ANALISIS SITOLOGI TANAMAN BUAH NAGA JINGGA DAN KAITANNYA DENGAN KUALITAS BUAH
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ANALISIS SITOLOGI TANAMAN BUAH NAGA
JINGGA DAN KAITANNYA DENGAN
KUALITAS BUAH
Oleh:
SITI YULIANA FAJARWATI H 1108505
JURUSAN/ PROGRAM AGRONOMI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
(2)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
ANALISIS SITOLOGI TANAMAN BUAH NAGA JINGGA DAN
KAITANNYA DENGAN KUALITAS BUAH
Skripsi
Untuk memenuhi sebagai persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian
di Fakultas Pertanian
Jurusan/ Program Studi Agronomi
Disusun oleh :
SITI YULIANA FAJARWATI H 1108505
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2011
(3)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
HALAMAN PENGESAHAN
ANALISIS SITOLOGI TANAMAN BUAH NAGA JINGGA DAN
KAITANNYA DENGAN KUALITAS BUAH
yang dipersiapkan dan disusun oleh SITI YULIANA FAJARWATI
H 1108505
telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 2011
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Tim Penguji
Ketua Anggota I Anggota II
Ir. Sukaya, M.Si NIP. 195905151986031004
Dra. Sri Rossati, M. Si NIP. 194804261979032001
Ir. Endang S.M, M.Si NIP. 194701101980031001
Surakarta, 2011 Universitas Sebelas Maret Surakarta
Fakultas Pertanian Dekan
Prof. Dr. Ir. Bambang Pudjiasmanto, MS NIP. 19560225 198601 1 001
(4)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT atas segala limpahan rahmat-Nya kepada penulis sehingga penyusunan skripsi dengan judul “ Analisis Sitologi Tanaman Buah Naga Jingga Dan Kaitannya Dengan Kualitas Buah” dapat terselesaikan
dengan baik tanpa halangan yang berarti. Penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak yang telah membantu. Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak antara lain :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Pudjiasmanto, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin atas penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Ir. Pardono., MS selaku Ketua Jurusan/Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah menyetujui atas permohonan penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Ir. Wartoyo. SP, MS selaku Pembimbing Akademik yang dengan sabar memberikan saran, pengarahan, dan bimbingan kepada penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Pertanian Jurusan/Program Studi Agronomi.
4. Bapak Ir. Sukaya, M. Si selaku Pembimbing Utama yang dengan sabar memberikan saran, pengarahan, dan bimbingan kepada penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Pertanian Jurusan/Program Studi Agronomi sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
5. Ibu Dra. Sri Rossati, M. Si selaku Pembimbing Pendamping yang juga telah memberikan pengarahan dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
6. Ibu dan bapak tercinta serta adik-adikq yang tersayang yang menjadi semangat dan menopang langkahku dengan kasih sayang, do’a, dan pengotbanannya yang tak bertepi.
7. Sahabat-sahabatku tersayang; ranger matrik, para aktivis KOPMA UNS, Agronomi ’07, Agronomi ’06, FUSI dan sepesial thak for Isabella ‘07 atas dukungan moril dan motivasi yang diberikan selama penelitian dan penyelesaian skripsi.
(5)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
8. Mas Joko Prihanto, Amd dan Bapak Suwardi selaku laboran Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta serta laboran Laboratorium Anatomi Hewan Fakultas Biologi Universitas Gajah Mada Yogyakarta atas bantuannya selama penelitian.
9. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang berkepentingan dan pembaca pada umumnya.
Surakarta, 2011 Penulis
(6)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
ABSTRAK ... xi
ABSTRACT ... xii
I. PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 2
C. Tujuan Penelitian ... 2
D. Manfaat Penelitian ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3
A. Klasifikasi dan Deskripsi Buah Naga ... 3
B. Morfologi Tanaman Buah Naga ... . 4
C. Susunan Genetik ... 6
D. Hipotesis ... 7
III.METODE PENELITIAN ... 8
A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 8
B. Bahan dan Alat Penelitian ... 8
1. Bahan Penelitian ... 8
2. Alat Penelitian ... 8
C. Rancangan Penelitian ... 8
1. Sitologi... ... 8
2. Kualitas Buah ... 13
(7)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16
A. Morfologi Kromosom ... 17
1. Jumlah Kromosom ... 18
2. Ukuran dan Bentuk Kromosom. ... 19
3. Kariotipe Kromosom... 22
B. Kualitas Buah . ... 25
1. Berat Buah... 26
2. Bentuk Buah ... 26
3. Warna Kulit Buah. ... 27
4.Warna Daging Buah. ... 36
5.Kadar Gula ... CKESIMPULAN DAN SARAN ... 41
a. Kesimpulan ... 41
b. Saran... 41
DAFTAR PUSTAKA ... 42
(8)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
DAFTAR TABEL
Table 3.1 Bentuk Kromosom Berdasarkan Rasio Lengan Kromosom ... 14
Tabel 4.1 Ukuran dan Bentuk Kromosom Buah Naga Jingga ... 20
Tabel 4.2 Berat Buah Naga Jingga Beserta dengan Induknya ... 26
(9)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Kromosom Buah Naga Jingga ... 17
Gambar 4.2 Kariogram Buah Naga Jingga ... 24
Gambar 4.3 Idiogram Buah Naga Jingga ... 24
Gambar 4.4 Buah H. monacanthus. ... 28
Gambar 4.5 Buah H. megalanthus. ... 28
Gambar 4.6 Buah Naga Jingga ... 28
Gambar 4.7 Daging Buah Naga H. monacanthus (a), H. megalanthus (b) dan Jingga (c). ... 29
(10)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Alat dan Bahan Penelitian ... Lampiran 2. Gambar Tanaman H. monacanthus ...
Lampiran 3. Gambar Tanaman H. megalanthus ...
(11)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
ANALISIS SITOLOGI TANAMAN BUAH NAGA JINGGA1) DAN KAITANNYA DENGAN KUALITAS BUAH
Siti Yuliana Fajarwati2)
Ir. Sukaya, Msi., dan Dra. Sri Rossati, Msi.3)
ABSTRAK
Buah naga yang sering disebut dengan kaktus manis atau kaktus madu terbilang buah yang baru dikenal di Indonesia. Buah naga tidak berasal dari Indonesia. Buah naga berasal dari Mexico Amerika Selatan. Tanaman dengan buahnya berwarna merah dan bersisik hijau ini merupakan pendatang baru bagi dunia pertanian di Indonesia dan merupakan salah satu peluang usaha yang menjanjikan dan pengembangan tanaman buah naga sangat bagus dibudidayakan didaerah tropis seperti di Indonesia.
Informasi akan karakter morfologi dan sitologi tanaman buah naga jingga masih sedikit dan sederhana sehingga perlu dilakukan analisis morfologi dan sitologi. Analisis morfologi dan sitologi menghasilkan informasi yang berguna untuk mendukung program pemuliaan tanaman buah naga, terutama buah naga jingga. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakter morfologis dan sitologis (kariotipe) pada tanaman buah naga jingga guna mendukung pemuliaan buah naga jingga. Diduga buah naga jingga merupakan hasil silangan dari Hylocereus monacantus dan Hylocereus megalanthus.
Penelitian tentang ” Analisis Sitologi Buah Naga Jingga dan Kaitannya Dengan Kualitas Buah” dilaksanakan Juli 2010-Juli 2011 di Laboratorium Fisiologi dan Bioteknologi Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret. Penelitian meliputi penelitian dari sitologi buah naga jingga dan kenampakan buah ditinjau dari kualitas buah dibandingkan dengan tanaman yang diduga indukannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa buah naga jingga adalah hasil silangan H. monacantus dan H. megalanthus dapat terbukti, hanya saja untuk buah naga jingga memiliki kromosom triploid. Secara kemanpakan buah, buah naga jingga perlu adanya penelitian lanjutan untuk meningkatkan buah naga jingga terutama berat buah.
Kata kunci : Buah naga jingga, H. monacantus ,H. megalanthus , kromosom
1) Disampaikan pada seminar hasil penelitian tingkat sarjana program studi Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Surakarta
2) Mahasiswa jurusan agronomi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
(12)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
THE CYTOLOGY OF LIGHT PURPLE DRAGON FRUIT1) TOWARD QUALITY OF FRUIT
Siti Yuliana Fajarwati2)
Ir. Sukaya, Msi., dan Dra. Sri Rossati, Msi.3)
ABSTRACT
The dragon fruit which is called as sweet cactus or honey cactus include the new fruit in Indonesian. This fruit does not come from Indonesian, but it comes from Mexico, Latin America. The fruit which has red flesh and green scales is new comer for agricultural field in Indonesian and it is one of the commerce chance which has potential. The development of this fruit has good cultivation in the tropical area, such as Indonesian also.
