Alternatif Pengelolaan Sampah Padat Kota Berdasarkan Kajian Analisis Penggunaan Biaya Energi (Studi Kasus Di Kota Bogor, Jawa Barat)

(1)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sampah sering dianggap sebagai masalah dalam kehidupan manusia. Setiap aktivitas manusia pasti menghasilkan buangan atau sampah. Di satu sisi sampah merupakan bahan-bahan yang tidak bernilai ekonomis sehingga dibuang, namun disisi lain ada pihak yang menganggap bahwa sampah sebagai barang berguna. Volume sampah yang dihasilkan oleh suatu komunitas sebanding dengan tingkat konsumsi komunitas tersebut terhadap barang atau material yang digunakan sehari-hari. Sama halnya dengan jenis sampah pun sangat bergantung dengan jenis material yang dikonsumsi suatu masyarakat. Salah satu tantangan yang dihadapi oleh pengelola perkotaan adalah penanganan masalah persampahan.

Dewasa ini, sistem pengelolaan sampah di daerah perkotaan dilakukan dengan mengandalkan armada pengangkut sampah yang mengangkut sampah domestik dan industri. Sampah tersebut berasal dari sampah rumah tangga, pasar, pabrik, rumah sakit, hotel yang kemudian dibuang ke tempat pembuangan sementara (TPS), dan akhirnya ke tempat pembuangan akhir (TPA). Sampah-sampah tersebut terdiri atas bahan organik (sayuran, sisa-sisa makanan, dsb) dan bahan anorganik (kertas, kaca, barang pecah belah, plastik, mika, kaleng, kain, besi, logam, dsb).


(2)

Kota Bogor adalah salah satu kota di Indonesia dengan jumlah penduduk padat dan mengalami pertambahan penduduk dari tahun ke tahun. Seperti kota-kota besar di Indonesia, sampah menjadi salah satu masalah di Bogor. Timbulan sampah padat kota (municipal solid waste) khususnya Kota Bogor dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2008 terus meningkat, padahal secara umum sistem pengelolaan sampah di Kota Bogor masih tetap menggunakan sistem kumpul-angkut-buang (dikelola melalui system controlled landfill). Akibatnya lahan yang diperlukan untuk TPA ini sangat luas, padahal untuk mencari lahan TPA yang luas itu sangat sulit, karena terkait dengan penerimaan masyarakat di sekitar TPA yang akan dibangun. Dari sini terlihat, perlunya pengelolaan sampah sebelum dibuang ke TPA.

Total timbulan sampah se-Kota Bogor tahun 2008 per harinya sebanyak 2,224 meter kubik dengan sampah terangkut sebanyak 69 persen atau sekitar 1,525 meter kubik (Radar Bogor 2 Agustus 2008, diakses 6 Desember 2008). Bahkan sampah yang hampir seminggu tidak diangkut akibat diblokirnya TPA Galuga, menyebabkan tumpukan sampah Pasar Bogor menumpuk hingga mencapai 336 ton (Radar Bogor 5 Agustus 2008, diakses 6 Desember 2008) Padahal sampah pasar itu sangat berpotensi untuk diolah menjadi kompos, jika diolah di sumbernya tidak hanya mengurangi beban TPA tetapi juga akan mendatangkan keuntungan tersendiri. Tingginya jumlah timbulan sampah menuntut perhatian yang serius dalam penanganannya, baik dari aspek ketersediaan sarana dan prasarana, sumberdaya manusia, finansial atau anggaran, manajemen dan teknologi.

Energi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kelangsungan kegiatan pengelolaan sampah. Pada sistem pengelolaan sampah, energi yang dibutuhkan adalah energi manusia dan energi bahan bakar minyak. Energi yang paling sering digunakan adalah energi manusia, seperti pengemudi truk sampah, crew angkutan dan petugas kebersihan sampah di TPS. Untuk energi bahan bakar dimanfaatkan untuk transportasi sampah dari TPS ke TPA.

Konsumsi energi yang besar dapat mengakibatkan pemborosan biaya jika tidak diimbangi dengan hasil pengelolaan sampah yang baik, oleh karena itu diperlukan upaya alternatif pengelolaan sampah mendekati sumbernya


(3)

misalnya di TPS dengan pengolahan kompos sebelum sampah dibuang ke TPA.

B. TUJUAN PENELITIAN

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji sistem pengelolaan sampah padat di Kota Bogor. Secara khusus tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi sistem pengelolaan sampah padat di Kota Bogor.

2. Melakukan analisis berdasarkan kebutuhan energi yang digunakan pada sistem pengelolaan sampah padat di Kota Bogor.

3. Mengkaji beberapa alternatif sistem pengelolaan sampah padat berdasarkan perhitungan biaya energi yang dikeluarkan.


(4)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN UMUM KOTA BOGOR

Letak geografis Kota Bogor berada pada 106º 43 30" Bujur Timur (BT) sampai dengan 106º 51' 00" BT dan 6º 30' 30" Lintang Selatan (LS) sampai dengan 6º 41' LS dengan jarak ± 56 km dari Kota Jakarta, Ibukota Negara Indonesia. Kota Bogor terletak di bagian tengah Propinsi Jawa Barat. Jumlah penduduk kota secara administratif sebanyak 855,085 jiwa dengan wilayah kota sebesar 11,850 ha. Adapun batas – batas administratif Kota Bogor adalah sebagai berikut :

1) Di sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Bojong Gede, dan Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor.

2) Di sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Ciomas dan Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

3) Di sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor.

4) Di sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor.

Kota Bogor terdiri atas 6 kecamatan dan terbagi dalam 68 kelurahan. Kecamatan tersebut adalah Kecamatan Bogor Barat, Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor Selatan, Kecamatan Bogor Utara, Kecamatan Bogor Tengah dan Kecamatan Tanah Sareal. Kecamatan dengan wilayah terluas adalah Kecamatan Bogor Barat dan tersempit adalah Kecamatan Bogor Tengah. Kota Bogor dibatasi di sebelah utara oleh Sungai Cipakancilan, sebelah timur oleh Sungai Ciater, sebelah selatan oleh Sungai Cipaku dan Sungai Cisadane dan sebelah barat oleh Sungai Cisadane.

Kondisi iklim di Kota Bogor termasuk tipe iklim Af (Tropika Basah) menurut klasifikasi Koppen. Suhu rata – rata tahunan sebesar 25 ºC dengan suhu udara maksimum sebesar 33.1 ºC dan suhu minimum 21.4 ºC. Suhu udara secara umum tinggi pada musim kemarau dan rendah pada musim hujan. Pada wilayah ini terjadi perubahan bentuk permukaan dari lahan bervegetasi menjadi lahan terbuka yang tidak bervegetasi yang menyebabkan


(5)

terjadinya peningkatan suhu udara. Setiap tahunnya curah hujan cukup besar berkisar antara 3500 - 4000 mm dengan menyebabkan kelembaban udara mencapai 70 persen. Jenis tanah hampir diseluruh wilayah adalah latosol coklat kemerahan, dengan kedalaman efektif tanah lebih dari 90 cm dengan tekstur tanah yang halus serta bersifat agak peka terhadap erosi.

Kegiatan atau bidang usaha penduduk Kota Bogor dapat digolongkan menjadi beberapa sektor yaitu sektor pertanian (pertanian, peternakan, perikanan dan perkebunan), sektor industri, sektor perdagangan, jasa dan sektor lainnya. Data yang ada menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Kota Bogor bekerja di sektor perdagangan dan jasa yaitu sebesar 86.3 persen (Anonim, 1988 di dalam Subono, 1988). Kegiatan masyarakat Kota Bogor dalam sektor pertanian kecil sekali yaitu hanya satu persen sehingga relatif sama dengan sektor industri yang memberi andil sebesar 1.5 persen. Kegiatan industri ini terdiri dari 980 unit industri dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 8344 jiwa. Menurut daerahnya, industri sedang (menengah) terkonsentrasi di Bogor Selatan, sedangkan industri ringan dan kecil ada di Bogor Timur (Subono, 1988).

Pembangunan perumahan di Kota Bogor tergolong pesat, hampir di setiap kecamatan terdapat komplek perumahan formal. Hingga tahun 2005 tercatat 101 komplek perumahan yang tersebar di Kota Bogor, baik yang berskala kecil maupun besar. Di Kecamatan Tanah Sareal pada tahun 2004 terdapat 32 komplek perumahan yang telah dibangun (Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bogor, 2006).

Jumlah sampah yang dihasilkan oleh Kota Bogor tahun 2008 perharinya sebanyak 2,224 meter kubik. Sampah tersebut bersumber dari pemukiman (sampah rumah tangga), pasar, sapuan jalan, pertokoan atau restoran, fasilitas umum dan industri.

B. SAMPAH PADAT KOTA DAN PENGGOLONGANNYA

Menurut Hadiwiyoto (1983) Sampah adalah sisa-sisa bahan yang ditinjau dari segi ekonomi sudah tidak ada harganya lagi. Sedangkan menurut Kastaman dan Kramadibrata (2007) sampah merupakan limbah yang bersifat


(6)

padat, terdiri atas zat atau bahan organik dan anorganik yang dianggap sudah tidak memiliki manfaat lagi dan harus dikelola dengan baik sehingga tidak membahayakan lingkungan. Limbah padat atau sampah adalah bahan-bahan yang dibuang ke alam karena sudah tidak dikehendaki oleh pemiliknya atau sudah tidak dapat difungsikan lagi (Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Kota Bogor, 2006).

Gambar 2. Sampah padat kota

Jenis sampah dapat digolongkan atas dasar beberapa kriteria yaitu didasarkan atas asal, komposisi, bentuk, lokasi, proses terjadinya dan sifatnya. Penggolongan jenis sampah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Penggolongan sampah berdasarkan asalnya

Sampah dapat dijumpai di segala tempat dan hampir di semua kegiatan. Sumber sampah yang terbanyak dari pemukiman dan pasar tradisional (Sudradjat, 2007). Menurut Syahrul dan Ollich (1984) berdasarkan asalnya, maka dapat digolongkan sampah-sampah sebagai berikut:

a. Sampah dari hasil kegiatan rumah tangga. Termasuk dalam hal ini adalah sampah dari asrama, rumah sakit, hotel-hotel dan kantor.

b. Sampah dari hasil kegiatan industri/pabrik.

c. Sampah dari hasil kegiatan pertanian. Kegiatan pertanian meliputi perkebunan, kehutanan, perikanan dan peternakan. Sampah dari kegiatan pertanian sering disebut limbah hasil-hasil pertanian.


(7)

d. Sampah dari hasil kegiatan perdagangan, misalnya sampah pasar, sampah toko.

e. Sampah dari hasil kegiatan pembangunan. f. Sampah jalan raya.

Menurut WHO (1971) di dalam Syahrul dan Ollich (1984) yang menjadi sumber sampah secara umum adalah:

1. Sampah rumah tangga (Domestic Waste) 2. Sampah pasar (Commercial Waste) 3. Sampah jalan (Street-Cleaning Waste) 4. Sampah industri (Industrial Waste)

5. Sampah binatang dan pertanian (Agricultural and Animal Waste) 6. Sampah pertambangan (Mining Waste).

Menurut Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bogor sumber sampah di Kota Bogor (2005) di dalam Kurniah (2008) meliputi: sampah rumah tangga atau pemukiman, sampah pasar, sampah sapuan jalan, sampah pertokoan atau restoran, sampah fasilitas umum dan sampah industri.

2. Penggolongan sampah berdasarkan komposisinya

Pada suatu kegiatan mungkin akan menghasilkan jenis sampah yang sama, sehingga komponen-komponen penyusunnya juga akan sama. Misalnya sampah yang hanya terdiri atas kertas, logam atau daun-daunan saja. Setidaknya apabila tercampur dengan bahan-bahan lain, maka sebagian besar komponennya adalah seragam. Karena itu berdasarkan komposisinya, sampah dibedakan menjadi dua macam:

a. Sampah yang seragam. Sampah dari kegiatan industri pada umumnya termasuk dalam golongan ini. Sampah dari kantor sering hanya terdiri atas kertas, karton, kertas karbon dan masih dapat digolongkan dalam golongan sampah yang seragam.

b. Sampah yang tidak seragam (campuran), misalnya sampah yang berasal dari pasar atau sampah dari tempat-tempat umum (Syahrul dan Ollich, 1984).


