14
kurikulum, pendanaan, materi pendidikan, prinsip-prinsip yang memiliki peranan penting seperti guru, pendidik, siswa dan beberapa faktor-faktor
lain seharusnya selalu dipertimbangkan kembali manajemennya. Dalam jurnal tersebut sisi persamaannya dengan penelitian tesis ini ialah
dalam hal penelitian tentang Manajemen Berbasis Sekolah secara umum, tetapi masih memiliki perbedaan yakni pada focus penelitian yakni peneliti
dalam tesis ini lebih memfokuskan pada penelitian peran kepala sekolah dalam Manajemen Berbasis Sekolah di SMK Muhammadiyah 2 Blora.
Dari beberapa telaah pustaka di atas, penelitian yang penulis lakukan secara khusus belum pernah di teliti sehingga penelitian ini relevan
dilakukan oleh peneliti.
E. Kerangka Teoritik
1. Manajemen Berbasis Sekolah
a. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah
Ditinjau dari segi bahasa istilah manajemen berbasis sekolah berasal dari tiga kata yaitu manajemen, berbasis, dan sekolah.
Manajemen adalah pengkoordinasian dan penyerasian sumberdaya melalui sejumlah input manajemen untuk mencapai tujuan atau untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan.
13
Berbasis berarti “berdasarkan pada” atau “berfokuskan pada”. Sekolah adalah suatu organisasi terbawah dalam jajaran Departemen
Pendidikan Nasional Depdiknas yang be rtugas memberikan “bekal
13
Slamet P.H., Manajemen Berbasis Sekolah, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan No. 27 Tahun 2001, http:www.pdk.go.idjumal27manajemen-berbasis-sekolah.htm.
15 kemampuan dasar” kepada peserta didik atas dasar ketentuan-ketentuan
yang bersifat legalistik makro, meso, nikro dan profesionalistik kualifikasi, untuk sumber daya manusia; spesifikasi untuk
barangjasa,dan prosedur-prosedur kerja. Dari uraian tersebut dapat dirangkum
bahwa “manajemen berbasis sekolah” adalah
pengkoordinasian dan penyerasian sumberdaya yang dilakukan secara otonomis mandiri oleh sekolah melalui sejumlah input manajemen
untuk mencapai tujuan sekolah dalam kerangka pendidikan nasional, dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan
sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan partisipatif.
14
Lebih ringkas lagi, manajemen berbasis sekolah dapat dirumuskan sebagai berikut: manajemen berbasis sekolah= otonomi
manajemen sekolah + pengambilan keputusan partisipatif untuk mencapai sasaran mutu sekolah.
15
Otonomi dapat dijadikan sebagai kewenangankemandirian yaitu kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri, dan
merdekatidak tergantung Undang-Undang No.22 Th.1999 tentang Pemerintahan Daerah. Istilah otonomi juga sama dengan istilah “swa”,
misalnya swasembada, swakelola, swadana, swakarya, swalayan, dan swa-swa lainnya. Jadi otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah
untuk mengatur dan mengurus kepentingun warga sekolah menurut
14
Ibid. Catatan: kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah meliputi: kepala sekolah dan wakil-wakilnya, guru, siswa, korselor, tenaga adniinistratif, orangtua siswa,
tokoh masyarakat, para profesional, wakil pemerintahan, wakil organisasi pendidikan.
15
Depdiknas, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah: Buku I Konsep dan Pelaksanaan Jakarta: Dirjen Dikdasmen Direktorat SLTP, 2001, hlm. 9
16
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku.
Tentu saja kemandirian yang dimaksud harus didukung oleh sejumlah kemampuan, yaitu kemampuan mengambil keputusan yang terbaik,
kemampuan berdemokrasi
menghargai perbedaan
pendapat, kemampuan memobilisasi sumber daya, kemampuan memilih cara
pelaksanaan yang terbaik, kemampuan berkomunikasi yang efektif, kemampuan memecahkan persoalan-persoalan sekolah, kemampaan
adaptif dan antisipatif, kemampuan bersinergi dan berkolaborasi, dan kemampuan memenuhi kebutuhannya sendiri.
16
Untuk mencapai otonomi sekolah, diperlukan suatu proses yang disebut “desentralisasi”. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang
pemerintahan pendidikan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, dari pemeritah Dati I ke Dati II, dari Dati II ke sekolah, dan
bahkan dari sekolah ke guru, tetapi harus tetap dalam kerangka pendidikan nasional. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa
pendidikan yang diatur secara “sentralistik” menghasilkan fenomena-
fenomena seperti berikut: lamban berubahberadaptasi, bersifat kaku, normatif sekali orientasinya karena terlalu banyaknya lapis-lapis
birokrasi, tidak jarang birokrasi mengendalikan fungsi dan bukan sebaliknya, uniformitas telah memasung kreativitas, dan tradisi serta
serimoni yang penuh kepalsuan sudah menjadi kebiasaan, merupakan
16
Ibid., hlm. 10.
