Uji Efek Antidiabetes Nanopartikel Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) pada Mencit Jantan yang Diinduksi Aloksan

(1)

(2)

Tanaman sirih merah


(3)

(4)

(5)

(6)

Lampiran 6. Gambar alat dan objek yang digunakan


(7)

Lampiran 7. Gambar mencit sebelum dan setelah diabetes

Mencit sebelum diabetes


(8)

Dipisahkan dari pengotornya Dicuci, ditiriskan dan ditimbang Dikeringkan dalam lemari pengering

Ditimbang

Dihaluskan menggunakan blender

Dimaserasi

menggunakan etanol 96 %

Karakterisasi dengan alat SEM dan PSA

Diuji efek antidiabetes Daun Sirih Merah

Simplisia

Serbuk simplisia

Ekstrak etanol daun sirih merah

Nanopartikel Daun Sirih Merah

Hasil Hasil


(9)

Dimasukkan ke dalam wadah

Ditambahkan etanol 96%, biarkan selama 5 hari Disaring

Direndam kembali dengan etanol 96%, biarkan selama 2 hari

Disaring

Diuapkan menggunakan rotavapor (suhu 40oC)

Berat serbuk 400 gram

Maserat Ampas

Maserat Ampas


(10)

dengan toleransi glukosa

Dipuasakan semua mencit selama 18 jam

Diukur KGD puasa mencit (70-110 mg/dL) Diberikan suspensi CMC 0,5 %, sediaan uji, dan suspensi Glibenklamid

Diberikan larutan glukosa 30 menit kemudian Diukur KGD puasa mencit tiap 30 menit selama 2 jam sampai KGD mencit normal

40 ekor mencit

Kontrol Na CMC 0,5 % sebanyak 5 ekor

Glibenklamid 0,65 mg/kg bb sebanyak 5 ekor (kelompok VIII) EEDSM dibagi 3

kelompok @ 5 ekor -Dosis 100 mg/kg bb (kelompok V) -Dosis 150 mg/kg bb (kelompok VI) NDSM dibagi 3

kelompok @ 5 ekor : - Dosis 100 mg/kg bb

(kelompok II)

- Dosis 150 mg/kg bb (kelompok III) - Dosis 200 mg/kg bb


(11)

dengan induksi aloksan

Dipuasakan semua mencit selama 18 jam Diukur KGD puasa mencit (70-110 mg/dL)

Diinjeksikan larutan aloksan 150 mg/kg bb secara i.p.

Diukur kadar glukosa darah puasa mencit pada hari ketiga, di atas 200 mg/dL mencit diabetes

Diberikan suspensi CMC 0,5 %, sediaan uji, dan suspensi Metformin selama 15 hari dengan dosisnya masing-masing sampai kadar glukosa darah normal

Diukur KGD pada hari ke-3, 5, 7, 9, 11, 13, dan hari ke-15

40 ekor mencit

Kontrol Na CMC 0,5 % sebanyak 5 ekor

Metformin 65 mg/kg bb sebanyak 5 ekor (kelompok VII) NDSM dibagi 3

kelompok @ 5 ekor : - Dosis 100 mg/kg bb

(kelompok II)

- Dosis 150 mg/kg bb (kelompok III)

Hasil

EEDSM dibagi 3 kelompok @ 5 ekor -Dosis 100 mg/kg bb (kelompok V) -Dosis 150 mg/kg bb (kelompok VI)


(12)

Lampiran 12. Volume maksimal larutan sediaan uji yang diberikan pada berbagai hewan dan konversi perhitungan dosis antar jenis hewan

Jenis hewan uji

Volume maksimal (ml) sesuai jalur pemberian

i.v. i.m. i.p. s.c. p.o.

Mencit

(20-30 g) 0,5 0,005 1,0 0,5-1,0 1,0

Tikus

(100 g) 1,0 0,1 2,5 2,5 5,0

Hamster

(50 g) - 0,1 1-2 2,5 2,5

Marmot

(250 g) - 0,25 2-5 5,0 10,0

Merpati

(300 g) 2,0 0,5 2,0 2,0 10,0

Kelinci

(2,5 kg) 5-10 0,5 10-20 5-10 20,0

Kucing

(3 kg) 5-10 1,0 10-20 5-10 50,0

Anjing

(5 kg) 10-20 5,0 20-50 10,0 100,0

Mencit 20 g Tikus 200 g Marmot 400 g Kelinci 1,5 kg Kucing 2 kg Kera 4 kg Anjing 12 kg Manusia 70 kg Mencit

20 g 1,0 7,01 12,29 27,8 29,7 64,1 124,2 387,9 Tikus

200 g 0,14 1,0 1,74 3,3 4,2 9,2 17,8 56,0 Marmot

400 g 0,08 0,57 1,0 2,25 2,4 5,2 10,2 31,5 Kelinci

1,5 kg 0,04 0,25 0,44 1,0 1,06 2,4 4,5 14,2 Kucing

2 kg 0,03 0,23 0,42 0,92 1,0 2,2 4,1 13,0 Kera

4 kg 0,016 0,11 0,19 0,42 0,45 1,0 1,9 6,1 Anjing

12 kg 0,008 0,06 0,10 0,022 0,24 0,52 1,0 3,1 Manusia


(13)

Contoh perhitungan dosis Glibenklamid® yang akan diberikan pada mencit secara oral

- Tiap tablet Glibenklamid® mengandung 5 mg Glibenklamid - Dosis maksimum untuk manusia dewasa = 5 mg – 15 mg

- Konversi dosis manusia (70 kg) ke dosis untuk hewan uji ‘mencit’ dikali 0,0026 (ada di lampiran 12)

- Syarat volume maksimum larutan sediaan uji yang diberikan pada hewan uji mencit (20 g) secara oral adalah 1 ml (ada di lampiran 12)

a. Dosis Glibenklamid (dalam mg/kg bb) yang diberikan untuk mencit - Dosis Glibenklamid® untuk mencit (20 g) = 5 mg x 0,0026

= 0,013 mg

- Dosis Glibenklamid® untuk mencit (20 g) = 0,013 mg, maka dosis glibenklamid yang digunakan = 0,013 untuk mencit 20 g

-

Jadi dosis (mg/kg bb) 0,013 m g 20 g

=

X 1 Kg

X

=

0,0013 mg

20 g x 1 kg = 0,65 mg - Maka dosis Glibenklamid® adalah 0,65 mg/kg bb

- Menurut FI edisi III, penetapan kadar tablet = 20 tablet, maka diambil 20 tablet Glibenklamid, digerus dan ditimbang berat totalnya = 4002,5 mg - Berat bahan aktif Glibenklamid dalam 20 tablet Glibenklamid adalah


(14)

- Serbuk Glibenklamid yang digunakan =

0,65 100 ��=

4002,5 ��

�= 26,01 ≈26,00 ��

26,0 mg serbuk Glibenklamid ditambahkan dengan suspensi Na-CMC sampai 10,0 ml

- Volume yang diberikan = 1

100���

Misal Berat mencit 27 g. Maka volume suspensi Glibenklamid yang diberikan adalah 1

100�27� = 0,27 ��

Contoh perhitungan dosis Metformin® yang akan diberikan pada mencit secara oral

- Tiap tablet Meformin mengandung 500 mg Metformin-HCl - Dosis maksimum untuk manusia dewasa = 500 mg

- Konversi dosis manusia (70 kg) ke dosis untuk hewan uji ‘mencit’ dikali 0,0026 (ada di lampiran 12)

- Syarat volume maksimum larutan sediaan uji yang diberikan pada hewan uji mencit (20 g) secara oral adalah 1 ml (ada di lampiran 12)

a. Dosis Metformin (dalam mg/kg bb) yang diberikan untuk mencit - Dosis Metformin untuk mencit (20 g) = 500 mg x 0,0026

= 1,3 mg


(15)

X

=

1,3 ��

20 � x 1 kg = 65 mg

- Maka dosis Meformin-HCl adalah 65 mg/kg bb

- Menurut FI edisi III, penetapan kadar tablet = 20 tablet, maka diambil 20 tablet Metformin, digerus dan ditimbang berat totalnya = 10.810 mg

- Berat bahan aktif Metformin-HCl dalam 20 tablet Metformin adalah = 500 mg/tab x 20 tab = 10.000 mg

- Serbuk metformin yang digunakan = 65 10000 ��

=

� 10810 �� �= 70,26 ≈70 ��

70 mg serbuk metformin ditambahkan dengan suspensi Na-CMC sampai 10 ml

- Volume yang diberikan = 1

100���

Misal Berat mencit 27 g. Maka volume suspensi Metformin yang diberikan adalah 1

100�27� = 0,27 ��

Contoh perhitungan dosis nanopartikel daun sirih merah (NDSM) dan ekstrak etanol daun sirih merah (EEDSM) yang akan diberikan pada mencit diabetes

a. Cara pembuatan suspensi NDSM dan EEDSM:

Timbang 100, 150 dan 200 mg NDSM dan 100, 150 dan 200 mg EEDSM. Masing - masing dilarutkan dalam 10 ml suspensi CMC.

- Volume suspensi NDSM dan EEDSM yang akan diberikan pada mencit diabetes = 1


(16)

Perhitungan Larutan Aloksan untuk Diinjeksi Secara Intraperitoneal (i.p.) - Dosis induksi aloksan untuk mencit = 150 mg/kg BB (i.p.)

- Aloksan monohidrat 150 mg dilarutkan dalam larutan fisiologis NaCl 0,9% dalam labu tentukur 10 ml


(17)

Kelompok Uji

Berat Badan rata-rata

(gram)

KGD Puasa rata-rata (mg/dL)

KGD Setelah Perlakuan (mg/dL) Waktu (menit)

30 60 90 120

P1 30,2 86,4 266 251,8 218,6 201,2

P2 28,6 83,4 227,2 187 143,2 90,8

P3 29,4 89,8 229,4 163 135 91,6

P4 27,4 91,6 216,6 173,6 139,8 94,8

P5 29 87,8 205,2 166,2 139,4 98,2

P6 30,1 92 221 159,4 132,6 96,4

P7 30,5 99,8 208,8 167,8 138 98,8

P8 27,9 88,4 219,4 156,6 124,6 85,4

Keterangan:

P1 = Suspensi Na-CMC 0,5%

P2, P3, dan P4 = Suspensi Nanopartikel daun sirih merah dosis 100, 150 dan 200 mg/kg bb

P5, P6 dan P7 = Suspensi Ekstrak etanol daun sirih merah dosis 100, 150 dan 200 mg/kg bb


(18)

Kelompok

Rata-rata % Penurunan KGD ± SEM (mg/dL) Menit

ke-60 p

Menit

ke-90 p

Menit

ke-120 p Kontrol

Na-CMC 0,5% b/v dosis 1% BB

5,43 ± 0,97 - 0,000* 18,05 ± 3,14 - 0,001* 24,51 ± 2,77 - 0,000* NDSM dosis

100 mg/kg BB

17,64 ± 3,59 0,113 0,061 36,99 ± 4,22 0,017# 0,960 59,82 ± 2,55 0,000# 1,000 NDSM dosis

150 mg/kg BB

28,80 ± 3,32 0,000# 0,999 41,09 ± 3,00 0,002# 1,000 59,92 ± 2,13 0,000# 1,000 NDSM dosis

200 mg/kg BB

19,92 ± 1,98 0,034# 0,186 34,85 ± 3,82 0,047# 0,813 55,76 ± 2,52 0,000# 0,880 EEDSM dosis

100 mg/kg BB

18,73 ± 3,99 0,065 0,107 31,82 ± 4,70 0,166 0,456 52,03 ± 1,16 0,000# 0,288 EEDSM dosis