The character information of the light purple dragon fruit morphology analysis and cytology is less and simple so that it needs to be analyzed more. This cytology and morphology analysis deliver an useful information in order to support cultivation program of the dragon fruit especially the light purple of dragon fruit. This research almos to learn the character of the light purple dragon fruit cytologycal and morphological. It is supposed that light purple dragon fruit is the result from the cross Hylocereus monacanthus and Hylocereus megalanthus.
The research ” The Cytology Analysis of Light Purple Dragon Fruit Toward the Quality of Fruit” is held on 2010 July until 2011 July in the Laboratory of Biotechnology and Plant Fisiology, Faculty of Agriculture, Sebelas Maret University. This researe covers the cytology of light purple dragon fruit and the morphology of the fruit observed from quality of fruit which is compared with its plant of ancestors.
The result of this research shows that the ligt purple dragon fruit crossed from H. monacanthus and H. megalanthus can be proved,but this dragon fruit has triploid cromosome. Morphological the light purple dragon fruit needs to be researched further t improve this fruit, especially for the weight of fruit.
Key words : Light purple dragon fruit, H. monacantus ,H. megalanthus , cromosome
(13)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Buah naga yang sering disebut dengan kaktus manis atau kaktus madu terbilang buah yang baru dikenal di Indonesia. Buah naga tidak berasal dari Indonesia. Buah naga berasal dari Mexico Amerika Selatan. Tahun 2001 tanaman ini mulai masuk ke Indonesia dan dikembangkan pertama kali di Pasuruan Jawa Timur (Syariefa, 2003; dan Kristanto, 2008).
Tanaman dengan buahnya berwarna merah dan bersisik hijau ini merupakan pendatang baru bagi dunia pertanian di Indonesia dan merupakan salah satu peluang usaha yang menjanjikan dan pengembangan tanaman buah naga sangat bagus dibudidayakan didaerah tropis seperti di Indonesia (Anonim, 2009)
Buah naga merupakan salah satu buah tropis yang sangat potensial untuk dikembangkan salah satunya yaitu buah naga jingga. Buah naga jingga diduga hasil silangan buah naga merah (Hylocereus monacantus) dan buah naga kuning (Hylecereus megalanthus). Dari semua buah naga hanya buah naga jingga yang belum memiliki nama latin karena memang belum diketahui jumlah kromosom secara pasti (Setyowati, 2009).
Kariotipe memiliki fungsi sebagai karakter taksonomi yang sering digunakan oleh ahli sitogenik. Informasi kromosom memiliki nilai tambah karena dapat digunakan untuk melengkapi dan mengecek kembali informasi-informasi lainnya (Suranto, 2000 cit Wulandari, 2003).
Dalam penelitian yang digunakan adalah akar karena selama ini bahan yang diteliti adalah bunga dan menghasilkan jumlah kromosom yang berbeda. Akar yang digunakan dalam penelitian adalah akar buah naga jingga pada bagian batang yang masih putih atau bisa dikatakan akar yang masih muda. Akar yang masih muda ini dipilih karena termasuk bagian yang meristematis atau masih aktif membelah.
(14)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
B. Perumusan Masalah
Informasi akan karakter morfologi dan sitologi tanaman buah naga jingga masih sedikit dan sederhana sehingga perlu dilakukan analisis morfologi dan sitologi. Analisis morfologi dan sitologi menghasilkan informasi yang berguna untuk mendukung program pemuliaan tanaman buah naga, terutama buah naga jingga.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakter morfologis dan sitologis (kariotipe) pada tanaman buah naga jingga.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mempelajari karakter morfologi dan sitologi sehingga dapat diketahui jumlah kromosom buah naga jingga secara pasti guna mendukung pemuliaannya.
(15)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi dan Deskripsi Buah Naga
Tanaman buah naga termasuk tanaman tropis dan sangat mudah beradaptasi pada berbagai lingkungan tumbuh dan perubahan cuaca seperti sinar matahari, angin, curah hujan. Curah hujan yang ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman ini adalah sekitar 60 mm/ bulan atau 720 mm/tahun. Namun tanaman ini tidak tahan dengan genangan air, intensitas sinar matahari yang disukai 70-80 %, oleh karena itu tanaman ini sebaiknya di tanam di lahan yang tidak terdapat genangan, sirkulasi udaranya harus baik. Suhu udara yang ideal bagi tanaman ini 26-27 o C dengan kelembaban 70-90 % . Tanaman ini tumbuh dan berkembang baik di daerah dataran rendah antara 0 – 350 m di atas permukaan laut dengan derajat keasaman (pH) tanah berkisar antara 6,5 – 7 (Kristanto, 2008). Media pertumbuhan tanaman buah naga diperlukan tanah yang toleran terhadap tingkat keasaman dan dibutuhkan lebih banyak hara yang berasal dari tanah dan pupuk kandang.
Tanaman buah naga memiliki klasifikasi menurut Anderson (2001) dan Kristanto (2008) sebagai berikut:
Kingdom : Plantarum Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Klasis : Dicotyledonae Ordo : Cactales Familia : Cactaceae Sub familia: Hylocereanea Genus : Hylocereus
Buah naga masuk ke daratan Asia yaitu Vietnam oleh seorang Perancis sekitar tahun 1870 yang dibawa dari Guyana, Amerika Selatan (Kristanto,2008). Buah naga yang dijuluki “King of the Fruits” atau rajanya buah dan juga dijuluki Night Blooming Cereus karena bau bunganya sangat harum dan mekar di malam hari (Suryono, 2006).
(16)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Buah kaktus madu (buah naga) cukup kaya dengan berbagai zat vitamin dan mineral yang dapat membantu meningkatkan daya tahan tubuh. Penelitian menunjukkan buah naga merah sangat baik untuk sistem peredaran darah. Buah naga juga dapat untuk mengurangi tekanan emosi dan menetralkan toksik dalam darah. Penelitian juga menunjukkan buah ini dapat mencegah kanker usus, selain mengandung kolestrol yang rendah dalam darah dan pada waktu yang sama menurunkan kadar lemak dalam tubuh. Secara keseluruhan, setiap buah naga merah mengandung protein yang mampu mengurangi metabolisme badan dan menjaga kesehatan jantung; serat (mencegah kanker usus, kencing manis, dan diet); karotin (kesehatan mata, menguatkan otak, dan mencegah penyakit); kalsium (menguatkan tulang); dan fosferos. Buah naga juga mangandung zat besi untuk menambah darah; vitamin B1 (mengawal kepanasan badan); vitamin B2 (menambah selera); vitamin B3 (menurunkan kadar kolestrol); dan vitamin C (Zain, 2006).
B. Morfologi Tanaman Buah Naga
Secara morfologis tanaman buah naga termasuk tanaman tidak lengkap karena tidak memiliki daun. Bagian-bagian tanaman buah naga meliputi akar, batang, dan cabang, bunga, buah serta biji. Deskriptif morfologi tanaman buah naga mengacu pada Kristanto, 2003.
1. Akar
Perakaran tanaman buah naga bersifat epifit, yaitu merambat dan menempel pada batang tanaman lain. Perakaran tanaman buah naga sangat tahan dengan kekeringan dan tidak tahan genangan air cukup lama. Apabila tanaman ini dicabut dari tanah, tanaman ini masih dapat bertahan hidup terus sebagai tanaman epifit karena memiliki akar udara yang ada pada batangnya sehingga tetap mampu menyerap air dan mineral. Perakaran buah naga tidak terlalu dalam. Perakaran saat menjelang produksi buah mencapai kedalaman 50-60 cm.
(17)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
2. Batang dan cabang
Batang tanaman buah naga berukuran panjang dan bentuknya siku atau segi tiga. Batang tanaman buah naga mengandung air dalam bentuk lendir dan berlapis lilin bila sudah dewasa. Warnanya hijau kebiru-biruan. Dari batang ini tumbuh banyak cabang yang bentuk dan warnanya sama dengan batang. Batang dan cabang ini juga berfungsi sebagai daun dalam proses asimilasi, itu sebabnya batang dan cabangnya berwarna hijau. Batang dan cabang mengandung cambium yang berfungsi untuk pertumbuhan tanaman. Dari batang dan cabang tumbuh duri-duri yang keras, tetapi sangat pendek sehingga tidak mencolok. Jumlah duri di setiap titik pada batang dan cabang sekitar 4-5 buah. Letak duri tersebut pada tepi siku-siku batang maupun cabang. Karena duri yang sangat pendek maka tanaman buah naga ini dianggap sebagai kaktus tidak berduri.
