Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Penelitian-penelitian yang telah dilakukan terdahulu yang terkait dengan pengendalian kualitas, diantaranya dilakukan oleh Sartin 2008, Hakim 2010, Putra 2010, Astuti D.A etal 2011 dan Astuti R 2014, Astuti R 2014 mengaplikasikan Six Sigma dalam pengendalian kualitas pada proses pengeringan teh hitam studi kasus di PTPN XII Persero Wonosari, Lawang. Tujuan penelitian ini mengetahui nilai sigma pada proses pengeringan teh hitam dan faktor penyebab penyimpangannya serta memberikan usulan mengenai perbaikan yang diprioritaskan untuk mengurangi defect pada proses pengeringan. Tahap define yaitu identifikasi masalah, sebelum diproduksi teh hitam harus melalui tahap pengeringan yang dibantu oleh tenaga manusia dan mesin. Perusahaan ingin meningkatkan kualitas di dalam stasiun pengeringan teh hitam dengan penentuan level sigma. Menentukan titik kritis CTQ, titik kritis berada pada proses pengeringan. Jenis penyimpangan serta hasil perhitungan digambarkan dalam diagram pareto. Tahap measure yaitu Pengambilan data berupa sampel. Pengambilan sampel dilakukan sesuai SOP perusahaan yaitu setiap 20 menit sekali selama 5 hari. Jumlah keseluruhan sampel yang dibutuhkan adalah 400 sampel dengan dibagi menjadi 5 subgrup. Setelah itu pembuatan peta kendali �̅ dan R untuk mengetahui data kadar air yang didapat sudah terkendali atau belum kendali. Berdasarkan sampel tersebut didapatkan proses yang stabil karena semua titik berada pada batas kendali �̅ dan R. Kemudian pada data terkendali dilakukan uji kenormalan lagi. Hasil uji kenormalan kedua menunjukkan bahwa nilai P- value lebih dari 0.05.Pengukuran DPMO dan nilai Sigma, hasil perhitungan menunjukkan nilai DPMO jangka pendek dan panjang adalah 224400 dan 234600. DPMO jangka pendek diartikan dalam waktu sekali proses produksi sedangkan DPMO jangka panjang diartikan dalam waktu sekali produksi lebih dari 7 jam. Nilai Sigma tersebut dikonversikan ke dalam nilai Sigma sebesar 2, 25 dan 2, 22. Tahap analyze yaitu diagram sebab-akibat. Data yang didapat pada tahap measure dianalisis sehingga diketahui akar pemasalahannya dengan diagram sebab-akibat. Tahap improve yaitu usulan perbaikan dengan menggunakan diagram FMEA Failure Modes and effects Analysis. Nilai RPN Risk of Priority Number tertinggi sebesar 5 252 yang disebabkan kinerja mesin masih kurang sesuai harapan. Berdasarkan nilai tersebut perbaikan utama yang diusulkan adalah dengan melakukan pemeliharaan mesin VFBD. Sartin 2008 melakukan penelitian di PT. Madju Warna Steel Surabaya yang merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang pengecoran besibaja ferrous pengecoran logam dengan bermacam-macam jenis ukuran, berat dan klas dari bahan cor sesuai dengan kebutuhan konsumen. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebab defect yang ada dalam proses produksi bussing di PT. MWS. Tahap define yaitu menentukan CTQ, jumlah cacat produk sebanyak 5 jenis cacat antara lain : cetakan cuil, cetakan bocor, cetakan pecah, cetakan gelombang, dan cetakan keropos. Tahap measure yaitu pengukuran baseline kinerja. Hasil pengukuran pada tingkat output berupa data atribut yang akan ditentukan kinerjanya menggunakan satuan pengukuran DPMO dan kapabilitas sigma. Perhitungan berdasarkan data 5 bulan yaitu bulan Januari-Mei 2008. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai sigma paling rendah pada bulan Januari 2008 dengan nilai DPMO yaitu : 29,412 yang dikonversikan dengan nilai sigma sebesar 3, 391 sigma. Sedangkan nilai DPMO terendah bulan Mei 2008 yaitu sebesar 8,696 yang dikonversikan dengan nilai sigma sebesar 3,793 Sigma. Tahap analyze yaitu menghitung prosentase jenis cacatreject produk bussing dari periode bulan Januari-Mei 2008.Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa jenis cacat pada bulan Januari 2008 yang paling besar. Jenis cacatnya antara lain : cuil 33,34, keropos 26,67, gelombang 20, bocor 13,33 dan pecah 6,67.Setelah itu mengidentifikasi sumber-sumber penyebab cacat bulan Januari menggunakan fishbone diagram. Tahap improve yaitu rencana perbaikan, Alat bantu yang digunakan menentukan prioritas rencana perbaikan adalah FMEA. Tahap control yaitu improve FMEA, diperoleh urutan prioritas usulan pengendalian. Dengan melakukan tindakan perbaikan secara terus-menerus sesuai dengan prioritas, pada tahun-tahun mendatag diharapkan terdapat peningkatan kualitas bussing hingga mampu mendekat 6σ. Putra 2010 mengaplikasikan Six Sigma dalam menurunkan kecacatan produk frypan di CV. Corning Sidoarjo.Dengan metode Six Sigma ini diperoleh target kinerja yang bertujuan untuk menurunkan tingkat kecacatan pada masing-masing sub proses. Tahap define yaitu menentukan Critical To Quality. Terdapat 4 CTQ berdasarkan sub proses produksi yaitu : proses press, proses cutting, proses roll, dan proses tumbuk. Tahap measure yaitu pengukuran baseline kinerja. 6 Pengukuran baseline kinerja dilakukan untuk masing-masing sub proses. Pada sub proses press nilai DPMO 18,419 yang dikonversikan dengan nilai sigma sebesar 3,59 sigma, sub proses cutting nilai DPMO 21,969 yang dikonversikan dengan nilai sigma sebesar 3,52 sigma, sub proses roll nilai DPMO 45,212 yang dikonversikan dengan nilai sigma sebesar 3,19 sigma dan subproses tumbuk nilai DPMO 55, 357 yang dikonversikan dengan nilai sigma sebesar 3,10 sigma. Tahap analyze yaitu Analisis kapabilitas proses. Untuk menganalisis kapabilitas proses, data yang digunakan antara lain karateristik CTQ, frekuensi cacat, frekuensi kumulatif, prosentase total dan kumulatif. Hasil prosentase total untuk sub proses press sebesar 38,71, proses cutting sebesar 39,66, proses roll sebesar 55,7 dan proses tumbuk sebesar 55,77. Menetapkan target kinerja dilakukan dengan cara mengurangi baseline kinerja DPMO sebesar 5,8 . Hal ini didasarkan dari banyaknya jumlah produk yang dihasilkan perusahaan melebihi jumlah order sebanyak 5,8. Dilihat dari masing-masing sub proses, pencapaian target kinerja kapabilitas sigma masih belum tercapai. Presentase kurangnya sebesar 0,557, 0,097, 0,94 dan 0,9677. Tahap improve yaitu rencana perbaikan untuk keempat sub prosses. Rencana perbaikan hanya sebatas usulan. Usulan tersebut diibagi menjadi 3 aspek yaitu potensial problem, penyebab dan tindakan perbaikan. Potensial problem untuk sub proses press yaitu kondisi matras, ketinggian dan tebal bibir. Penyebabnya matras kurang halus dan potongan bahan tidak sesuai ukuran. Tindakan perbaikan mengganti matras, setting ulang dan usulkan bahan sesuai spesifikasi. Potensial problem untuk sub proses cutting yaitu ratanya hasil potongan, tidak miring dan ukuran pas. Penyebabnya pisau kurang tajam, matras kurang pas dan bahan terlalu kecil. Tindakan perbaikan mengganti pisau, mengganti matras dan mengganti bahan. Potensial problem untuk sub proses roll yaitu roll tidak rata dan roll masih tajam. Penyebabnya roll naik turun dan roll kurang pas. Tindakan perbaikan setting ulang dan ganti matras. Potensial problem untuk sub proses tumbuk yaitu tepi pecah dan terlalu pipih. Penyebabnya kualitas bahan jelek dan matras terlalu ke bawah. Tindakan perbaikan mengganti bahanditambahkan oli pelumas dan setting ulang. Usulan prioritas perbaikan yaitu memakai tools FMEA. Prioritas perbaikan untuk semua sub proses sesuai dengan urutan potensial problem. Tahap control yaitu mekanisme kontrol dengan melihat tingkat kecacatan produk sebelum dan sesudah menetapkan target kinerja dengan Six Sigma. 