150 mg/kg BB

28,12 ± 3,20 0,000# 0,997 40,13 ± 2,24 0,003# 1,000 56,26 ± 1,30 0,000# 0,929 EEDSM dosis

200 mg/kg BB

19,59 ± 2,19 0,041# 0,161 33,97 ± 3,08 0,069 0,719 52,60 ± 1,13 0,000# 0,369 Glibenklamid dosis 0,65 mg/kg BB 31,06 ± 3,56 0,000# - 42,44 ± 4,23 0,001# - 60,52 ± 4,66 0,000# - Keterangan :

* = berbeda signifikan dengan kelompok glibenklamid # = berbeda signifikan dengan kelompok Na-CMC


(19)

1. KGD mencit setelah pemberian suspensi Na-CMC 0,5 % sebanyak 1 % bb N o BB hew an (g) KGD puasa sebelum diinduksi aloksan (mg/dL) KGD puasa setelah diinduksi aloksan (mg/dL)

KGD setelah perlakuan (mg/dL) Ha ri ke-3 Ha ri ke-5 Ha ri ke-7 Ha ri ke-9 Ha ri ke-11 Ha ri ke-13 Ha ri ke-15 1

. 27,8 73 295

30 0 31 7 33 9 35 0 35

8 361 36

7 2

. 28,6 76 287

29 5 30 0 31 9 32 5 33

0 338 34

5 3

. 29,6 79 279

28 2 29 8 30 0 31 5 32

9 334 34

0 4

. 26,5 81 265

27 0 30 5 31 7 32 9 33

7 342 35

0 5

. 27,4 74 289

29 9 31 4 32 3 33 8 34

6 349 35

4

Rata-rata 76,60 283

28 9,2 30 6,8 31 9,6 33 1,4 34 0 344 ,8 35 1,2

2. KGD mencit setelah pemberian suspensi NDSM dosis 100 mg/kg bb

N o. BB hew an (g) KGD puasa sebelum diinduksi aloksan (mg/dL) KGD puasa setelah diinduksi aloksan (mg/dL)

KGD setelah perlakuan (mg/dL) Har i ke-3 Ha ri ke-5 Ha ri ke-7 Ha ri ke-9 Har i ke-11 Ha ri ke-13 Ha ri ke-15

1. 33,6 88 308 285 25

2 24

0 21

0 165 11

2 94

2. 31,8 85 311 293 24

4 23

5 22

5 185 11

5 99

3. 29,6 82 306 295 27

0 25

5 16

7 128 11

1 91

4. 34,2 81 301 291 26

7 24

8 15

3 137 11

8 97


(20)

3. KGD mencit setelah pemberian suspensi NDSM dosis 150 mg/kg bb N o. BB hewa n (g) KGD puasa sebelum diinduksi aloksan (mg/dL) KGD puasa setelah diinduksi aloksan (mg/dL)

KGD setelah perlakuan (mg/dL)

Ha ri ke-3 Ha ri ke-5 Ha ri ke-7 Ha ri ke-9 Ha ri ke-11 Ha ri ke-13 Hari ke-15

1. 29,5 84 326 291 26

9 240 215 153 108 94

2. 28,6 83 325 287 25

5 243 151 130 106 92

3. 32,6 89 311 276 26

3 249 180 125 101 91

4. 27,5 77 316 290 26

0 251 203 165 110 96

5. 29,6 78 327 284 26

2 253 191 140 109 98

Rata-rata 82,2 321 285

,60 26 1,8 0

247 ,20 188

142 ,60 106 ,80 94,2 0

4. KGD mencit setelah pemberian suspensi NDSM dosis 200 mg/kg bb

N o . BB hewa n (g) KGD puasa sebelum diinduksi aloksan (mg/dL) KGD puasa setelah diinduksi aloksan (mg/dL)

KGD setelah perlakuan (mg/dL) Har i ke-3 Ha ri ke-5 Ha ri ke-7 Ha ri ke-9 Har i ke-11 Ha ri ke-13 Ha ri ke-15 1

. 27,4

95 311 286 28

6 24

3 18

0

130 12 1

98 2

. 33,8

92 298 281 27

3 25

7 17

6

149 11 7

99 3

. 26,8

97 301 295 28

3 24

4 17

7

155 11 6

108


(21)

5. KGD mencit setelah pemberian suspensi EEDSM dosis 100 mg/kg bb No . BB hewa n (g) KGD puasa sebelum diinduk si aloksan (mg/dL) KGD puasa setelah diinduk si aloksan (mg/dL)

KGD setelah perlakuan (mg/dL)

Hari ke-3 Har i ke-5 Har i ke-7 Har i ke-9 Har i ke-11 Hari ke-13 Hari ke-15 1. 31,5 88 311 296 267 240 215 185 148 125 2. 29,4 83 307 289 258 217 151 122 119 98 3. 32 90 311 286 286 243 225 130 121 98 4. 31,2 89 302 281 240 224 203 180 156 117 5. 32,6 80 301 287 269 241 191 158 135 110 Rata-rata 86 306,4 287,

8 264 233 197 155 135,

8

109, 6 6. KGD mencit setelah pemberian suspensi EEDSM dosis 150 mg/kg bb

N o. BB hew an (g) KGD puasa sebelu m diindu ksi aloksa n (mg/d L) KGD puasa setelah diindu ksi aloksa n (mg/d L)

KGD setelah perlakuan (mg/dL)

Hari ke-3 Hari ke-5 Hari ke-7 Hari ke-9 Hari ke-11 Hari ke-13 Hari ke-15 1. 34,5 84 312 298 259 234 180 140 119 108 2. 31,4 83 307 289 265 239 190 157 111 106 3. 27,8 89 315 290 261 238 200 132 114 101 4. 29,4 77 304 289 273 245 199 140 109 99 5. 32,6 78 293 283 264 236 170 143 121 110

Rata-rata 82,2 306,20 289, 80 264, 40 238, 40 187, 80 142, 40 114, 80 104, 80


(22)

7. KGD mencit setelah pemberian suspensi EEDSM dosis 200 mg/kg bb N o . BB hewan (g) KGD puasa sebelum diinduksi aloksan (mg/dL) KGD puasa setelah diinduksi aloksan (mg/dL)

KGD setelah perlakuan (mg/dL) Har i ke-3 Ha ri ke-5 Ha ri ke-7 Ha ri ke-9 Har i ke-11 Ha ri ke-13 Ha ri ke-15 1

. 29,8 82 345 324

29 8

27 1

24

7 170 16

6 133 2

. 31,4 83 329 306

29 5

27 6

22

1 167 12

8 111 3

. 27,8 88 316 301

29 5

28 3

24

4 177 12

8 116 4

. 29,4 81 319 293

28 3

26 4

23

6 159 14

3 121 5

. 27,8 80 321 304

28 9

26 3

24

5 179 15

0 129 Rata-rata 82,8 326 305,

6 29 2 27 1,4 23 8,6 170, 4 14

3 122 8. KGD mencit setelah pemberian suspensi Metformin dosis 65 mg/kg bb

N o . BB hewa n (g) KGD puasa sebelum diinduksi aloksan (mg/dL) KGD puasa setelah diinduksi aloksan (mg/dL)

KGD setelah perlakuan (mg/dL) Har i ke-3 Ha ri ke-5 Ha ri ke-7 Ha ri ke-9 Har i ke-11 Ha ri ke-13 Ha ri ke-15 1

. 27,5 76 336 288

25 4

23 0

16

3 121 11

0 93 2

. 33 77 320 281

25 6

23 6

16

4 119 10

7 91 3

. 29,7 79 325 288

24 1

23 7

17

0 121 10

3 89


(23)

1. KGD mencit setelah pemberian suspensi Na-CMC 0,5 % sebanyak 1 % bb

No

BB hewan (g)

KGD puasa sebelum diinduksi

aloksan (mg/dL)

KGD puasa setelah diinduksi aloksan

(mg/dL)

Persen Penurunan KGD (mg/dL) Hari

ke-3

Hari ke-5

Hari ke-7

Hari ke-9

Hari ke-11

Hari ke-13

Hari ke-15

1. 27,8 73 295 -1,69 -7,46 -14,92 -18,64 -21,36 -22,37 -24,41

2. 28,6 76 287 -2,79 -4,53 -11,15 -13,24 -14,98 -17,77 -20,21

3. 29,6 79 279 -1,08 -6,81 -7,53 -12,90 -17,92 -19,71 -21,86

4. 26,5 81 265 -1,89 -15,09 -19,62 -24,15 -27,17 -29,06 -32,08

5. 27,4 74 289 -3,46 -8,65 -11,76 -16,96 -19,72 -20,76 -22,49


(24)

2. KGD mencit setelah pemberian suspensi NDSM dosis 100 mg/kg bb

No

BB hewan

(g)

KGD puasa sebelum diinduksi aloksan

(mg/dL)

KGD puasa setelah diinduksi aloksan (mg/dL)

Persen Penurunan KGD setelah perlakuan (mg/dL) Hari

ke-3

Hari ke-5

Hari ke-7

Hari ke-9

Hari ke-11

Hari ke-13

Hari ke-15

1. 33,6 88 308 7,47 18,18 22,08 31,82 46,43 63,64 69,48

2. 31,8 85 311 5,79 21,54 24,44 27,65 40,51 63,02 68,17

3. 29,6 82 306 3,59 11,76 16,67 45,42 58,17 63,73 70,26

4. 34,2 81 301 3,32 11,30 17,61 49,17 54,49 60,80 67,77

5. 31,7 82 307 5,86 15,96 29,32 50,81 60,26 61,24 68,08


(25)

3. KGD mencit setelah pemberian suspensi NDSM dosis 150 mg/kg bb

No.

BB hewan

(g)

KGD puasa sebelum diinduksi aloksan

(mg/dL)

KGD puasa setelah diinduksi

aloksan (mg/dL)

Persen Penurunan KGD setelah perlakuan (mg/dL)

Hari ke-3

Hari ke-5

Hari ke-7

Hari ke-9

Hari ke-11

Hari ke-13

Hari ke-15

1. 29,5 84 326 10,74 17,48 26,38 34,05 53,07 66,87 71,17

2. 28,6 83 325 11,69 21,54 25,23 53,54 60,00 67,38 71,69

3. 32,6 89 311 11,25 15,43 19,94 42,12 59,81 67,52 70,74

4. 27,5 77 316 8,23 17,72 20,57 35,76 47,78 65,19 69,62

5. 29,6 78 327 13,15 19,88 22,63 41,59 57,19 66,67 70,03


(26)

4. KGD mencit setelah pemberian suspensi NDSM dosis 200 mg/kg bb

No

BB hewan (g)

KGD puasa sebelum diinduksi aloksan

(mg/dL)

KGD puasa setelah diinduksi aloksan (mg/dL)

Persen Penurunan KGD (mg/dL)

Hari ke-3

Hari ke-5

Hari ke-7

Hari ke-9

Hari ke-11

Hari ke-13

Hari ke-15

1. 27,4 95 311 8,04 8,04 21,86 42,12 58,20 61,09 68,49

2. 33,8 92 298 5,70 8,39 13,76 40,94 50,00 60,74 66,78

3. 26,8 97 301 1,99 5,98 18,94 41,20 48,50 61,46 64,12

4. 34,7 91 299 3,01 8,36 21,07 41,81 49,83 63,21 65,22

5. 33,6 90 298 4,70 7,38 17,45 39,26 53,02 62,42 69,80


(27)

5. KGD mencit setelah pemberian suspensi EEDSM dosis 100 mg/kg bb

No

BB hewan (g)

KGD puasa sebelum diinduksi

aloksan (mg/dL)

KGD puasa setelah diinduksi

aloksan (mg/dL)

Persen Penurunan KGD (mg/dL)

Hari ke-3

Hari ke-5

Hari ke-7

Hari ke-9

Hari ke-11

Hari ke-13

Hari ke-15

1. 31,5 88 311 4,82 14,15 22,83 30,87 40,51 52,41 59,81

2. 29,4 83 307 5,86 15,96 29,32 50,81 60,26 61,24 68,08

3. 32 90 311 8,04 8,04 21,86 27,65 58,20 61,09 68,49

4. 31,2 89 302 6,95 20,53 25,83 32,78 40,40 48,34 61,26

5. 32,6 80 301 4,65 10,63 19,93 36,54 47,51 55,15 63,46


(28)

6. KGD mencit setelah pemberian suspensi EEDSM dosis 150 mg/kg bb

No.