3. Bunga
Bunga tanaman buah naga berbentuk corong yang melingkupi sejumlah benang sari berwarna kuning di dalamnya. Kuncup bunga umumnya mekar pada sore hari, berukuran panjang sekitar 30 cm. Bunga mekar mulai dari mahkota bunga bagian luar berwarna krem, sekitar pukul 21.00 WIB, disusul kemudian mahkota bunga bagian dalam yang berwarna putih bersih. Bunga tanaman buah naga mekar penuh sekitar tengah malam. Saat bunga mekar penuh menebarkan bau yang sangat harum sehingga mengundang kelelawar untuk hinggap dan menyerbukinya.
4. Buah
Buah berbentuk lonjong atau bulat panjang dan berdaging sangat tebal. Letak buah pada umumnya mendekati ujung cabang atau batang. Pada cabang atau batang dapat tumbuh buah lebih dari satu, terkadang bersamaan atau berhimpitan. Ketebalan kulit buah 2-3 cm. pada permukaan kulit buah terdapat jumbai atau jambul berukuran 1-2 cm. Rata-rata berat buah hanya 400 gr (Suryono,2006).
(18)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
5. Biji
Biji buah naga berbentuk bulat berukuran kecil dengan warna hitam. Kulit biji sangat tipis, tetapi keras. Setiap buah terdapat 1.200 – 2300 biji. Biji ini dapat dipergunakan untuk perbanyakan tanaman secara generative. Biji merupakan organ perkembangbiakan , tetapi jarang digunakan karena dibutuhkan waktu relative lama untuk mendapatkan tanaman berproduksi.
C. Susunan Genetik
Deskripsi tanaman yang hanya didasarkan penampilan fenotip saja akan memberikan hasil yang berbeda-beda. Untuk mempermudah pengembangan pemuliaan tanaman maka diperlukan juga deskripsi tanaman berdasarkan analisis sitologinya. Menurut Akagi, et. al. (1996) dan Stent (1978), pengamatan sifat berdasarkan uji sitologis tersebut akan sangat diperlukan dalam usaha pemuliaan tanaman karena dengan pengamatan sitologis tersebut, informasi sifat genetik pada suatu tanaman (berdasarkan jumlah, ukuran dan susunan kromosomnya) dapat lebih akurat.
Menurut Crowdrer (1986), kromosom merupakan benda-benda halus berbentuk batang panjang atau pendek dan lurus atau bengkok serta berfungsi sebagai pembawa bahan keturunan atau materi genetik.
Kromosom merupakan bentukan makromolekul besar yang memuat DNA yang membawa informasi genetika dalam sel biologi. DNA dapat terpaket dalam satu atau lebih kromosom. Sebuah kromosom (dalam bahasa Yunani chroma = warna dan soma = badan) adalah sebuah potongan DNA yang sangat panjang dan berkelanjutan, yang terdapat banyak gen unsure regulator dan sekuens nukleotida lainnya. Selama mitosis (pembelahan sel), kromosom terkondensasi dan disebut kromosom metafase. Hal ini menyebabkan masing-masing kromosom dapat diamati melalui mikroskop optik. Setiap kromosom memilki dua lengan, yang pendek disebut dengan lengan p (dari bahasa Perancis, petit yang berarti kecil) dan lengan yang panjang lengan q (q mengikuti p dalam alpabet) (Anonim, 2008c).
(19)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Struktur kromosom dapat dilihat sangat jelas pada fase-fase tertentu waktu pembelahan nukleus pada saat mereka bergulung. Setiap kromosom dalam genom biasanya dapat dibedakan satu dengan lainnya oleh beberapa kriteria, termasuk panjang relatif kromosom, posisi suatu struktur yang disebut sentromer yang membagi kromosom dalam dua tangan yang panjangnya berbeda-beda, kehadiran dan posisi bidang (area) yang membesar yang disebut tombol (knob) atau kromomer, adanya perpanjangan halus pada terminal dari material kromatin yang disebut satelit dan sebagainya (Stansfield, 1991).
Kromosom dapat diperlihatkan dengan teknik pengecatan khusus hanya selama waktu inti sel sedang membelah. Ini disebabkan karena kromosom pada saat itu menebal dan memendek serta lebih banyak menyerap zat warna dibanding dengan inti sel yang sedang dalam keadaan istirahat (Emery, 1983). Menurut Apandi (1992), prosedur pewarnaan modern memproduksi pewarnaan yang tidak merata, menghasilkan jalur-jalur/garisgaris terang dan gelap. Pola bergaris-garis dari kromosom individual yang ditemukan adalah unik dan konsisten. Hal ini digunakan untuk mengenali (identifikasi) pasangan-pasangan homolog.
Pengamatan kromosom paling sering menggunakan metode squash atau metode pencet yaitu suatu metode untuk mendapatkan preparat dengan cara memencet suatu potongan jaringan atau suatu organisme secara keseluruhan. Dengan demikian, didapat suatu preparat yang menyebar sehingga dapat diamati di bawah mikroskop. Dalam pembuatan preparat ini diusahakan agar sel-sel terpisah satu sama lain, tetapi tidak kehilangan bentuk aslinya dan tersebar dalam suatu lapisan di atas gelas benda, sehingga mempermudah dalam pengamatan bagian-bagian sel. Metode ini banyak dipakai di dalam laboratorium botani (Suntoro, 1983).
(20)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
III. METODE PENELITIAN
A.Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian tentang ”Analisis Sitologi Tanaman Buah Naga Jingga dan Kaitannya Dengan Kualitas Buah” dilaksanakan Juli 2010-Juli 2011 di Laboratorium Fisiologi dan Bioteknologi Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret.
B.Bahan dan Alat
1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
a. Buah naga H. monacantus dan H. Megalanthus serta buah naga jingga.
b. Acetoorcein 2%, Aquades, HCl 1N, Larutan Carnoy (6 etanol: 3 kloroform: 1 Asam Asetat Glasial), gliserin, tisu, kertas label dan cat kuku. Alat pengukuran variabel pengamatan yaitu meteran, penggaris, timbangan digital, hand refractometer.
2. Alat : pot, cutter, flakon, pinset, pensil, gelas preparat, gelas penutup, oven, refrigerator, mikroskop cahaya, mikroskop foto
C.Rancangan Penelitian 1. Sitologi
Penelitian sitologi dilaksanakan dengan metode squashing
(pemencetan) yaitu suatu metode untuk mendapatkan preparat dengan cara memencet suatu potongan jaringan atau suatu organisme secara keseluruhan. Dengan demikian, didapat suatu preparat yang menyebar sehingga dapat diamati di bawah mikroskop.
Mempelajari sitogenetika terkait dengan pembelahan sel. Pembelahan sel terdiri dari pembelahan mitosis dan meiosis. Pemebelahan mitosis merupakan pembelahan duplikasi dimana sel mereproduksi dirinya sendiri dengan jumlah kromosom sel anak sama dengan jumlah kromosom sel
(21)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
induk. Fase-fase dalam pemebelahan mitosis menurut Suryo (1984), adalah;
1. Interfase, yaitu sel belum memperlihatkan kegiatan membelah, inti sel tampak keruh, dan mulai tampak benang-benang kromatin yang halus. 2. Profase, yaitu benang-benang kromatin makin pendek dan tebal
sehingga terbentuk kromosom, tiap kromosom lalu membelah, memanjang dan anakan kromosom disebut kromatid, kemudian dinding sel mulai menghilang dan sentriol membelah.
3. Metafase, yaitu semua kromosom (sepasang kromatid) bergerk menempatkan diri pada bidang ekuatorial dan menggantung pada serat gelendong lewat sentromernya serta dinding inti sel telah menghilang. 4. Anafase, yaitu sentriol membelah dan kedua kromatid memisahkan diri
dan bergerak menuju kutub sel yang berlawanan.
5. Telofase, yaitu dari setiap kutub sel terbentuk set kromosom yang identik, serabut gelendong inti lenyap dan dinding inti terbentuk lagi. Kemudian plasma sel membelah menjadi dua bagian yang disebut sitokinese. Sitokinese pada tumbuhan ditandai dengan terbentuknya dinding pemisah di tengah-tengah sel.
Cara kerja penelitian ini :
a. Pengambilan bahan
Pengambilan bahan dilakukan dengan memotong bagian akar yang meristematis sepanjang ± 5 mm dari ujung akar. Akar yang dipilih adalah akar yang berwarna putih, lunak dan terletak di bagian batang, sebenarnya akar yang di dalam tanah juga dapat digunakan, tetapi karena akar bawah terlalu kecil sehingga setelah mengalami beberapa perlakuan akar menjadi kering dan saat pemencetan akar tidak mau menjadi pipih serta menyebar.