(8)

Hasil survai di Jakarta, Bogor, Bandung dan Surabaya pada tahun 1987 menunjukkan komposisi sampah rata-rata sebagai berikut.

Volume sampah : 2 – 2.5 lt/kapita/hari Berat sampah : 0.5 kg/kapita/hari Kerapatan : 200 - 300 kg/m3

Kadar air : 65 - 75%

Sampah organik : 75 - 95% Komponen lain:

a. Kertas : 6%

b. Kayu : 3%

c. Plastik : 2%

d. Gelas : 1%

e. Lain-lain : 4% (Sudradjat, 2007).

Limbah padat organik di Kota Bogor memiliki persentase yang paling tinggi sebesar 72.88 %. Secara keseluruhan komposisi komponen sampah di Kota Bogor meliputi: sampah organik 72.88 %, kertas 5.98 %, plastik 11.11 %, logam 1.74 %, kaca atau gelas 2.07 %, karet 1.65 %, kain/tekstil 1.88 %, kayu 1.18 % dan lain-lainnya 1.51 % (DLHK Kota Bogor, 2005 di dalam Kurniah, 2008).

3. Penggolongan sampah berdasarkan bentuknya

Sampah dari rumah-rumah makan pada umumnya merupakan sisa-sisa air pencuci, sisa-sisa-sisa-sisa makanan yang bentuknya berupa cairan atau seperti bubur. Sedangkan beberapa pabrik menghasilkan sampah berupa gas, uap air, debu, atau sampah-sampah berbentuk padatan. Dengan demikian berdasarkan bentuknya ada tiga macam sampah, yaitu:

a. Sampah berbentuk padatan (solid), misalnya daun, kertas, karton, kaleng dan plastik.

b. Sampah berbentuk cairan (termasuk bubur), misalnya bekas air pencuci, bahan cairan yang tumpah. Limbah industri banyak juga yang berbentuk cair atau bubur, misalnya blotong (tetes) yaitu sampah dari pabrik gula tebu.


(9)

c. Sampah berbentuk gas, misalnya karbon dioksida, ammonia dan gas-gas lainnya (Syahrul dan Ollich, 1984).

4. Penggolongan sampah berdasarkan lokasinya

Baik di kota atau di luar kota, banyak dijumpai sampah bertumpuk-tumpuk. Berdasarkan lokasi terdapatnya sampah, dapat dibedakan:

a. Sampah kota (urban), yaitu sampah yang terkumpul di kota-kota besar. b. Sampah daerah, yaitu sampah yang terkumpul di daerah-daerah di luar

perkotaan, misalnya di desa, di daerah pemukiman dan di pantai (Syahrul dan Ollich, 1984).

5. Penggolongan sampah berdasarkan proses terjadinya Berdasarkan atas proses terjadinya, dibedakan antara:

a. Sampah alami, ialah sampah yang terjadinya karena proses alami, misalnya rontoknya daun-daunan di pekarangan rumah.

b. Sampah non-alami, ialah sampah yang terjadi karena kegiatan-kegiatan manusia (Syahrul dan Ollich, 1984).

6. Penggolongan sampah berdasarkan sifatnya

Terdapat dua macam sampah yang sifat-sifatnya berlainan yaitu: a. Sampah organik, yang terdiri atas daun-daunan, kayu, kertas, karton,

tulang, sisa-sisa makanan ternak, sayur, buah. Sampah organik adalah sampah yang mengandung senyawa-senyawa organik, dan oleh karenanya tersusun oleh unsur-unsur karbon, hidrogen dan oksigen. Bahan-bahan ini mudah didegradasi oleh mikrobia dan dapat dibakar. b. Sampah anorganik, yang terdiri atas kaleng, plastik, besi dan

logam-logam lainnya, gelas, mika atau bahan-bahan yang tidak tersusun oleh senyawa-senyawa organik. Sampah ini tidak dapat didegradasi oleh mikrobia dan tidak dapat dibakar (Syahrul dan Ollich, 1984).

Menurut Sudradjat (2007) sampah pasar khusus seperti pasar sayur mayur, pasar buah, atau pasar ikan, jenisnya relatif seragam, sebagian besar (95%) berupa sampah organik sehingga lebih mudah ditangani. Sampah yang berasal dari pemukiman umumnya sangat beragam, tetapi secara umum minimal 75% terdiri dari sampah organik dan sisanya anorganik.


(10)

Meskipun hanya bahan organik yang bisa terurai oleh mikroba, tetapi setiap jenis bahan berbeda tingkat kemudahan dalam penguraiannya (degradibilitas). Pada Tabel 1 terlihat bahwa kertas koran, hemiselulosa, dan karbohidrat mudah terdegradasi. Kertas bungkus, bambu, lemak dan protein agak sulit terdegradasi, sedangkan kayu, lignin dan plastik hampir sama sekali tidak terdegradasi.

Tabel 1. Degradibilitas dari komponen sampah kota

No Komponen sampah kota Degradibilitas (%)

1 Selulosa dari kertas koran 90

2 Selulosa dari kertas bungkus 50

3 Kayu/ranting berkulit 5

4 Bambu 50

5 Hemiselulosa 70

6 Karbohidrat 70

7 Lignin 0

8 Lemak 50

9 Protein 50

10 Plastik 0

Sumber: Sudradjat dkk, 1987 di dalam Sudradjat, 2007

C. MODEL PENGELOLAAN SAMPAH DI INDONESIA

Model pengelolaan sampah di Indonesia ada dua macam, yaitu urugan dan tumpukan. Model pertama merupakan cara yang paling sederhana, yaitu sampah dibuang di lembah atau cekungan tanpa memberikan perlakuan. Urugan atau model buang dan pergi ini bisa saja dilakukan pada lokasi yang tepat, yaitu bila tidak ada pemukiman di bawahnya, tidak menimbulkan polusi udara, polusi pada air sungai, longsor, atau estetika. Model ini umum dilakukan untuk suatu kota yang volume sampahnya tidak begitu besar.

Pengelolaan sampah yang kedua lebih maju dari cara urugan, yaitu tumpukan. Model ini bila dilaksanakan secara lengkap sebenarnya sama dengan teknologi aerobik. Hanya saja tumpukan perlu dilengkapi dengan unit saluran air buangan, pengolahan air buangan (leachate) dan pembakaran ekses gas metan (flare). Model yang lengkap ini telah memenuhi prasyarat kesehatan lingkungan. Model seperti ini banyak diterapkan di kota-kota besar. Namun, sayangnya model tumpukan ini umumnya tidak lengkap, tergantung


(11)

dari kondisi keuangan dan kepedulian pejabat daerah setempat akan kesehatan lingkungan dan masyarakat. Aplikasinya ada yang terbatas pada tumpukan saja atau tumpukan yang dilengkapi saluran air buangan, jarang yang membangun unit pengolah air buangan. Meskipun demikian, ada suatu daerah yang mengelolanya dengan kreatif (Sudradjat, 2007).

Menurut Prajudi, 1980 di dalam Mustika, 2006 Pengelolaan adalah pengendalian dan pemanfaatan suatu faktor dan sumber daya, yang menurut suatu perencanaan diperlukan untuk mencapai atau menyelesaikan suatu tujuan kerja yang tertentu. Dari limbah yang dihasilkan di beberapa daerah dapat dilakukan penanganan dengan beberapa kemungkinan yaitu didaur ulang menjadi bahan baku pada suatu proses produksi (kertas, karton, plastik, logam, botol dan sebagainya), diolah menjadi kompos (umumnya dari jenis sampah organik), ditumpuk di tempat pembuangan akhir sampah.

Penanganan sampah yang tepat, selain dapat menjadi jalan keluar dari masalah keterbatasan lahan untuk penumpukan/pembuangan sampah, juga dapat memberikan manfaat atau nilai ekonomis. Menurut Hadiwiyoto (1983), penanganan sampah dilakukan dengan beberapa tahap yaitu:

1. Pengumpulan Sampah

Sampah yang akan dibuang atau dimanfaatkan harus dikumpulkan terlebih dahulu dari berbagai tempat asalnya. Pengumpulan sampah dilakukan dengan pengambilan sampah dari bak sampah milik masyarakat, kemudian dengan menggunakan kendaraan-kendaraan pengangkut sampah dipindahkan ke lokasi pembuangan akhir.

2. Pemisahan

Pemisahan ialah memisahkan jenis-jenis sampah baik berdasarkan sifatnya, maupun berdasarkan jenis dan keperluannya.

3. Pembakaran (insinerasi)

Pembakaran yang paling baik dikerjakan pada suatu instalasi pembakaran, karena dapat diatur prosesnya sehingga tidak mengganggu lingkungan sekitar.


(12)

Pembuangan (penimbunan) sampah adalah menempatkan sampah pada suatu tempat yang rendah, kemudian menimbunnya dengan tanah. Menurut Ismawati (2001) di dalam Mustika (2006) penanganan sampah dengan cara pembakaran mengakibatkan kerugian-kerugian antara lain membangkitkan pencemaran, mengancam kesehatan masyarakat, memberi beban finansial yang cukup berat bagi masyarakat yang berada di sekitar lokasi insinerator, menguras sumber daya finansial masyarakat setempat, memboroskan energi dan sumber daya material, mengganggu dinamika pembangunan ekonomi setempat, meremehkan upaya minimisasi sampah dan pendekatan-pendekatan rasional dalam pengelolaan sampah, memiliki pengalaman operasional bermasalah di negara-negara industri, sering kali melepaskan polusi ke udara yang melebihi standar/baku mutu, menghasilkan abu yang beracun dan berbahaya dan dapat terancam bangkrut apabila jumlah tonase sampah yang disetorkan kurang dari perkiraan awal.

Menurut Apriadji (2004) di dalam Kurniawan (2006) bahwa untuk melakukan penanganan masalah sampah dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaraanya penimbunan tanah (landfill), penimbunan tanah secara cepat (sanitary landfill), pembakaran (incineration), penghancuran (pulverization), pengomposan (composting), untuk makanan ternak (hogfeeding), pemanfaatan ulang (recycling) dan pembuatan briket arang sampah.

D. SISTEM PENGOLAHAN SAMPAH

Ada tiga konsep pengolahan sampah yang ideal yaitu pengolahan sampah di sumber sampah, pengolahan sampah di TPS dan pengolahan sampah di TPA. Sistem sentralisasi adalah pemusatan pembuangan sampah kota di satu lokasi atau TPA. Sementara sistem desentralisasi adalah membagi tempat pembuangan sampah kota di beberapa TPS. Adapun sistem sentra-desentralisasi atau disingkat se-sentra-desentralisasi adalah menggabungkan kedua sistem tersebut dengan keberadaan TPA dan TPS.


(13)

1. Pengolahan sampah di sumber sampah

Dua hal yang perlu dilakukan oleh produsen sampah. Pertama, memisahkan sampah organik dan anorganik dengan menempatkan di bak sampah yang berbeda. Hal yang kedua yaitu membakar sampah organik setiap hari minimal sekitar 10 persen dari total volume sampah yang ada hari itu. Untuk sampah anorganik sebaiknya dijual ke pemulung. Namun, jika tidak bisa dijual maka perlu dibakar atau dipisahkan dengan karung untuk dibawa oleh truk sampah.

Pengolahan sampah organik menjadi kompos secara teoritis bisa dilakukan di sumber sampah. Namun, dalam praktiknya akan memerlukan banyak waktu, tempat, serta menghasilkan bau yang tidak sedap di lingkungan sekitarnya.