BB hewan

(g)

KGD puasa sebelum diinduksi aloksan

(mg/dL)

KGD puasa setelah diinduksi

aloksan (mg/dL)

KGD setelah perlakuan (mg/dL)

Hari ke-3

Hari ke-5

Hari ke-7

Hari ke-9

Hari ke-11

Hari ke-13

Hari ke-15

1. 34,5 84 326 4,49 16,99 25,00 42,31 55,13 61,86 65,38

2. 31,4 83 325 5,86 13,68 22,15 38,11 48,86 63,84 65,47

3. 27,8 89 311 7,94 17,14 24,44 36,51 58,10 63,81 67,94

4. 29,4 77 316 4,93 10,20 19,41 34,54 53,95 64,14 67,43

5. 32,6 78 327 3,41 9,90 19,45 41,98 51,19 58,70 62,46


(29)

7. KGD mencit setelah pemberian suspensi EEDSM dosis 200 mg/kg bb

No

BB hewan

(g)

KGD puasa sebelum diinduksi aloksan

(mg/dL)

KGD puasa setelah diinduksi aloksan

(mg/dL)

Persen Penurunan KGD (mg/dL)

Hari ke-3

Hari ke-5

Hari ke-7

Hari ke-9

Hari ke-11

Hari ke-13

Hari ke-15

1. 29,8 82 345 6,09 13,62 21,45 28,41 50,72 51,88 61,45

2. 31,4 83 329 6,99 10,33 16,11 32,83 49,24 61,09 66,26

3. 27,8 88 316 4,75 6,65 10,44 22,78 43,99 59,49 63,29

4. 29,4 81 319 8,15 11,29 17,24 26,02 50,16 55,17 62,07

5. 27,8 80 321 5,30 9,97 18,07 23,68 44,24 53,27 59,81


(30)

8. KGD mencit setelah pemberian suspensi Metformin dosis 65 mg/kg bb

No

BB hewan (g)

KGD puasa sebelum diinduksi aloksan

(mg/dL)

KGD puasa setelah diinduksi aloksan (mg/dL)

Persen Penurunan KGD (mg/dL)

Hari ke-3

Hari ke-5

Hari ke-7

Hari ke-9

Hari ke-11

Hari ke-13

Hari ke-15

1. 27,5 76 336 14,29 24,40 31,55 51,49 63,99 67,26 72,32

2. 33 77 320 12,19 20,00 26,25 48,75 62,81 66,56 71,56

3. 29,7 79 325 11,38 25,85 27,08 47,69 62,77 68,31 72,62

4. 32,6 84 332 16,87 21,99 30,42 50,00 63,25 68,37 73,49

5. 34 83 327 15,29 24,46 29,97 47,71 63,91 69,11 70,03


(31)

ANOVA Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

H_3 Between Groups

823.133 7 117.590 35.128 .000 Within Groups 107.119 32 3.347

Total 930.252 39

H_5 Between Groups

3017.361 7 431.052 40.706 .000 Within Groups 338.857 32 10.589

Total 3356.219 39

H_7 Between Groups

5941.610 7 848.801 65.330 .000 Within Groups 415.761 32 12.993

Total 6357.371 39

H_9 Between Groups

15560.197 7 2222.885 73.727 .000 Within Groups 964.801 32 30.150

Total 16524.998 39

H_11 Between Groups

24621.515 7 3517.359 137.13 1

.000 Within Groups 820.790 32 25.650

Total 25442.305 39

H_13 Between Groups

31372.566 7 4481.795 476.88 4

.000 Within Groups 300.739 32 9.398

Total 31673.305 39

H_15 Between Groups

36923.068 7 5274.724 767.67 0

.000 Within Groups 219.875 32 6.871


(32)

Tukey HSDa

Kelompok N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4 5

Suspensi Na-CMC 0,5% 5 -2.1820

Suspensi NDSM 100 mg/kg bb 5 4.5700 Suspensi NDSM 200 mg/kg bb 5 4.6880

Suspensi EEDSM 100 mg/kg bb 5 6.0640 6.0640 Suspensi EEDSM 200 mg/kg bb 5 6.2560 6.2560

Suspensi EEDSM 150 mg/kg bb 5 8.8500 8.8500

Suspensi NDSM 150 mg/kg bb 5 11.0120 11.0120 Suspensi Metformin 65 mg/kg

bb

5 14.0040

Sig. 1.000 .824 .272 .581 .198

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.

H_5

Tukey HSDa

Kelompok N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4

Suspensi Na-CMC 0,5% 5 -8.5080

Suspensi NDSM 200 mg/kg bb 5 7.6300

Suspensi EEDSM 200 mg/kg bb 5 10.3720 10.3720 Suspensi EEDSM 100 mg/kg bb 5 13.8620 13.8620 Suspensi EEDSM 150 mg/kg bb 5 14.9120 Suspensi NDSM 150 mg/kg bb 5 15.3260 Suspensi NDSM 100 mg/kg bb 5 15.3560 Suspensi Metformin 65 mg/kg

bb

5 23.3400

Sig. 1.000 .081 .266 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.


(33)

H_7

Tukey HSDa

Kelompok N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Suspensi Na-CMC 0,5% 5 -12.9960

Suspensi EEDSM 200 mg/kg bb 5 16.6620 Suspensi NDSM 200 mg/kg bb 5 18.6160

Suspensi NDSM 100 mg/kg bb 5 22.6600 22.6600 Suspensi EEDSM 150 mg/kg bb 5 22.6800 22.6800 Suspensi NDSM 150 mg/kg bb 5 22.9160 22.9160 Suspensi EEDSM 100 mg/kg bb 5 23.9540 23.9540 Suspensi Metformin 65 mg/kg

bb

5 29.0540

Sig. 1.000 .055 .129

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.

H_9

Tukey HSDa

Kelompok N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4

Suspensi Na-CMC 0,5% 5 -17.1780

Suspensi EEDSM 200 mg/kg bb 5 26.7440

Suspensi EEDSM 100 mg/kg bb 5 35.7300 35.7300

Suspensi NDSM 200 mg/kg bb 5 41.0660 41.0660 Suspensi EEDSM 150 mg/kg bb 5 41.4480 41.4480 Suspensi NDSM 100 mg/kg bb 5 41.4840 41.4840 Suspensi NDSM 150 mg/kg bb 5 41.9840 41.9840 Suspensi Metformin 65 mg/kg

bb

5 49.1280

Sig. 1.000 .198 .624 .314

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.


(34)

Tukey HSDa

Kelompok N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Suspensi Na-CMC 0,5% 5 -20.2300

Suspensi EEDSM 200 mg/kg bb 5 47.6700 Suspensi EEDSM 100 mg/kg bb 5 49.3760 Suspensi NDSM 200 mg/kg bb 5 51.9100

Suspensi EEDSM 150 mg/kg bb 5 53.4680 53.4680 Suspensi NDSM 100 mg/kg bb 5 53.5880 53.5880 Suspensi NDSM 150 mg/kg bb 5 55.7940 55.7940 Suspensi Metformin 65 mg/kg

bb

5 63.3460

Sig. 1.000 .217 .071

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.

H_13

Tukey HSDa

Kelompok N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Suspensi Na-CMC 0,5% 5 -21.9340

Suspensi EEDSM 100 mg/kg bb 5 55.6460 Suspensi EEDSM 200 mg/kg bb 5 56.1800

Suspensi NDSM 200 mg/kg bb 5 61.7840 61.7840

Suspensi NDSM 100 mg/kg bb 5 62.4860

Suspensi EEDSM 150 mg/kg bb 5 64.2400

Suspensi NDSM 150 mg/kg bb 5 65.0820

Suspensi Metformin 65 mg/kg bb

5 67.9220

Sig. 1.000 .059 .059

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.


(35)

H_15

Tukey HSDa

Kelompok N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4

Suspensi Na-CMC 0,5% 5 -24.2100

Suspensi EEDSM 200 mg/kg bb 5 62.5760

Suspensi EEDSM 100 mg/kg bb 5 64.2200 64.2200

Suspensi NDSM 200 mg/kg bb 5 66.8820 66.8820 66.8820 Suspensi EEDSM 150 mg/kg bb 5 67.3600 67.3600 67.3600 Suspensi NDSM 100 mg/kg bb 5 68.7520 68.7520 Suspensi NDSM 150 mg/kg bb 5 69.1960 69.1960 Suspensi Metformin 65 mg/kg

bb

5 72.0040

Sig. 1.000 .109 .085 .070

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5,000.


(36)

Anonim. (2013). Lab Analisis Bahan. Diakses tanggal 15 Maret 2014.

Adnyana, I.K., Yulinah, E., Andreanus, A., Kumolosasi, E., Iwo, M.I., Sigit, J.I., Suwendar, dan Endang, K. (2004). Uji Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Etanol Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.). Acta Pharmaceutica Indonesia. 29(2): 45.

Anggraeni, N.D. (2008). Analisa SEM (Scanning Electron Microscopy) dalam Pemantauan Proses Oksidasi Magnetite Menjadi Hematite. Seminar Nasional ke-VII. Artikel. Hal. 52.

Buzea, C., Blandino, I.I.P., dan Robbie, K. (2007). Nanomaterials And Nanoparticles:

Sources and Toxicity. Biointerphases. 2(4): 17-172.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 744.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 896.

Ditjen POM. (2000). Paramater Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 15-18.

Dewi Y.F., Anthara M.S., dan Dharmayudha A.A.G.O. (2014). Efektifitas Ekstrak Daun Sirih Merah (Piper Crocatum) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Putih Jantan (Rattus Novergicus) Yang Di Induksi Aloksan. Buletin Veteriner Udayana. 6(1): 73-79.

Fernandez, B.R. (2011). Nanomaterial: Sintesis, Karakterisasi, Sifat dan Peralatan Elektronik. Tesis. Padang: Program Studi Kimia Pascasarjana. Universitas Andalas Padang.

Filipponi, P., Gregorio, F., Cristallini, S., Ferrandina, C., Nicoletti, I., dan Santeusanio, F. (2008). Selective impairment of pancreatic A cell suppreession by glucose during acute alloxan – induced insulinopenia: in vitro study on isolated perfused rat pancreas. Diakses tanggal 18 Februari 2009. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/3522213.

Ganong, W.F. (2005). Fungsi Endokrin Pangkreas dan Pengaturan Metabolisme Karbohidrat dalam buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG. Hal. 347.


(37)

Perak. Seminar Nasional Biologi; 2010. 24-25 September; Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Harianja, E. (2011). Uji Efek Ekstrak Etanol Biji Tumbuhan Alpukat (Persea americana Mill) Segar Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Pada Mencit Putih Jantan. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara. Fak. Farmasi. Halaman 18

Hidayat, T. (2013). Sirih Merah Budidaya dan Pemanfaatan Untuk Obat. Yogyakarta: Pustaka Baru Press. Halaman 8.

