9
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni 2015 sampai dengan Januari 2016 di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Kultur Jaringan, Departemen Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.
3.2 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap RAL non faktorial dengan perlakuan sebagai berikut:
Semua perlakuan menggunakan media MS + 2,4-D 1 mgL + Kinetin 1 mgL. Perlakuan Lisin dengan 6 taraf konsentrasi:
L : Konsentrasi 0 mgL
L
1
: Konsentrasi 10 mgL L
2
: Konsentrasi 20 mgL L
3
: Konsentrasi 30 mgL L
4
: Konsentrasi 40 mgL L
5
: Konsentrasi 50 mgL Sehingga diperoleh 6 perlakuan dengan sebanyak 7 ulangan. Jumlah
ulangan setiap perlakuan ditentukan dengan menggunakan rumus Federer 1963, yaitu: t-1 n-
1 ≥ 15, t= jumlah perlakuan; n= jumlah ulangan.
3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Sterilisasi Alat
Alat-alat yang digunakan untuk penelitian ini seperti botol kultur, pipet serologi, pinset dicuci menggunakan air mengalir. Alat-alat tersebut dan cawan
petri yang berisi kertas saring dan aluminium foil disterilisasi dengan menggunakan
oven dengan suhu 180
o
C selama 2 jam.
Universitas Sumatera Utara
10
3.3.2 Pembuatan Media
Media yang digunakan adalah media MS Murashige dan Skoog, 1962 yang mengandung unsur makro, unsur mikro dan penambahan vitamin dan sukrosa
Lampiran 1, hlm. 28. Media diberi zat pengatur tumbuh 2,4-D 2,4- dichlorophenoxyacetic acid dan kinetin furfuryl amino purine masing-masing 1
mgL serta lisin dengan konsentrasi sesuai perlakuan. Media diukur keasamannya dengan menggunakan pH meter hingga
mencapai 5,75, untuk mendapatkan keasaman yang diharapkan maka ditambah dengan HCl 0,1 N atau NaOH 0,1 N. Media dibagi ke dalam 6 perlakuan dan
dipanaskan hingga larutan mendidih. Larutan tersebut dituang ke dalam botol kultur, ditutup dengan aluminium foil dan plastik dan dikencangkan dengan karet.
Media disterilisasi di autoklaf dan disimpan di ruang kultur pada suhu 25
o
C.
3.3.3 Sterilisasi Eksplan
Sterilisasi eksplan berdasarkan metode Zulkarnain 2009 yang dimodifikasi. Biji salak yang berasal dari lapangan, dicuci dengan air yang
mengalir dan direndam dalam deterjen selama ± 5 menit. Biji salak dibilas dengan air mengalir sampai deterjen hilang. Tahap berikutnya, dilakukan dalam laminar
air flow dengan merendam biji salak pada larutan yang berisi NaOCl Natrium hipoklorit 1 dan ditambah 4 tetes Tween 80
®
selama 30 menit. Biji salak dibilas dengan akuades steril ± 5 menit, direndam dalam larutan HgCl
2
Merkuri klorida 0,1 selama 30 menit dan dibilas akuades steril sebanyak tiga kali
masing-masing selama 5 menit.
3.3.4 Penanaman Eksplan
Penanaman eksplan dilakukan dalam laminar air flow dengan eksplan yang digunakan adalah embrio salak padangsidempuan. Biji salak yang sudah
steril diletakkan di atas cawan petri yang terdapat kertas saring. Embrio dikeluarkan dari biji dengan pisau scalpel dan ditanam ke dalam botol berisi
media sesuai perlakuan. Botol ditutup dengan aluminium foil steril dan plastik lalu diikat karet.
Universitas Sumatera Utara
11
3.3.5 Pemeliharaan Kultur
Eksplan yang telah ditanam di dalam botol kultur diletakkan pada rak pemeliharaan. Botol-botol disusun dengan rapi sehingga memudahkan dalam
pengamatan. Botol kultur setiap hari disemprot dengan menggunakan alkohol 70 untuk mengurangi tingkat kontaminasi. Pemeliharaan kultur dilakukan
selama ± 5 bulan. Eksplan yang terkontaminasi segera dikeluarkan dari rak kultur agar tidak mengkontaminasi kultur yang lainnya.
