadi ketika nyamuk menghisap darah manusia. Setelah mencapai sirkulasi darah, larva infektif akan berkembang menjadi cacing dewasa yang hidup di nodus limfe, pembuluh limfe, jaringan penghubung dan organ tubuh lainnya Anand dan Sharma, 1997. Gejala-gejala yang ditunjukkan infeksi ini adalah demam tinggi, kedinginan, membesarnya nodus limfe, rasa sakit dan bengkak pada testis. Pada infeksi kronis, obstruksi sistem limfatik menyebabkan pembesaran pada kaki Universitas Sumatera Utara 10 elephanthiasis, lengan, skrotum, dan dada. Terkadang cacing dewasa dapat bermigrasi ke bola mata dan menyebabkan kebutaan dan gangguan syaraf Anand dan Sharma, 1997.

2.2.2 Infeksi Trematoda

Infeksi trematoda yang sering terjadi diantaranya adalah schistosomiasis dan fasciolopsiasis Anand dan Sharma, 1997.

2.2.2.1 Schistosomiasis

Schistosomiasis adalah penyakit kecacingan pada manusia yang disebabkan oleh invasi 4 spesies trematoda darah, yaitu Schistosoma haematobium, S. mansoni, S. japonicum, dan S. intercalatum. Cacing dewasa memiliki alat reproduksi yang terpisah Anand dan Sharma, 1997. Cacing dewasa Schistosoma hematobium menyebabkan schistosomiasis saluran kemih bilharziasis.S. hematobium hidup di pembuluh darah pelvis dan terkadang di pembuluh darah kolon dan rektum. Cacing ini mengeluarkan telur bersama urin dari hospesnya, namun jarang melalui feses. Schistosoma lainnya S.mansoni, S. japonicum, dan S. intercalatum mengakibatkan bilharziasis internal dan hidup di peredaran darah, vena mesentrik, dan plexus hemoroid. Ketiga trematoda darah ini umumnya mengeluarkan telur bersama feses hospesnya, dan jarang melalui urin Anand dan Sharma, 1997. Telur Schistosoma yang keluar dari tubuh hospes bersama tinja atau urin harus masuk ke dalam air agar dapat menetas menjadi larva mirasidium. Larva ini berenang mencari hospes perantara yaitu siput. Di dalam tubuh siput, mirasidium berkembang menjadi sporokista, dan akhirnya tumbuh menjadi serkaria yang infektif. Infeksi penyakit ini umumnya terjadi pada orang yang bekerja di sawah, Universitas Sumatera Utara 11 danau, kolam, kanal, dan aliran air yang terkontaminasi oleh larva. Larva akan masuk ke dalam aliran darah dengan berpenetrasi menembus kulit Anand dan Sharma, 1997.

2.2.2.2 Fasciolopsiasis

Beberapa cacing trematoda menginfeksi saluran cerna manusia dan hewan, sehingga disebut trematoda saluran pencernaan. Contohnya adalah Fasciolopsis buski, Heterophyses heterophyses, dan Metagonimus yokogawi. Infeksi terjadi melalui konsumsi buah atau tanaman air yang terkontaminasi larva cacing. Hospes perantara cacing ini adalah siput. Manifestasi klinis penyakit ini adalah sakit perut, diare, mual, muntah, dan anoreksia. Terkadang terjadi pembengkakan di wajah pada anak-anak Anand dan Sharma, 1997.

2.2.3 Infeksi Cestoda

Menurut Tjahyanto dan Salim 2013, infeksi cestoda yang sering dijumpai adalah:

2.2.3.1 Ekinokokkosis

Penyakit ini juga disebut sebagai penyakit hidatid yang disebabkan oleh Echinococcus granulosis cacing pita anjing. Infeksi menyebabkan kista hidatid yang besar di dalam hati, paru, dan otak. Reaksi anafilaktik terhadap antigen cacing dapat terjadi bila terjadi ruptur kista. Penyakit timbul sesudah tercernanya telur dalam feses anjing. Domba sering berperan sebagai perantara. Einokokkosis didiagnosa melalui CT-scan atau biopsi jaringan yang terinfeksi dan diterapi dengan eksisi kista melalui pembedahan Tjahyanto dan Salim, 2013. Universitas Sumatera Utara 12

2.2.3.2 Taeniasis

Bentuk penyakit ini disebabkan oleh Taenia solium dewasa cacing pita babi. Usus merupakan lokasi infeksi utama, organisme dapat menyebabkan diare. Walaupun demikian, sebagian besar infeksi ini bersifat tidak bergejala. Penyakit ini ditularkan melalui larva dalam daging babi yang kurang matang atau melalui penelanan telur cacing pita. Taeniasis didiagnosa melalui deteksi proglotid di dalam feses Tjahyanto dan Salim, 2013. Penyakit ini juga disebabkan oleh larva dari Taenia saginata cacing pita sapi. Organisme ini terutama menginfeksi usus. Penyakit ini ditularkan oleh larva dalam daging sapi yang kurang matang atau mentah. Taeniasis didiagnosa melalui deteksi proglotid dalam feses Tjahyanto dan Salim, 2013. Taenia sukar sekali dibasmi karena kepalanya scolex yang relatif kecil dibenamkan ke dalam selaput lendir usus hingga tidak bersentuhan dengan obat. Bagian cacing yang bersentuhan dengan obat telah dimatikan dan kemudian scolex dilepaskan dan terbentuk kembali menjadi segmen-segmen baru Tjay dan Rahardja, 2002.

2.2.3.3 Sistiserkosis

Penyakit ini disebabkan oleh larva Taenia solium. Infeksi menghasilkan sitiserki dalam otak menimbulkan kejang, sakit kepala, dan muntah dan di mata. Penyakit ini terjadi sesudah penelanan telur dari feses manusia. Sistiserkosis didiagnosa melalui CT-scan atau biopsi Tjahyanto dan Salim, 2013.

2.2.3.4 Difilobotriasis

Penyakit ini disebabkan oleh Diphyllobothrium latum cacing pita ikan. Cacing dewasa pada usus penderita dapat sepanjang 15 meter. Penyakit ini Universitas Sumatera Utara 13 ditularkan oleh larva dalam ikan yang mentah atau kurang matang. Difilobotriasis didiagnosa melalui deteksi telur yang khas di dalam feses Tjahyanto dan Salim, 2013.

2.3 Pengobatan Kecacingan