2. Pengolahan sampah di TPS

Lokasi TPS bila mungkin berada di dalam lingkungan lokasi sumber sampah. Namun, bila tidak mungkin maka harus diupayakan lokasinya berada di kecamatan. Adapun manfaat dari PS-TPS ini adalah sebagai berikut:

a. Mengurangi arus sampah kota menuju TPA

b. Menjadikan model pengolahan sampah untuk setiap pasar tradisional c. Mewujudkan lingkungan pasar yang bersih

d. Memberikan lapangan kerja tambahan bagi masyarakat ekonomi lemah di sekitar lokasi pasar

e. Memacu semangat berkarya mengolah limbah dan mengubahnya menjadi bahan yang laku dijual

f. Merupakan show window bagi para calon produsen kompos untuk dapat ditiru karena lokasi pasar yang srategis

g. Memberikan kontribusi positif pada penyediaan pupuk organik sebagai alternatif lain yang kualitasnya lebih baik, harganya lebih murah, dapat dibuat sendiri dan pasokan terjamin dibandingkan pupuk kimia

h. Secara tidak langsung ikut berperan dalam mewujudkan pertanian organik.


(14)

Gambar 3. Diagram alir pengolahan sampah di TPS

3. Pengolahan sampah di TPA

Permasalahan yang umumnya terjadi pada pengelolaan sampah kota di TPA, khususnya di kota-kota besar adalah adanya keterbatasan lahan, polusi, masalah sosial dan lain-lain. Oleh karena itu, pengolahan sampah di TPA harus memenuhi prasyarat sebagai berikut :

a. Memanfaatkan lahan TPA yang terbatas dengan efektif

b. Memilih teknologi yang mudah, murah dan aman terhadap lingkungan c. Memilih teknologi yang memberikan produk yang bisa dijual dan

memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat d. Produk harus dapat terjual habis (Sudradjat, 2007).

E. PEMANFAATAN SAMPAH

Menurut Hadiwiyoto (1983) sampah memang dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam bahan yang berguna, tergantung teknologi yang

Diangkut oleh dinas kebersihan atau lainnya

Proses pemilihan oleh pemulung atau lainnya

Sampah daur ulang

- karet/plastik/kulit

- kayu

- Botol plastik

- Kaleng, kaca

-

Sampah non-daur ulang

- batuan

- tanah

- keranjang bambu

dan lain-lain

komposting Recycling/daur ulang Bakar/buang

Produksi sampah

(Sampah rumah tinggal, non-rumah tinggal, sampah pasar)

Proses pemilihan

- Sampah taman/rumput

- Sampah buah/sayuran

- Sampah makan sisa dan


(15)

digunakan. Antara lain sampah dapat dibuat untuk pupuk, gas metana, alkohol dan lain sebagainya. Berikut ini beberapa pemanfaatan sampah.

a. Sampah untuk biogas

Biogas banyak dibuat dari sampah hasil peternakan, yaitu dari sisa-sisa makanan ternak dan kotoran hewan. Tetapi pada prinsipnya biogas dapat dibuat dari segala jenis sampah organik. Yang disebut biogas sebenarnya adalah senyawa metana (CH4). Sering pula disebut dengan nama “sewerage gas”, bioenergi, RDF (refuse-derived fuel = bahan bakar dari sampah) dan merupakan bahan bakar masa datang.

Penggunaan biogas untuk keperluan rumah tangga sebagai sumber energi sangat menguntungkan. Apabila dibandingkan dengan bahan bakar tradisional (misalnya kayu). Sadar akan keuntungan yang dapat diperoleh dari biogas disamping dapat memanfaatkan sampah yang seharusnya dibuang, maka sekarang banyak negara yang memproduksi biogas termasuk Indonesia.

b. Sampah untuk alkohol

Metanol dan etanol pada dasarnya adalah senyawa yang tergolong alkohol, yang dapat digunakan sebagai bahan bakar. Metanol dapat dibuat dengan cara sintesa, sedangkan etanol umumnya dengan cara fermentasi.

Dengan cara sintesa, metanol dibuat dengan mereaksikan metana dan uap air sehingga terjadi gas karbon monoksida dan gas hidrogen. Dari prinsip dasar ini, metanol dapat pula dibuat dari bahan-bahan berkarbohidrat termasuk sampah. Sampah banyak mengandung selulosa yang berarti merupakan sumber karbon, hidrogen dan oksigen.

c. Pengomposan sampah

Kompos adalah hasil proses pengomposan, yaitu suatu cara untuk mengkonversikan bahan-bahan organik menjadi bahan yang telah dirombak lebih sederhana dengan menggunakan aktivitas mikroba, semacam perombakan yang terjadi pada bahan organik dalam tanah oleh bakteria tanah. Kompos dapat dibuat dari sampah padatan maupun sampah cairan.


(16)

Kompos adalah bahan-bahan organik (sampah organik) yang telah mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme (bakteri pembusuk) yang bekerja di dalamnya. Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah dapat digunakan untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali lahan pertanian, menggemburkan kembali tanah pertamanan, sebagai bahan penutup sampah di TPA, reklamasi pantai pasca penambangan dan sebagai media tanam, serta mengurangi penggunaan pupuk kimia. Penggunaan kompos sebagai pupuk sangat baik karena dapat memberikan beberapa manfaat, antara lain:

a. Menyediakan unsur hara bagi tanah b. Menggemburkan tanah

c. Memperbaiki struktur dan tekstur tanah

d. Meningkatkan porositas, aerasi dan komposisi mikroorganisme tanah e. Meningkatkan daya ikat tanah terhadap air

f. Memudahkan pertumbuhan akar tanaman g. Menyimpan air tanah lebih lama

h. Mencegah lapisan kering pada tanah i. Mencegah beberapa penyakit akar j. Menghemat pemakaian pupuk buatan

k. Menurunkan aktivitas mikroorganisme yang merugikan (Deddy, 2005 di dalam Rohendi, 2005).

Deddy (2005) di dalam Rohendi (2005) mengatakan bahwa Indonesia sebagai negara bercorak agraris didominasi kegiatan-kegiatan usaha yang banyak membutuhkan pupuk. Kompos yang bersifat dan berfungsi sebagai pupuk memiliki potensi pasar yang besar. Sementara bahan baku yang tersedia berupa sampah dengan sebagian besar komposisinya adalah bahan organik, cukup melimpah. Gambaran timbulan sampah di Kota Metropolitan dan kota-kota lainnya dapat dilihat pada Tabel 2.


(17)

Tabel 2. Timbulan sampah dan pengomposan di kota metropolitan dan kota lainnya.

No Kota/Kabupaten Timbulan Ton/hari

komposisi Pengomposan

(ton/hari) Organik ( % ) Non organik ( % )

Bahan Hasil 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 DKI Jakarta Kota Bogor Kota Depok Kota Tangerang Kota Bekasi Kab. Bekasi Kota Bandung Kab. Bandung Kota Cirebon Kab. Serang 6,400 526 675 784 1,063 287 1,625 1,857 150 1,062 65 75.27 66 80 76 70 60 65 93 80 35 24.73 34 20 24 30 40 25 7 20 220 80 120 120 108 76 55 20 30 30 27 19

Jumlah 14,429 730.27 259.73 724 181

d. Sampah untuk makanan ternak dan macam-macam kegunaan lainnya Semua sampah organik yang berasal dari pasar, restoran/hotel dan rumah tangga dapat dijadikan pakan bagi ternak kambing dan sapi potong. Sampah organik tersebut dapat diberikan langsung atau diproses terlebih dahulu (Djajakirana et al, 2005 di dalam Rohendi, 2005).

Pemanfaatan lainnya dari sampah antara lain dapat pula digunakan untuk makanan ternak (babi) (Sinar Harapan, 27 Nopember 1981 di dalam Hadiwiyoto, 1983) dan beberapa macam bahan bangunan misalnya batu tiruan (brick), papan, atau bahan-bahan pengisi, terutama untuk jenis-jenis sampah tertentu yang biasanya merupakan sampah hasil pertanian atau agroindustri, misalnya sekam, batang jagung, jerami, bagasse dan sebagainya. Tetapi cara pemanfaatan seperti ini baru dalam taraf skala penelitian belum merupakan skala industri.

F. ANALISIS ENERGI

Analisis energi merupakan analisis yang sifatnya obyektif dengan melalui perhitungan jumlah fisik energi yang terdapat pada suatu proses, sistem dan lain-lainnya (Beardsworth, 1975 di dalam Budianto, 1990). Analisis energi bertujuan menghitung nilai energi yang digunakan dalam


(18)

setiap tahap di dalam suatu sistem secara keseluruhan. Banyak ahli mengatakan bahwa analisa energi merupakan suatu alat dalam menentukan kebijakan. Akhir-akhir ini analisis energi banyak digunakan untuk memahami dan memperbaiki bagaimana, dimana dan kapan energi digunakan secara efisiensi dan efektif terutama energi yang dalam bentuk bahan bakar yang nantinya dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan. Oleh karena itu informasi yang diperoleh dari analisa dapat membantu proses pengambilan keputusan dengan:

a. Pengukuran dampak suatu kebijakan konsumsi energi secara umum, pespesifikasian perubahan konsumsi yang dapat diantisipasi dalam bentuk, tipe, jumlah dan laju pemakaian energi.

b. Perbandingan kelayakan sosial ekonomi energi (prioritas investasi, pelestarian lingkungan, tenaga kerja dan lain-lain) yang dikaitkan dengan teknologi produksi energi alternatif.

c. Pengidentifikasian perubahan proses yang mungkin akan meningkatkan atau menurunkan konsumsi energi.

d. Melengkapi dengan ukuran dampak perubahan proses laju produksi dan konsumsi energi.

e. Pengidentifikasian kemungkinan substitusi bahan bakar minyak dan dampaknya terhadap laju produksi dan konsumsi energi (Abdullah dkk, 1998).


(19)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. WAKTU DAN LOKASI

Penelitian dimulai pada bulan Oktober sampai Desember 2008, bertempat di beberapa TPS pasar di Kota Bogor, Jawa Barat yaitu pasar Merdeka, pasar Jl. Dewi Sartika, pasar Bogor dan pasar Jambu Dua dengan pertimbangan pasar merupakan penghasil sampah organik yang tinggi dan sangat berpotensi untuk dilakukan pengolahan lanjutan. Sejauh ini sistem pengelolaan sampah padat kota terbatas pada proses pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan/pemusnahan di TPA. Dengan kondisi seperti ini masih terdapat hambatan dan kesulitan dalam menangani sampah kota.

B. ALAT DAN BAHAN

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampah tiap hari yang ada di TPS pasar diambil secara acak. Peralatan yang digunakan adalah alat tulis, kalkulator, alat dokumentasi, timbangan, sarung tangan, masker.

C. PROSEDUR PENELITIAN

Prosedur penentuan alternatif pengelolaan sampah di setiap TPS pasar terdiri dari tiga tahap. Yaitu tahap identifikasi sistem pengelolaan sampah, tahap analisis biaya energi dan tahap penentuan alternatif. Masing-masing tahapan dijelaskan sebagai berikut.

1. Identifikasi Sistem Pengelolaan Sampah di Kota Bogor

Penelitian dimulai dengan melakukan identifikasi sistem pengelolaan sampah Kota Bogor. Identifikasi ini diperoleh dari data sekunder dan hasil survai lapangan. Data sekunder diperoleh dari literatur maupun dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bogor (DLHK Kota Bogor). Sedangkan survai lapangan dilakukan di beberapa TPS di Kota Bogor, diantaranya yaitu di pusat perbelanjaan Giant Yasmin dan Plasa Jambu Dua Bogor, Pasar Induk Kemang Bogor, Pasar Merdeka dan Pasar Bogor.