Lanimarta, Y. (2012). Pembuatan dan Uji Penetrasi Nanopartikel Kurkumin Dendrimer Polimidoamin (PAMAM) Generasi-4 dalam Sediaan Gel

dengan Menggunakan Sel Difusi FRANZ. Skripsi. Jakarta: Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia.

Lawrence, J.C. (2005). Insulin and Drugs Used in therapy of Diabetes Mellitus. In Brody, T.M., Larner, J., Minneman, K.P., dan Neu, H.C. (Ed.), Human Pharmacology Molecular to Clinical. 4nd Ed. Mosby: London. Page: 523-539.

Misnadiarly. 2006. Diabetes Melitus Gangren, Ulcer, Infeksi, Mengenali gejala, Menanggulangi, dan Mencegah komplikasi. Jakarta: Pustaka

Obor Populer. Hal. 138.

Mohanraj V.J., dan Chen Y. (2006). Nanoparticles-A review. Tropical Journal of Pharmaceutical Research. 5(1):561-573.

Nelson D.L., dan Michael M.C. (2004). Lehninger Principle of Biochemistry Fourth Edition. New York: WH Freeman & Company.

Oguwike, F.N., Offor, C.C., Onubeze, D.P.M., dan Nwadioha. (2013). Evaluation of Activities of Bitterleaf (Vernonia Amygdalina) Extract on Haemostatic and Biochemical Profile of Induced Male Diabetic Albino Rats. Journal of Dental and Medical Sciences. 2(11): 60-6.

Pasaribu, F. (2013). Uji Efek Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada Mencit Jantan Dengan Metode Toleransi Glukosa. Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi USU.

Powers. A.C. (2008). Diabetes Mellitus. Harrison’s Principles Of Internal Medicine. Edisi Ketujuh Belas. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc. Hal. 2275-2297.


(38)

Ria, S. (2012). Skrining Fitokimia dan Isolasi Senyawa Flavonoid dari Daun Sirih Merah (Piper porphyrophyllum N.E.Br). Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi USU. Halaman 33.

Rohilla, A., dan Ali, S. (2012). Alloxan Induced Diabetes : Mechanism and Effects. International Journal of Research in Pharmaceutical and Biomedic Sciences. 3(2): 819-823.

Serlahwaty, D., Sugiastuti, S., dan Ningrum, R.C. (2011). Aktivitas Antioksidan Ekstrak Air dan Etanol 70% Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) dan Sirih Merah (Piper cf. Fragile Benth.) dengan Metode Perendaman Radikal Bebas DPPH. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 9(2): 143-146.

Shadine, M. (2010). Mengenal Penyakit Hipertensi, Diabetes, Stroke dan Serangan Jantung. Jakarta: penerbit Keenbooks. Hal. 66-65.

Sitepu, S.H. (2010). Uji Efek Hipoglikemik Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah (Piper cf. Fragile Benth.) Terhadap Tikus Putih Jantan. Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi USU. Halaman 29.

Soppimath, S.K., Aminabhavi, A.T., Kulkarni, A.R., dan Rudzinski, E.W. (2001). Biodegradable Polymeric Nanoparticles as Drug Delivery Devices. Journal of Controlled Release. (70):1-20.

Stern, S.T., dan McNeil, S.E. (2008). Nanotechnology Safety Concerns Revisited. Toxicological Sciences. 101(1): 4-21.

Sudewo, B. (2010). Basmi Penyakit dengan Sirih Merah. Jakarta: Argomedia Pustaka.

Sudewo, B. (2012). Basmi Kanker dengan Herbal. Jakarta: Visimedia. Halaman 54-55

Szkudelski, T. (2001). The Mechanism of Alloxan and Streptozotocin Action in B Cells of The Rat Pancreas. Physiological Research. 50: 536-546.

Tanquilut, N.C., Estasio, M.A.C., Torres, E.B., Rosario, J.C., dan Reyes, B.A.S. (2009). Hypoglycemic Effect of Lagerstroemia speciosa (L.) Pers. on Alloxan-induced Diabetik Mice. Journal of Medicinal Plants Research. 3(12). 1067.


(39)

Vijaykumar, N., Venkateswarlu, V., dan Raviraj, P. (2010). Development of oral tablet dosage form incorporating drug nanoparticles. Research Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences. 1(4): 952-955.

Vogel, G.H. (2008). Drug Discovery and Evaluation: Pharmacological Assays. New York: Springer Verlag. Hal. 352.

Walde, S.S., Dohle, C., Schott-Ohly, P., dan Gleichmann, H. (2002). Molecular target structures in alloxan-induced diabetes in mice, Life Sciences, 71, 1681–1694.

Werdhany, W.I., Marton, A., Setyorini. W. (2008). Sirih Merah. Yogyakarta: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta. Halaman 1

Winaryo, F.G., dan Fernandes, I.E. (2010). Nanoteknologi bagi Industri Pangan dan Kemasan. Bogor: M-Brio Press. Hal. 16.

World Health Organization. (2012). Diabetes. Diakses tanggal 20 maret 2014. http://www.who.int/mediacentre/factsheet.

Yulinta, N.M.R., Gelgel K.T.P., dan Kardena I.M. (2013). Efek Toksisitas Ekstrak Daun Sirih Merah Terhadap Gambaran Mikroskopis Ginjal Tikus Putih Diabetik yang Diinduksi Aloksan. Buletin Veteriner Udayana. 5(2): 114-121

Yuniarti, T. (2008). Ensiklopedia Tanaman Obat Tradisional. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Media Presindo. Hal. 64.

Zastrow, V.M., dan Bourne, R.H. (2001). Reseptor dan Farmakodinamika Obat. Dalam Bertram G. Katzung (Editor). Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi I. Jakarta: Salemba Medika. Hal. 53.


(40)

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental, meliputi pengumpulan bahan tanaman, identifikasi tanaman, pembuatan simplisia, pembuatan dan karakteristisasi nanopartikel daun sirih merah, pembuatan ekstrak etanol daun sirih merah, pengujian efek antidiabetes nanopartikel dan ekstrak etanol daun sirih merah dengan metode uji toleransi glukosa dan induksi aloksan terhadap mencit jantan. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan program SPSS 17.

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah lemari pengering, blender (Philip), oven (Memmert), neraca listrik (Mettler Toledo), neraca hewan (GW-1500), rotary evaporator (Heidolph WB 2000), glukometer (EasyTouch®GCU) dan strip glukotest (EasyTouch®GCU strip test), spuit 1 ml, oral sonde, mortir dan stamfer, alat-alat gelas laboratorium.

3.1.2 Bahan-bahan

Bahan tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah nano simplisia dan serbuk simplisia daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.). Bahan kimia yang digunakan adalah etanol 96%, natrium klorida 0,9 %, aloksan monohidrat (Sigma Aldrich), Na-CMC (Natrium-Carboxy Methyl Cellulose), Metformin (Hexpharm), Glibenklamid (Indofarma) dan akuades (teknis).


(41)

Hewan yang digunakan pada penelitian ini adalah mencit jantan 25-35 g dengan usia sekitar 2-3 bulan. Dua minggu sebelum pengujian dilakukan, hewan percobaan harus dipelihara dan dirawat dengan sebaik-baiknya pada kandang yang mempunyai ventilasi baik dan selalu dijaga kebersihannya. Hewan yang sehat ditandai dengan pertumbuhan yang normal.

3.3 Prosedur Pembuatan Simplisia 3.3.1 Pengumpulan bahan tanaman

Daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) diperoleh dari Desa namoriam kecamatan pancur batu, kabupaten deli serdang, sumatera utara. Pengambilan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan tanaman yang sama dari daerah lain.

3.3.2 Identifikasi sampel

Identifikasi tanaman dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor.

3.3.3 Pembuatan simplisia

Daun sirih merah dipisahkan dari pengotor lain lalu dicuci hingga bersih kemudian ditiriskan dan ditimbang. Selanjutnya dikeringkan dalam lemari pengering sampai daun kering (ditandai bila diremas rapuh) lalu ditimbang sebagai berat simplisia. Simplisia yang telah kering diserbukkan dengan menggunakan blender. Kemudian dimasukkan ke dalam wadah plastik tertutup dan di simpan pada suhu kamar.


(42)

Pemeriksaan karakteristik simplisia yaitu pemeriksaan makroskopik, dilakukan pada daun segar dan simplisia terdiri dari pemeriksaan warna, rasa, ukuran, dan bentuk daun sirih merah.

3.4 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah

Serbuk simplisia diekstraksi dengan cara maserasi dengan menggunakan pelarut etanol. Caranya adalah sebagai berikut:

Sebanyak 400 g (10 bagian) serbuk simplisia dimasukkan ke dalam sebuah bejana, dituangi dengan 3 L (75 bagian) etanol, ditutup, dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, diserkai, diperas. Ampas diremaserasi dengan etanol secukupnya hingga diperoleh 4 L (100 bagian). Pindahkan ke dalam bejana tertutup, dibiarkan di tempat terlindung dari cahaya selama 2 hari. Enap tuangkan atau saring (Ditjen, POM., 1979). Pemekatan ekstrak dilakukan dengan alat rotary evaporator sampai diperoleh ekstrak kental. 3.5 Pembuatan Nanopartikel Daun Sirih Merah

Pembuatan nanopartikel daun sirih merah dilakukan di PUSPIPTEK Serpong Bld. 410 Balai Inkubator Teknologi BPPT R.B07 Serpong, Banten. Prosedur pembuatan sebagai berikut:

1. Masukkan bola‐bola yang akan digunakan sebagai media penghancur ke dalam jar/vial HEM.

2. Bola‐bola dengan ukuran diameter lebih besar dimasukkan terlebih dahulu, kemudian bola‐bola


(43)

dimasukkan dalam jar/vial tidak boleh melebihi 2/3 volume jar/vial.

4. Sampel yang bisa dimilling adalah material logam, keramik dan mineral alam, dan ukuran pada hasil milling tergantung pada material yang dimilling.

5. BPR (Ball to Powder Ratio) yang biasa digunakan adalah 20:1, 10:1, dan 8:1, contoh BPR 20:1 dimana setiap 20 gr berat bola yang digunakan maka 1 gr sampel dapat dimilling.

6. Tutup jar/vial yang telah berisi bola dan sampel dengan rapat.

7. Pasangkan jar/vial pada dudukan jar/vial yang terdapat dalam HEM. Nyalakan HEM dengan mengoperasikan tombol‐tombol elektronik.

3.6 Pemeriksaan Karakteristik Nanopartikel Daun Sirih Merah (NDSM) Pemeriksaan karakteristik nanopartikel daun sirih merah menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) dan Particles Size Analyzer (PSA).

3.6.1 ScanningElectronMicroscope (SEM)

Scanning Electron Microscope (SEM) terdiri dari sebuah senapan elektron yang memproduksi berkas elektron pada tegangan dipercepat sebesar 2 – 30 kV. Berkas elektron tersebut dilewatkan pada beberapa lensa elektromagnetik untuk


(44)

Particles size analyzer (PSA) atau pengukur ukuran partikel merupakan pengujian ukuran partikel dengan range 2-7000 nm menggunakan prinsip dynamic ligh scattering dan gerak brown. Ukuran partikel dihitung berdasarkan fungsi korelasi Stokes-Einstein dan gerak Brown ditetapkan sebagai koefisien difusi translasi. Kecepatan gerak Brown dipengaruhi oleh size, viscosity dan temperature. Keluaran yang dihasilkan merupakan sistem dari statistical, commulant dan laplace methods, dimana masing-masing sistem menghasilkan size distribution dalam intensity, number dan volume (Anonim, 2013).

