1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Arus reformasi disegala bidang di Indonesia secara umum menuntut penerapan demokrasi, desentralisasi, serta menjunjung tinggi hak asasi
manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu perubahan mendasar sebagai implikasi dari reformasi yang dirasakan dalam dunia
pendidikan saat ini adalah adanya sistem manajemen desentralistik. Melalui kebijakan desentralisasi ini diharapkan akan dapat mempercepat usaha
peningkatan pemerataan, perluasan akses, peningkatan mutu dan relevansi pendidikan dengan kebutuhan pembangunan. Dengan usaha-usaha tersebut,
dimungkinkan akan mempercepat berkembangnya pendidikan yang progresif dan visioner.
1
Disisi lain secara konseptual, pemberdayaan akan dapat berjalan efektif jika masyarakat yang menerima limpahan kewenangan telah
memiliki kemauan dan kemampuan untuk merealisasikan kewenangan yang dimiliki.
Usaha percepatan kesiapan, akselerasi kemauan dan kemampuan untuk melaksanakan limpahan kewenangan ini, salah satu strategi yang di
pandang penting untuk dimiliki bersama adalah standar mutu pendidikan.
2
1
Jamal Ma’mur Asmani, Tips Praktis Membangun dan Mengolah Administrasi Sekolah, Yogyakarta: DIVA Press, 2011, hlm. 214
2
Abi Sujak, Dirjen Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, Depdiknas, vol 1 no. 1 April 2006. http:re-searchengines.com0506 Abi.html, diakses 2
Februari 2015.
2
Sejalan dengan konsep tersebut Direktorat Jendral Dinas Pendidikan Dasar dan Menengah menetapkan bahwa ukuran mutu pendidikan di sekolah
mengacu kepada derajat keunggulan setiap komponennya, bersifat relatif dan selalu ada dalam perbandingan. Ukuran sekolah yang baik bukan semata-
mata dilihat dari kesempurnaan komponennya dan kekuatan yang dimilikinya, melainkan diukur melalui kemampuan sekolah dalam
mengantisipasi perubahan. Pendidikan memiliki peran dan pengaruh positif terhadap segala
bidang kehidupan dan perkembangan manusia dengan berbagai aspek kepribadiannya. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting bagi
pembangunan bangsa, karena itu hampir semua bangsa menempatkan pembangunan pendidikan sebagai prioritas utama dalam pembangunan
nasional. Dalam era keterbukaan, bangsa kita harus siap berkompetisi dengan bangsa lain dalam berbagai bidang kehidupan, sehingga penyiapan sumber
daya manusia yang bermutu merupakan hal yang amat penting agar kita tidak tertinggal dari bangsa-bangsa lain.
Salah satu permasalahan pendidikan yang muncul dewasa ini adalah rendahnya mutu pendidikan pada jenjang dan satuan pendidikan khususnya
pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kualifikasi guru, penyediaan dan
perbaikan saranaprasarana pendidikan, serta peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum
menunjukkan peningkatan yang merata, Sebagian sekolah, terutama di kota-
3
kota besar, menunjukkan peningkatan mutu yang cukup menggembirakan, namun sebagian lainnya masih memprihatinkan. Dari berbagai pengamatan,
salah satunya menurut Eman Suparman sedikitnya ada tiga faktor yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata.
Pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan educational production function yang tidak
dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan ini melihat bahwa lembaga pendidikan berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipilih semua input
masukan yang diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, maka lembaga ini akan menghasilkan output yang dikehendaki. Dalam kenyataan, mutu
pendidikan yang diharapkan tidak terjadi, mengapa? Karena selama ini dalam menerapkan pendekatan education production junction terlalu memusatkan
pada input pendidikan dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan. Padahal, proses pendidikan sangat menentukan output pendidikan.
