Analisis Sistem Rujukan KIA di Puskesmas Perumnas Bt.VI Pematang Siantar tahun 2015

(1)

Lampiran 1

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM ANALISIS SISTEM RUJUKAN KIA DI PUSKESMAS

PERUMNAS BT.VI PEMATANG SIANTAR TAHUN 2015

I. Dokter puskesmas

1. Karakteristik Informan

Nama : dr. Ernawaty Tarigan

Umur : 38 Tahun

Pendidikan : Sarjana

Jabatan : Dokter puskesmas

Lama Jabatan : 3 Tahun

No. Handphone ` : -

Alamat :

Tanggal/Waktu Wawancara :

2. Pertanyaan

1) Apakah dokter ikut berperan dalam pemberian surat rujukan pasien KIA?

kalau rujukan persetujuannya memang harus dari saya

2) Bagaimana menurut anda kesiapan petugas KIA dalam menerima pasien KIA?

Siap ga siaplah. Bidan koordinatornya disini kebetulan cuma 1, yang lainnya masih bidan muda. Jadi kalau ada masalah atau komplikasi hamil dan bersalin suka keteteran. Apalagi kalau pasien datang malam, bidan ga ada ditempat, mau gak mau kami rujuk.

3) Bagaimana menurut anda perkembangan jumlah rujukan KIA setiap tahunnya khususnya dalam era JKN?

Sering sekali banyak yang datang tau-tau langsung mintak surat rujukan. apalagi semenjak diberlakukannya BPJS..wihhh, melonjak sekali

4) Adakah tantangan puskesmas dalam mengurangi jumlah rujukan KIA?

banyak.belumlah pasien ngotot-ngotot mau dirujuk, fasilitas kadang

gak mendukung, macamlah…termasuk lah itu pasien KIA. Bidan

koordinasinya disini kebetulan cuma 1, yang lainnya masih bidan muda. Jadi kalau ada masalah atau komplikasi hamil dan bersalin


(2)

suka keteteran. Apalagi kalau pasien datang malam, bidan ga ada ditempat, mau gak mau kami rujuk.

5) Apakah puskesmas sudah menjalankan sistem rujukan KIA sesuai dengan anjuran BPJS kesehatan dalam hal 155 diagnosis penyakit?

Kadang kita ga bisa maksa untuk bilang sama pasien yah itu masih dalam 155 penyakit yang bisa kami tanganin. Karena yang ngasih rujukan itu kan dokter spesialis kandungan, ya saya rasa beliau ga akan sembarangan kasih diagnosa. Saya juga kurang hafal sih sebenarnya masalah di KIA itu yang termasuk dalam 155 diagnosis penyakit apa aja. Pokoknya berdasarkan kemampuan kami aja kalau untuk pasien KIA nya, kalau memang ga sanggup, ya kami rujuk, daripada membahayakan pasiennya.

6) Apa saja indikasi pasien KIA yang menyebabkan pasien tersebut harus dirujuk?

Banyak ya macam indikasinya yang menyebabkan harus kami rujuk..tuk ibu hamil yang sering. Katanya karena anak pertama mau USG, kalau ga bilang baru jatuh harus USG, ya kami kasih surat rujukan. yang paling banyak nya lagi, datang-datang kepuskesmas pasiennya udah bawa surat rekomendasi rujukan dari dokter spesialis, diagnosanya beragam. Ada yang Post SC anak pertama, ketuban pecah dini, Eklampsia, pre-eklampsia

7) Bagaimana proses atau alur rujukan pasien mulai datang hingga pasien siap dirujuk/mendapatkan surat rujukan?

Pasien datang ke puskesmas, ada yang ke poli umum, ada yang ke KIA. Yang ke poli umum saya yang periksa. Kalau untuk pasien KIA bidan penanggung jawabnya yang melayani. Tapi kalau rujukan persetujuannya memang harus dari saya.

II. Bidan KIA

1. Karakteristik Informan

Nama : Rosdiana

Umur : 35 tahun

Pendidikan : D-III kebidanan

Jabatan : Bidan KIA

Lama Jabatan : 5 Tahun

No. Handphone :

Alamat :


(3)

2. Pertanyaan

1) Apakah anda berperan dalam memberikan rujukan kepada pasien KIA?