Ujung akar yang sudah dipotong kemudian dicuci dengan air bersih. Pemotongan ujung akar dilakukan pada pagi hari, mulai pukul 06.30-08.00 WIB. Setiap tumbuhan memiliki waktu optimum pembelahan mitosis yang khas tergantung jenisnya (Johansen, 1940 dan
(22)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Oktaviana, 2008). Mengacu pada Setyawan dan Sutikno cit Oktaviana (2008) pemotongan akar dilakukan pada pagi hari karena tumbuhan umumnya memiliki waktu optimum pembelahan mitosis pada pagi hari. Pembuatan sediaan dapat dilakukan dengan menggunakan ujung akar, ujung batang, primordial daun, petala, ovulum muda dan kalus. Namun, yang biasa digunakan adalah ujung akar karena mudah tumbuh dan seragam (Darnaedi, 1991 cit Setyawan dan Sutikno, 2000). Selain itu, Parjanto et al (2003) dalam penelitiannya tentang kariotipe salak, menggunakan ujung akar yang aktif tumbuh sebagai bahan pembuatan sediaan untuk pengamatan kromosom. Penggunaan ujung akar memiliki keunggulan dibanding bahan lain dari tumbuhan karena pada saat pengamatan kromosom tidak akan terganggu dengan adanya kloroplas atau organel lain dalam sel tumbuhan.
b. Pra perlakuan
Untuk mempermudah proses pengamatan jumlah dan morfologi kromosom dapat dilakukan pra perlakuan, yaitu dengan perusakn viskositas antara isi spindle dan sitoplasma sehingga ikatan kromosom akan longgar dan dapat menyebar dengan baik saat dilakukan pengamatan. Pra perlakuan dapat dilakukan dengan menggunakan aquades maupun zat kimia, tetapi aquades lebih sering digunakan pada jaringan hewani sedangkan zat kimia pada dasarnya dapat digunakan untuk jaringan tanaman. Zat kimia yang biasa digunakan diantaranya, kolkhisin, acenaphthene, caumarin dan lain-lain (Gunarso, 1988).
Kegiatan pra perlakuan dilakukan dengan memasukkan ujung akar yang telah dipotong ke dalam flakon yang berisi aquadest selama ± 4 jam pada suhu ruang.
c. Fiksasi
Fiksasi dilakukan dengan merendam bahan ke dalam larutan carnoy dan disimpan dalam refrigerator pada suhu 5oC selama ± 3 jam. Bahan yang telah selesai difiksasi, selanjutnya dicuci dengan alkohol
(23)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
70%, 50%, dan 30% secara berturut – turut dan kemudian dicuci kembali aquadest sebanyak 3 kali.
Fiksasi merupakn suatu usaha untuk mempertahankan elemen-elemen sel atau jaringan agar tetap pada tempat dan tidak mengalami perubahan bentuk maupun ukuran. Oleh karena itu fiksasi berfungsi untuk mempertahankan bentuk jaringan sedemikian rupa, sehingga perubahan bentuk atau struktur sel/jaringan yang terjadi hanya sekecil mungkin (Suntoro, 1983).
Pencucian menggunakan aquades setiap kali adanya perlakuan berfungsi untuk menghilangkan pengaruh perlakuan sebelumnya dan mengembalikan bahan pada suhu kamar sebelum diberi perlakuan yang selanjutnya (Setyawan dan Sutikno, 2000)
d. Hidrolisis
Hidrolisis dilakukan dengan merendam bahan ke dalam larutan HCL 1 N dan disimpan dalam oven bersuhu 60o C selama ± 5 menit. Setelah selesai, bahan dicuci dengan aquadest sebanyak 3 kali.
Hidrolisis berfungsi untuk melarutkan lamela tengah, sehingga sel dapat dipisah-pisahkan hingga ketebalannya selapis sel. Hidrolisis dapat menggunakan asam atau enzim hidrolase. Salah satu asam yang biasa digunakan adalah asam klorida. Asam klorida memiliki kemampuan yang cukup tinggi untuk melarutkan lamela tengah. Konsentrasi 1 N merupakan konsentrasi yang optimum. Pada konsentrasi lebih rendah daya kerjanya kurang, sehingga harus direndam lebih lama, sedangkan pada konsentrasi lebih tinggi dapat menguraikan nukleus beserta kromosom di dalamnya sehingga inti berbentuk memanjang dan kromosom tidak dapat diamati secara sempurna. Kecepatan reaksi asam klorida meningkat sejalan dengan kenaikan suhu. Suhu tertinggi yang masih diperkenankan dalam prosedur ini adalah 60o C. Penggunaan asam terlalu lama dapat mengurangi afinitas pewarna terhadap kromosom (Setyawan dan Sutikno, 2000).
(24)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
e. Pewarnaan
Pewarnaan dilakukan dengan merendam bahan ke dalam larutan aceto orcein 2% dan disimpan dalam refrigerator pada suhu 5o C selama ± 24 jam.
Orcein merupakan pemberi warna merah ungu yang dipersiapkan dengan mereaksikan hidrogen peroksida dan ammonia pada subtansi-subtansi orcinol ataupun orcin yang tidak berwarna (Gunarso, 1988). Aseto orcein sangat cocok untuk ujung akar karena penetrasinya cepat serta tahan lama (Setyawan dan Sutikno, 2000).
f. Squashing (pemencetan)
Squashing dilakukan dengan mengambil bagian potongan ujung akar meristematis sepanjang ± 0,5 mm dari ujung akar dan diletakkan di atas gelas preparat. Selanjutnya ditetesi dengan larutan asam asetat 45% dan ditutup dengan gelas penutup kemudian dipencet (squash) dengan ibu jari atau dengan menggunakan pensil yang diketuk-ketukkan secara perlahan, kemudian preparat hasil pemencetan disegel dengan menggunakan cat kuku bening.
Metode pencet atau metode squash adalah suatu metode untuk mendapatkan suatu sediaan dengan cara memencet suatu potongan jaringan atau suatu organisme secara keseluruhan sehingga didapatkan suatu sediaan yang tipis yang dapat diamati di bawah mikroskop (Suntoro, 1983).
Kualitas squash sangat menentukan kualitas preparat. Squash yang baik menghasilkan preparat yang hanya terdiri dari selapis sel, terpisah-pisah, tidak tumpang tindih, tidak terpecah-pecah dan tidak terdenaturasi. Squash dilakukan dengan media gliserin. Gliserin bersifat kental dan licin, sehingga memudahkan proses squash serta sulit
menguap sehingga mampu menjaga kesegaran bahan (Setyawan dan Sutikno, 2000)
g. Pengamatan: pengamatan menggunakan mikroskop cahaya. Untuk memperbaiki daya resolusi dapat menggunakan minyak emersi
(25)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
(Anggarwulan et al, 1999 cit Marfu’ah, 2007). Kromosom tahap profase atau metafase awal yang menunjukkan penyebaran kromosom dengan baik dipotret dengan mikroskop foto Nikon dan dibuat mikrografinya. Selanjutnya hasil cetak gambar kromosom tersebut digunakan untuk pengamatan jumlah dan morfologi kromosom. Metode ini merupakan modifikasi metode yang dipergunakan oleh Marfu’ah (2007).
2. Kualitas Buah
Penelitian kualitas buah meliputi uji kadar gula buah, bentuk buah, warna kulit, warna daging buah, berat buah. Dari variable tersebut, mencoba membandingkan buah naga jingga dengan H. monacantus dan H. megalanthus yang diduga induk dari buah naga jingga.
D.Variabel Pengamatan
Morfologi kromosom yang diamati adalah:
a. Jumlah kromosom
Kromosom yang tampak pada mikroskop dipotret dan dari hasil cetakan dapat dihitung jumlah kromosomnya dalam satu sel.Perbedaan kromosom secara umum menggambarkan perbedaan kandungan genetik dan protein suatu individu. Variasi utama yang dapat diamati yaitu ukuran atau panjang absolut, morfologi, ukuran relatif dan jumlah kromosom. Individu-individu dalam satu spesies mempunyai jumlah kromosom sama, tetapi spesies yang berbeda dalam satu genus mempunyai jumlah kromosom yang berbeda. Bentuk, ukuran, dan jumlah kromosom setiap spesies selalu tetap, sehingga dapat digunakan untuk tujuan taksonomi, mengetahui keragaman, hubungan kekerabatan dan evolusi meskipun dalam keadaan tertentu pula terjadi variasi (Suliartini et al., 2004).
(26)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
b. Ukuran dan bentuk kromosom
Ukuran kromosom yang diamati adalah panjang kromosom. Panjang kromosom diukur menggunakan objek mikrometer, meliputi panjang lengan panjang (q), panjang lengan pendek (p), dan panjang total, yaitu hasil penjumlahan panjang lengan panjang dan panjang lengan pendek (q+p).