Kedua, penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik, sehingga sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung pada
keputusan birokrasi, yang kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah setempat. Dengan demikian sekolah
kehilangan kemandirian, motivasi, dan inisiatif untuk mengembangkan dan memajukan lembaganya termasuk peningkatan mutu pendidikan sebagai
salah satu tujuan pendidikan nasional. Ketiga, peran serta masyarakat, khususnya orang tua siswa dalam
penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim. Partisipasi masyarakat
4
pada umumnya selama ini lebih banyak bersifat dukungan dana, bukan pada proses pendidikan pengambilan keputusan, monitoring, evaluasi, dan
akuntabilitas. Berkaitan dengan akuntabilitas, sekolah tidak mempunyai beban untuk mempertanggungjawabkan hasil pelaksanaan pendidikan kepada
masyarakat, khususnya orang tua siswa, sebagai salah satu pihak utama yang berkepentingan dengan pendidikan.
3
Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut, perlu dilakukan upaya- upaya perbaikan. Salah satunya melalui program yang terus dikembangkan
adalah reorientasi penyelenggaraan pendidikan, melalui manajemen berbasis sekolah school based management. Konsep Manajemen Berbasis Sekolah
ini berawal dari salah satu isi Undang-Undang nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional Propenas, khususnya Bab VII
Pembangunan Pendidikan digambarkan bahwa dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar, di antaranya adalah sejalan
dengan diberlakukannya otonomi daerah, sistem pendidikan nasional dituntut untuk melakukan perubahan dan penyesuaian sehingga dapat mewujudkan
proses pendidikan yang lebih demokratis, memperhatikan keberagaman kebutuhankeadaan daerah dan peserta didik, serta mendorong peningkatan
partisipasi masyarakat Salah satu tujuan pembinaan sekolah, mulai dari pra sekolah sampai sekolah menengah adalah terselenggaranya manajemen yang
berbasis sekolah dan masyarakat schoolcommunity based education.
3
Eman Suparman, Manajemen Pendidikan Masa Depan, Makalah Internet, www.depdihuis.go.id. Diakses 2 Februari 2015
5
Dengan istilah yang populer Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah MPMBS.
Implementasi manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah tidak terlepas dari berbagai pihak di sekolah, salah satunya ialah kepala sekolah.
Maka harus disiapkan kepemimpinan kepala sekolah profesional yang memiliki kemampuan manajerial dan integritas pribadi untuk mewujudkan
visi menjadi aksi secara demokratis dan transparan dalam berbagai pengambilan keputusan.
Kepala sekolah memiliki peran yang sangat besar dalam mengelola sekolah. Kepala Sekolah merupakan motor penggerak, penentu arah
kebijakan menuju sekolah dan pendidikan secara luas. Sebagai pengelola institusi satuan pendidikan, kepala sekolah dituntut untuk selalu
meningkatkan efektifitas kinerjanya. Untuk mencapai mutu sekolah yang efektif, kepala sekolah dan seluruh stakeholders harus bahu membahu
kerjasama dengan penuh kekompakan dalam segala hal. Kepala Sekolah yang efektif adalah kepala sekolah yang dalam
kinerjanya selalu membuka diri dari pengaruh guru dan karyawan lainnya dalam persoalan penting. Kepemimpinan yang efektif ialah mereka yang
dapat beradaptasi dengan situasi bervariasi yang akan menentukan keberhasilan pimpinan. Kepemimpinan yang berorientasi kepuasan personal
seringkali disukai bawahan. Oleh karenanya, modal kepala sekolah yang utama adalah perlunya kepala sekolah memiliki pengetahuan kepemimpinan
baik perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan suatu
6
program sekolah dan pendidikan secara luas. Selain itu kepala sekolah harus menunjukkan sikap kepedulian, semangat bekerja, disiplin tinggi, keteladanan
dan hubungan manusiawi dalam rangka perwujudan iklim kerja yang sejuk dan kondusif.