Pokoknya begitu dia mendaftar ke kartu mau dirujuk atau berobat harus ke KIA dulu. Biasanya saya baca dulu surat rekomendasinya, kalau memang perlu dirujuk ya saya panggil dokter, nanti dokter yang memutuskan dan tanda tangan surat rujukannya.

2) Apakah anda sudah pernah mengikuti pelatihan khusus penanganan persalianan (APN) atau yang lainnya?

Pelatihan pernah, mulai ada BPJS itu lah, tapi paling sekali 3 bulan. Kalo APN memang blum pernah saya ikuti.

3) Apakah pernah ada kasus gawat darurat maternal yang harus segera dirujuk oleh puskesmas?

Merujuk pasien gawat darurat pernah, waktu itu ketuban pecah dini. Padahal belum ada tanda-tanda persalinan, saya langsung panggil dokter untuk periksa. Menurut dokter dirujuk saja, karena biar ditangani sama yang lebih ahli kandungan.

4) Bagaimana perbandingan jumlah pasien KIA yang dirujuk dengan yang mampu ditangani?

Banyakan yang dirujuk saya rasa jadinya dari pada yang kami tangani, apalagi untuk persalinannya.

5) Bagaimana menurut anda kesiapan puskesmas khususnya petugas KIA dalam menghadapi peraturan baru dalam era JKN mengani 155 diagnosis yang harus mampu ditangani?

Peraturan BPJS yang 155 diagnosis itu? Ada sih beberapa yang saya tau, tapi banyakan yang lupa..hehehe..banyak kali. Ga berpatokan sama itu lah dek..harus disesuaikan juga sama kemampuan puskesmasnya lah. Kalau saya pribadi ya pasien yang masih bisa saya bantu, saya bantu. Kayak ANC biasakan..mmm.. trus persalinan normal juga kami layani.

6) Bagaimana menurut anda pemanfaatan KIA oleh ibu hamil di wilayah kerja puskesmas perumnas Bt. VI?

Ibu hamil yang mau ANC banyak pasien kami, tapi y itu paling pemeriksaan pertama sampai ketiga paling lama disini, abis itu udah ga muncul-muncul lagi orangnya.

7) Pasien KIA dengan indikasi apa saja yang pernah dirujuk oleh puskesmas?

Indikasinya macam-macam, ketuban pecah dini pernah, primigravida, multigravida atau anak udah keempat entah kelima gitu


(4)

Sebagian karna ga punya USG itu disini dek, jadi kadang susah mau ga banyak rujuk.

9) Bagaimana proses diagnosis hingga pasien memperoleh rujukan tersebut?

Kalau pasien KIA pertamanya ya pasti ke saya dulu yah..kita di KIA. Pokoknya begitu dia mendaftar ke kartu mau dirujuk atau berobat harus ke KIA dulu. Kadang suka pusing juga ya liat pasien ini datang-datang udah tinggal bawa surat rujukan aja dari dokter, kalau ga dikasih ya udah pasti ngotot. Biasanya saya baca dulu surat rekomendasinya, kalau memang perlu dirujuk ya saya panggil dokter, nanti dokter yang memutuskan dan tanda tangan surat rujukannya.

10) Apakah setiap pasien khususnya ibu hamil yang dirujuk selalu melalui petugas KIA terlebih dahulu?

Kalau pasien KIA pertamanya ya pasti ke saya dulu yah..kita di KIA. Pokoknya begitu dia mendaftar ke kartu mau dirujuk atau berobat harus ke KIA dulu. Kadang suka pusing juga ya liat pasien ini datang-datang udah tinggal bawa surat rujukan aja dari dokter, kalau ga dikasih ya udah pasti ngotot.

11) Adakah kerjasama puskesmas khususnya petugas KIA dengan bidan desa?