7 Hakim 2010 melakukan penelitian di PT. Unison yang merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang produksi baut dengan produknya yaitu baut metris M, withworth W dan baut baja dengan segala macam ukuran. Kualitas produk baut PT. Unison dianggap belum maksimal, hal ini ditunjukkan oleh banyaknya produk cacat sebesar 3 dari setiap hasil produksi. Pada tahap define ditentukan jumlah defect paling banyak yaitu ulir miring sebanyak 100 unit. Dalam tahap measurement digunakan diagram pareto untuk menentukan cacat paling dominan yang nantinya akan diidentifikasi sebagai CTQ. Karateristik kualitasnya yaitu kepala baut cuil, ulir miring, baut bengkok kepala baut miring dan kepala baut retak. Selanjutnya pada tahap analyze digunakan diagram sebab-akibat untuk menentukan penyebab paling utama terjadinya cacat. Pada tahap improvement antara lain: pemantauan saat pencucian dan pelapisan bahan, melakukan perawatan berkala pada mesin, training, imbauan kepada operator, memantau pemasangan cetakan baut, memperbanyak ventilasi udara dan blower, memakai earplug. Tahap control dilakukan pengendalian atau pemantauan terhadap standar baru yang telah diterapkan. Hasil dari penelitian ini adalah beberapa usulan perbaikan untuk dapat mencapai kondisi zero defect. Diantaranya adalah pemberian imbauan dan pelatihan operator, pemantauan proses produksi, pemerikasaan dan perawatan mesin. Astuti D.A et.al 2011 melakukan penelitian di UKM keripik apel yang merupakan sebuah industri yang mengolah apel menjadi produk olahan baru yang mempunyai nilai tambah dan harga jual yang tinggi. Dalam proses produksinya, industri ini masih terdapat ketidaksesuaian pada bentuk keripik apel yaitu remukan. Bentuk dikatakan tidak sesuai apabila tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan oleh perusahaan, yaitu bentuk keripik apel tidak bulat penuhremuk. Persentase produk cacat berkisar antara 25-40 dari total keripik yang diproses tiap harinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kapabilitas proses spinning, menghitung nilai Sigma pada proses spinning dan menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan ketidaksesuaian bentuk kripik terhadap spesifikasi. Tahap define yaitu identifikasi masalah. Pengumpulan data yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi. Berdasarkan data proses produksi per hari, urutan persentase cacat dari yang terbesar adalah proses spinning 32,5, grading 17,6, frying 15,4 dan peeling 3,2 . Proses spinning diduga menjadi penyebab paling besar karena pada proses spinning tidak dilakukan pengawasan terhadap remukan apel. Tahap measure yaitu 8 pembuatan peta kontrol. Pembuatan peta kendali �̅ dan R dilakukan untuk mengetahui apakah proses spinning sudah terkendali atau belum. Hasil pengukuran menunjukan proses dalam keadaan terkendali dan tidak ada titik-titik yang berada diluar batas control. Pengukuran DPMO dan kapabilitas proses. Nilai DPMO pada proses spinning sebesar 271.300 dikonversikan ke dalam nilai Sigma adalah 2,11 Sigma. Nilai tersebut mempresentasikan bahwa setelah diproduksi sebanyak satu juta produk keripik apel kemasan 100 g, didapatkan remukan yang tidak sesuai dengan standar sebanyak 271.300 kemasan. Tahap analyze yaitu faktor-faktor penyebab kerusakan apel diiketahui dengan menggunakan diagram sebab-akibat . Tahap improve yaitu berdasarkan analisis penyebab cacat remukan, rekomendasi yang dapat diberikan kepada pihak industri untuk memperkecil jumlah cacat remukan yaitu mengurangi ketidaktelitian pekerja dengan quality awareness. Yang termasuk dari quality awareness adalah evaluasi pekerja dilakukan secara rutin 1 bulan sekali, penyusunan SOP dilakukan untuk mengurangi kerusakan keripik apel akibat penanganan yang kurang benar. SOP pada proses spinning sesuai efisiensi kerja mesin serta pengukuran remukan setelah proses spinning, perawatan mesin spinner dilakukan secara berkala sehingga mesin dalam kondisi baik dan pelatihantraining tentang cara pengoperasian mesin secara efisien. Selain itu perlu juga diberikan pelatihan mengenai peningkatan kualitas produk. Pelatihan dapat berupa pemberian informasi teknologi agar konsisten dan terorganisir dengan baik. Penelitian yang dilakukan sekarang bertujuan untuk menganalisis tingkat cacat yang masih diatas target, mengidentifikasi jenis defect yang paling banyak ditemukan di