Kepala Sekolah selaku top manager sekolah dalam rangka meningkatkan proses belajar mengajar senantiasa check and recheck program
yang dijalankan oleh para guru. Agar tidak terjadi tumpang tindih dalam bekerja Kepala Sekolah hendaknya memiliki kemampuan untuk berkolaborasi
dengan guru dan masyarakat sekitar sekolah, memiliki pemahaman dan wawasan yang luas tentang teori pendidikan dan pembelajaran, memiliki
kemampuan dan keterampilan untuk menganalisis situasi sekarang dan mampu memprediksi masa depan, memiliki kemampuan mengidentifikasi
masalah dan keutuhan yang berkaitan dengan efektifitas pendidikan di sekolah, serta mampu memanfaatkan berbagai peluang, menjadikan tantangan
serta mengkonsptualisasikan arah baru untuk perubahan. Kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dapat dilihat berdasarkan
kriteria, mampu memberdayakan guru untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, lancar dan produktif. Kepala Sekolah dapat
menjelaskan tugas dan pekerjaannya sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan, mampu membangun hubungan yang harmonis dengan guru,
masyarakat dalam rangka mewujudkan tujuan sekolah. Kepala sekolah dituntut untuk menjalin kerjasama yang baik dengan
berbagai pihak yang terkait dengan program pendidikan disekolah, mampu
7
berperan sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor, leader, inovator, motivator pendidikan. Seorang kepala sekolah dalam rangka
melakukan peran dan fungsinya sebagai inovator, kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan
lingkungan, mencari gagasan baru mengintegrasikan setiap kegiatan, memberikan teladan kepada seluruh tenaga kependidikan disekolah dan
mengembangkan pembelajaran yang inovatif.
4
Dengan demikian diperlukan efektifitas peran dari kepala sekolah dalam mengembangkan manajemen mutu sekolah. Efektivitas dapat
digambarkan dengan sejauh mana tingkat output yang diinginkan tercapai.
5
Lasa HS memberikan definisi tentang efektivitas adalah melakukan pekerjaan yang benar atau doing the right things. Efektivitas menunjukkan kemampuan
seseorang dalam merumuskan tujuan dan alat yang tepat untuk mencapai tujuan. Agar efektivitas dan efisien dalam mengkomunikasikan informasi,
jasa, dan fasilitas kiranya perlu memperhatikan: keterbukaan atau openness; empati atau emphaty; dukungan atau suportivity; sikap positif; kesetaraan.
6
Kamus Umum Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa makna efektif adalah sesuatu yang ada efeknya pengaruhnya, akibatnya, kesannya,
manjur, mujarab, mempan.
7
4
E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007, hlm. 118
5
Jaap Scheerens, Menjadikan Sekolah Efektif, terj. Abas Al-Jauhari, cetakan pertama Bandung: Logos, 2003, hlm. 9
6
Lasa HS, Kamus Istilah Perpustakaan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009, hlm. 73
7
Purwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia Jakarta: PN Balai Pustaka, 1985, hlm. 266
8
Kepala sekolah dituntut untuk mampu bekerja professional dan berfikir makro secara jernih sehingga mampu memberikan efek positif bagi
lingkungan kerjanya.
8
Kepala sekolah memiliki tanggung jawab dalam melakukan manajemen mutu sekolah bagi lembaga pendidikan yang dikelola.
Berkaitan dengan manajemen berbasis sekolah, kepala sekolah secara ideal harus mampu mencapai tujuan yang menjadi program pendidikan.
Pada umumnya hampir semua lembaga pendidikan telah menjalankan program manajemen berbasis sekolah, mulai dari sekolah tingkat dasar
sampai tingkat
menengah atas.
Demikian juga
manajemen ini
diimplementasikan di SMK Muhammadiyah 2 Blora. Oleh karena itu berangkat dari paparan di atas penulis hendak mengadakan penelitian tentang
Efektifitas Peran Kepala Sekolah dalam Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di SMK Muhammadiyah 2 Blora. Penulis memilih SMK
Muhammadiyah 2 Blora karena sekolah ini merupakan salah satu unggulan sekolah Muhammadiyah di Kabupaten Blora. Hasil penelitian yang telah
dilakukan di harapkan dapat meningkatkan kualitas dan mutu proses belajar mengajar, pengelolaan yang melibatkan stakeholder pendidikan dan
keterlibatan masyarakat sebagai wujud dari keikutsertaannya membangun manajemen pendidikan.
B. Rumusan Masalah