Kerja sama dengan bidan desa ya ada, tapi gitu-gitu aja lah dek, namanya aja kerja sama tapi kalau ada pasien sama dia, ya dialah yang tangani

12) Pernahkah bidan desa merujuk pasien KIA ke puskesmas?

blum pernah ada pasiennya yang dirujuk kemari. III. Petugas Rujukan

1. Karakteristik Informan

Nama : Nur Azizah

Umur : 24 Tahun

Pendidikan : D-III Kebidanan

Jabatan : petugas rujukan (honor)

Lama Jabatan : 1 tahun

No. Handphone :

Alamat :

Tanggal/Waktu Wawancara :

2. Pertanyaan


(5)

Saya tinggal mencatat pasien yang meminta rujukan yang sudah dari dokter duluan

2) Bagaimana aturan BPJS kesehatan terhadap sistem rujukan di puskesmas?

Seharusnya kan puskesmas yang menentukan diagnosanya yah, baru diputuskan dirujuk apa ga diliat dari 155 diagnosa penyakit itu. tapi memang iya banyak sekali yang datang tinggal minta rujukan aja, karena ada surat rekomendasi rujukan dari dokter.

3) Bagaimana menurut anda pelaksanaan sistem rujukan di puskesmas Perumnas Bt. VI?

Masih banyak kekurangan memang rujukan KIA kami disini, banyak yang ga sesuai prosedur, sampai sering ditegur BPJS kami.

4) Apakah ada tantangan puskesmas dalam menjalankan rujukan kesehatan?

bisa jadi karena memang kurang lengkap juga alat-alat disini..udah gitu karna kami ga punya dokter spesialis dan didukung sama kurang lengkapnya alat tadi, jadi kayaknya surat rujukan rekomendasi dari dokter itu kuat pengaruhnya

5) Adakah kebijakan tertentu yang dilakukan puskesmas dalam mengurangi rujukan?

Kami sih masih berusaha mengurangi jumlah rujukan..ya tapi..masih proseslah.

6) Sudahkah puskesmas menjalankan rujukan sesuai dengan anjuran BPJS mengenai 155 penyakit yang harus dapat ditangani puskesmas?

Ada sih beberapa yang saya tau dari 155 diagnosis penyakit peraturan BPJS itu yang kami langgar tetap rujuk, bahkan sudah berapa kali juga dapat teguran dari pihak BPJS nya, tapi mau bagaimana.

IV. Pasien KIA yang dirujuk 1. Karakteristik Informan

Nama : Ny. Mindo

Umur : 27 Tahun

Pendidikan : D-III

Jabatan :

Lama Jabatan :

No. Handphone :

Alamat :


(6)

1) Apa alasan anda sehingga anda ingin meminta surat rujukan?

Rencananya mau operasi sekalian tutup. Kalau ke puskesmas kan repot minta surat rujukannya, pasti mereka gak mau kasih karena kan ga ada masalah sama kehamilan saya, nanti disuruhnya langsung kerumah sakit, jadi lebih enak kan periksa dulu ke dokter spesialis, sekalian saya kontrol bulanannya sama dokter itu.

2) Apakah anda datang ke puskesmas hanya untuk meminta surat rujukan? atau sudah adakah pemeriksaan sebelumnya di KIA?

Iya saya kesini mau minta rujukan. udah bawa surat rekomendasi dari dokter kandungan. Saya kan pakai kartu BPJS makanya minta rujukannya harus kesini dulu, biar nanti melahirkannya bisa di rumah sakit.

3) Bagaimana menurut anda dengan pelayanan petugas bidang KIA?

Kalau saya rasa masih kurang ya..Dulu kira-kira berapa tahun yang lalu yah..ehh.sekitar 2 tahun lah saya periksa hamilnya disini. Dulu kan blum punya kartu BPJS, masih umum. Kan lebih murah yah kalau disini. Tapi waktu bersalin nya itu yang gak enak..namanya orang bersalin kan malam hari biasanya, eh puskesmasnya tutup.

4) Apakah anda sering melakukan pemeriksaan selama kehamilan ke puskesmas?