bagian finishing, mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya jenis defect, merumuskan solusi perbaikan serta mengevaluasi nilai sigma sebelum dan sesudah implementasi. Penelitian ini dilakukan di PT. Macananjaya Cemerlang yang merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang percetakan. Produk yang diamati adalah buku dengan jenis softcover karena produk ini paling banyak dipesan atau diminati oleh pelanggan. Perusahaan telah menentukan persentase kecacatan untuk produk buku softcover. Batas persentase kecacatan nonconformities yang ditentukan yaitu 3 per bulan. Tetapi pada kenyataannya persentase kecacatan yang dialami masih diatas standar 3. Langkah-langkah Six Sigma yang digunakan dalam 9 menganalisis kualitas PT. Macananjaya Cemerlang adalah define, measure, analyze, dan improve. Tools yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya untuk tahap define diagram SIPOC, CTQ TREE; untuk tahap measure digunakan map process, peta kendali U, perhitungan DPMO dan nilai Sigma; untuk tahap analyze digunakan diagram pareto, diagram sebab-akibat; untuk tahap improve digunakan FMEA dan untuk tahap control digunakan lembar checksheet dan melakukan pembuatan instruksi kerja mesin web. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi terhadap permasalahan kualitas yang dihadapi oleh perusahaan terutama dalam pengendalian cacat produk yang melebihi target. Secara lengkap persamaan dan perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian sekarang dapat dilihat pada tabel 2.1., 10 Tabel 2.1. Persamaan dan Perbedaan Penelitian Sebelumnya dengan penelitian Sekarang. Variabel Pembanding Penelitian Terdahulu Angelika Sesiana 2015 Sartin 2008 Hakim 2010 Putra 2010 Astuti D.A etal 2011 Astuti R 2014 Tujuan Penelitian Mengetahui penyebab defect yang ada dalam proses produksi bussing di PT. MWS. Menganalisis karateristik kualitas pokok yang diinginkan oleh pelanggan akibat banyaknya produk cacat sebesar 3 dari setiap hasil produksi. Menurunkan kecacatan produk frypan di CV. Corning Sidoarjo. Mengukur kapabilitas proses spinning, menghitung nilai sigma dan menganalisis faktor- faktor yang menyebabkan ketidaksesuaian bentuk kripik terhadap spesifikasi. Mengetahui nilai sigma pada proses pengeringan teh hitam dan faktor penyebab penyimpangan serta memberikan usulan mengenai perbaikan yang diprioritaskan untuk mengurangi defect pada proses pengeringan. Menganalisis tingkat cacat yang masih diatas target, mengidentifikasi jenis defect yang paling banyak ditemukan di bagian finishing, mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya jenis defect, merumuskan solusi perbaikan serta mengevaluasi nilai sigma sebelum dan sesudah implementasi. Objek penelitian Bussing Baut metris M, withworth W dan baut baja segala macam ukuran. Frypan Keripik apel Produk teh dalam proses Pengeringan Buku Softcover. 11 Variabel pemanding Penelitian Terdahulu Angelika Sesiana 2015 Sartin 2008 Hakim 2010 Putra 2010 Astuti D.A etal 2011 Astuti R 2014 Metode Six Sigma DMAIC Six Sigma DMAIC Six Sigma DMAIC Six SigmaDefine- measure-analyze- improve Six Sigma Define- measure-analyze- improve Six Sigma DMAIC Lokasi PT. Madju Warna Steel Surabaya. PT. Unison CV. Corning Sidoarjo. UKM keripik apel, Malang PTPN XII Persero, Wonosari, Lawang PT. Macananjaya Cemerlang Improvement Tools FMEA Failure Mode Effect and Analysis Memantau saat pencucian pelapisan bahan, melakukan perawat-an berkala pada mesin, training kepada operator, memantau pema- sangan cetakan baut, memperbanyak ventilasi udara,blower, memakai earplug. Rencana perbaikan dibagi 3 aspek: potensial problem, penyebab dan tindakan perbaikan. Serta FMEA Mengurangi ketidaktelitian pekerja dengan quality awareness, penyusunan SOP, perawatan mesin spinner dan pelatihantraining FMEA Failure Modes and Effect and Analysis FMEA Failure Mode Effect and Analysis Tabel 2.1. Lanjutan 12 2.2 Dasar Teori. 2.2.1. Pengertian Kualitas.