Pengamatan bentuk kromosom juga meliputi pengamatan terhadap ada atau tidaknya satelit kromosom. Satelit kromosom ditunjukkan dengan adanya lekukan ke dalam seperti sentromer tetapi berada di dekat bagian ujung kromosom.
Bentuk kromosom ditentukan berdasarkan rasio panjang lengan panjang dan lengan pendek ÷
ø ö ç è æ = p q
r . Penentuan bentuk kromosom mengacu pada cara Ciupercescu et al. (1990) cit. Parjanto et al. (2003) yang dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 3.1 Bentuk Kromosom Berdasarkan Rasio Lengan Kromosom Bentuk kromosom Rasio lengan
Metasentrik (m) Submetasentrik (sm) Akrosentrik (t) Telosentrik (T)
1,0 < r ≤ 1,7 1,7 < r ≤ 3,0 3,0 < r ≤ 7,0
≥ 7,0
c. Kariotipe kromosom
Penyusunan kariotipe kromosom buah naga jingga dinyatakan dalam bentuk karyogram dan idiogram. Karyogram merupakan penyusunan kromosom secara berurutan dari ukuran terpanjang sampai terpendek dan memasangkan masing-masing kromosom pada kromosom homolognya, sedangkan idiogram disusun dengan menyatukan pasangan kromosom berdasarkan rata-rata panjang total dan bentuk kromosom. Selanjutnya rumus kariotipe kromosom buah naga jingga dapat ditentukan.
(27)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Kualitas buah yang diamati adalah :
a. Berat buah
Pengamatan dilakukan dengan cara menimbang buah yang diamati menggunakan timbangan.
b. Bentuk buah.
Diamati dengan mengukur panjang dan diameter dari buah yang berhasil terbentuk. Bentuk buah diklasifikasikan berdasarkan Tjitrosoepomo (1989) dan ditentukan dengan membandingkan panjang dengan diameter buah yaitu :
o Bulat /bundar jika perbandingan panjang : diameter = 1:1 o Ovalis (jorong) jika perbandingan panjang : diameter 1,5-2 :1 o Memanjang (oblongus) jika perbandingan panjang : diameter
2,5-3: 1
o Lanset jika perbandingan panjang : diameter 3-5 : 1
c. Warna kulit buah, pengamatan dilakukan dengan mengamati secara seksama warna kulit buah.
d. Warna daging buah, pengamatan dilakukan dengan mengamati secara seksama warna daging buah.
e. Kadar gula buah diukur secara langsung dengan menggunakan alat
Hand Refractometer. Bagian yang diamati adalah sari buah dari daging buah naga. Sari buah diambil dengan cara menghancurkan daging buah naga hingga terdapat bagian yang berupa air yang disebut sari buah. Sari buah diletakkan pada hand refractometer untuk diukur kadar gulanya.
(28)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penampilan fenotip suatu tanaman dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor genetik serta interaksi antara keduanya. Deskripsi berdasarkan analisis sitologi diharapkan dapat memberikan informasi yang akurat mengenai sifat genetik suatu tanman sehingga akan mempermudah pelaksanaan program pemuliaan tanaman.
Bagian terkecil dari makhluk hidup dinamakan sel, inti sel atau nukleus terdiri dari : selaput (karyotheca), plasma (karyoplasma atau nukleuplasma), anak inti (nukleolus) dan kromosom. Kromosom adalah pembawa bahan keturunan yang mengandung gen-gen dan merupakan sarana bagi pemindahan gen (bahan keturunan atau materi genetik) yang mengatur penampilan sifat-sifat keturunan dari generasi ke generasi berikutnya pada organisme. Kromosom merupakan jalinan benang-benang halus yang berpilin-pilin longgar dan diselimuti protein (disebut kromonema) dalam plsma inti yang mudah mengikat zat warna. Selama sel membelah, pilinan tersebut menjadi sangat rapat sehingga memendek dan membesar sehingga dapat diamati dengan jelas bagian-bagiannya di bawah mikroskop (Yatim, 1986).
Menurut Apandi (1992), kariotipe merupakan gambaran dari semua kromosom aktual yang ditemukan dalam sebuah sel. Kariotipe selalu diperlihatkan dengan kromosom-kromosom yang menjadi dua, sebab kita bisa memberi gambaran mengenai kromosom-kromosom hanya setelah kromosom itu menjadi dua dan melingkar pada pembelahan sel.
Pengamatan kromosom dapat dilakukan pada saat sel membelah. Pembelahan sel dibedakan atas pembelahan mitosis dan pembelahan meiosis. Pembelahan mitosis meliputi beberapa fase membelah sebagaimana diuraikan berikut ini: Interfase, pada fase in sel belum mempertlihatkan kegiatan membelah, inti sel tampak keruh, mulai tampak benang-benag kromatin yang halus. Profase, fase yang ditunjukan dengan benang-benang kromatin yang semakin pendek dan tebal sehingga
(29)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
terbentuk kromosom. Tiap kromosom lalu membelah, memanjang dan anakan kromosom disebut kromatid. Dinding mulai menghilang dan sentriol membelah. Metafase, fase ini ditandai dengan kromosom yang berada di bidang tengah sel. Anafase, fase ini memperlihatkan sentriol yang membelah dan kedua kromatid memisahkan diri dan menuju kutub sel berlawanan. Telofase, pada fase ini setiap kutub sel terbentuk sel kromosom yang identik. Serabut gelendong inti lenyap dan dinding inti terbentuk lagi. Kemudian plasma sel terbagi menjadi dua bagian yang disebut sitokinese. Sitokinese pada tumbuhan ditandai dengan terbentuknya dinding pemisah ditengah-tengah sel (Suryo, 1995).
Morfologi Kromosom
Gambar 4.1 Kromosom Buah Naga Jingga
Keterangan : Hasil foto langsung dari mikroskop (sebelah kiri) Setelah dikontras dan dipertajam gambarnya (sebelah kanan)
(30)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
A. Jumlah Kromosom
Jumlah kromosom dari suatu makhluk hidup dapat digunakan untuk mengetahui normal tidaknya susunan genetis dari makhluk hidup yang bersangkutan. Kekurangan atau kelebihan kromosom dari jumlah seharusnya sering kali mempengauhi fenotipe (Kinball, 1994). Jumlah kromosom merupakan karakteristik kromosom yang paling mudah diamati jika dibandingkan dengan karakteristik kromosom yang lainnya seperti bentuk kromosom dan kariotipe. Jumlah kromosom kedelai adalah diploid, yaitu satu pasang kromosom terdiri atas dua set kromosom homolog. Oleh karena itu variasi jumlah set kromosom (ploidi) pada tanaman kedelai termasuk dalam kelompok euploidi, yaitu keadaan bahwa jumlah kromosom yang diamati dari suatu makhluk hidup merupakan kelipatan dari jumlah kromosom dasarnya.
Kromosom adalah pembawa keturunan. Mereka pembawa gen-gen yang mengatur penampilan sifat-sifat keturunan (Cworder,1986). Begitu pula dengan buah naga jinga ini. Buah naga jingga diduga merupakan keturunan dari H. monocanthus (buah naga merah) dengan H. megalantus (buah naga kuning). H. monocanthus memiliki jumlah kromosom 44n dan H. megalantus memiliki jumlah kromosom 22n (Lichtenzvieg, 2000).
Dari pengamatan yang telah dilakukan jumlah kromosom buah naga jingga berjumlah 33n dan bersifat triploid, karena jumlah dasar family cactaceae adalah 11n (Cota, JH, 1994). Untuk memperoleh jumlah kromosom, foto yang diperoleh dimasukkan dalam program photoshop untuk mengontraskan dan mencerahkan gambar kemudian dicetak sehingga mempermudah dalam penghitungan jumlah kromosom.
Suryo (2003) menyatakan bahwa jumlah kromosom semua individu dari suatu spesies adalah tetap dari generasi ke generasi. Konsistensi ini menguatkan bahwa kromosom sebagai salah satu karakter taksonomi penting.
(31)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Umumnya pengamatan morfologi dan aktivitas kromosom lebih mudah dilakukan pada tahap-tahap pembelahan tertentu dari pembelahan inti. Morfologi kromosom biasanya digambarkan pada tahap metafase. Saat itu kromosom dalam pemadatan maksimum dan paling mudah diwarnai. Saat itu pula kromosom dalam keadaan ganda, terdiri dari dua kromatid (bakal kromosom anak) dan sentromernya masih satu (Crowder, 1997). Pada tahap ini kromosom berada pada kondisi paling mudah diamati dengan mikroskop cahaya, karena kromosom lebih terkondensasi, lebih pendek dan lebih tebal dibandingkan dengan keadaan pada tahap-tahap lainnya. Meratanya kromosom pada metafase adalah saat yang paling baik untuk menghitung jumlah dan membandingkan ukuran kromosom (Kartasapoetra, 1991 ; Suryo, 1995).