Semenjak BPJS ini saya pernah 2 atau 3 kali lah kesini, ini ketiga kalinya, saya mau minta surat rujukan ke rumah sakit, mau bersalin disana ajah. Kemarin kesini bawa suami berobat ke poli gigi, lama kali dilayanin, dokternya malah dibilang lagi beli makan. Saya lihat pegawainya kebanyakan, jadi seringan gossip, kadang suka ngerasa gak dilayanin betul-betul.

5) Bagaimana minat anda mendapatkan pelayanan kesehatan semenjak di berlakukannya JKN?

6) Pentingkah menurut anda pemeriksaan kehamilan di puskesmas?

Tergantung kenyamanan aja sih. Pokoknya periksa, mau kemana periksanya yang penting kitanya enak, gak ada keraguan.

V. Bidan desa

1. Karakteristik Informan

Nama : Reni Sinaga

Umur : 40 Tahun

Pendidikan : D-III Bidan

Jabatan : Bidan desa


(7)

No. Handphone :

Alamat :

Tanggal/Waktu Wawancara :

2. Pertanyaan

1) Apakah anda menjalin kerjasama yang baik oleh puskesmas Perumnas Bt.VI ?

Memang harus kerja samalah dek, saya kan juga bagian dari puskesmas ini

2) Kemana biasanya anda merujuk pasien ibu hamil dan bersalin?

saya sarankan aja langsung kerumah sakit bagi yang pasien umum

kalau yang BPJS saya sarankan ke dokter spesialis dulu minta surat rekomendasi rujukan, karena kan kalau ke puskesmas langsung minta rujukan tapi keadaan kita dilihat masih baik-baik aja mereka gak mau ngasih surat rujukan.

3) Pernahkah anda merujuk pasien ibu hamil maupun bersalin ke puskesmas? Jika” tidak”,mengapa? jika “ya”dengan indikasi apa?

Kalau merujuk ke puskesmas belum pernah. Seperti ada kasus pre eklampsi, saya sarankan rujuk, langsung pasiennya memang yang gam mau dirujuknya ke puskesmas. Cemana yah..hehehe.. peralatan disitu dengan punya saya juga sama aja kan nya?kalau ada pasien yang kira-kira bermasalah nantinya, saya sarankan aja langsung kerumah sakit bagi yang pasien kalau yang BPJS saya sarankan ke dokter spesialis dulu minta surat rekomendasi rujukan, karena kan kalau ke puskesmas langsung minta rujukan tapi keadaan kita dilihat masih baik-baik aja mereka gak mau ngasih surat rujukan.

4) Manakah menurut anda yang lebih baik merujuk pasien ke puskesmas terlebih dahulu atau langsung merujuk ker rumah sakit?

saya sarankan rujuk, langsung pasiennya memang yang gam mau dirujuknya ke puskesmas. Cemana yah..hehehe.. peralatan disitu dengan punya saya juga sama aja kan nya?

5) Bagaimana menurut anda pelayanan KIA di puskesmas perumnas Bt.VI?

Udah lumayan bagus menurut saya. Tapi kadang ya itu tadi, alatnya banyak yang kurang lengkap, jadi kurang maksimal. Jadi apa-apa urusannya udah langsung kami kasih aja ke dokter.


(8)

Lampiran 1

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM ANALISIS SISTEM RUJUKAN KIA DI PUSKESMAS

PERUMNAS BT.VI PEMATANG SIANTAR TAHUN 2015

I. Dokter puskesmas 1. Karakteristik Informan

Nama :

Umur :

Pendidikan :

Jabatan :

Lama Jabatan :

No. Handphone ` :

Alamat :

Tanggal/Waktu Wawancara :

2. Pertanyaan

1) Apakah dokter ikut berperan dalam pemberian surat rujukan pasien KIA?

2) Bagaimana menurut anda kesiapan petugas KIA dalam menerima pasien KIA?

3) Bagaimana menurut anda perkembangan jumlah rujukan KIA setiap tahunnya khususnya dalam era JKN?

4) Adakah tantangan puskesmas dalam mengurangi jumlah rujukan KIA? 5) Apakah puskesmas sudah menjalankan sistem rujukan KIA sesuai

dengan anjuran BPJS kesehatan dalam hal 155 diagnosis penyakit? 6)Apa saja indikasi pasien KIA yang menyebabkan pasien tersebut harus

dirujuk?