3.3.6 Analisis Histologi
Embrio somatik
yang terbentuk
selanjutnya diamati
fase embriogenesisnya, dengan melakukan analisis histologi menggunakan metode
paraffin Johansen 1940 yang terdiri atas:
3.3.6.1 Fiksasi
Fiksasi dilakukan dengan cara setiap sampel direndam dalam larutan Formalin 40, Alkohol 70, asam asetat glacial dengan perbandingan 1 : 8 : 1
FAA Formaldehyde Acetic-acid Alcohol dengan komposisi 10 mL formalin, 80 mL alkohol, dan 10 mL asam asetat glacial dalam setiap 100 mL larutan direndam
minimal selama 24 jam dan diletakkan dalam vaccum pump. Tujuan perendaman dengan FAA adalah untuk mematikan sel pada sampel secara cepat tetapi seolah-
olah sampel seperti kondisi masih segar masih hidup.
3.3.6.2 Dehidrasi
Tujuan dehidrasi untuk menghilangkan air yang ada dalam jaringan tanaman, dilanjutkan dengan penghilangan alkohol. Dehidrasi dilakukan dengan
merendam sampel secara bertahap melalui seri alkohol bertingkat dari alkohol 70 sampai alkohol absolut sampel masih di dalam vaccum pump. Sampel
dimasukkan ke dalam botol yang telah diberi campuran alkohol dan xylol dengan perbandingan 3:1, 1:1 dan 1:3 vv secara berturut-turut. Tahap dehidrasi masing-
masing dilakukan minimal 3 jam.
Universitas Sumatera Utara
12
3.3.6.3 Infiltrasi
Infiltrasi adalah memasukkan parafin secara perlahan-lahan ke dalam rongga-rongga yang kosong dalam jaringan tanaman agar tidak terjadi kerusakan
sampel pada saat penyayatan. Pada tahap ini, sampel yang telah direndam dalam xylol diberi serbuk parafin secara perlahan-lahan sampai jenuh. Bahan yang
digunakan adalah xilol dan parafin yang sudah dicairkan dengan perbandingan 3:1; 1:1 dan 1:3 vv secara berturut-turut sebanyak tiga kali selama 3 jam. Proses
ini dilakukan di dalam oven pada suhu 55
o
C setelah kegiatan tersebut selesai, semua parafin diganti dengan parafin murni pada suhu 60
o
C. Perendaman dengan parafin murni dilakukan minimal selama 24 jam.
3.3.6.4 Embedding Penanaman
Embedding adalah penanaman sampel yang sudah diproses sebelumnya ke dalam blok parafin untuk mempermudah penyayatan. Penanaman dilakukan pada
kotak dari cetakan kertas. Sampel yang sudah difiksasi dimasukkan ke dalam cetakan yang telah berisi parafin cair dengan menggunakan pinset. Sampel
dikeluarkan dari cetakan setelah parafin mengeras.
3.3.6.5 Penyayatan
Penyayatan dilakukan dengan menggunakan mikrotom manual. Blok parafin dipasang pada mesin mikrotom putar. Sisi horizontal dari permukaan
parafin dibuat sejajar dengan pisau penyayat. Pemegang dapat diatur dengan skrup sehingga ketebalan sayatan sesuai dengan yang dikehendaki. Sayatan yang baik
apabila menghasilkan bentuk pita tipis yang lurus dan tidak terputus-putus. Sayatan yang baik ditempelkan pada objek gelas, kemudian objek gelas diletakkan
pada hot plate dengan suhu 40
o
C agar sayatan melekat dengan baik dan sebagian parafin yang mengisi jaringan akan mencair untuk mempercepat proses
penjernihan.
Universitas Sumatera Utara
13
3.3.6.6 Penjernihan Deparafinisasi
Penjernihan bertujuan untuk menghilangkan parafin yang terdapat pada jaringan. Preparat dimasukkan ke dalam staining jar yang telah terdapat larutan
xilol, 1:1 xilol-alkohol, dengan perbandingan 100 xilol, kemudian dimasukkan ke dalam larutan alkohol secara bertahap 100, 90, 70, 50 dan 30. Pencucian
dengan akuades masing-masing selama 3 menit.
3.3.6.7 Pewarnaan
Pewarnaan bertujuan agar bagian-bagian tertentu dari sel atau jaringan menjadi lebih jelas sehingga mudah untuk diamati. Tahapan pewarnaan meliputi
preparat yang sudah jernih dimasukkan ke dalam larutan pewarna Safranin 1 selama 1 jam. Preparat dicuci dengan akuades sampai warna benar-benar hilang.
Dehidrasi dengan alkohol 30, 50, 70, dan 90 selama 2-5 menitlangkah. Preparat dimasukkan ke dalam larutan larutan Fast Green 2 selama 1 menit, dibilas
dengan alkohol 100 sebanyak dua kali masing-masing selama 2 menit. Preparat dibilas dengan xilol 100 sebanyak dua kali selama 5 menit. Preparat diamati
dengan mikroskop.