B. Ukuran dan Bentuk Kromosom
Panjang kromosom diukur menggunakan kertas millimeter blok. Panjang lengan kromosom diukur dalam satuan millimeter, untuk lengan yang berbentuk tidak lurus diukur dengan bantuan benang. Pengukuran panjang kromosom dilakukan terhadap lengan yang panjang dan yang pendek.
Hasil pengukuran dilakukan penjumlahan panjang lengan panjang dan pendek untuk memperoleh panjang kromosom total. Selain itu dilakukan juga pembagian panjang lengan yang panjang dengan lengan yang pendek untuk memperoleh rasio lengan kromosom yang digunakan untuk mengetahui bentuk kromosom. Panjang lengan total dan bentuk kromosom akan sangat memengaruhi dalam mencarikan pasangan kromosom.
Pada umumnya bentuk kromosom dapat dibedakan menjadi 4 macam, yaitu metasentrik (m), submetasentrik (sm), akrosentris (t), telosentrik (T). Penentuan bentuk kromosom tersebut dapat dilakukan berdasarkan letak sentromer pada kromosom. Setiap kromosom
(32)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
biasanya memiliki sentromer, karena sentromer berfungsi sebagai tempat berpegangnya benang-benang plasma pada gelendong inti pada waktu pembelahan sel berlangsung.
Tabel 4.1 Ukuran dan Bentuk Kromosom Buah Naga Jingga
Kromosom
Panjang lengan (µm) Panjang
Total (q+p) Rasio (q/p) Bentuk Kromosom Lengan Panjang (q) Lengan Pendek (p)
1 6.33 5.33 11.66 1.18 meta
2 8.67 3.33 12 2.6 submeta
3 10.13 6 16.13 1.68 meta
4 4.67 3 7.67 1.56 meta
5 7.33 5 12.33 1.47 meta
6 6 4.67 10.67 1.28 meta
7 8 8 16 1 meta
8 7.33 5.67 13 1.29 meta
9 6.67 5.33 12 1.25 meta
10 8.13 7.33 15.46 1.11 meta
11 3.33 3 6.33 1.11 meta
12 9.33 9 18.33 1.04 meta
13 7.33 6.67 14 1.09 meta
14 7.33 5.33 12.66 1.38 meta
15 10.67 4 14.67 2.67 submeta
16 9.33 4 13.33 2.33 submeta
17 5.2 3.33 8.53 1.56 meta
18 10.67 9.33 20 1.14 meta
19 4.53 4 8.53 1.13 meta
20 8.67 6 14.67 1.4 meta
21 9.33 8 17.33 1.17 meta
22 3.3 3.2 6.5 1.03 meta
23 10.33 9.33 19.66 1.11 meta
24 10.33 8.33 18.66 1.24 meta
25 7.46 7.46 14.92 1 meta
26 5.3 3.33 8.63 1.59 meta
27 7.3 5.33 12.63 1.37 meta
28 9.33 6 15.33 1.56 meta
29 9.2 5.46 14.66 1.69 meta
30 6 5.3 11.3 1.13 meta
31 6 6 12 1 meta
32 6.67 6.67 13.34 1 meta
(33)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Berdasarkan letak sentromernya, bentuk kromosom dapat dibedakan menjadi beberapa macam antara lain :
1. Kromosom Metasentrik
Kromosom yang memiliki sentromer di tengah, sehingga kromosom dibagi atas dua lengan sama panjang. Biasanya kromosom membengkok di tempat sentromer sehingga kromosom berbentuk huruf V.
2. Kromosom Submetasentrik
Kromosom yang memiliki sentromer yang tidak di tengah, sehingga kedua lengan kromosom tidak sama panjang. Bila kromosom ini membengkok di tempat sentromer, maka kromosom berbentuk huruf J, lengan yang pendek biasanya diberi simbol (tanda) p, sedang lengan panjang q.
3. Kromosom Akrosentrik
Kromosom yang mempunyai sentromer disalah satu ujungnya, sehingga kedua lengan kromosom tidak sama panjang. Biasanya kromosom ini lurus tidak membengkong (Suryo, 1986).
4. Kromosom Telosentrik
Kromosom yang memiliki sentromer disalah satu ujungnya sehingga kromosom tetap lurus dan tidak terbagi atas dua lengan.
Antara kromosom yang berbentuk metasentrik dan submetasentrik terkadang tidak dapat dibedakan secara langsung satu dengan yang lainnya. Penentuan bentuk kromosom berdasarkan rasio lengan panjang dan lengan pendek kromosom (r = q/p) dengan mengikuti cara Ciupercescu et al., (1990) cit. Parjanto et al., (2003).
Kromosom buah naga jingga mempunyai ukuran yang bervariasi, dimana ukuran lengan panjang berkisar antara 3,3 µm – 10,67 µm, ukuran lengan pendek berkisar antara 3 µm – 9,33 µm sedangkan panjang total lengan kromosom berkisar antara 6,33 µm – 20 µm. Data di atas menunjukkan bahwa kromosom terpanjang ada pada kromosom no. 18 dengan panjang kromosom total 19,66 µm, dan
(34)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
kromosom terpendek dengan panjang 6,33 µm pada kromosom no. 11. Penomoran kromosom dilakukan secara acak hanya untuk mempermudah dalam pengukuran dan memasukkan data panjang kromosom. Melalui data di atas juga dapat diketahui dari 33 kromosom tiga diantaranya berbentuk submetasentrik dan sisanya berbentuk metasentrik.
Kromosom terdiri dari dua bagian yaitu sentromer dan lengan. Sentromer merupakan bagian yang membagi kromosom menjadi dua lengan. Kromosom menggantung pada serat gelendong lewat sentromer saat sel membelah. Lengan adalah badan kromosom sendiri yang mengandung kromonema dan gen. Gen terdapat di dalam lokus yang terletak linier pada kromosom dan lokus lawannya terletak pada kromosom homolog. Kromosom tersusun dari nukleoprotein yaitu persenyawaan antara asam nukleat dan protein. Asam nukleat membawa bahan genetik yang terdiri DNA dan RNA (Crowder, 1997).
C. Kariotipe Kromosom
Penentuam pasangan kromosom dilakukan dengan menggunakan metode Ahmad, Britten dan Byth (1983), yaitu dengan cara; kromosom dalam satu sel diberi nomor secara acak, kemudian pasangan kromosom ditentukan menggunakan diagram pancar (Scatter Plot), yaitu dengan memplotkan panjang total sebagai sumbu Y dan rasio lengan kromosom sebagai sumbu X. Setiap titik dalam diagram pencar diberi nomor sesuai dengan nomor kromosom.
Kromosom dipasang-pasangkan berdasarkan titik yang berdekatan. Apabila terdapat lebih dari dua titik yang berdekatan, penentuan pasangan kromosom dapat dilakukan dari melihat bentuk kromosom. Jadi dalam menentukan pasangan kromosom tidak hanya berdasarkan panjang saja tetapi juga berdasarkan kemiripan bentuk.
Kariotipe disusun dengan mengatur kromosom secara beruntun dari ukuran terpanjang sampai terpendek serta memasangkan
(35)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
kromosom dengan kromosom homolognya. Pasangan kromosom homolog ditentukan berdasarkan kemiripan bentuk (rasio lengan kromosom). Peran kariotipe dalam pengamatan sifat keturunan besar sekali, susunan kariotipe dapat digunakan untuk mengetaui penyimpangan kromosom baik dalam jumlah dan struktur kromosom yang terjadi pada waktu pembelahan sel (Haryanto, 2010).
Kartasaputra (1991) menyatakan bahwa perbedaaan kariotipe pada spesies yang sama tetapi varietas berbeda sangat mungkin terjadi karena meskipun kromosom merupakan suatu pembawa sifat yang diturunkan dari induk, tetapi tetap bisa mengalami perubahan. Perubahan susunan kariotipe dapat terjadi karena adanya perubahan struktural pada kromosom, yaitu akibat dari fragmentasi (pematahan), defisiensi (pengurangan), dupikasi (penggandaan), inversi (pembalikan) dan translokasi (pemindahan).
Pasangan – pasangan kromosom ini selanjutnya digunakan dalam pembuatan kariogram dan idiogram. Pembuatan kariogram dilakukan dengan cara mengatur pasangan – pasangan kromosom berdasarkan urutan dari rasio terkecil sampai terbesar, sedang pembuatan ideogram dilakukan dengan merata – rata setiap pasang kromosom dan diatur berdasarkan urutan panjang total kromosom dari yang terkecil sampai terbesar.