7)Bagaimana proses atau alur rujukan pasien mulai datang hingga pasien siap dirujuk/mendapatkan surat rujukan?


(9)

II. Bidan KIA

1. Karakteristik Informan

Nama :

Umur :

Pendidikan :

Jabatan :

Lama Jabatan :

No. Handphone :

Alamat :

Tanggal/Waktu Wawancara :

2.Pertanyaan

1) Apakah anda berperan dalam memberikan rujukan kepada pasien KIA? 2) Apakah anda sudah pernah mengikuti pelatihan khusus penanganan

persalianan (APN) atau yang lainnya?

3) Apakah pernah ada kasus gawat darurat maternal yang harus segera dirujuk oleh puskesmas?

4) Bagaimana perbandingan jumlah pasien KIA yang dirujuk dengan yang mampu ditangani?

5) Bagaimana menurut anda kesiapan puskesmas khususnya petugas KIA dalam menghadapi peraturan baru dalam era JKN mengani 155 diagnosis yang harus mampu ditangani?

6) Bagaimana menurut anda pemanfaatan KIA oleh ibu hamil di wilayah kerja puskesmas perumnas Bt. VI?

7) Pasien KIA dengan indikasi apa saja yang pernah dirujuk oleh puskesmas?

8) Mengapa pasien tersebut harus dirujuk?

9) Bagaimana proses diagnosis hingga pasien memperoleh rujukan tersebut?

10) Apakah setiap pasien khususnya ibu hamil yang dirujuk selalu melalui petugas KIA terlebih dahulu?

11) Adakah kerjasama puskesmas khususnya petugas KIA dengan bidan desa?


(10)

III. Petugas Rujukan

1. Karakteristik Informan

Nama :

Umur :

Pendidikan :

Jabatan :

Lama Jabatan :

No. Handphone :

Alamat :

Tanggal/Waktu Wawancara :

2. Pertanyaan

1) Bagaimana proses pasien datang hingga anda memberikan surat rujukan? 2) Bagaimana aturan BPJS kesehatan terhadap sistem rujukan di puskesmas? 3) Bagaimana menurut anda pelaksanaan sistem rujukan di puskesmas

Perumnas Bt. VI?

4) Apakah ada tantangan puskesmas dalam menjalankan rujukan kesehatan? 5) Adakah kebijakan tertentu yang dilakukan puskesmas dalam mengurangi

rujukan?

6) Sudahkah puskesmas menjalankan rujukan sesuai dengan anjuran BPJS mengenai 155 penyakit yang harus dapat ditangani puskesmas?


(11)

IV. Pasien KIA yang dirujuk 1. Karakteristik Informan

Nama :

Umur :

Pendidikan :

Jabatan :

Lama Jabatan :

No. Handphone :

Alamat :

Tanggal/Waktu Wawancara :

2. Pertanyaan

1) Apa alasan anda sehingga anda ingin meminta surat rujukan?

2) Apakah anda datang ke puskesmas hanya untuk meminta surat rujukan? atau sudah adakah pemeriksaan sebelumnya di KIA?

3) Bagaimana menurut anda dengan pelayanan petugas bidang KIA? 4) Apakah anda sering melakukan pemeriksaan selama kehamilan ke

puskesmas?

5) Bagaimana minat anda mendapatkan pelayanan kesehatan semenjak di berlakukannya JKN?


(12)

V. Bidan desa

1. Karakteristik Informan

Nama :

Umur :

Pendidikan :

Jabatan :

Lama Jabatan :

No. Handphone :

Alamat :

Tanggal/Waktu Wawancara :

2. Pertanyaan

1) Apakah anda menjalin kerjasama yang baik oleh puskesmas Perumnas Bt.VI ?

2) Kemana biasanya anda merujuk pasien ibu hamil dan bersalin?

Pernahkah anda merujuk pasien ibu hamil maupun bersalin ke puskesmas?