(20)

Produksi sampah di Kota Bogor pada tahun 2007 per harinya mencapai 2,210 meter kubik. Dari jumlah tersebut yang dapat diangkut oleh DLHK Kota Bogor sebanyak 1,515 meter kubik atau sejumlah kurang lebih 69 persen. Dengan demikian 695 meter kubik (31%) sampah tidak terangkut

Ada beberapa faktor yang menyebabkan belum maksimalnya pengangkutan sampah di Kota Bogor, seperti terbatasnya kendaraan operasional, sulitnya sejumlah lokasi pemukiman penduduk dijangkau oleh kendaraan pengangkut sampah, serta kesadaran masyarakat yang membuang sampah tidak pada tempatnya.

Untuk mengangkut sampah dari bak-bak sampah ke tempat pembuangan akhir sampah (TPAS) Galuga, Pemkot Bogor memiliki kendaraan operasional antara lain: 64 dump truck, enam unit mobil pick-up, lima unit gerobak motor, 138 unit gerobak dorong, serta 100 unit kontainer penampung sampah yang tersebar di berbagai tempat di Kota Bogor.

Kesulitan lain dalam pengangkutan sampah di Kota Bogor adalah tidak semua pemukiman warga Kota Bogor bisa terjangkau oleh kendaraan operasional pengangkut sampah, terutama pemukiman warga yang berada di lereng dan lembah bukit yang prasarana jalannya hanya berupa gang kecil. Selain itu, belum semua warga memiliki kesadaran yang tinggi untuk membuang sampah di bak-bak sampah yang telah disediakan. Ada juga warga yang tinggal di bantaran kali atau di lahan berlereng yang membuang sampah ke kali atau ke tanah kosong. Kondisi ini bisa menimbulkan permasalahan baru, yakni pencemaran lingkungan (www.monitordepok.com 26 Februari 2008, diakses 30 Agustus 2008).

Berdasarkan hasil survai lapangan di beberapa TPS di Kota Bogor, pengelolaan sampah di pusat perbelanjaan umumnya cukup baik, sampah sebelum diangkut ke TPA oleh truk sampah, di TPS tersebut sampah dipisahkan terlebih dahulu antara sampah basah dan sampah kering, sehingga lebih mudah dalam pengelolaan selanjutnya. Sedangkan di pasar-pasar tradisional, seperti pasar-pasar Merdeka sampah hanya dikumpulkan di


(21)

TPS pasar kemudian diangkut ke TPA oleh armada pengangkut sampah dari DLHK Kota Bogor.

Hasil identifikasi sistem pengelolaan sampah ini akan digunakan untuk menentukan batasan sistem dan metode pengambilan data yang akan dilakukan. Energi yang diperlukan untuk kegiatan pada sistem pengelolaan sampah ini adalah energi manusia dan energi bahan bakar. Energi manusia, dalam hal ini seperti personil angkutan truk sampah dan petugas kebersihan sampah di TPS. Untuk energi bahan bakar dimanfaatkan untuk transportasi sampah dari TPS ke TPA.

2. Metode Analisis

Analisis Komposisi Sampah

Pengambilan sampel sampah yang diambil secara acak, kemudian dipisahkan komposisi sampah menjadi sampah organik dan sampah anorganik. Adapun sampah organik adalah sisa sayuran, sisa buah-buahan, jerami, daun dan lain-lain. Sedangkan sampah anorganik adalah kertas, kaca, barang pecah belah, mika, plastik, kaleng, kain, besi, logam, kayu, karet (pada dasarnya kertas dan kayu merupakan sampah organik, tetapi sifat dari kedua benda ini sulit terdekomposisi sehingga penanganan untuk kertas dan kayu sama seperti sampah anorganik lainnya). Pengambilan sampel berdasarkan volume yang sama yaitu 3.375 x 10-3 m3.


(22)

2.2. Analisis Biaya Energi

2.2.1. Sistem Pengelolaan Sampah secara konvensional (Kumpul-Angkut-Buang)

Secara umum sistem pengelolaan sampah Kota Bogor adalah pengumpulan sampah dari sumber ke TPS, pengangkutan sampah dari TPS ke TPA dan pengolahan sampah di TPA. Sehingga dari sini dibutuhkan biaya energi yang tidak sedikit, baik itu untuk pemeliharaan kendaraan pengangkut sampah maupun untuk para personil angkutan dan petugas kebersihan lainnya. Menurut Sudradjat (2007) jumlah kendaraan dan personil angkutan ditentukan berdasarkan volume sampah per hari. Batasan sistem yang dilakukan analisis biaya energi pada penelitian ini meliputi kegiatan pengumpulan sampah dari sumber ke TPS dan kegiatan pengangkutan sampah dari TPS ke TPA.

Dalam penelitian yang dilaksanakan, batasan sistem yang dimaksud dijelaskan sebagai berikut :

a. Kegiatan pengumpulan sampah dari sumber ke TPS dan pengangkutan sampah dari TPS ke TPA merupakan seluruh kegiatan yang dilakukan oleh para pengelola sampah dalam usaha pengangkutan sampah dari sumber ke TPS dan dari TPS ke TPA.

b. Kebutuhan energi manusia yang dihitung hanya meliputi kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses pengumpulan dan pengangkutan sampah, tidak termasuk bagian administrasi.

Analisis biaya energi yang dilakukan adalah sebagai berikut:

Besarnya energi yang dikeluarkan akan dikonversi dalam bentuk biaya, baik itu pada energi manusia maupun energi BBM. Data yang dibutuhkan yaitu volume sampah yang terbuang per hari, kapasitas truk satu kali angkut sampah, frekuensi angkut, upah personil angkutan, upah petugas kebersihan pasar, jumlah personil


(23)

angkutan, jumlah petugas kebersihan pasar, biaya pembelian bahan bakar untuk setiap truk, biaya pemeliharaan truk.

2.2.2. Sistem Pengelolaan Sampah Secara Modern (pengolahan sebagian sampah di sumber sampah (TPS))

Sistem pengelolaan sampah secara modern ini yaitu dengan melakukan analisis penggunaan biaya energi untuk mengolah sebagian sampah yang berupa sampah organik untuk diolah menjadi pupuk kompos dan sebagian sampah yang anorganik diangkut ke TPA. Biaya energi pembuatan kompos dihitung berdasarkan tahapan-tahapan dalam proses pembuatan kompos.

2.3. Analisis Potensi Sampah

Potensi sampah organik untuk pupuk kompos dihitung berdasarkan harga jual pupuk kompos. Untuk kemasan karung (kapasitas 25 kg) mempunyai nilai jual Rp. 400/kg sampai Rp. 600/ kg, sedangkan pupuk kompos dalam kemasan plastik (kapasitas 5 kg) mempunyai nilai jual Rp. 700/kg sampai Rp. 1,000/kg.

Asumsi perhitungan:

Potensi pupuk kompos dengan mengasumsikan harga pupuk kompos sebesar Rp. 700/kg adalah massa pupuk kompos dikalikan dengan harga pupuk kompos. Misalkan dari hasil pengolahan sampah dihasilkan sebanyak 202.5 kg pupuk kompos, maka potensi pupuk kompos tersebut jika dijual sebesar Rp. 141,750,-.

3. Alternatif Sistem Pengelolaan Sampah

Penentuan alternatif sistem pengelolaan sampah yaitu dari hasil analisis biaya energi yang dikeluarkan. Sistem pengelolaan sampah yang mampu menghemat biaya energi akan direkomendasikan sebagai alternatif sistem pengelolaan sampah yang dapat diterapkan pada kondisi tersebut.

Pengelolaan sampah seharusnya dilakukan bersama oleh pemerintah dan masyarakat. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mengubah citra sampah sebagai barang negatif menjadi barang positif di mata masyarakat. Tingginya sampah organik di Kota Bogor yaitu


(24)

sebanyak 72.88 % dari keseluruhan komposisi sampah yang ada, maka alternatif pengelolaan sampah yang dapat dilakukan adalah dengan pengomposan. Selain dapat mengendalikan bahaya pencemaran, pengomposan juga dapat menghasilkan produk yang menguntungkan secara ekonomis dan kemudahan dalam teknologi produksi kompos.

D. METODE PENGUMPULAN DATA

Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu: a. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari studi literatur terkait dengan usaha pengelolaan sampah yaitu DLHK Kota Bogor.

b. Data Primer

Data primer diperoleh dengan cara yaitu:

1. Wawancara, dilakukan kepada petugas kebersihan dan personil angkutan di TPS pasar.

2. Observasi, berupa pengamatan langsung di lapangan dengan mendatangi lokasi.


(25)

Gambar 5. Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian

Pengumpulan sampah dari sumber ke TPS Pengangkutan sampah dari TPS keTPA

- Energi manusia - Energi manusia

- Energi BBM

Analisis biaya energi

alternatif


(26)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KOMPOSISI DAN KARAKTERISTIK SAMPAH KOTA BOGOR 1. Sifat Fisik Sampah

Sampah berbentuk padat dibagi menjadi sampah kota, sampah industri dan sampah pertanian. Komposisi dan jumlah sampah ini bervariasi menurut waktu dan tempat yang berbeda. Sampah kota dalam jumlah besar dijumpai pada daerah dengan kepadataan penduduk tinggi (Beukens, 1975 di dalam Winarti, 1997). Sedangkan berdasarkan Status Lingkungan Hidup Daerah ( SLHD) Kota Bogor 2006, DLHK Kota Bogor, bahwa karakteristik dan kuantitas sampah yang dihasilkan oleh kegiatan perkotaan sangat dipengaruhi oleh keadaan demografi dan karakteristik kota yang bersangkutan.

Jumlah sampah di Kota Bogor terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Dari tahun 2005 timbulan sampah sebanyak 793,448 m3/tahun atau sekitar 2,204 m3/hari menjadi 800,640 m3/tahun atau sekitar 2,224 m3/hari pada tahun 2008. Berdasarkan Tabel 3 sumber sampah terbesar yaitu berasal dari rumah tangga atau pemukiman sebesar 63.1 persen, kemudian disusul sampah yang berasal dari pasar sebesar 13.3 persen. Secara lengkap persentase sampah dan sumbernya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Persentase sampah dan sumbernya di Kota Bogor

No. Sumber Sampah Jumlah (%)

1 Rumah tangga atau pemukiman 63.1

2 Pasar 13.3

3 Sapuan jalan 7.5

4 Pertokoan atau restoran 7

5 Fasilitas umum 4.5

6 Industri 4.7

Sumber : Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bogor (2005)

Limbah padat organik di Kota Bogor memiliki persentase yang paling tinggi sebesar 72.88 persen. Komposisi sampah di Kota Bogor dapat


(27)

dilihat pada Tabel 4. Dari hasil pengukuran komposisi sampah di beberapa TPS pasar di Kota Bogor jenis sampah organik memiliki persentase yang tinggi yaitu rata-rata di atas 60 persen. Sampah di TPS pasar berasal dari sisa-sisa kegiatan pasar berupa sisa-sisa sayuran, sisa-sisa buah-buahan serta dari kemasan produk pangan (plastik, kertas, kayu dan lain-lain). Penentuan komposisi sampah di TPS pasar dilakukan dengan pengambilan sampel sampah di tiga titik yang berbeda untuk tiap TPS. Untuk di TPS pasar Jl. Dewi Sartika dilakukan pengambilan sampel sampah di enam titik yang berbeda karena terdapat dua TPS. Data hasil pengkomposisian sampah di TPS Pasar dapat dilihat pada Lampiran 1 sampai Lampiran 4. Tingginya jumlah sampah organik yang dihasilkan di beberapa pasar di Kota Bogor sangat berpotensi untuk dilakukan pengolahan di sumbernya (TPS) untuk diolah menjadi kompos. Sehingga akan mengurangi biaya pengangkutan sampah ke TPA.