17
suatu hal yang kurang tepat untuk kemajuan pendidikan. Kecil itu indah, adalah merupakan esensi desentralisasi. Pada intinya suatu
organisasi yang cakupan, pemerintahan, manajemen, dan ukurannya kecil, mudah beradaptasi. Karena itu, desentralisasi bukan lagi
merupakan hal penting untuk diterapkan, tetapi sudah merupakan keharusan. Dengan desentralisasi, maka: 1 fleksibilitas pengambilan
keputusan sekolah akan tumbuh dan berkembang dengan subur, sehingga
keputusan dapat dibuat “sedekat” mungkin dengan kebutuhan sekolah; 2 akuntabilitastanggung jawab terhadap masyarakat majelis
sekolah, orangtua peserta didik dan pemerintah meningkat; dan 3 kinerja
sekolah akan
meningkat efektivitasnya,
kualitasnya, efisiensinya, produktivitasnya, inovasinya, provitabilitasnya, kualitas
kehidupan kerjanya, dan moralnya. Pengambilan keputusan partisipatif adalah suatu cara untuk
mengambil keputusan melalui penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik, dimana warga sekolah guru, siswa, karyawan, orang tua
siswa, tokoh masyarakat didorong untuk terlibat secara langsung dalam proses pengambilan keputusan yang akan dapat berkontribusi terhadap
pencapaian tujuan sekolah. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa jika seseorang dilibatkan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan,
maka yang bersangkutan akan ada “rasa memiliki” terhadap keputusan
tersebut, sehingga yang bersangkutan juga akan bertanggungjawab dan berdedikasi sepenuhuya untuk mencapai tujuan sekolah. Singkatnya:
18
makin besar tingkat pertisipasi makin besar pula rasa memiliki; makin besar rasa memiliki, makin besar pula rasa tanggungjawab; dan makin
besar rasa tanggung jawab, makin besar pula dedikasinya. Tentu saja pelibatan warga sekolah dalam pengambilan keputusan harus
mempertimbangkan keahlian, yurisdiksi, dan relevansinya dengan tujuan pengambilan keputusan sekolah.
17
Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia menyebut MBS dengan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
MPMBS. Secara umum MPMBS diartikan sebagai sebagai model manajemen yang memberi otonomi yang lebih besar kepada sekolah
dan mendorong pengambilan keputusan partispatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah untuk neningkatkan mutu sekolah
berdasarkan kebijakan pendidikan nasional. MPMBS merupakan bagian dari manajemen berbasis sekolah MBS. Jika MBS bertujuan untuk
meningkatkan semua kinerja sekolah efektivitas, kualitasmutu. efesiensi, inovasi, relevansi, dan pemeratan serta akses pendidikan,
maka MPMBS lebih difokuskan pada peningkatan mutu. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa mutu pendidikan nasional kita saat ini
sangat memprihatinkan sehingga memerlukan perhatian. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa mutu pendidikan nasional kita saat ini
sangat memprehatinkan sehingga memerlukan perhatian yang lebih serius.
17
Ibid., hlm. 17.
19
Pengembangan manajemen
berbasis sekolah
semestinya mengakar di sekolah, terfokus di sekolah, terjadi di sekolah, dan
dilakukan oleh sekolah. Untuk itu, penerapan manajemen berbasis sekolah memerlukan konsolidasi manajemen sekolah.
b. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah
Menurut Slamet P.H, Manajemen berbasis sekolah bertujuan untuk
“memberdayakan” sekolah, terutama sumber daya manusianya kepala sekolah, guru, karyawan, siswa, orang tua siswa, dan
masyarakat sekitarnya melalui pemberian kewenangan, fleksibilitas, dan sumber daya lain untuk memecahkan persoalan yang dihadapi oleh
sekolah yang bersangkutan.
18
Ciri- ciri sekolah yang “berdaya” pada umumnya: tingkat
kemandirian tinggitingkat ketergantungan rendah bersifat adaptif dan antisipatifproaktif sekaligus; memiliki jiwa kewirausahaan tinggi ulet,
inovatif, gigih,
berani mengambil
resiko, dan
sebagianya bertanggungjawab terhadap hasil sekolah; memiliki kontrol yang kuat
terhadap input nanajemen dan sumber dayanya; control terhadap kondisi kerja; komitmen yang tinggi pada dirinya; dan dinilai oleh
pencapaian prestasinya. Selanjutnya, bagi sumber daya manusia sekolah yang berdaya, pada umumnya, memiliki ciri-ciri: pekerjaan
“adalah miliknya, dia bertarggung jawab, dia memiliki suara bagaimana sesuatu
dikerjakan, pekerjaannya memiliki kontribusi, dia tahu posisinya
18
Slamet, P.H., Manajemen Berbasis........ http:www.pdk.go.idjurnal27. manajemenberbasis-sekolah.htm
20
dimana, dia memiliki kontrol terhadap pekerjaannya, dan pekerjaannya merupakan bagian hidupnya.
19
Beberapa pernyataan yang ada setidaknya ada 4 hal yang menjadi tujuan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah yaitu:
1 Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif
sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia.
2 Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam
menyelenggarakan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama.
3 Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua peserta
didik, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya. 4
Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.
20
F. Metode Penelitian