Susunan kariotipe kedelai pada masing-masing perlakuan disajikan dalam bentuk karyogram dan idiogram. Berdasarkan kemiripan bentuk dan ukuran kromosom dapat diketahui bahwa kromosom buah naga jingga adalah triploid (3n). Kemiripan bentuk dan ukuran kromosom yang telah disusun dan diurutkan menunjukan ada 3 kromosom pada tiap pasangan kromosom homolognya. Pemasangan kromosom buah naga jingga ini berdasarkan literatur yang menyebutkan bahwa famili kaktus memiliki jumlah kromosom kelipatan 11.
(36)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Gambar 4.2 Kariogram Buah Naga Jingga
Idiogram dipergunakan untuk memperjelas bentuk kromosom menurut kelompoknya. Pembuatannya dilakukan dengan merata - rata panjang lengan setiap pasangan kromosom
Gambar 4.3 Idiogram Buah Naga Jingga
Kromosom yang dipasangkan dengan homolognya sering kali mempunyai kemiripan bentuk dan ukuran sehingga menimbulkan kesulitan dalam penentuan pasangan homolog. Untuk mengatasinya perlu dilakukan identifikasi kromosom dengan teknik pemitaan kromosom (chromosome banding). Dengan demikian, identifikasi kromosom homolog secara individual dapat dilakukan sehingga
(37)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
penentuan pasangan kromosom homolog dapat dilakukan secara akurat (Parjanto et al., 2003).
Kualitas Buah
Buah naga diyakini dapat menurunkan kadar kolesterol, penyeimbang kadar gula darah, mencegah kanker usus, menguatkan ginjal dan tulang, menguatkan daya kerja otak, meningkatkan ketajaman mata serta sebagai bahan kosmetik (Suryono, 2006). Menurut Wiguna (2007) buah naga dapat menaikkan kadar kolesterol baik high density lipoprotein (HDL) dan menurunkan kadar kelosterol buruk low density lipoprotein (LDL). Buah naga mengandung total fenolat yang tinggi dan sebagai antioksidan yang sangat bagus (Aleksander, 2008).
Oleh karena banyaknya manfaat buah naga ini, maka penggemar buah ini berangsur-angsur meningkat. Hal tersebut dapat dilihat dengan semakin membanjirnya buah naga di supermarket atau swalayan di beberapa kota di Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan pasar tersebut diperlukan pembudidayaan buah naga sehingga tanaman buah naga terus berkembang dan dapat dipertahankan (Priyono, 2005). Dengan kemajuan teknologi yang ada tanaman buah naga ini dapat dikembangkan ditanam secara vegetatif dan generatif. Dan dengan adanya studi mengenai kenampakan genetika buah naga, maka akan dapat lebih meningkatkan performa buah naga dengan dilakukannnya rekayasa genetik.
Buah tanaman buah naga merupakan hasil penyerbukan yang mengakibatkan bakal buah tumbuh menjadi buah. Buah yang belum matang kulit buahnya masih berwarna hijau muda dan semakin lama warna akan berubah dimana setiap jenis buah naga memiliki warna buah yang berbeda- beda.
Dalam penampilan buah naga jingga yang dibandingkan dengan kedua indukannya menimbulkan kolaborasi yang menarik.
(38)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Baik dari penampilan tanaman, buah, kulit buah dan jumbai ada perpaduan yang saling mengambil peran.
A. Berat Buah
Buah yang diinginkan oleh para konsumen pastilah buah yang mempunyai daging buah yang tebal, besar dan rasanya manis. Dalam pengamatan ini diperoleh hasil dimana berat buah naga jingga dibandingkan dengan indukannya. Pengukuran berat buah tidak dilakukan secara bersama karena memang waktu panen yang tidak serempak, dan pengambilan sampel dari tiga buah. Hal ini dilakukan guna membandingkan berat buah naga.
Tabel 4.2 Berat Buah Naga Jingga Beserta dengan Indukannya Jenis Buah Naga Berat (g) Rata-rata (g)
H. monacanthus 240, 240, 370 283,33
H. megalanthus 150, 200, 80 143,33 Jingga 101, 56, 43 66,67
Secara penampilan dari berat buah yang diperoleh, hal ini masih sangat bisa dioptimalkan. Dalam sebuah penelitian Tel-zur (2003), disampaikan bahwa untuk berat buah naga H. monacanthus
bisa mencapai 536 g, H. megalanthus mencapai 218 g, dan hasil silangan (buah naga jingga) mencapai 220 g.
Buah naga jingga dan H. megalanthus (kuning) tergolong buah naga yang memiliki berat buah lebih kecil dibandingkan dari buah-buah naga yang sudah banyak dikembangkan.
B. Bentuk Buah
Hasil penelitian menunjukkan kenampakan buah naga jingga lebih mendekati H. megalanthus (kuning), tetapi jika diamati secara seksama, ada kolaborasi antara ukuran panjang dan diameter buah. Buah naga jingga cenderung memiliki panjang buah menyerupai H.
(39)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
megalanthus dan memiliki diameter yang cenderung bulat seperti H. monacanthus. Pernyataan ini dapat dibuktikan dengan membandingkan gambar buah naga pada lampiran (Gambar 5.1-5.3).
Tabel 4.3 Bentuk Buah Naga Jingga Beserta dengan Induknya Jenis Buah Naga Panjang
(cm)
Diameter (cm)
Bentuk Buah
H. monacanthus 7 7,5 Bundar
8 8 Bundar
8 9,5 Bundar
H. megalanthus 7,5 5 Memanjang
6,5 3 Oval 5,5 2,5 Oval Jingga 6,1 3,3 Oval 5,1 2,4 Oval 4,5 2,2 Oval
C. Warna Kulit Buah
Warna kulit luar digunakan sebagai salah satu kriteria pemanenan, apabila warna buah naga sudah tidak hijau maka buah bisa dikatakan matang. Dalam kenampakannya, buah naga jingga dan H. megalanthus memiliki kemiripan di sela-sela jumbai terdapat duri tajam, berbeda dengan H. monacanthus yang tidak terdapat duri pada permukaan kulit buah. Letak duri pada buah naga jingga dan H. megalanthus juga berbeda, untuk buah naga jingga terdapat di pangkal jumbai dan H. megalanthus terdapat pada ujung jumbai.
Jumbai merupakan modifikasi dari kelopak bunga. Ketika bakal buah mulai terbentuk, mahkota bunga akan layu dan gugur. Namun, tidak demikian halnya dengan kelopak bunga. Pada pertumbuhan buah, kelopak tersebut tidak layu dan gugur, namun tetap
(40)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
tumbuh dan berkembang. Hanya saja pada pertumbuhan tersebut, kelopak bunga mengalami modifikasi bentuk.
Gambar 4.4 Buah H. monacanthus
Gambar 4.5 Buah H. megalanthus
(41)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Hasil pengamatan menunjukkan warna kulit buah naga jingga dengan induknya berbeda. Buah naga H. monacanthus berwarna ungu dan buah naga H. megalanthus berwarna kuning.
D. Warna Daging Buah
(a) (b)
(c)
Gambar 4.7 Daging Buah Naga H. monacanthus (a), H. megalanthus
(b), dan Jingga (c)
Buah naga jingga menunjukkan warna ungu cerah atau bisa juga disebut dengan warna jingga, sedang buah naga H. monacanthus
memiliki warna daging buah ungu dan H. megalanthus berwarna putih. Buah naga jingga memiliki kromosom 3n. Biasanya buah dengan kromosom 3n tidak memiliki biji seperti halnya dengan buah semangka, tetapi dari gambar yang diperoleh, buah naga jingga masih memiliki biji.
(42)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
E. Kadar Gula
Pada umumnya, buah naga dikonsumsi dalam bentuk buah segar sebagai penghilang dahaga, hal ini karena kandungan airnya yang sangat tinggi (90,2 persen) dari berat buah, serta rasanya cukup manis karena kadar gulanya mencapai 13- 18 briks (Anonim, 2005).
Rasa buah yang manis pastilah dicari oleh para konsumen, sehingga untuk mengetahui kadar gula buah naga, dilakukanlah pengukuran kadar gula dengan menggunakan handrefracktometer. Dimana cara menggunakannya dengan cara menembakkan cairan buah yang dilarutkan. Pengamatan kadar gula buah dilakukan dengan 3 kali ulangan dengan buah yang sama.
Hasil pengamatan menunjukkan buah naga H. monacanthus
memiliki kadar gula 16o briks, buah naga H. megalanthus 17o briks dan buah naga jingga memiliki kadar gula 16o briks.
(43)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Tanaman buah naga jingga memiliki jumlah kromosom triploid (3n) dengan jumlah kromosom 33n. Hal ini membuktikan bahwa buah naga
jingga merupakan hasil silangan dari H. monacanthus (44n) dan H. megalanthus (22n).