Tabel 4. Komposisi sampah di Kota Bogor

No. Jenis Sampah Jumlah (%)

1 Organik 72.88

2 Kertas 5.98

3 Plastik 11.11

4 Logam 1.74

5 Kaca atau gelas 2.07

6 Karet 1.65

7 Kain/tekstil 1.88

8 Kayu 1.18

9 Lain – lain 1.51

Sumber : Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bogor (2005)

Tingginya sampah organik di pasar-pasar tradisional di Kota Bogor karena banyaknya sampah yang berasal dari sisa sayur-sayuran, buah-buahan dan sisa makanan yang terbuang. Sampah plastik biasanya berasal dari sisa pembungkus, begitu juga kertas. Sampah kain kebanyakan dari pedagang


(28)

tekstil, sedangkan sampah kaca, kayu, logam dan karet berasal dari sisa pedagang pecah belah, buah-buahan, sembako, elektronik dan lain-lain.

2. Sifat Kimia Sampah

Untuk sifat kimia sampah Kota Bogor, DLHK Kota Bogor tidak secara

langsung melakukan perhitungan sendiri terhadap sifat kimia sampah. Departemen Cipta Karya Jakarta pada Tahun 2006 melakukan penelitian

terhadap sifat kimia sampah Kota Bogor mengenai “Profil Kota Bogor 2006”. Karakteristik timbulan sampah Kota Bogor berdasarkan sifat kimianya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Sifat kimia sampah Kota Bogor

Parameter Nilai

Kadar Air Kadar Abu Kadar C- Organik Kadar N

Kadar P C/N Nilai Kalor

58.82 % 7.75 % 39.46 % 0.97 %

17,052.30 mg/kg 40.68

2,200 – 2,500 kkal/kg

Sumber: Konsultan, Departemen Cipta Karya Jakarta (2006)

B. SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH KOTA

Dari limbah yang dihasilkan di beberapa daerah dapat dilakukan penanganan dengan beberapa kemungkinan yaitu didaur ulang menjadi bahan baku pada suatu proses produksi (kertas, karton, plastik, logam, botol dan sebagainya), diolah menjadi kompos (umumnya dari jenis sampah organik), ditumpuk di tempat pembuangan sampah akhir. Penanganan sampah yang tepat, selain dapat menjadi jalan keluar dari masalah keterbatasan lahan untuk penumpukan/pembuangan sampah, juga dapat memberikan manfaat atau nilai ekonomis.


(29)

Secara umum pengelolaan sampah tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah Kota Bogor tetapi masyarakat bertanggung jawab untuk mengumpulkan atau menempatkan sampah rumah tangga pada tempat sampah sementara (TPS) individu, kemudian pengangkutan dari TPS ke TPA menjadi tanggung jawab pemerintah Kota (DLHK). Secara garis besar tahap pertama di dalam penanganan sampah Kota Bogor ialah mengumpulkan sampah dari berbagai tempat ke suatu lokasi pengumpulan, kemudian pengangkutan sampah ke TPA, kemudian mulai melakukan pengolahan sampah menjadi kompos di lokasi TPA Galuga, Kecamatan Cibungbulang. Di TPA Galuga yang diolah menjadi kompos pun hanya sampah yang berasal dari sampah pasar. Sampah organik dari sumber lain langsung dibuang di lahan TPA yang disediakan. Sehingga dapat dikatakan bahwa secara umum sistem pengelolaan sampah di Kota Bogor masih menggunakan sistem kumpul-angkut-buang tanpa ada penanganan di lokasi sumber sampah.

Menurut Clark (1977) di dalam Kurniawan (2006) banyak cara dapat ditempuh dalam pengelolaan sampah diantaranya yang dianggap terbaik hingga sekarang adalah sistem penimbunan atau pemadatan secara berlapis (Sanitary Landfill), sehingga sampah tidak terbuka lebih dari 24 jam. Di TPA Galuga pengelolaan sampah dengan metode controlled landfill yang sebenarnya hampir sama dengan metode open dumping, namun pada metode controlled landfill terdapat proses penanganan sampah lanjutan, seperti pengolahan menjadi kompos untuk sampah organik dan sampah tidak hanya dibuang ke tempat terbuka tanpa ada perlakuan. Sampah yang dibawa oleh truk sampah ke TPA Galuga memperhatikan lokasi pembuangan, dimana untuk tumpukan sampah dilakukan secara merata tidak hanya ditumpuk pada satu titik yang menyebabkan sampah menumpuk pada satu titik. Selain memperhatikan lokasi penumpukan sampah, metode controlled landfill juga telah dilengkapi dengan unit pengolahan air lindi.


(30)

Gambar 6. TPA Galuga (Kecamatan Cibungbulang)

Pelayanan penanganan sampah belum sepenuhnya terjangkau oleh petugas kebersihan dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bogor. Hal ini dapat disebabkan karena kesulitan menjangkau area pelayanan (seperti lingkungan perumahan yang padat, lokasi yang tidak bisa dilalui truk sampah) dan karena keterbatasan jumlah personil tenaga kebersihan. Untuk lokasi yang belum dapat terjangkau pelayanan kebersihan, masyarakat melakukan penanganan sampah sendiri, seperti membakar, membenamkan sampah dalam tanah dan sebagian membuang ke sungai.

Untuk melaksanakan tugas, DLHK Kota Bogor memiliki petugas operasional Kebersihan (diluar 1 Kepala Bidang) dengan total jumlahnya sebanyak 563 orang. Secara lengkap petugas kebersihan DLHK Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 6.


(31)

Tabel 6. Petugas kebersihan DLHK Kota Bogor

Petugas Kebersihan Jumlah (orang)

Kepala Dinas 1

Kepala Seksi 2

Pengawas Angkutan 2

Koord. Wilayah 9

Pengemudi Dump Truk 64

Pengemudi Arm Roll Truk 30

Crew Angkutan 185

Pengawas Penyapu 2

Pengendali 28

Penyapu 240

Sumber : Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bogor (2007)

Sarana operasional yang dimiliki DLHK Kota Bogor dalam upaya penanganan sampah meliputi alat pengangkut sampah dan prasarana pengelolaan sampah . Secara lengkap jenis dan jumlah secara operasional tersebut disajikan pada Tabel 7.


(32)

Tabel 7. Sarana operasional yang dimiliki DLHK Kota Bogor

No. Sarana Operasional Jumlah(unit)

1 Alat Pengangkut Sampah

- motor sampah 10

- dump truck 64

- arm roll 30

- kijang pick up 6

- minibus 2

- truk tangki air 1

- truk tinja 4

- sepeda motor 16

- container 100

- gerobak sampah 68

- bulldozer 3

- whell loader 2

- excavator 1

- track loader 1

- backhoe loader 2

2 Prasarana Pengelolaan Sampah

- transfer depo 9

- TPS 967

Sumber : Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bogor (2007)

Pola operasional dalam pengelolaan sampah di Kota Bogor dapat dilihat pada Gambar 7. Pola operasional pengelolaan sampah pasar di Kota Bogor masih sangat sederhana, yaitu sampah yang berasal dari sumber sampah di dalam pasar disapu dan dikumpulkan oleh petugas dari dinas pasar atau dinas kebersihan kedalam tempat penampungan sementara (TPS). Kemudian sampah yang telah tertampung tersebut siap untuk diangkut oleh truk, dan dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) di Kecamatan Cibungbulang. Dari sistem pengelolaan sampah yang ada di pasar-pasar Kota Bogor akan dilakukan analisis biaya pada tahap pengumpulan sampah ke TPS sampai


(33)

pengangkutan sampah ke TPA baik itu berupa tenaga manusia maupun dari segi konsumsi BBM.

Penyapuan dan pengumpulan oleh petugas dari dinas kebersihan

Pengumpulan dan pengangkutan dengan truk

Gambar 7. Bagan Pola Operasional Pengelolaan Sampah Pasar di Kota Bogor

Gambar 8. Pola Pengelolaan Sampah Di Kota Bogor

C. ANALISIS BIAYA ENERGI PENGELOLAAN SAMPAH KOTA

Analisis biaya energi diarahkan kepada sistem pengelolaan sampah kota khususnya sampah pasar secara konvensional tanpa adanya pengolahan di

Sumber sampah pasar

Tempat pemindahan (TPS)


(34)

sumber (TPS), dimana sampah langsung diangkut ke TPA dan sebagai alternatif yaitu sistem pengelolaan sampah kota khususnya sampah pasar secara modern dengan adanya sebagian sampah yang diolah di sumber (TPS).

Untuk sistem pengelolaan sampah pasar secara konvensional dihitung energi pengangkutan mulai dari pengumpulan sampah dari sumber ke TPS sampai kepada pengangkutan sampah dari TPS ke TPA. Hitungan ini terdiri dari dua komponen pokok yaitu biaya personal (gaji/upah) dan biaya peralatan (bahan bakar, dan pemeliharaan). Dalam penelitian ini hanya biaya operasional (operasional cost) yang diperhitungkan. Biaya seperti yang ditampilkan pada Tabel 8 dihitung berdasarkan data Tabel Lampiran 5, dalam satuan waktu dengan asumsi 30 hari kerja per bulan.

Tabel 8. Biaya Pengumpulan Sampah dari Sumber ke TPS dan Pengangkutan dari TPS ke TPA

Pengangkutan sampah dari sumber sampai ke TPA

Vol. Sampah terangkut (m3/hari)

Biaya operasional (Rp/hari)

Psr. Merdeka 12 569,470

Psr. Jl. Dewi Sartika 24 867,274

Psr. Bogor 48 2,645,142

Psr. Jambu Dua 9 507,857

Sumber: Hasil Analisis

Data Tabel 8 menunjukkan biaya operasional pengelolaan sampah pasar secara konvensional per hari mulai dari pengumpulan sampai pengangkutan sampah ke TPA tanpa adanya sebagian sampah yang diolah di sumber (TPS) untuk pasar Merdeka adalah Rp 569,470 per hari atau sebesar Rp 47,456 per m3 sampah pasar, pasar Jl. Dewi Sartika adalah Rp 867,274 per hari atau sebesar Rp 36,136 per m3 sampah pasar, sedangkan untuk pasar Bogor adalah Rp 2,645,142. per hari atau sebesar Rp 55,107 per m3 sampah pasar dan pasar Jambu Dua adalah Rp 507,857 per hari atau sebesar Rp 56,429 per m3 sampah pasar.


(35)

Untuk sistem pengelolaan sampah pasar secara modern dihitung biaya operasional pembuatan pupuk kompos per hari untuk sebagian sampah pasar yang berupa sampah organik yang didasarkan atas perkiraan biaya pembuatan pupuk kompos sebanyak 4 m3 sampah per hari (Lampiran 6). Hitungan ini terdiri dari biaya yang dibutuhkan untuk masing-masing tahapan dalam pembuatan pupuk kompos. Biaya pembuatan pupuk kompos di tiap tempat penelitian dapat dilihat pada Tabel 9 dihitung berdasarkan data Tabel Lampiran 7, Lampiran 8, Lampiran 9 dan Lampiran 10, dalam satuan waktu dengan asumsi 30 hari kerja per bulan.

Tabel 9. Biaya Pembuatan Pupuk Kompos di Tiap Tempat

Lokasi Vol. Sampah (m3/hari) Biaya operasional (Rp/hari)

TPS Psr. Merdeka 12 373,000

TPS Psr. Jl. Dewi Sartika 24 720,000

TPS Psr. Bogor 48 1,131,000

TPS Psr. Jambu Dua 9 344,250

Sumber: Hasil Analisis

Pada sistem pengelolaan sampah pasar secara modern selain dihitung biaya pembuatan pupuk kompos per hari untuk sampah organiknya, maka untuk sisa sampah yang berupa anorganik harus diangkut ke TPA. Untuk pengangkutan sampah anorganik ke TPA dibutuhkan biaya pengangkutan. Biaya yang dibutuhkan untuk mengangkut sampah anorganik per hari ke TPA ditampilkan pada Tabel 10 dihitung berdasarkan data Lampiran 12, dalam satuan waktu dengan asumsi 30 hari kerja per bulan.