Jika” tidak”,mengapa? jika “ya”dengan indikasi apa?

3) Manakah menurut anda yang lebih baik merujuk pasien ke puskesmas terlebih dahulu atau langsung merujuk ker rumah sakit?


(13)

(14)

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Depkes, 2007.Rujukan Maternal dan Neonatal : Jakarta. Departemen kesehatan Republik Indonesia.

---, 2008.Upaya penurunan angka kematian ibu: Jakarta. Departemen kesehatan Republik Indonesia.

Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan RI. 2008. Pedoman Pengembangan Pelayanan Obstetri Neonatal emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas. Depkes RI. Jakarta.

Hulton A Louise, 2000. A framework for the evaluation of quality of care in maternity services: Southampton.

Kemenkes RI2013, Buku Saku FAQ (Frequently Asked Questions) BPJS Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

---, 2014 : Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional Dalam sistem Jaminan Sosial nasional, Jilid 1: Kementerian Kesehatan RI. Moleong.Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. PT Remaja Rosda Karya Offset.

Mubarak, Wahit Iqbal. 2012. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Konsep dan Aplikasi dalam Kebidanan. Salemba Medika. Jakarta.

Meliala, 2012.Penyusun Kerangka Manual Rujukan Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta.2012.Manual Rujukan Kehamilan, Persalinan, dan Bayi baru lahir.www.kebijakankesehatanindonesia.net. Diakses pada Juli 2015.

Permenkes nomor 741 Tahun 2008, tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota: Jakarta. Peraturan Menteri Kesehatan. ---, nomor 1464 Tahun 2010, tentang Izin dan penyelenggaraan praktik

bidan: Jakarta. Peraturan Menteri Kesehatan.

---, nomor 001 Tahun 2012, tentang Pelaksanaan sistem rujukan berjenjang: Jakarta. Peraturan Menteri Kesehatan.

---, nomor 71 Tahun 2013, tentang Pelayanan kesehatan pada jaminan kesehatan nasional: Jakarta. Peraturan Menteri Kesehatan.

---, nomor 28 Tahun 2014, tentang Pedoman pelaksanaan program jaminan kesehatan nasional: Jakarta. Peraturan Menteri Kesehatan.


(16)

---, nomor 75 Tahun 2014, tentang Pusat Kesehatan Masyarakat: Jakarta. Peraturan Menteri Kesehatan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 72 Tahun 2012, tentang Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: Peraturan Republik Indonesia.

Pembe et al. BMC Health Services Research 2010,Effectiveness of maternal referral system in a rural setting: a case study from Rufiji district, Tanzania.http://www.biomedcentral.com. Diakses pada November 2015. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2004 tentang sistem jaminan

sosial. Jakarta: Presiden Republik Indonesia.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009, Tentang Kesehatan. Jakarta: Presiden Republik Indonesia.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011, Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.Jakarta: Presiden Republik Indonesia. Zulhadi, 2012. Problem dan tantangan puskesmas dan rumah sakit umum daerah

dalam mendukung sistem rujukan maternal di kabupaten karimun provinsi kepri .Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 02, No. 4 Desember 2013


(17)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1.Jenis dan Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah bersifat deskriptif dengan menggunakan metode penelitian kualitatif.

3.2. Lokasi dan Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Perumnas Bt.VI Pematang Siantar.Pada bulan Oktober 2015. Alasan pemilihan lokasi penelitian adalah belum pernah ada dilakukan penelitian sebelumnya dilokasi dan dengan judul yang sama, dan adanya peningkatan jumlah ibu hamil dan bersalin yang sangat signifikan hingga tahun 2015.

3.3. Informan Penelitian

Pemilihan informan pada penelitian kualitatif berdasarkan pada prinsip penelitian kualitatif, yaitu prinsip kesesuaian (appropriateness), dan kecukupan (adequacy).Prinsip kesesuaian dimana informan dalam penelitian ini dipilih berdasarkan kesesuaian dalam topik penelitian ini dimana informan tersebut yang bertanggung jawab dalam pelayanan kesehatan. Prinsip kedua yaitu kecukupan dimana informan yang dipilih mampu menggambarkan dan menjelaskan informasi yang cukup untuk penelitian ini.