Pemeriksaan karakteristik nanopartikel daun sirih merah dengan alat PSA dilakukan di PUSPIPTEK Serpong Bld. 410 Balai Inkubator Teknologi BPPT R.B07 Serpong, Banten.

3.7 Pembuatan Pereaksi

Pembuatan pereaksi mencakup larutan Aloksan, suspensi Na-CMC 0,5 %, suspensi Glibenklamid dosis 0,65 mg/kg bb, suspensi Metformin dosis 65 mg/kg bb, suspensi NDSM dosis 100, 150, dan 200 mg/kg bb, suspensi EEDSM dosis 100, 150, dan 200 mg/kg bb.

3.7.1 Pembuatan larutan aloksan

Sebanyak 150 mg aloksan dilarutkan dalam larutan NaCl 0,9% (Vogel, 2008) dibuat sebanyak 10 mL. Perhitungan volume larutan aloksan dapat dilihat pada Lampiran 13.


(45)

dihomogenkan dan dimasukkan ke labu tentukur 100 mL, dicukupkan volumenya dengan air suling hingga garis tanda.

3.7.3 Pembuatan suspensi Glibenklamid dosis 0,65 mg/kg BB

Tablet Glibenklamid digerus dan diambil sebanyak 26 mg, dimasukkan ke dalam lumpang dan ditambahkan suspensi Na-CMC0,5% b/v sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen, volume dicukupkan hingga 10 ml. Perhitungan dosis suspensi glibenklamid dapat dilihat pada Lampiran 13.

3.7.4 Pembuatan suspensi Metformin dosis 65 mg/kg BB

Tablet Metformin digerus dan diambil sebanyak 70 mg, dimasukkan ke dalam lumpang dan ditambahkan suspensi Na-CMC 0,5% b/v sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen, volume dicukupkan hingga 10 ml. Perhitungan dosis suspensi metformin dapat dilihat pada Lampiran 13.

3.7.5 Pembuatan suspensi nanopartikel daun sirih merah (NDSM)

Dalam pengujian digunakan 3 variasi dosis yakni dosis 100, 150, dan 200 mg/kg bb. Sejumlah 100, 150, dan 200 mg NDSM dimasukkan ke dalam lumpang dan ditambahkan suspensi Na-CMC 0,5 % b/v sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen hingga 10 mL.

3.7.6 Pembuatan suspensi ekstrak etanol daun sirih merah (EEDSM)


(46)

sambil digerus sampai homogen hingga 10 mL.

3.8 Pengujian Efek Antidiabetes Nanopartikel Daun sirih merah dan Ekstrak Etanol Daun sirih merah

Pengujian efek antidiabetes nanopartikel dan ekstrak etanol daun sirih merah terdiri dari penggunaan alat glucose test meter EasyTouch®GCU, pengukuran kadar glukosa darah, pengujian efek antidiabetes nanopartikel daun sirih merah (NDSM) dan ekstrak etanol daun sirih merah (EEDSM) dengan metode toleransi glukosa dan induksi aloksan.

3.8.1 Penggunaan blood glucose test meter “EasyTouch®GCU

Alat yang digunakan untuk mengukur kadar glukosa darah adalah glukometer EasyTouch®GCU dengan menggunakan test strip yang bekerja secara enzimatis. Glukometer ini secara otomatis akan hidup ketika strip tes dimasukkan dan akan mati setelah strip tes dicabut. Kemudian dicocokkan kode nomor yang muncul pada layar dengan yang ada pada vial strip tes EasyTouch®GCU. Tesy strip dimasukkan pada glukometer dan bagian layar akan tertera angka yang harus sesuai dengan kode vial strip tes EasyTouch®GCU, kemudian pada layar monitor glucometer muncul tanda siap untuk diteteskan darah. Caranya dengan menyentuh 1 tetes darah yang keluar ke tes strip dan ditarik sendirinya melalui aksi kapiler. Ketika wadah terisi penuh oleh darah, alat mulai mengukur kadar glukosa darah. 3.8.2 Pengukuran kadar glukosa darah


(47)

dengan etanol 70%, ujung ekor digunting secara aseptik (Thomson, 1985) tetesan darah pertama dibuang, tetesan berikutnya diserapkan pada test strip yang terselip pada alat. Sejumlah darah tertentu akan terserap sesuai dengan kapasitas serap test strip, setelah itu perdarahan ekor mencit dihentikan, dalam waktu 15 detik pada layar tertera kadar glukosa darah dalam satuan mg/dL.

3.8.3 Pengujian efek antidiabetes nanopartikel daun sirih merah (NDSM) dan ekstrak etanol daun sirih merah (EEDSM) dengan metode toleransi glukosa

Mencit jantan sebanyak 40 ekor dengan berat badan 25 – 35 g yang telah dipuasakan ditimbang berat badannya, diukur kadar glukosa darah (KGD) puasa, dikelompokkan secara acak menjadi 8 kelompok, yang masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor mencit dan diberi perlakuan secara oral, yakni :

Kelompok I : suspensi Na-CMC 0,5 % b/v

Kelompok II : suspensi NDSM dosis 100 mg/kg bb Kelompok III : suspensi NDSM dosis 150 mg/kg bb Kelompok IV : suspensi NDSM dosis 200 mg/kg bb Kelompok V : suspensi EEDSM dosis 100 mg/kg bb Kelompok VI : suspensi EEDSM dosis 150 mg/kg bb Kelompok VII : suspensi EEDSM dosis 200 mg/kg bb Kelompok VIII : suspensi Glibenklamid 0,65 mg/kg bb


(48)

ukur glukometer EasyTouch®GCU.

3.8.4 Pengujian efek antidiabetes nanopartikel daun sirih merah (NDSM) dan ekstrak etanol daun sirih merah (EEDSM) dengan metode induksi aloksan

Mencit jantan sebanyak 40 ekor dengan berat badan 25 – 35 g yang telah dipuasakan ditimbang berat badannya, ditentukan kadar glukosa darah puasa, kemudian masing-masing mencit diinduksi dengan aloksan dosis 150 mg/kg bb secara intraperitoneal (Oguwike, et al., 2013). Mencit diberi makan dan minum seperti biasa, diamati tingkah laku dan bobot badan, mencit diukur KGD pada hari ke-3. Mencit dianggap diabetes apabila kadar glukosa darah puasa ≥ 200 mg/dL (Tanquilut, et al., 2009) dan telah dapat digunakan untuk pengujian.

Mencit diabetes dikelompokkan secara acak menjadi 8 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor dan diberi perlakuan secara oral, yakni:

Kelompok I : suspensi Na-CMC 0,5 % b/v

Kelompok II : suspensi NDSM dosis 100 mg/kg bb Kelompok III : suspensi NDSM dosis 150 mg/kg bb Kelompok IV : suspensi NDSM dosis 200 mg/kg bb Kelompok V : suspensi EEDSM dosis 100 mg/kg bb


(49)

Kedelapan kelompok diberi sediaan uji selama 15 hari, pengukuran kadar glukosa darah diukur pada hari ke-3, 5, 7, 9, 11, 13, dan ke-15 menggunakan alat ukur glukometer EasyTouch®GCU.

3.9 Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan metode analisis variasi (ANOVA) dengan tingkat kepercayaan 95% dan dilanjutkan dengan uji Post Hoc Tukey untuk melihat perbedaan nyata antar perlakuan. Analisis statistik ini menggunakan program Statistic and Service Solutions (SPSS) versi 17.


(50)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Identifikasi Tanaman

Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor menyatakan bahwa spesimen tanaman yang diidentifikasi adalah daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav) dari famili Piperaceae. Hasil identifikasi dapat dilihat pada Lampiran 1.

4.2 Hasil Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan Makroskopik terdiri dari pemeriksaan bentuk, warna dan rasa. Hasil pemeriksaa karakteristik daun sirih merah menunjukkan bahwa daun sirih merah memiliki bentuk daun pipih menyerupai jantung dengan panjang daun 15-20 cm, dan lebar daun 5-10 cm, berwarna merah pada bagian bawah daun, dan warna putih keabuan dan mengkilap pada bagian atas daun. Pemeriksaan makroskopik simplisia daun sirih merah berwarna hijau dengan bau khas daun sirih yang menyengat dan berasa sedikit pahit. (Lampiran 2 dan 3).

4.3 Hasil Ekstraksi Serbuk Daun Sirih Merah


(51)

4.4.1 ScanningElectronMicroscopy (SEM)

Hasil pengujian scanning electron microscopy (SEM) dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan 4.2.

Gambar 4.1 Hasil SEM nanopartikel daun sirih merah

Nanopartikel simplisia berbentuk persegi dengan permukaan yang halus dan berukuran 644 nm sedangkan serbuk simplisia berukuran 164 µm yang memiliki bentuk memanjang. Menunjukkan hasil ukuran nanopartikel daun sirih merah lebih kecil dari simplisia daun sirih merah. Dapat dilihat pada Gambar 4.2.


(52)

Gambar 4.2 Hasil SEM serbuk simplisia daun sirih merah

4.4.2 ParticleSizeAnalyzer (PSA)

Keberhasilan suatu sampel menjadi nanopartikel diketahui dengan melihat distribusi ukuran sampel tersebut. Hasil pengukur ukuran partikel atau particles size analyzer (PSA) menunjukkan rerata distribusi ukuran 744,1 ± 207,9 nm. Hasil analisis ukuran partikel simplisia daun sirih merah terbukti berukuran nanometer karena ukuran partikel ini masuk dalam range 10-1000 nm (Mohanraj dan Chen, 2006). Hasil dapat dilihat pada lampiran 5.

Ukuran partikel dan distribusi ukuran karakteristik sangat penting dalam sistem nanopartikel. Ukuran partikel dan distribusi ukuran ditentukan dengan distribusi in vivo, toksisitas, dan kemampuan penargetan dalam sistem nanopartikel. Selain itu, ukuran partikel dan distribusi ukuran juga dapat memperngaruhi dalam pengantaran obat, pelepasan obat, dan stabilitas nanopartikel (Mohanraj dan Chen, 2006).

4.5 Pengujian Efek Antidiabetes Nanopartikel Daun Sirih Merah (NDSM) dan Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah (EEDSM) dengan Metode Toleransi Glukosa


(53)

pembagian kelompok. Kemudian 30 menit setelah perlakuan, dilakukan pemberian larutan glukosa 50% dan diukur KGD mencit pada menit ke-30, 60, 90 dan 120. Hasil pengukuran KGD mencit pada metode toleransi glukosa dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Pada pengujian ini digunakan glibenklamid sebagai obat pembanding karena dapat meningkatkan sekresi insulin dan hanya efektif pada diabetes mellitus tipe yang keadaan diabetesnya tidak begitu berat serta sel betanya masih bekerja cukup baik (Tjay dan Rahardja, 2007). Hasil persen penurunan KGD mencit setelah diberi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.1 Hasil pengukuran KGD mencit setelah perlakuan dengan metode toleransi glukosa Kelompok Uji Berat Badan rata-rata (gram) KGD Puasa rata-rata (mg/dL)

KGD Setelah Perlakuan (mg/dL) Waktu (menit)

30 60 90 120

Kontrol Na-CMC 0,5% b/v dosis 1%

BB

30,2 86,4

266 ± 8.49 251,8 ± 10,16 218,6 ± 13,62 201,2 ± 11,65 NDSM dosis 100 mg/kg BB

28,6 83,4

227,2 ± 6,41 187 ± 7,23 143,2 ± 7,33 90,8 ± 3,93 NDSM dosis 150 mg/kg BB

29,4 89,8

229,4 ± 10,58 163 ± 11,73 135 ± 12,37 91,6 ± 5,07


(54)

BB 6,88 10,94 7,84 2,16 EEDSM dosis

200 mg/kg BB

30,5 99,8

208,8 ± 4,49

167,8 ± 5,18

138 ± 7,87

98,8 ± 0,97 Glibenklamid

dosis 0,65 mg/kg BB

27,9 88,4

219,4 ± 10,16

156,6 ± 3,83

124,6 ± 3,67

85,4 ± 8,07

Data persentase penurunan KGD rata-rata mencit antar individu dianalisa secara statistic dengan metode ANOVA lalu dilanjutkan uji Post Hoc Tukey HSD untuk melihat perbedaan yang nyata antar perlakuan. Berdasarkan hasil analisis statistik uji toleransi glukosa pada menit ke-120 menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok uji dengan kelompok kontrol (P < 0,05).