(36)

Tabel 10. Biaya Pengangkutan Sampah Anorganik Ke TPA

Pengangkutan sampah anorganik dari sumber ke

TPA

Vol. Sampah anorganik terangkut (m3/hari)

Biaya operasional (Rp/hari)

Psr. Merdeka 2.88 136,673

Psr. Jl. Dewi Sartika 0.24 8,673

Psr. Bogor 15.84 872,895

Psr. Jambu Dua 1.53 86,336

Sumber: Hasil Analisis

Dari Tabel 9 dan 10 menunjukkan bahwa besarnya biaya energi yang harus dikeluarkan bila menggunakan sistem pengelolaan sampah pasar secara modern dengan adanya pengolahan sebagian sampah di lokasi sumber sampah (TPS) yaitu dari penjumlahan biaya untuk pembuatan pupuk kompos dan biaya pengangkutan sampah anorganik ke TPA untuk lokasi pasar Merdeka adalah Rp 509,673 per hari atau sebesar Rp 42,473 per m3 sampah pasar, pasar Jl. Dewi Sartika adalah Rp 728,673 per hari atau sebesar Rp 30,361 per m3 sampah pasar, sedangkan untuk pasar Bogor adalah Rp 2,003,895 per hari atau sebesar Rp 41,748 per m3 sampah pasar dan pasar Jambu Dua adalah Rp 430,586 per hari atau sebesar Rp 47,843 per m3 sampah pasar.


(37)

12 24 48 9 569.470 2.645.142 867.274 507.857 430.586 2.003.895 728.673 509.673 0 500000 1000000 1500000 2000000 2500000 3000000

Psr. Merdeka Psr. Jl. Dew i

Sartika

Psr. Bogor Psr. Jambu Dua

Lokasi B ia y a O p e ra s io n a l

Vol. Sampah terangkut (m3/hari) Sistem Konvensional Sistem Modern

Gambar 9. Diagram Perbandingan Biaya Energi Sistem Pengelolaan Sampah Secara Konvensional dan Secara Modern

D. ALTERNATIF PENGELOLAAN SAMPAH KOTA

Pengelolaan sampah merupakan salah satu prioritas program pemerintah Kota Bogor pada tahun 2005-2009 dalam rangka pengelolaan kesehatan lingkungan masyarakat. Tujuan pengelolaan sampah adalah untuk mengubah sampah menjadi bentuk yang tidak mengganggu, dan menekan volume sehingga mudah diatur.

Selama ini alternatif pengelolaan sampah yang ada di Kota Bogor yaitu dimulai dengan melakukan pengumpulan sampah, pengangkutan sampah ke TPA Galuga, pembakaran sebagian sampah dengan insinerator dan pengolahan sampah di TPA Galuga dengan pengomposan. Di Kota Bogor


(38)

mempunyai 2 unit insinerator di Pasar Bogor dan 3 unit insinerator di DLHK Kota Bogor. Pengelolaan sampah dengan insinerator di kedua tempat tidak lagi beroperasi dikarenakan biaya operasional yang mahal. Jika sampah diangkut dan diolah menjadi kompos di TPA, masalah yang timbul adalah tidak semua sampah dapat terangkut dikarenakan banyak pemukiman warga yang susah dijangkau oleh mobil pengangkut sampah dan kebiasaan warga pinggir sungai yang membuang sampahnya ke sungai. Beberapa alternatif pengelolaan sampah adalah penumpukan, pengomposan, pembakaran, sanitary landfill, untuk pakan ternak serta untuk pembuatan biogas. Penumpukan memang cara yang sederhana dan murah, namun akan menimbulkan resiko berjangkitnya penyakit menular dan pencemaran yang berupa bau dan kekumuhan. Pembakaran akan menimbulkan pencemaran asap, bau dan kebakaran. Pembakaran dengan teknologi incineration yaitu sampah dibakar pada suhu yang sangat tinggi memang sampah akan terbakar habis, namun dibutuhkan biaya investasi dan operasional yang sangat tinggi dan suhu minimal agar sampah dapat terbakar habis seringkali tidak dapat dicapai sehingga pembakaran menghasilkan pencemaran. Sanitary landfill merupakan cara yang paling murah, tidak ada pemisahan sampah dan investasi masih rendah, namun memerlukan tanah yang luas, sehingga untuk kota besar tidak memungkinkan, selain itu pengoperasiannya harus sesuai dengan standar dan dapat menimbulkan gas metana yang berbahaya. Untuk pakan ternak merupakan cara yang paling efektif, namun ternak hanya menyukai jenis sampah tertentu, misalnya sampah sayuran yang masih segar. Pembuatan biogas dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi yang menguntungkan jika dibandingkan dengan bahan bakar tradisional (misalnya kayu), namun dibutuhkan biaya investasi yang tinggi dan cara yang tidak sederhana. Sehingga dalam waktu dekat pengomposan adalah alternatif yang paling mungkin diterapkan karena pengomposan hanya membutuhkan teknologi yang sederhana, dengan biaya penanganan yang relatif rendah, serta dapat menangani sampah dalam jumlah yang banyak.

Seperti yang telah disinggung sebelumnya pada sub bahasan C, alternatif untuk sistem pengelolaan sampah kota khususnya sampah pasar


(39)

yaitu dengan pengolahan sampah mendekati sumbernya yaitu di lokasi TPS pasar sebagai sistem pengelolaan sampah pasar secara modern. Pengolahan sampah mendekati sumbernya dapat dilakukan dengan pengolahan sampah menjadi pupuk kompos.

Pengomposan sampah kota khususnya sampah pasar yang kaya akan sampah organik merupakan kegiatan yang memberikan nilai ekonomis baik dilihat sebagai suatu unit produksi maupun sebagai subsistem dari keseluruhan operasional pengelolaan sampah.

Manfaat ekonomi tersebut tidak hanya diperhitungkan dari selisih antara nilai penjualan dengan biaya produksi kompos, akan tetapi dapat dilihat dari nilai biaya pengangkutan dan pembuangan akhir sampah sebagai akibat dari terjadinya penurunan volume sampah yang harus dikelola oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bogor.

Kegiatan pengomposan yang dilakukan sebagai alternatif sistem pengelolaan sampah di Kota Bogor dapat dilakukan secara sederhana pada tiap-tiap pasar yaitu seperti dilukiskan dalam diagram pada Gambar 10.

Gambar 10. Proses Pengolahan Kompos

Pasar-pasar di Kota Bogor setiap harinya menghasilkan sampah organik yang rata-rata diatas 60 persen dari total sampah yang dihasilkan. Hal ini sangat berpotensi untuk diolah menjadi kompos. Sampah organik diasumsikan akan mengalami penyusutan sebesar 80 % setelah menjadi pupuk kompos. Besarnya biaya untuk mengolah sampah organik menjadi kompos

Pengangkutan sampah Pemilahan bahan organik dan anorganik

Pencacahan

Proses fermentasi dan pencampuran dengan bioaktivator

Pemantauan suhu dan kelembaban selama 2 minggu Pengeringan &


(40)

telah dibahas dalam sub bahasan C pada Tabel 9. Secara keseluruhan alternatif sistem pengelolaan sampah kota (sampah pasar) dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Alternatif Pengelolaan Sampah Kota (Sampah Pasar)

E. POTENSI PUPUK KOMPOS

Potensi pupuk kompos di masing-masing tempat penelitian dihitung berdasarkan harga jual pupuk ke masyarakat. Harga jual sekitar Rp 400/kg sampai Rp 1000/kg. Perhitungan potensi sampah organik untuk pupuk kompos di tiap tempat dapat dilihat pada Lampiran 11. Nilai potensi sampah organik untuk pupuk kompos di tiap tempat dapat dilihat pada Tabel 11.

Sumber sampah (pasar)

TPS

Organik anorganik

Kompos Angkut ke TPA


(41)

Tabel 11. Potensi Pupuk Kompos di TPS Psr. Merdeka, TPS Psr. Jl. Dewi Sartika, TPS Psr. Bogor, TPS Psr. Jambu Dua

No. Tempat Potensi (Rp/hari)

1 TPS Psr. Merdeka 393,400

2 TPS Psr. Jl. Dewi Sartika 994,700

3 TPS Psr. Bogor 1,414,000

4 TPS Psr. Jambu Dua 347,200

Sumber: Hasil Analisis

Dari keempat tempat penelitian belum ada yang memanfaatkan sampah organik sebagai bahan baku pupuk kompos, sehingga dari nilai perhitungan potensi pupuk kompos diatas diharapkan menjadi pertimbangan untuk alternatif pengelolaan sampah di pasar Kota Bogor.


(42)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Rata-rata komposisi sampah kota yang terbanyak adalah sampah organik (Pasar Merdeka = 76 %, Pasar Jl. Dewi Sartika = 99 %, Pasar Bogor = 67 %, Pasar Jambu Dua = 83 %). Secara garis besar sistem pengelolaan sampah di Kota Bogor adalah mengumpulkan sampah dari berbagai tempat ke suatu lokasi pengumpulan (TPS), kemudian pengangkutan sampah ke TPA, kemudian mulai melakukan pengolahan sampah menjadi kompos di lokasi TPA Galuga, Kecamatan Cibungbulang (hanya sampah pasar). Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara umum sistem pengelolaan sampah di Kota Bogor masih menggunakan sistem kumpul-angkut-buang tanpa ada penanganan di lokasi sumber sampah.

2. Hasil analisis biaya energi pengelolaan sampah kota menunjukkan bahwa untuk sistem pengelolaan sampah pasar secara konvensional (kumpul-angkut-buang) biaya energi yang harus dikeluarkan oleh PemKot Bogor per hari adalah Pasar Merdeka = Rp 569,470, Pasar Jl. Dewi Sartika = Rp 867,274, Pasar Bogor = Rp 2,645,142, Pasar Jambu Dua = Rp 507,857. 3. Alternatif sistem pengelolaan sampah kota adalah dengan pengolahan

sampah organik di sumber sampah (TPS) untuk dijadikan pupuk kompos (pengelolaan sampah secara modern). Dengan sistem pengelolaan sampah seperti ini biaya energi yang harus dikeluarkan oleh PemKot Bogor per hari adalah Pasar Merdeka = Rp 509,673, Pasar Jl. Dewi Sartika = Rp 728,673, Pasar Bogor = Rp 2,003,895, Pasar Jambu Dua = Rp 430,586. Dari penjualan pupuk kompos dapat diketahui potensi pupuk kompos di masing-masing tempat adalah Pasar Merdeka sebesar Rp 393,400/hari, Pasar Jl. Dewi Sartika sebesar Rp 994,700/hari, Pasar Bogor sebesar Rp 1,414,000/hari dan Pasar Jambu Dua sebesar Rp 347,200/hari.


(43)

B. SARAN

1. Perlunya edukasi tentang kebersihan khususnya cara pengelolaan sampah di tingkat sekolah-sekolah

2. Pelatihan dari pemerintah kepada masyarakat, untuk pengolahan sampah organik di tingkat rumah tangga, khususnya kepada ibu-ibu rumah tangga dan pembantu rumah tangga

3. Pemerintah membantu dalam pemasaran pupuk kompos yang telah dibuat pada masing-masing pasar, seperti Dinas Pertamanan, Dinas Kehutanan serta mensosialisasikan bahwa pupuk kompos aman untuk tanaman.


(44)

ALTERNATIF PENGELOLAAN SAMPAH PADAT KOTA

BERDASARKAN KAJIAN ANALISIS PENGGUNAAN BIAYA ENERGI (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT)

Oleh: NI’MA KURNIAH

F14104090

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(45)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, dkk. 1998. Energi dan Listrik Pertanian. JICA: Bogor.

Anonim. 2005. Rencana Strategis Tahun 2005-2009. Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bogor: Bogor.

Anonim. 2006 (a). Profil Kota Bogor 2006. Konsultan Departemen Cipta Karya Jakarta: Jakarta.

Anonim. 2006 (b). Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Kota Bogor. Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bogor: Bogor.

Anonim. 2008 (a). Pengelolaan Sampah Bogor Belum Maksimal. http://www.monitordepok.com. 26 Februari 2008.