3.4 Parameter Pengamatan
Pada penelitian ini parameter yang akan diamati adalah sebagai berikut: 1.
Kemampuan Tumbuh Eksplan Jumlah eksplan yang tumbuh
Jumlah seluruh eksplan 2.
Awal Pertumbuhan Kultur HST 3.
Tipe Proliferasi Kultur Mengamati pertumbuhan eksplan secara keseluruhan.
4. Berat Basah Kultur gram
5. Kultur yang Membentuk Embrio Somatik
3.5 Analisis Data
Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan uji ANOVA Analysis of Variance pada taraf 5. Jika perlakuan berpengaruh nyata maka
x 100
Universitas Sumatera Utara
14
dilanjutkan dengan uji DMRT Duncan New Multiple Range Test pada taraf 5 memakai bantuan software SPSS versi 22.
Universitas Sumatera Utara
15
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini mempunyai berbagai parameter yang diamati yaitu awal pertumbuhan kultur, tipe proliferasi kultur, berat basah kultur dan pembentukan
embrio somatik. Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut.
4.1 Awal Pertumbuhan Kultur
Awal pertumbuhan kultur salak diamati secara visual, dimulai dari hari setelah tanam HST hingga kultur tumbuh. Rentang waktu pertumbuhan kultur terjadi
pada hari ke-8 sampai hari ke-20 setelah tanam. Analisis statistik terhadap awal pertumbuhan kultur menunjukkan perbedaan yang nyata Lampiran 2, hlm. 27.
Hasil rata-rata awal pertumbuhan ditampilkan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Rata-rata Awal Pertumbuhan Kultur Salak pada Beberapa Tingkat
Konsentrasi Lisin hari
No. Konsentrasi Lisin
Rata-Rata
1. L
15
bc
2. L
1
10,12
a
3. L
2
13
abc
4. L
3
10,85
ab
5. L
4
12,24
abc
6. L
5
16
c
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata
menurut uji Beda Nyata Terkecil BNT dengan tarah α = 5 L
= 0 mgL L
2
= 20 mgL L
4
= 40 mgL L
1
= 10 mgL L
3
= 30 mgL L
5
= 50 mgL
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa lisin memberikan pengaruh nyata terhadap awal pertumbuhan kultur. Konsentrasi lisin 10 mgL memberikan
pengaruh nyata terhadap lisin 50 mgL dan kontrol 0 mgL, sedangkan penambahan konsentrasi lebih dari 10 mgL yaitu 20 mgL hingga 40 mgL tidak
berpengaruh nyata terhadap kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi 10
Universitas Sumatera Utara
16
mgL sudah mencukupi untuk memacu pertumbuhan, apabila konsentrasi lisin ditingkatkan maka akan bersifat menurunkan laju pertumbuhan.
Rata-rata waktu tumbuh kultur yang paling cepat adalah pada perlakuan L
1
konsentrasi lisin 10 mgL dengan nilai rataan 10,12 hari, sedangkan paling lama pada perlakuan L
5
konsentrasi lisin 50 mgL dengan nilai rataan 16 hari. Pada penelitian kultur salak, konsentrasi lisin 10 mgL merupakan konsentrasi yang
sesuai dalam memacu pertumbuhan. Menurut Winarto 2011, konsentrasi asam amino yang sesuai dapat memberikan pengaruh yang baik dalam keberhasilan
kultur. Penelitian Hibbert dan Green 1982, menyatakan bahwa pengaruh kelebihan dalam pemberian lisin pada suatu medium dapat menganggu proses
pembesaran sel dan menekan perkembangan kultur tanaman. Masa inkubasi pada tahap pertumbuhan kultur selama beberapa hari, tetapi
ketika memasuki hari ke-10 banyak kultur yang sudah mulai terlihat pertumbuhan untuk beberapa kelompok perlakuan. Bentuk pertumbuhan kultur pada hari ke-0
dan hari ke-10 dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Pertumbuhan Kultur Salak Salacca sumatrana Becc.. Keterangan: A. Kultur hari ke-0 dan B. Kultur hari ke-10.
Gambar 4.1 terlihat bahwa perbedaan ukuran setelah 10 hari kultur. Awal pertumbuhan kultur dapat dilihat dari gambar yaitu dimulai pada bagian yang
bersentuhan dengan media. Eksplan menyerap unsur mineral dan air melalui pelukaan. Kultur mulai terbentuk pertumbuhan dari bagian pelukaan atau bagian
irisan eksplan yang bersifat meristematis dan selanjutnya ke bagian seluruh eksplan.
A
0,9 cm 0,3 cm
B
Universitas Sumatera Utara
17
4.2 Tipe Proliferasi Kultur