Penurunan KGD NDSM dosis 150 mg/kg bb pada menit ke-60 menunjukkan terjadi penurunan KGD dan tidak memberikan perbedaan yang nyata atau memiliki efek yang sama dengan Glibenklamid dosis 0,65 mg/kg bb, dimana nilai signifikannya 0,999 (p > 0,05) dan EEDSM dosis 150 mg/kg bb dimana nilai signifikannya 0,997. Hal ini menunjukkan bahwa NDSM dosis 150 mg/kg bb dapat menurunkan KGD lebih baik dibandingkan EEDSM dosis 150 mg/kg bb.


(55)

Gambar 4.3 Grafik penurunan KGD rata-rata dengan metode toleransi Glukosa

0 25 50 75 100 125 150 175 200 225 250 275

0 30 60 90 120

K

a

d

a

r

G

lu

k

o

sa

D

a

ra

h

(

mg

/d

L)

Waktu (menit)

Kontrol Na‐CMC 0,5% NDSM dosis 100 mg/kg BB

NDSM dosis 150 mg/kg BB NDSM dosis 200 mg/kg BB

EEDSM dosis 100 mg/kg BB EEDSM dosis 150 mg/kg BB


(56)

Kelompok

Rata-rata % Penurunan KGD ± SD (mg/dL) Menit

ke-60 p

Menit

ke-90 p

Menit

ke-120 p Kontrol

Na-CMC 0,5% b/v dosis 1% BB

5,43 ± 0,97 - 0,000* 18,05 ± 3,14 - 0,001* 24,51 ± 2,77 - 0,000* NDSM dosis

100 mg/kg BB

17,64 ± 3,59 0,113 0,061 36,99 ± 4,22 0,017# 0,960 59,82 ± 2,55 0,000# 1,000 NDSM dosis

150 mg/kg BB

28,80 ± 3,32 0,000# 0,999 41,09 ± 3,00 0,002# 1,000 59,92 ± 2,13 0,000# 1,000 NDSM dosis

200 mg/kg BB

19,92 ± 1,98 0,034# 0,186 34,85 ± 3,82 0,047# 0,813 55,76 ± 2,52 0,000# 0,880 EEDSM dosis

100 mg/kg BB

18,73 ± 3,99 0,065 0,107 31,82 ± 4,70 0,166 0,456 52,03 ± 1,16 0,000# 0,288 EEDSM dosis

150 mg/kg BB

28,12 ± 3,20 0,000# 0,997 40,13 ± 2,24 0,003# 1,000 56,26 ± 1,30 0,000# 0,929 EEDSM dosis

200 mg/kg BB

19,59 ± 2,19 0,041# 0,161 33,97 ± 3,08 0,069 0,719 52,60 ± 1,13 0,000# 0,369 Glibenklamid dosis 0,65 mg/kg BB 31,06 ± 3,56 0,000# - 42,44 ± 4,23 0,001# - 60,52 ± 4,66 0,000# - Keterangan :

* = berbeda signifikan dengan kelompok glibenklamid # = berbeda signifikan dengan kelompok Na-CMC

Pada Tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa pada selang waktu 60 menit persen penurunan KGD mencit pada setiap kelompok perlakuan dibanding dengan kelompok Kontrol Na-CMC 0,5% yaitu 5,43% untuk kelompok kontrol Na-CMC 0,5%; 31,06% untuk Glibenklamid dosis 0,65 mg/kg bb, untuk kelompok NDSM 100, 150 dan 200 mg/kg bb masing-masing 17,64%; 28,80% dan 19,9%; dan


(57)

NDSM dosis 100 dan 150 mg/kg bb pada nilai signifikan 1,000 (p > 0,05) dengan masing-masing persentase penurunan 59,82% dan 59,92%. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok uji NDSM dosis 100 dan 150 mg/kg bb lebih efektif menurunkan KGD dibandingkan NDSM 200 mg/kg bb dengan persen penurunan 55,76% dan EEDSM dosis 100, 150 dan 200 mg/kg bb dengan masing-masing persen penurunan 52,03%; 56,26% dan 52,60%.

4.6 Pengujian Efek Antidiabetes Nanopartikel Daun Sirih Merah (NDSM) dan Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah (EEDSM) dengan Metode Induksi Aloksan

Mencit dibagi menjadi 8 kelompok yaitu kelompok Na-CMC 0,5% dosis 1% bb, NDSM dosis 100 mg/kg bb, NDSM dosis 150 mg/kg bb, NDSM dosis 200 mg/kg bb, EEDSM dosis 100 mg/kg bb, EEDSM dosis 150 mg/kg bb, EEDSM dosis 200 mg/kg bb, dan kelompok Metformin dosis 65 mg/kg bb.

Mencit dipuasakan selama 18 jam. Kemudian mencit diinduksi dengan aloksan dosis 150 mg/kg bb secara intraperitonial, diamati tingkah laku dan bobot badan, serta diukur KGD pada hari ke-3 hingga hari berikutnya sampai menunjukkan kenaikan KGD dan mencit dapat mulai digunakan dalam pengujian. Mencit yang telah memiliki KGD ≥ 200 mg/dL disebut mencit diabetes. Perlakuan diberikan selama 15 hari untuk melihat penurunan KGD mencit yang telah diabetes. Pemberian sediaan uji pada setiap kelompok mencit diabetes selanjutnya dianggap sebagai hari pertama. Hasil pengukuran KGD mencit pada


(58)

Kelompok Uji

Berat Badan rata-rata

(gram)

KGD Puasa rata-rata

sebelum diinduksi aloksan (mg/dL)

KGD Puasa rata-rata

setelah diinduksi aloksan (mg/dL)

KGD Setelah Perlakuan (mg/dL)

Hari ke-3

Hari ke-5

Hari ke-7

Hari ke-9

Hari ke-11

Hari ke-13

Hari ke-15

P1 27,98 76,60 283,00 289,20 306,80 319,60 331,40 340,00 344,80 351,20

P2 32,18 83,6 306,60 290,60 258,20 239,00 181,20 147,40 115,00 95,80

P3 29,56 82,2 321 285,6 261,8 247,2 188 142,6 106,8 94,2

P4 31,26 93 301,4 287,2 278,4 245,2 177,6 144,8 115,2 99,8

P5 31,34 86 306,4 287,8 264 233 197 155 135,8 109,6


(59)

Keterangan:

P1 = Suspensi Na-CMC 0,5%

P2, P3, dan P4 = Suspensi Nanopartikel daun sirih merah dosis 100, 150 dan 200 mg/kg bb P5, P6 dan P7 = Suspensi Ekstrak etanol daun sirih merah dosis 100, 150 dan 200 mg/kg bb P8 = Suspensi Metformin 65 mg/kg bb


(60)

0 50 100 150 200 250 300

0 1 3 5 7 9 11 13 15

K

ad

ar

gl

u

k

os

a

d

ar

ah

(

m

g/

d

L

)

Waktu (Hari)


(61)

pada kelompok mencit yang diberikan suspensi Na-CMC 0,5% dosis 1% bb mengalami peningkatan pada hari ke-15. Hal ini dikarenakan rusaknya sel β di pankreas yang disebabkan oleh aloksan sehingga KGD pun meningkat. Aloksan adalah suatu senyawa yang sering digunakan untuk penelitian diabetes menggunakan hewan percobaan yang dapat menyebabkan kerusakan fungsional irreversibel pada sel-sel beta pankreas dalam beberapa menit dan perubahan struktural dalam beberapa jam (Rohilla dan Ali, 2012).

Hasil analisis data Area Under the Curve (AUC) setiap perlakuan ditunjukkan pada Tabel 4.4 dan grafik hasil analisis data Area Under the Curve (AUC) setiap perlakuan ditunjukkan pada Gambar 4.5.

Tabel 4.4 Hasil analisis data Area Under the Curve (AUC) Setiap Perlakuan

No

AUC KGD Setelah Perlakuan (mg/dl.hari) Na-CMC 0,5% NDSM 100 mg/kg bb NDSM 150 mg/kg bb NDSM 200 mg/kg bb EEDSM 100 mg/kg bb EEDSM 150 mg/kg bb EEDSM 200 mg/kg bb Metformin 65 mg/kg bb 1 4712 2930 2972 2901 3138 2880 3430 2761 2 4446 3004 2761 2903 2717 2915 3226 2737 3 4335 2849 2790 2949 2991 2886 3288 2734 4 4415 2826 2970 2871 2987 2913 3196 2738 5 4581 2717 2903 2866 2973 2837 3310 2711 Rata

- rata 4497,8 2865,2 2879,2 2898 2961,2 2886,2 3290 2736,2

AUC adalah total jumlah obat yang ada dalam tubuh (kadar obat dalam sirkulasi sistemik) versus waktu. Nilai AUC menggambarkan derajat absorpsi, yakni berapa banyak obat di absorbsi dari sejumlah dosis yang diberikan


(62)

Under the Curve (AUC) setiap perlakuan.

Gambar 4.5 Grafik hasil analisis data Area Under the Curve (AUC) setiap perlakuan.

Untuk mengetahui perbedaan yang bermakna antar perlakuan maka dilakukan uji beda rata-rata Tukey. Hasil perhitungan uji beda rata-rata Tukey AUC ditunjukkan pada Tabel 4.5

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000

A

U

C

(mg

/d


(63)

Perlakuan N

1 2 3 4

Metformin 65 mg/kg bb

5 2736.2000

NDSM 100 mg/kg bb 5 2865.2000 2865.2000 NDSM 150 mg/kg bb 5 2879.2000 2879.2000 EEDSM 150 mg/kg bb 5 2886.2000 2886.2000 NDSM 200 mg/kg bb 5 2898.0000 2898.0000

EEDSM 100 mg/kg bb 5 2961.2000

EEDSM 200 mg/kg bb 5 3290.0000

Na-CMC 0,5% 5 4497.8000

Sig. .194 .780 1.000 1.000

Hasil analisis uji beda nyata rata-rata Tukey tampak bahwa pada pemberian NDSM dosis 100, 150 dan 200 mg/kg bb dan EEDSM dosis 150 mg/kg bb menunjukkan penurunan KGD yang tidak berbeda nyata dengan metformin 65 mg/kg bb, sehingga pemberian NDSM dosis 100, 150 dan 200 mg/kg bb dan EEDSM dosis 150 mg/kg bb dapat menurunkan KGD, sedangkan pemberian EEDSM dosis 100, 200 mg/kg bb dan Na-CMC 0,5% masih menunjukkan nilai yang lebih besar dibandingkan dengan nilai metformin 65 mg/kg bb maupun NDSM dosis 100, 150 dan 200 mg/kg bb dan EEDSM dosis 150 mg/kg bb. Hal ini menunjukkan bahwa dengan pemberian NDSM 100 dan 150 mg/kg bb didapatkan sebagai dosis efektif dalam menurunkan KGD.

Hasil persen penurunan KGD mencit setelah diberi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.6 dan Gambar 4.6.