Anonim. 2008 (b). Tumpukan Sampah Pasar Bogor Capai 336 Ton. http://www. radar-bogor.com. 5 Agustus 2008.

Anonim. 2008 (c). Warga Kecewa Banjir Sampah. http://www. radar-bogor.com. 2 Agustus 2008.

Budianto, E. 1990. Analisis Energi dan Biaya pada Pembuatan dan Penggunaan Pacul dari Industri Pandai Besi di Kampung Cicewol Desa Mekarsari, Cicurug-Sukabumi, Jawa Barat. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Hadiwiyoto S. 1983. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Yayasan Idayu: Jakarta.

Kastaman, R dan Kramadibrata, M. A. 2007. Sistem Pengelolaan: Reaktor Sampah Terpadu Silarsatu. Humaniora: Bandung.

Kurniah, N. 2008. Mempelajari Aspek Keteknikan Pertanian Pada Penanganan Sampah Kota Bogor. Laporan Praktek Lapangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Kurniawan, B. 2006. Analisis Kualitas Air Sumur Sekitar Wilayah Tempat Pembuangan Akhir Sampah (Studi Kasus di TPA Galuga Cibungbulang Bogor). [Skripsi]. Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Mustika, I. 2006. Analisis Komposisi Sampah Kota dan Potensi Pemanfaatannya. [Skripsi]. Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor: Bogor.


(46)

Pramulya, R. 1999. Perencanaan Pendirian Industri Kompos Berbahan Baku Sampah Kota (Studi Kasus di Kotamadya Bogor). [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Rohendi, E. 2005. Pemanfaatan Sampah Pasar Untuk Bahan Kompos, Pakan Ternak dan Ikan. Prosiding Lokakarya Sehari Pengelolaan Sampah Pasar DKI Jakarta. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Subono, A. 1988. Pemilahan Sampah Kota Kotamadya Bogor Berdasarkan Sifat Fisik dan Kimianya. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Sudradjat, H. R. 2007. Mengelola Sampah Kota. Penebar Swadaya: Jakarta. Susanto. 2001. Modifikasi Rancangan dan Uji Unjuk Kerja Alat Pembakar

Sampah (Incenerator) dengan Fungsi Ganda Sebagai Alat Pemanas Air (Water Heater). [Skripsi]. Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Syahrul, M dan Ollich, A. 1984. Usaha-Usaha Pemusnahan Sampah di Kotamadya Ujung Pandang. Proyek Penelitian Universitas Hasanuddin: Makassar.

Winarti, I. 1997. Kajian Penggunaan Plastik Lembaran dan Anyaman Bambu Sebagai Penutup Tumpukan Pada Pengomposan Sampah Kota Model Cina. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor: Bogor.


(47)

ALTERNATIF PENGELOLAAN SAMPAH PADAT KOTA

BERDASARKAN KAJIAN ANALISIS PENGGUNAAN BIAYA ENERGI (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT)

Oleh: NI’MA KURNIAH

F14104090

2009

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(48)

ALTERNATIF PENGELOLAAN SAMPAH PADAT KOTA BERDASARKAN KAJIAN ANALISIS PENGGUNAAN BIAYA ENERGI

(STUDI KASUS DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Oleh : NI’MA KURNIAH

F14104090

2009

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


(49)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

ALTERNATIF PENGELOLAAN SAMPAH PADAT KOTA BERDASARKAN KAJIAN ANALISIS PENGGUNAAN BIAYA ENERGI

(STUDI KASUS DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh : NI’MA KURNIAH

F14104090

Dilahirkan pada tanggal 21 Maret 1985 di Nganjuk

Tanggal Lulus: April 2009 Disetujui Oleh

Pembimbing

Dr. Ir. Y Aris Purwanto, M.Sc NIP. 131 841 746

Mengetahui

Dr. Ir. Desrial, M.Eng


(50)

RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara, putri pasangan dari Bapak Suryani dan Ibu Saniati. Dilahirkan pada tanggal 21 Maret 1985 di Nganjuk, Jawa Timur. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN Kramat I Nganjuk pada tahun 1998, dan pada tahun tersebut penulis masuk ke Sekolah Menengah Pertama di SLTPN 2 Nganjuk dan lulus pada tahun 2001. Kemudian penulis melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah Atas di SMUN 1 Nganjuk dan lulus di tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB) jurusan Teknik Pertanian melalui program Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama kuliah, penulis aktif sebagai pengurus dan anggota beberapa lembaga kemahasiswaan kampus, yaitu Bimbingan Remaja dan Anak-anak (BIRENA) Al-Hurriyah IPB pada tahun 2004, penulis juga pernah aktif pada lembaga kemahasiswaan kampus yaitu Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian sebagai staff Usaha Mandiri Divisi Ekonomi periode 2007-2008. Penulis melaksanakan Praktek Lapang pada tahun 2008 di Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bogor dengan judul ”Mempelajari Aspek Keteknikan Pertanian Pada Penanganan Sampah Kota Bogor”. Kemudian, untuk menyelesaikan studinya, penulis menyusun skripsi dengan judul ”Alternatif Pengelolaan Sampah Padat Kota Berdasarkan Kajian Analisis Penggunaan Biaya Energi (Studi Kasus Di Kota Bogor, Jawa Barat)” dengan bimbingan dari Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc.


(51)

Ni’ma Kurniah. F14104090. Alternatif Pengelolaan Sampah Padat Kota Berdasarkan Kajian Analisis Penggunaan Biaya Energi (Studi Kasus Di Kota Bogor, Jawa Barat). Dibawah bimbingan : Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc

RINGKASAN

Sampah sering dianggap sebagai masalah dalam kehidupan manusia. Setiap aktivitas manusia pasti menghasilkan buangan atau sampah. Di satu sisi sampah merupakan bahan-bahan yang tidak bernilai ekonomis sehingga dibuang, namun disisi lain ada pihak yang menganggap bahwa sampah sebagai barang berguna. Salah satu tantangan yang dihadapi oleh pengelola perkotaan adalah penanganan masalah persampahan. Dewasa ini, sistem pengelolaan sampah di daerah perkotaan dilakukan dengan mengandalkan armada pengangkut sampah yang mengangkut sampah domestik dan industri. Sampah tersebut kemudian dibuang ke tempat pembuangan sementara (TPS), dan akhirnya ke tempat pembuangan akhir (TPA).

Energi berperan penting dalam kelangsungan kegiatan pengelolaan sampah. Energi yang dibutuhkan adalah energi manusia dan energi bahan bakar minyak. Konsumsi energi yang besar dapat mengakibatkan pemborosan biaya jika tidak diimbangi dengan hasil pengelolaan sampah yang baik.

Secara umum tujuan dari penelitian adalah untuk mengkaji sistem pengelolaan sampah padat di Kota Bogor. Sedangkan secara khusus tujuan dari penelitian adalah mengidentifikasi sistem pengelolaan sampah padat di Kota Bogor, melakukan analisis berdasarkan kebutuhan energi yang digunakan pada sistem pengelolaan sampah padat di Kota Bogor dan mengkaji beberapa alternatif sistem pengelolaan sampah padat berdasarkan perhitungan biaya energi yang dikeluarkan. Penelitian dilaksanakan di TPS pasar di Kota Bogor, yaitu pasar Merdeka, pasar Jl. Dewi Sartika, pasar Bogor dan pasar Jambu Dua. Pelaksanaan penelitian pada bulan Oktober 2008 sampai Desember 2008.

Prosedur penentuan alternatif pengelolaan sampah di setiap TPS pasar terdiri dari tiga tahap. Yaitu tahap identifikasi sistem pengelolaan sampah, tahap analisis biaya energi dan tahap penentuan alternatif. Batasan sistem yang dilakukan analisis energi pada penelitian ini meliputi kegiatan pengumpulan sampah dari sumber ke TPS dan kegiatan pengangkutan sampah dari TPS ke TPA.

Secara umum sistem pengelolaan sampah di Kota Bogor masih menggunakan sistem kumpul-angkut-buang tanpa ada penanganan di lokasi sumber sampah. Hasil analisis biaya energi pengelolaan sampah kota untuk sistem pengelolaan sampah pasar secara konvensional (kumpul-angkut-buang) biaya operasional yang dikeluarkan untuk pasar Merdeka per hari adalah Rp 569,470 atau jika dibandingkan dengan volume sampah yaitu sebesar Rp 47,456 per m3 sampah pasar, sedangkan untuk pasar Jl. Dewi Sartika per hari adalah Rp 867,274 atau sebesar Rp 36,136 per m3 sampah pasar, untuk pasar Bogor per hari adalah Rp 2,645,142 atau sebesar Rp 55,107 per m3 sampah pasar dan untuk pasar Jambu Dua per hari adalah Rp 507,857 atau sebesar Rp 56,429 per m3 sampah pasar.

Persen rata-rata komposisi sampah kota yang terbanyak adalah sampah organik, untuk pasar Merdeka sebesar 76 %, pasar Jl. Dewi Sartika sebesar 99 %,


(52)

pasar Bogor sebesar 67 % dan untuk pasar Jambu Dua sebesar 83 %. Tingginya komposisi sampah organik di masing-masing tempat penelitian, maka alternatif pengelolaan sampah yang dapat dilakukan adalah dengan pengomposan. Dengan pengomposan akan mengurangi biaya pengangkutan sampah ke TPA, karena sebagian sampah yang berupa sampah organik telah dilakukan pengolahan di lokasi sumber sampah (TPS). Dengan sistem pengelolaan sampah seperti ini biaya operasional yang dikeluarkan yaitu untuk pasar Merdeka per hari sebesar Rp 509,673 atau sebesar Rp 42,473 per m3 sampah pasar, pasar Jl. Dewi Sartika per hari adalah Rp 728,673 atau sebesar Rp 30,361 per m3 sampah pasar, sedangkan untuk pasar Bogor per hari adalah Rp 2,003,895 atau sebesar Rp 41,748 per m3 sampah pasar dan pasar Jambu Dua per hari adalah Rp 430,586 atau sebesar Rp 47,843 per m3 sampah pasar.

Dari hasil pengolahan sampah organik menjadi pupuk kompos di masing-masing tempat penelitian dapat dihitung potensi pupuk kompos berdasarkan harga jual pupuk ke masyarakat. Hasil perhitungan potensi pupuk kompos di pasar Merdeka sebesar Rp 393,400 per hari, pasar Jl. Dewi Sartika sebesar Rp 994,700 per hari, pasar Bogor sebesar Rp 1,414,000 per hari dan pasar Jambu Dua sebesar Rp 347,200 per hari. Selain dapat mengendalikan bahaya pencemaran, pengomposan juga dapat menghasilkan produk yang menguntungkan secara ekonomis dan kemudahan dalam teknologi produksi kompos.


(53)

KATA PENGATAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Alternatif Pengelolaan Sampah Padat Kota Berdasarkan Kajian Analisis Penggunaan Biaya Energi (Studi Kasus Di Kota Bogor, Jawa Barat)”. Salawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan mulia Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa risalah dan tuntunan kepada umat manusia.