2. Bentuk kromosom buah naga jingga didominasi bentuk kromosom metasentris. 30 kromosom berbentuk metasentris dan 3 kromosom berbentuk submetasentris.
3. Ukuran lengan panjang buah naga jingga berkisar antara 3,3 µm – 10,67 µm, ukuran lengan pendek berkisar antara 3 µm – 9,33 µm sedangkan panjang total lengan kromosom berkisar antara 6,33 µm – 20 µm.
4. Kualitas buah naga jingga jika dibandingkan dengan buah naga H. monacanthus dan H. megalanthus menunjukkan performa yang berbeda. Untuk H. monacanthus memiliki berat 283,3 g, berbentuk bundar, memiliki kulit buah merah, daging buah ungu dan berkadar gula 16 o briks. H. megalanthus memiliki berat 143,3 g, berbentuk oval, memiliki kulit buah kuning, daging buah putih dan berkadar gula 17 o briks. Sedangkan buah naga jingga memiliki berat 66,7 g, berbentuk oval, memiliki kulit buah jingga, daging buah jingga dan berkadar gula 16 o briks.
B. Saran
1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai karakterisasi morfologi tanaman buah naga jingga
2. Perlu dilakukan penelitian kromosom dengan teknik pemitaan kromosom (chromosome banding) untuk identifikasi kromosom homolog secara individual.
3. Perlu adanya pengujian penyilangan buah naga H. monacanthus dan H. megalanthus kemudian dilanjutkan dengan uji sitologi kembali.
(1)
commit to user
Baik dari penampilan tanaman, buah, kulit buah dan jumbai ada perpaduan yang saling mengambil peran.
A. Berat Buah
Buah yang diinginkan oleh para konsumen pastilah buah yang mempunyai daging buah yang tebal, besar dan rasanya manis. Dalam pengamatan ini diperoleh hasil dimana berat buah naga jingga dibandingkan dengan indukannya. Pengukuran berat buah tidak dilakukan secara bersama karena memang waktu panen yang tidak serempak, dan pengambilan sampel dari tiga buah. Hal ini dilakukan guna membandingkan berat buah naga.
Tabel 4.2 Berat Buah Naga Jingga Beserta dengan Indukannya
Jenis Buah Naga Berat (g) Rata-rata (g)
H. monacanthus 240, 240, 370 283,33
H. megalanthus 150, 200, 80 143,33
Jingga 101, 56, 43 66,67
Secara penampilan dari berat buah yang diperoleh, hal ini masih sangat bisa dioptimalkan. Dalam sebuah penelitian Tel-zur (2003), disampaikan bahwa untuk berat buah naga H. monacanthus
bisa mencapai 536 g, H. megalanthus mencapai 218 g, dan hasil silangan (buah naga jingga) mencapai 220 g.
Buah naga jingga dan H. megalanthus (kuning) tergolong buah naga yang memiliki berat buah lebih kecil dibandingkan dari buah-buah naga yang sudah banyak dikembangkan.
B. Bentuk Buah
Hasil penelitian menunjukkan kenampakan buah naga jingga lebih mendekati H. megalanthus (kuning), tetapi jika diamati secara seksama, ada kolaborasi antara ukuran panjang dan diameter buah. Buah naga jingga cenderung memiliki panjang buah menyerupai H.
(2)
commit to user
megalanthus dan memiliki diameter yang cenderung bulat seperti H.
monacanthus. Pernyataan ini dapat dibuktikan dengan membandingkan
gambar buah naga pada lampiran (Gambar 5.1-5.3).
Tabel 4.3 Bentuk Buah Naga Jingga Beserta dengan Induknya
Jenis Buah Naga Panjang
(cm)
Diameter (cm)
Bentuk Buah
H. monacanthus 7 7,5 Bundar
8 8 Bundar
8 9,5 Bundar
H. megalanthus 7,5 5 Memanjang
6,5 3 Oval
5,5 2,5 Oval
Jingga 6,1 3,3 Oval
5,1 2,4 Oval
4,5 2,2 Oval
C. Warna Kulit Buah
Warna kulit luar digunakan sebagai salah satu kriteria pemanenan, apabila warna buah naga sudah tidak hijau maka buah bisa dikatakan matang. Dalam kenampakannya, buah naga jingga dan H.
megalanthus memiliki kemiripan di sela-sela jumbai terdapat duri
tajam, berbeda dengan H. monacanthus yang tidak terdapat duri pada permukaan kulit buah. Letak duri pada buah naga jingga dan H.
megalanthus juga berbeda, untuk buah naga jingga terdapat di pangkal
jumbai dan H. megalanthus terdapat pada ujung jumbai.
Jumbai merupakan modifikasi dari kelopak bunga. Ketika bakal buah mulai terbentuk, mahkota bunga akan layu dan gugur. Namun, tidak demikian halnya dengan kelopak bunga. Pada pertumbuhan buah, kelopak tersebut tidak layu dan gugur, namun tetap
(3)
commit to user
tumbuh dan berkembang. Hanya saja pada pertumbuhan tersebut, kelopak bunga mengalami modifikasi bentuk.
Gambar 4.4 Buah H. monacanthus
Gambar 4.5 Buah H. megalanthus
(4)
commit to user
Hasil pengamatan menunjukkan warna kulit buah naga jingga
dengan induknya berbeda. Buah naga H. monacanthus berwarna ungu
dan buah naga H. megalanthus berwarna kuning.
D. Warna Daging Buah
(a) (b)
(c)
Gambar 4.7 Daging Buah Naga H. monacanthus (a), H. megalanthus
(b), dan Jingga (c)
Buah naga jingga menunjukkan warna ungu cerah atau bisa juga disebut dengan warna jingga, sedang buah naga H. monacanthus
memiliki warna daging buah ungu dan H. megalanthus berwarna putih. Buah naga jingga memiliki kromosom 3n. Biasanya buah dengan kromosom 3n tidak memiliki biji seperti halnya dengan buah semangka, tetapi dari gambar yang diperoleh, buah naga jingga masih memiliki biji.
(5)
commit to user
E. Kadar Gula
Pada umumnya, buah naga dikonsumsi dalam bentuk buah segar sebagai penghilang dahaga, hal ini karena kandungan airnya yang sangat tinggi (90,2 persen) dari berat buah, serta rasanya cukup manis karena kadar gulanya mencapai 13- 18 briks (Anonim, 2005).
Rasa buah yang manis pastilah dicari oleh para konsumen, sehingga untuk mengetahui kadar gula buah naga, dilakukanlah pengukuran kadar gula dengan menggunakan handrefracktometer. Dimana cara menggunakannya dengan cara menembakkan cairan buah yang dilarutkan. Pengamatan kadar gula buah dilakukan dengan 3 kali ulangan dengan buah yang sama.
Hasil pengamatan menunjukkan buah naga H. monacanthus
memiliki kadar gula 16o briks, buah naga H. megalanthus 17o briks dan buah naga jingga memiliki kadar gula 16o briks.
(6)
commit to user 30
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Tanaman buah naga jingga memiliki jumlah kromosom triploid (3n) dengan jumlah kromosom 33n. Hal ini membuktikan bahwa buah naga
jingga merupakan hasil silangan dari H. monacanthus (44n) dan H. megalanthus (22n).
2. Bentuk kromosom buah naga jingga didominasi bentuk kromosom
metasentris. 30 kromosom berbentuk metasentris dan 3 kromosom berbentuk submetasentris.
3. Ukuran lengan panjang buah naga jingga berkisar antara 3,3 µm – 10,67 µm, ukuran lengan pendek berkisar antara 3 µm – 9,33 µm sedangkan panjang total lengan kromosom berkisar antara 6,33 µm – 20 µm.
4. Kualitas buah naga jingga jika dibandingkan dengan buah naga H. monacanthus dan H. megalanthus menunjukkan performa yang berbeda. Untuk H. monacanthus memiliki berat 283,3 g, berbentuk bundar, memiliki kulit buah merah, daging buah ungu dan berkadar gula 16 o briks. H. megalanthus memiliki berat 143,3 g, berbentuk oval, memiliki kulit buah kuning, daging buah putih dan berkadar gula 17 o briks. Sedangkan buah naga jingga memiliki berat 66,7 g, berbentuk oval, memiliki kulit buah jingga, daging buah jingga dan berkadar gula 16 o briks.
B. Saran
1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai karakterisasi morfologi tanaman buah naga jingga
2. Perlu dilakukan penelitian kromosom dengan teknik pemitaan kromosom (chromosome banding) untuk identifikasi kromosom homolog secara individual.
3. Perlu adanya pengujian penyilangan buah naga H. monacanthus dan H. megalanthus kemudian dilanjutkan dengan uji sitologi kembali.