(64)

aloksan

Kelompok Uji

% penurunan rata-rata KGD mencit ± SD (mg/dL) Hari ke-3 Hari ke-5 Hari ke-7 Hari ke-9 Hari ke-11 Hari ke-13 Hari ke-15 Kontrol Na-CMC 0,5% b/v

dosis 1% BB

-2,18 ± 0,94 -8,51 ± 3,97 -13,00 ± 4,54 -17,18 ± 4,59 -20,23 ± 4,54 -21,93 ± 4,32 -24,21 ± 4,65 NDSM dosis

100 mg/kg BB

4,57 ± 2,31 15,36 ± 4,84 22,66 ± 5,51 41,48 ± 8,47 53,59 ± 6,27 62,48 ± 1,37 68,75 ± 1,07 NDSM dosis

150 mg/kg BB

11,01 ± 1,76 15,32 ± 2,33 22,92 ± 1,00 41,98 ± 5,64 55,79 ± 3,19 65,08 ± 1,94 69,20 ± 1,76 NDSM dosis

200 mg/kg BB

4,69 ± 2,36 7,63 ± 1,01 18,62 ± 3,22 41,07 ± 1,11 51,91 ± 3,88 61,78 ± 1,01 66,88 ± 2,32 EEDSM dosis

100 mg/kg BB

6,07 ± 1,44 13,86 ± 4,83 23,95 ± 3,67 35,73 ± 9,02 49,38 ± 9,47 55,65 ± 5,59 64,22 ± 3,93 EEDSM dosis

150 mg/kg BB

8,85 ± 1,71 14,91 ± 1,97 22,68 ± 2,60 41,45 ± 3,85 53,47 ± 4,35 64,24 ± 1,33 67,36 ± 0,86 EEDSM dosis

200 mg/kg BB

6,25 ± 1,35 10,37 ± 2,52 16,66 ± 4,01 26,74 ± 4,04 47,67 ± 3,28 56,18 ± 3,97 62,58 ± 2,41 Metformin 65 mg/kg bb 14,00 ± 2,24 23,34 ± 2,33 29,05 ± 2,27 49,13 ± 1,62 63,35 ± 0,58 67,92 ± 1,01 72,00 ± 1,30

Data persentase penurunan KGD rata-rata mencit antar individu dianalisa secara statistik dengan metode ANOVA lalu dilanjutkan uji Post Hoc Tukey HSD untuk melihat perbedaan yang nyata antar perlakuan. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pada hari ke-3, NDSM dosis 100, 150 dan 200 mg/kg bb dan EEDSM dosis 100, 150, 200 mg/kg bb telah menunjukkan perbedaan yang


(65)

Gambar 4.6 Grafik hasil persentase penurunan KGD rata-rata mencit antar individu setelah diinduksi aloksan

Pada hari ke-3 NDSM 150 mg/kg bb menunjukkan terjadi penurunan KGD 11,01% dan tidak memberikan perbedaan yang signifikan dengan kelompok metformin 65 mg/kg bb, dengan nilai signifikan 0,198 (p > 0,05).

Sedangkan pada hari ke-7 NDSM 100 dan 150 mg/kg bb, EEDSM 100,

‐10 0 10 20 30 40 50 60 70 80

Hari ke‐3 Hari ke‐5 Hari ke‐7 Hari ke‐9 Hari ke‐11 Hari ke‐13 Hari ke‐15

P

e

rs

e

n

P

e

n

u

ru

n

a

n

K

G

D

(

%)

Waktu

NDSM 100 mg/kg BB NDSM 150 mg/kg BB NDSM 200 mg/kg BB

EEDSM 100 mg/kg BB EEDSM 150 mg/kg BB EEDSM 200 mg/kg BB


(66)

dengan kelompok metformin 65 mg/kg bb (p > 0,05).

Pada hari ke-15 NDSM 100, 150 dan 200 mg/kg bb menunjukkan terjadi penurunan KGD dan tidak memberikan perbedaan yang signifikan dengan kelompok metformin 65 mg/kg bb (p > 0,05) dengan masing-masing persentase penurunan KGD 68,75%; 69,20% dan 66,88%. Dan pada EEDSM dosis 100, 150 dan 200 mg/kg bb memberikan perbedaan yang signifikan dengan kelompok metformin 65 mg/kg bb (p < 0,05) .

Hal ini menyatakan bahwa NDSM dosis 100, 150 mg/kg bb lebih efektif menurunkan KGD pada mencit yang diinduksi aloksan dibandingkan dengan NDSM dosis 200 mg/kg bb dan EEDSM dosis 100, 150 dan 200 mg/kg bb.

Peningkatan dosis obat seharusnya meningkatkan respon yang sebanding dengan dosis yang ditingkatkan, namun dengan peningkatan dosis respon akhirnya menurun karena sudah tercapainya dosis yang sudah tidak dapat meningkatkan respon lagi (Bourne dan Zastrow, 2001). Hal ini karena telah jenuhnya reseptor yang berikatan dan terjadinya interaksi dengan senyawa kimia yang terkandung didalam daun sirih merah. Jika reseptor telah jenuh, maka peningkatan dosis tidak bisa mencapai efek maksimumnya.

Nanopartikel adalah partikel dengan ukuran 1-1000 nanometer (Fernandez, 2011; Handayani, et al., 2010). Secara umum nanopartikel adalah partikel berukuran 10-1000 nanometer (Soppimath, 2001). Hasil analisis ukuran partikel simplisia daun sirih merah berukuran antara 1-1000 nanometer maka


(67)

sirih merah (Piper crocatum) dengan dosis 50, 100 dan 200 mg/kg bb dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus, dari hasil analisis statistik ekstrak etanol daun sirih merah dengan dosis 100 mg/kg bb sebanding dengan pemberian glibenklamid dosis 1 ml/kg bb (Sitepu, 2010). Dan penelitian lainnya diketahui bahwa daun sirih merah mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin, tanin dan triterpenoid/steroid, dan hasil isolasi diperoleh senyawa flavonoid yaitu flavonol, flavon dan isoflavon (Ria, 2012). Dari buku “A review of natural product and plants as potensial antidiabetic” dilaporkan bahwa senyawa alkaloid dan flavonoid memiliki aktivitas hipoglikemik atau penurunan kadar glukosa darah (Hidayat, 2013). Selain itu ada penelitian juga yang mengatakan bahwa Daun Sirih Merah mempunyai aktivitas antioksidan yang cukup tinggi sehingga dapat bertindak sebagai penangkap radikal hidroksil dan superoksida dalam tubuh (Serlahwaty, et al., 2011). Kondisi ini dapat menetralisir dan mencegah kerusakan pada sel beta pankreas karena pemberian aloksan.

Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap ekstrak etanol daun sirih merah mengandung senyawa flavonol yang bersifat antioksidan. Antioksidan dapat mengikat radikal hidroksil yang merusak sel β pulau langerhans pankreas. Sehingga produksi insulin akan menjadi maksimal.


(68)

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: a. Ukuran nanopartikel daun Sirih Merah 744,1 ± 207,9 nm mempengaruhi efek

antidiabetes.

b. Nanopartikel daun sirih merah 100 dan 150 mg/kg bb tidak memiliki perbedaan yang nyata atau menunjukkan efek penurunan kadar glukosa darah yang sama dengan metformin 65 mg/kg bb (uji tukey, signifikansi 0,522; 0,691) sedangkan pemberian ekstrak etanol daun sirih merah memberikan perbedaan yang nyata dengan metformin dalam menurunkan kadar glukosa darah mencit jantan yang diinduksi aloksan.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk menguji toksisitas dari nanopartikel daun sirih merah dan dilakukan uji histopatologi untuk melihat perbaikan dari sediaan uji yang diberikan pada hewan percobaan.


(69)

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tanaman

Piper crocatum Ruiz & Pav. atau daun sirih merah merupakan tanaman yang diketahui tumbuh di berbagai daerah di Indonesia, seperti di lingkungan Keraton Yogyakarta dan di lereng merapi sebeleh timur, serta papua dan jawa barat. Sirih merah bisa tumbuh dengan baik di tempat yang teduh dan tidak terlalu banyak terkena sinar matahari. Jika terkena sinar matahari langsung secara terus-menerus warna merah daunnya bisa menjadi pudar dan kurang menarik (Sudewo, 2010).

2.1.1 Sistematika tanaman

Tanaman sirih merah merupakan salah satu famili piperaceae. Taksonomi tanaman sirih merah menurut Hidayat (2013) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Piperales Suku : Piperaceae Marga : Piper


(70)

Nama daerah untuk sirih merah yaitu ranub, blo, sereh, sireh, belo, ibun (Sumatera). Sedah, suruh, seureuh, sere (Jawa). Afo, nai wadok, mirtan (Papua) (Hidayat, 2013).

2.1.3 Morfologi tanaman

Tanaman obat ini memiliki penampilan yang menarik, sehingga banyak yang mengoleksi sebagai tanaman hias yang eksotis. Kehadirannya di dunia pengobatan herbal banyak mendapat perhatian masyarakat (Sudewo, 2012). Tanaman sirih merah (Gambar 2.1) sepintas sosoknya mirip sirih biasa, tanaman merambat yang tumbuh ke atas mempergunakan akar yang keluar dari ruas-ruasnya. Bedanya sirih merambat berdaun hijau gelap dengan motif atau bercak-bercak berwarna keperakan yang muncul di sekitar tulang daunnya, sedangkan tulang daun berwarna kemerahan sementara permukaan bawahnya berwarna merah keunguan (Prihmantoro, 1997).


(71)

Kandungan kimia yang terdapat pada daun sirih merah antara lain minyak atsiri, hidroksikavicol, kavicol, kavibetol, allylprokatekol, karvakrol, eugenol, p-cymene, cineole, caryofelen, kadimen estragol, terpenena, dan fenil propada (Werdhany, et al., 2008).

Menurut Sudewo (2010), daun sirih merah mengandung senyawa-senyawa yang memiliki efek antibakteri yaitu flavonoid, senyawa polifenolat, tanin, dan minyak atsiri.

2.1.5 Khasiat tanaman

Tanaman sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) merupakan salah satu tanaman obat yang daunnya telah lama dikenal mempunyai khasiat obat untuk menyembuhkan berbagai penyakit (Werdhany, et al., 2008). Banyak masyarakat pecinta herbal mengembangkan tanaman ini untuk keperluan berbagai pengobatan (Sudewo, 2012).

Tanaman sirih merah telah diketahui memiliki berbagai khasiat obat dan dianggap sebagai tanaman multifungsi untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit seperti diabetes melitus, asam urat, hepatitis, batu ginjal, hipertensi, radang liver, radang prostat, radang mata, keputihan, maag, kelelahan, nyeri sendi, menurunkan kadar kolesterol, mencegah stroke, dan memperhalus kulit. Air rebusannya mengandung antiseptik atau karvakrol yang bersifat desinfektan dan anti jamur, sehingga bisa digunakan sebagai obat antiseptik untuk menjaga kesehatan rongga mulut, menyembuhkan penyakit keputihan dan bau tak sedap


(72)

Ekstraksi merupakan suatu proses penarikan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan ataupun hewan dengan menggunakan penyari tertentu. Terdapat beberapa macam metode ekstraksi, diantaranya adalah maserasi, perkolasi, refluks, infus, dekok, digesti, dan sokletasi (Ditjen POM, 1979). Metode ekstraksi dapat dikelompokkan menjadi metode dingin dan metode panas.

2.2.1 Cara dingin

Cara dingin merupakan metode ekstraksi tanpa pemanasan selama proses ekstraksi berlangsung, tujuannya untuk menghindari rusaknya senyawa yang tidak tahan pemanasan. Ekstraksi cara dingin antara lain:

a. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya (Ditjen POM, 2000).

b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umum dilakukan pada temperatur ruangan. Prosesnya terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetasan/penampungan ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali jumlah bahan (Ditjen POM, 2000).