Skripsi hasil penelitian ini berisi kajian analisis penggunaan biaya energi di beberapa pasar yang ada di Kota Bogor, Jawa Barat yang meliputi penggunaan energi BBM dan energi manusia. Dari hasil penelitian ini diperoleh besarnya penggunaan biaya energi pada pengelolaan sampah padat kota dan alternatif pengelolaan sampah yang dapat diterapkan pada masing-masing tempat penelitian.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, diantaranya adalah :

1. Dr. Ir. Y Aris Purwanto, MSc sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan masukan-masukan untuk kelancaran penelitian ini 2. Dr. Ir. Dyah Wulandani, MSi dan Ir. Mad Yamin, MT sebagai dosen

penguji yang telah banyak memberikan masukan untuk perbaikan skripsi ini

3. Ibu Anne, Bapak Deni, Bapak Hendra dan semua Staf Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bogor yang telah banyak membantu demi kelancaran penyusunan skripsi ini

4. Dr. Ir. Desrial, MEng selaku Ketua Departemen Teknik Pertanian yang telah banyak membantu selama penulis menjadi mahasiswa Teknik Pertanian

5. Semua Staf dan Karyawan Teknik Pertanian yang selama ini banyak membantu penulis

6. Bapak dan Ibu tercinta yang telah berjasa mendidik dan membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang


(54)

7. Kakak tercinta Mbak Nur dan Dek Ririd yang telah banyak memberi semangat dan keceriaan

8. Yandi Jaenudin yang telah banyak memberikan bantuan dan semangat

9. Teman-teman Tep’41 dan Tep’42 dan warga Wisma Edelweiss.

Bogor, April 2009


(55)

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... iii DAFTAR TABEL ... v DAFTAR GAMBAR ... vi DAFTAR LAMPIRAN ... vii I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1 B. TUJUAN PENELITIAN... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4 A. TINJAUAN UMUM KOTA BOGOR ... 4 B. SAMPAH PADAT KOTA DAN PENGGOLONGANNYA ... 6 C. MODEL PENGELOLAAN SAMPAH DI INDONESIA ... 10 D. SISTEM PENGOLAHAN SAMPAH ... 13 E. PEMANFAATAN SAMPAH ... 15 F. ANALISIS ENERGI ... 18 III. METODOLOGI PENELITIAN... 20 A. WAKTU DAN LOKASI ... 20 B. ALAT DAN BAHAN ... 20 C. PROSEDUR PENELITIAN ... 20 1. Identifikasi Sistem Pengelolaan Sampah di Kota Bogor ... 20 2. Metode Analisis ... 22 2.1. Analisis Komposisi Sampah ... 22 2.2. Analisis Biaya Energi ... 23 2.2.1. Sistem Pengelolaan Sampah Secara Konvensional

(kumpul-angkut-buang) ... 23 2.2.2. Sistem Pengelolaan Sampah Secara Modern

(pengolahan sebagian sampah di sumber sampah (TPS)). 24 2.3. Analisis Potensi Sampah ... 24 3. Alternatif Sistem Pengelolaan Sampah ………... 25


(1)

LAMPIRAN – 10 (LANJUTAN)

KETERANGAN

-

Upah tenaga kerja diasumsikan sebesar Rp. 36,000 per hari

-

Untuk 1.5 ton sampah organik per hari dibutuhkan 3 liter solar, dengan

asumsi harga solar Rp. 5,500 per liter (mesin pencacah)

-

Untuk 3.375 m

3

sampah organik per hari dibutuhkan 1 liter

bioaktivator, dengan asumsi harga bioaktivator Rp. 20,000 per liter

-

Asumsi 1 lembar kantong plastik (kapasitas 5 kg) seharga Rp. 250


(2)

LAMPIRAN 11. PERHITUNGAN POTENSI SAMPAH ORGANIK UNTUK PUPUK KOMPOS DI TIAP TEMPAT

Sumber: Diolah dari data Lampiran 1, Lampiran 2, Lampiran 3 dan Lampiran 4

No. Keterangan

Cara menghitung (berdasarkan nomer

urut)

TPS Psr Merdeka

TPS Psr Jl. Dewi Sartika

TPS Psr Bogor

TPS Psr Jambu Dua 1 Volume pengukuran sampel sampah (x 10

-3

m3) 3.375 3.375 3.375 3.375

2 Massa sampah organik yang terukur (kg)

Rata-rata dari massa sampah organik yang

terukur

1.04 1.01 1.06 1.12

3 Kesetaraan massa sampah organik dengan

volume sampah (kg/m3) no. 2 / no. 1 308 299 314 332

4 Persen rata-rata sampah organik di tiap tempat (%)

(massa rata-rata sampah organik/massa rata-rata

sampah campuran) x 100% 76 99 67 83

5 Volume sampah tiap hari di tiap tempat

(m3/ hari) 12 24 48 9

6 Volume sampah organik (m3/ hari) no. 5 x no. 4 9.12 23.76 32.16 7.47

7 Massa sampah organik tiap hari (kg/hari) no. 6 x no. 3 2,809 7,104 10,098 2,480

8

Massa pupuk kompos (massa sampah organik yang telah mengalami penyusutan 80%) (kg/hari)

no. 7 x (100 – 80 ) % 562 1,421 2,020 496

9

Potensi pupuk kompos dengan

mengasumsikan harga pupuk kompos sebesar Rp. 700/kg (Rp./hari)


(3)

LAMPIRAN – 11 (LANJUTAN)

KETERANGAN

-

Perhitungan potensi sampah organik untuk pupuk kompos

dilakukan berdasarkan pengambilan volume sampah yang sama

yaitu 3.375 x 10

-3

m

3

-

Nilai sampah organik yang didapatkan pada masing-masing

tempat diasumsikan mengalami penyusutan massa sebesar 80 %

-

Potensi pupuk kompos dihitung dalam bentuk mata uang


(4)

LAMPIRAN 12. PERHITUNGAN BIAYA ENERGI PENGANGKUTAN SAMPAH ANORGANIK KE TPA

Sumber: Diolah dari data Lampiran 1, Lampiran 2, Lampiran 3, Lampiran 4 dan Lampiran 5

No. Keterangan

Cara menghitung (berdasarkan nomer

urut)

TPS Psr Merdeka

TPS Psr Jl. Dewi Sartika

TPS Psr Bogor

TPS Psr Jambu Dua 1 Volume pengukuran sampel sampah (x 10

-3

m3) 3.375 3.375 3.375 3.375

2 Massa sampah anorganik yang terukur (kg)

Rata-rata dari massa sampah anorganik yang

terukur

0.31 0.01 0.53 0.23

3 Persen rata-rata sampah anorganik di tiap tempat (%)

(massa rata-rata sampah anorganik/massa rata-rata

sampah campuran) x 100% 24 1 33 17

4 Volume sampah tiap hari di tiap tempat (m

3

/

hari) 12 24 48 9

5 Energi biaya pengangkutan semua sampah ke

TPA (Rp/hari) Lampiran 5 569,470 867,274 2,645,142 507,857

6

Kesetaraan energi biaya pengangkutan semua sampah ke TPA dengan volume sampah (Rp/m3)

no. 5 / no. 4 47,456 36,136 55,107 56,429

7 Volume sampah anorganik (m3/ hari) no. 4 x no. 3 2.88 0.24 15.84 1.53

8

Energi biaya pengangkutan sampah anorganik ke TPA (Rp/hari) (bila sampah organik diolah di tempat)


(5)

Ni’ma Kurniah. F14104090. Alternatif Pengelolaan Sampah Padat Kota Berdasarkan Kajian Analisis Penggunaan Biaya Energi (Studi Kasus Di Kota Bogor, Jawa Barat). Dibawah bimbingan : Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc

RINGKASAN

Sampah sering dianggap sebagai masalah dalam kehidupan manusia. Setiap aktivitas manusia pasti menghasilkan buangan atau sampah. Di satu sisi sampah merupakan bahan-bahan yang tidak bernilai ekonomis sehingga dibuang, namun disisi lain ada pihak yang menganggap bahwa sampah sebagai barang berguna. Salah satu tantangan yang dihadapi oleh pengelola perkotaan adalah penanganan masalah persampahan. Dewasa ini, sistem pengelolaan sampah di daerah perkotaan dilakukan dengan mengandalkan armada pengangkut sampah yang mengangkut sampah domestik dan industri. Sampah tersebut kemudian dibuang ke tempat pembuangan sementara (TPS), dan akhirnya ke tempat pembuangan akhir (TPA).

Energi berperan penting dalam kelangsungan kegiatan pengelolaan sampah. Energi yang dibutuhkan adalah energi manusia dan energi bahan bakar minyak. Konsumsi energi yang besar dapat mengakibatkan pemborosan biaya jika tidak diimbangi dengan hasil pengelolaan sampah yang baik.

Secara umum tujuan dari penelitian adalah untuk mengkaji sistem pengelolaan sampah padat di Kota Bogor. Sedangkan secara khusus tujuan dari penelitian adalah mengidentifikasi sistem pengelolaan sampah padat di Kota Bogor, melakukan analisis berdasarkan kebutuhan energi yang digunakan pada sistem pengelolaan sampah padat di Kota Bogor dan mengkaji beberapa alternatif sistem pengelolaan sampah padat berdasarkan perhitungan biaya energi yang dikeluarkan. Penelitian dilaksanakan di TPS pasar di Kota Bogor, yaitu pasar Merdeka, pasar Jl. Dewi Sartika, pasar Bogor dan pasar Jambu Dua. Pelaksanaan penelitian pada bulan Oktober 2008 sampai Desember 2008.

Prosedur penentuan alternatif pengelolaan sampah di setiap TPS pasar terdiri dari tiga tahap. Yaitu tahap identifikasi sistem pengelolaan sampah, tahap analisis biaya energi dan tahap penentuan alternatif. Batasan sistem yang dilakukan analisis energi pada penelitian ini meliputi kegiatan pengumpulan sampah dari sumber ke TPS dan kegiatan pengangkutan sampah dari TPS ke TPA.

Secara umum sistem pengelolaan sampah di Kota Bogor masih menggunakan sistem kumpul-angkut-buang tanpa ada penanganan di lokasi sumber sampah. Hasil analisis biaya energi pengelolaan sampah kota untuk sistem pengelolaan sampah pasar secara konvensional (kumpul-angkut-buang) biaya operasional yang dikeluarkan untuk pasar Merdeka per hari adalah Rp 569,470 atau jika dibandingkan dengan volume sampah yaitu sebesar Rp 47,456 per m3 sampah pasar, sedangkan untuk pasar Jl. Dewi Sartika per hari adalah Rp 867,274 atau sebesar Rp 36,136 per m3 sampah pasar, untuk pasar Bogor per hari adalah Rp 2,645,142 atau sebesar Rp 55,107 per m3 sampah pasar dan untuk pasar Jambu Dua per hari adalah Rp 507,857 atau sebesar Rp 56,429 per m3 sampah pasar.

Persen rata-rata komposisi sampah kota yang terbanyak adalah sampah organik, untuk pasar Merdeka sebesar 76 %, pasar Jl. Dewi Sartika sebesar 99 %,


(6)

pasar Bogor sebesar 67 % dan untuk pasar Jambu Dua sebesar 83 %. Tingginya komposisi sampah organik di masing-masing tempat penelitian, maka alternatif pengelolaan sampah yang dapat dilakukan adalah dengan pengomposan. Dengan pengomposan akan mengurangi biaya pengangkutan sampah ke TPA, karena sebagian sampah yang berupa sampah organik telah dilakukan pengolahan di lokasi sumber sampah (TPS). Dengan sistem pengelolaan sampah seperti ini biaya operasional yang dikeluarkan yaitu untuk pasar Merdeka per hari sebesar Rp 509,673 atau sebesar Rp 42,473 per m3 sampah pasar, pasar Jl. Dewi Sartika per hari adalah Rp 728,673 atau sebesar Rp 30,361 per m3 sampah pasar, sedangkan untuk pasar Bogor per hari adalah Rp 2,003,895 atau sebesar Rp 41,748 per m3 sampah pasar dan pasar Jambu Dua per hari adalah Rp 430,586 atau sebesar Rp 47,843 per m3 sampah pasar.

Dari hasil pengolahan sampah organik menjadi pupuk kompos di masing-masing tempat penelitian dapat dihitung potensi pupuk kompos berdasarkan harga jual pupuk ke masyarakat. Hasil perhitungan potensi pupuk kompos di pasar Merdeka sebesar Rp 393,400 per hari, pasar Jl. Dewi Sartika sebesar Rp 994,700 per hari, pasar Bogor sebesar Rp 1,414,000 per hari dan pasar Jambu Dua sebesar Rp 347,200 per hari. Selain dapat mengendalikan bahaya pencemaran, pengomposan juga dapat menghasilkan produk yang menguntungkan secara ekonomis dan kemudahan dalam teknologi produksi kompos.