Berdasarkan hal tersebut maka informan dalam penelitian ini adalah sebanyak 5 orang. 1 orang bidan petugas KIA, 1 orang petugas rujukan, 1 orang dokter puskesmas tempat penelitian, 1 orang bidan desa, dan 1 orang pasien yang meminta rujukan.


(18)

3.4. Metode pengumpulan data 1. Data primer

Data primer diperoleh dari hasil survei (wawancara) mendalam terhadap narasumber/ informan penelitian.Selain itu juga dilakukan observasi langsung oleh peneliti.

2. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan dan telaah dokumen.Dalam studi kepustakaan peneliti mempelajari dan mengumpulkan keterangan maupun bahan yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.Sedangkan telaah dokumen dilakukan untu membandingkan hasil wawancara dengan data-data rujukan, dan dokumen yang terkait dengan masalah penelitian.

3.5. Definisi Operasional

1. Jumlah Rujukan KIA adalah jumlah ibu hamil dan bersalin yang dirujuk oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama (puskesmas).

2. Alur rujukan KIA adalah mulai dari mana dan oleh siapa dilakukan rujukan (puskesmas ke-rumah sakit).

3. Sumber daya manusia yaitu petugas kesehatan dilihat dari ketersediaan dan kualitas kerja berdasarkan standar yang sudah ditetapkan.

4. Fasilitas dan sarana kesehatan adalah segala perlengkapan yang diperlukan puskesmas untuk mendukung pelayanan kerja bidang KIA di puskesmas.


(19)

Data yang telah dikumpulkan dari hasil wawancara kemudian dicatat, dan di analisis secara manual. Data kualitatif yang berasal dari wawancara tersebut kemudian di analilis menggunakan metode content analisis.

Adapun tahap- tahap pengolahan data tersebut antara lain :

1. Mengumpulkan smua data dari hasil wawancara maupun observasi 2. Mencatat smua hasil atau transkip data yang sudah diperoleh

3. Melakukan kategorisasi dan tanda data berdasarkan karakteristik dan pola jawaban, dan disajikan dalam bentuk matriks.

4. Menganalisis variable-variabel serta menghubungkan dengan teori yang ada dan hasil penelitian sebelumnya.

5. Menyajikan data dalam bentuk matriks dan kualitatif

3.7. Validasi data

Dalam penelitian kualitatif keabsahan data merupakan konsep penting, Oleh karena itu, pada penelitian ini untuk memeriksa keabsahan data yang diperoleh, peneliti menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian yaitu triangulasi sumber.

Triangulasi sumber dilakukan dengan membadingkan informasi yang diperoleh dari informan yang berbeda untuk melakukan cross check terhadap kondisi yang sebenarnya, dan memilih informan yang dapat memberikan jawaban sesuai dengan pertanyaan yang diajukan (Moleong, 2007).


(20)

Tiga jalur analisis data kualitatif, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari data yang didapat dilapangan.

Reduksi data merupakan analisis yang menajamkan, menggolongkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat diambil.Reduksi tidak perlu diartikan sebagai kuantifikasi data.

Cara reduksi data : 1. Seleksi ketat data

2. Ringkasan atau uraian singkat

3. Menggolongkan dalam pola yang lebih luas

Penyajian data adalah kegiatan ketika sekumpulan informasi di susun, sehingga kemungkinan akan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.


(21)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Puskesmas Perumnas Bt.VI

Puskesmas Perumnas Bt. VI merupakan puskesmas rawat inap yang berdiri pada tahun 1980. Puskesmas Perumnas Bt. VI salah satu UPT yang ada dibawah Dinas Kesehatan Kabupaten Simalungun, dan terletak di Kecamatan Siantar desa Lestari indah yang letak geografisnya adalah :

- Sebelah Barat dengan : Kota Pematang Siantar - Sebelah Timur dengan : Kecamatan Gunung Malela - Sebelah Utara dengan : Kecamatan Gunung Maligas - Sebelah Selatan dengan : Kecamatan Tanah Jawa