(73)

a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temparatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna (Ditjen POM, 2000).

b. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM, 2000).

c. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan adanya pengadukan kontinu pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50O C (Ditjen POM, 2000).

d. Infundasi

Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur pada suhu 96- 98C selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen POM, 2000).

e. Dekoktasi


(74)

Nanopartikel merupakan partikel bentuk padat dengan ukuran sekitar 10-1000 nm (Mohanraj dan Chen, 2006). Nanoteknologi merupakan ilmu yang mempelajari partikel dalam rentang ukuran 1-1000 nm (Buzea, et al., 2007). Berdasarkan sifatnya yaitu mudah terdispersi, nanopartikel dapat tersebar seperti aerosol, suspensi/koloid, atau dalam keadaan menggumpal (Buzea, et al., 2007).

Nanoteknologi mulai memungkinkan para ilmuwan, ahli kimia, dan dokter untuk bekerja di tingkat molekuler dan sel untuk menghasilkan kemajuan penting di bidang ilmu pengetahuan dan kesehatan (Stern dan McNeil, 2008). Nanoteknologi memiliki keuntungan yaitu meningkatkankan kelarutan dan luas permukaan, dosis yang dibutuhkan lebih sedikit, dan dapat digunakan untuk obat bertarget (Stern dan McNeil, 2008).

2.4 Metode Pembuatan Nanopartikel

Sediaan nanopartikel dapat dibuat dengan berbagai metode, yaitu metode emulsifikasi, presipitasi, penggilingan (milling methods), dan polimer hidrofilik, (Soppimath, et al., 2001).

2.4.1 Metode emulsifikasi

Metode emulsifikasi menggunakan prinsip difusi antara pelarut larut air seperti aseton dan metanol dengan pelarut organik tidak larut air seperti kloroform dengan penambahan polimer. Difusi mengakibatkan emulsifikasi pada daerah di antara dua fase pelarut. Partikel yang berada di antara dua fase pelarut tersebut berukuran lebih kecil dari pada kedua fase pelarut itu sendiri (Soppimath,


(75)

Penggilingan merupakan teknik standar yang telah digunakan dalam beragam bidang aplikasi industri untuk mengurangi ukuran partikel. Besarnya pengurangan ukuran diatur oleh jumlah energi penggilingan, yang ditentukan oleh kekerasan intrinsik obat, media grinding, dan penggilingan. Pengurangan ukuran partikel lewat penggilingan dapat dijelaskan oleh tiga mekanisme yaitu gesekan antara dua permukaan karena tekanan yang dihasilkan melampaui kekuatan inheren partikel sehingga mengakibatkan frakturasi (patahan atau retakan), gaya gesek yang dihasilkan mengakibatkan pecahnya partikel menjadi beberapa bagian, dan deagregasi terkait kolisi (tabrakan) antar agregat pada laju diferensial yang tinggi (Vijaykumar, et al., 2010).

2.4.3 Metode polimer hidrofilik

Metode polimer hidrofilik menggunakan polimer larut air seperti kitosan, natrium alginat dan gelatin. Nanopartikel umumnya terbentuk secara spontan ataupun dengan penambahan pengemulsi (Soppimath, et al., 2001).

2.5Mekanisme Regulasi Glukosa Darah

Pelepasan insulin dirangsang oleh zat eksogen dan endogen. Glukosa merupakan zat eksogen yang menentukan fungsi utama sel-β dalam mensintesis dan melepaskan insulin. Glukosa yang berada di aliran darah memasuki sel-β oleh GLUT2, mengalami fosforilasi oleh glukokinase menjadi glukosa-6-fosfat menghasilkan ATP. Jumlah ATP yang meningkat menghambat aktivitas kanal ATP-sensitif K+, sehingga K+ yang masuk kedalam sel berkurang. Penurunan ini


(76)

untuk pengaturan homeostasis glukosa. Reseptor insulin merupakan glikoprotein transmembran yang terdiri dari dari dua subunit α dan β. Interaksi insulin dan reseptor menghasilkan sinyal untuk mengaktifasi jalur anabolik dan menghambat proses katabolik. Transport glukosa kedalam sel otot rangka dan jaringan adiposa diperantai GLUT4. Insulin juga meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam hati dengan memicu glukokinase, sehingga kadar glukosa tetap rendah dan mempermudah masuknya glukosa ke dalam sel (Ganong, 2005).

Sejumlah besar glukosa diproduksi oleh hati, dan sebagian digunakan untuk metabolisme glukosa di otak, sisanya diambil oleh beberapa jaringan, terutama otot dan sebagian kecil untuk jaringan adiposa dalam keadaan puasa. Hati yang normal dapat meningkatkan produksi glukosa empat kali atau lebih, dan efek utama dari kadar insulin yang relatif rendah untuk menahan produksi glukosa di hati. Insulin disekresikan dalam jumlah yang besar setelah makan, dan mengurangi produksi glukosa di hati walaupun selanjutnya akan menyebabkan peningkatan uptake glukosa di otot (Goldstein dan Muller, 2008).

2.6 Diabetes Melitus

Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh ketidakmampuan pankreas dalam menghasilkan insulin yang cukup, atau ketika tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang dihasilkan secara efektif. Hiperglikemia, atau tingginya kadar glukosa darah adalah efek yang normal dari tidak terkontrolnya diabetes dan dapat memicu terjadinya kerusakan yang serius


(1)

2.1.4 Kandungan kimia ... 8

2.1.5 Khasiat tumbuhan ... 8

2.2 Ekstraksi ... 9

2.2.1 Cara dingin ... 9

2.2.2 Cara panas ... 10

2.3 Nanopartikel ... 11

2.4 Metode Pembuatan Nanopartikel ... 11

2.4.1 Metode emulsifikasi ... 11

2.4.2 Metode milling ... 12

2.4.3 Metode polimer hidrofilik ... 12

2.5 Mekanisme Regulasi Glukosa Darah ... 12

2.6 Diabetes Melitus ... 13

2.6.1 Klasifikasi diabetes melitus ... 14

2.6.2 Diagnosis diabetes melitus ... 14

2.6.3 Komplikasi diabetes melitus ... 14

2.6.4 Manajemen pengobatan diabetes melitus ... 15

2.6.4.1 Terapi insulin ... 16

2.6.4.2 Terapi obat-obatan ... 16

2.7 Aloksan ... 18

BAB III METODE PENELITIAN ... 19

3.1 Alat dan Bahan ... 19

3.1.1 Alat-alat ... 19

3.1.2 Bahan-bahan ... 19


(2)

3.3 Prosedur Pembuatan Simplisia ... 20

3.3.1 Pengumpulan bahan tanaman ... 20

3.3.2 Identifikasi sampel ... 20

3.3.3 Pembuatan simplisia ... 20

3.3.4 Pemeriksaan karakteristik simplisia ... 21

3.4 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah ... 21

3.5 Pembuatan Nanopartikel Daun Sirih Merah ... 21

3.6 Pemeriksaan Karakteristik Nanopartikel ... 22

3.6.1 ScanningElectronMicroscope (SEM) ... 22

3.6.2 ParticleSizeAnalyzer (PSA) ... 22

3.7 Pembuatan Pereaksi ... 23

3.7.1 Pembuatan larutan aloksan ... 23

3.7.2 Pembuatan suspensi Na-CMC 0,5 % ... 23

3.7.3 Pembuatan glibenklamid 0,65 mg/kg bb ... 24

3.7.4 Pembuatan metformin 65 mg/kg bb ... 24

3.7.5 Pembuatan suspensi nanopartikel daun sirih merah 24

3.7.6 Pembuatan suspensi ekstrak etanol daun sirih merah 24 3.8 Pengujian Efek Antidiabetes Nanopartikel Daun sirih merah dan Ekstrak Etanol daun sirih merah ... 24

3.8.1 Penggunaan blood glucose test meter EasyTouch ®GCU ... 25

3.8.2 Pengukuran kadar glukosa darah (KGD) ... 25 3.8.3 Pengujian efek antidiabetes nanopartikel daun sirih


(3)

merah (NDSM) dan ekstrak etanol daun sirih merah

(EEDSM) dengan metode induksi aloksan ... 26

3.9 Analisis Data ... 27

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 28

4.2 Hasil Karakteristik Simplisia ... 28

4.3 Hasil Ekstraksi Daun sirih merah ... 28

4.4 Hasil Karakteristik Nanopartikel ... 28

4.4.1 Scanning Electron Microscopy (SEM) ... 28

4.4.2 ParticleSizeAnalyzer (PSA) ... 29

4.5 Pengujian Efek Nanopartikel Daun Sirih Merah (NDSM) dan Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah (EEDSM) dengan Metode Toleransi Glukosa ... 30

4.6 Pengujian Efek Nanopartikel Daun Sirih Merah (NDSM) dan Ekstrak Etanol Daun Sirih Merah (EEDSM) dengan Metode Induksi Aloksan ... 34

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

4.1 Kesimpulan ... 44

4.2 Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45


(4)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Hasil pengukuran KGD mencit setelah perlakuan dengan

metode toleransi glukosa ... 31 4.2 Hasil persen penurunan KGD mencit setelah perlakuan dengan

metode toleransi glukosa ... 33 4.3 Data pengukuran kadar glukosa darah (KGD) mencit yang

diinduksi aloksan ... 35 4.4 Hasil analisis data AreaUndertheCurve (AUC) setiap perlakuan 37 4.5 Hasil perhitungan AUC berdasarkan uji beda rata-rata Tukey ... 39 4.6 Hasil persen penurunan KGD rata-rata mencit puasa setelah


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Kerangka pikir penelitian ... 5

2.1 Tanaman sirih merah ... 7

4.1 Hasil SEM nanopartikel daun sirih merah ... 29

4.2 Hasil SEM serbuk simplisia daun sirih merah ... 29

4.3 Grafik penurunan KGD rata-rata dengan metode toleransi Glukosa ... 32

4.4 Grafik penurunan KGD rata-rata dengan induksi aloksan ... 36

4.5 Grafik hasil analisis data Area Under the Curve (AUC) setiap perlakuan ... 38

4.6 Grafik hasil persentase penurunan KGD rata-rata Mencit antar individu setelah diberi perlakuan ... 41


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Hasil identifikasi tumbuhan ... 49

2 Gambar tanaman Sirih merah ... 50

3 Gambar simplisia daun sirih merah ... 51

4 Serbuk simplisia dan serbuk nanopartikel daun sirih merah ... 52

5 Hasil karakteristik PSA nanopartikel daun sirih merah ... 53

6 Gambar alat dan objek yang digunakan ….. ... 54

7 Gambar mencit sebelum dan setelah diabetes ... 55

8 Bagan kerja penelitian ... 56

9 Bagan pembuatan ekstrak etanol daun sirih merah ... 57

10 Bagan pengerjaan uji efek antidiabetes nanopartikel dan ekstrak etanol daun sirih merah dengan toleransi glukosa ... 58

11 Bagan pengerjaan uji efek antidiabetes nanopartikel dan ekstrak etanol daun sirih merah dengan induksi aloksan ... 59

12 Volume maksimal larutan sediaan uji yang diberikan pada berbagai hewan dan konversi perhitungan dosis antar jenis hewan ... 60

13 Contoh perhitungan dosis ... 61

14 Data pengukuran kadar glukosa darah (KGD) uji toleransi glukosa ... 65

15 Persen penurunan KGD mencit dengan metode toleransi glukosa ... 66

16 Data pengukuran KGD induksi aloksan ... 67