4.1.2. Wilayah Kerja Puskesmas Perumnas Bt. VI

Wilayah kerja puskesmas bisa berdasarkan kecamatan, faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan demografi, dan keadaan infrastruktur lainnya yang merupakan bahan perimbangan dalam menentukan wilayah kerja puskesmas. Bentuk bangunan Puskesmas bertingkat dua dengan jenis bangunan permanent, lokasi Puskesmas berada di tepi jalan raya. Sejak tahun 2009 Puskesmas Perumnas Bt. VI membuka Pelayanan selama 24 jam, serta memiliki fasilitas rawat inap. Adapun desa yang menjadi wilayah kerja Puskesmas Perumnas Bt. VI yaitu :


(22)

2. Siantar estate 3. Rambung merah 4. Karang bangun 5. Pem.simalungun 6. Dolok marlawan 7. Pantoan maju 8. Dolok hantaran 9. Sitalasari 10.Laras dua 11.Nusa harapan 12.Lestari

Wilayah kerja Puskesmas Perumnas Bt. VI memiliki jumlah penduduk sebanyak 50.101jiwa dengan jumlah penduduk laki laki sebanyak 25.197 jiwa dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 24.904 jiwa.

Tabel 4.1 Jumlah penduduk berdasarkan Desa

No Desa Laki laki Perempuan Jumlah

1 Marihat baris 1881 1722 3603

2 Siantar estate 1894 1951 3845

3 Rambung merah 2658 2640 5298

4 Karang bangun 2451 2456 4907

5 Pem.simalungun 4838 4888 9726

6 Dolok marlawan 1487 1548 3035


(23)

8 Dolok hantaran 1846 2083 3929

9 Sitalasari 1965 2078 4043

10 Laras dua 1279 1325 2604

11 Nusa harapan 1563 1740 3303

12 Lestari indah 2046 1743 3789

Total 25197 24904 50101

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Simalungun Tahun 2011

Jumlah tenaga kesehatan Puskesmas Perumnas Bt. VI sebanyak 35 orang dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 4.2 Jumlah Tenaga Kesehatan Puskesmas Perumnas Bt. VI

No Tenaga kesehatan Jumlah

1 Dokter Umum 3 orang

2 Dokter Gigi 2 orang

3 Tenaga Ahli Kes. Masyarakat 5 orang

4 Bidan 14 orang

5 Perawat 6 orang

6 Sanitarian 3 orang

7 Farmasi 1 orang

8 Perawat gigi 1 orang

Sumber : Profil Puskesmas Perumnas Bt. VI Tahun 2013

4.2. Karakteristik Informan

Informan dalam penelitian ini berjumlah 5 orang yang terdiri dari dokter puskesmas, petugas KIA, petugas rujukan, bidan desa, dan 1 orang pasien KIA peserta BPJS Kesehatan di Puskesmas Perumnas Bt. VI.Karakteristik Informan dapat dilihat pada Tabel berikut ini :


(24)

Infor

man Jabatan Pendidikan

Umur (Tahun)

Jenis Kelamin

1 Dokter Puskesmas S1 38 Perempuan

II III Bidan KIA Petugas rujukan D-III D-III 35 24 Perempuan Perempuan

IV Bidan desa D-III 40 Perempuan

V Pasien rujukan ibu hamil D-III 27 Perempuan

4.3 Alur rujukan KIA

Hasil penelitian menunjukan dari 5 informan yang diwawancarai, mengatakan bahwa alur rujukan tidak sesuai dengan standart sistem rujukan yang seharusnya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini :

Tabel 4.4 Pendapat informan tentang Alurrujukan KIA

No. Informan Pernyataan

Informan I Pasien datang ke puskesmas, ada yang ke poli umum, ada

yang ke KIA. Yang ke poli umum saya yang periksa. Kalau untuk pasien KIA bidan penanggung jawabnya yang melayani. Tapi kalau rujukan persetujuannya memang harus dari saya. Banyak ya macam indikasinya yang menyebabkan harus kami rujuk..tuk ibu hamil yang sering. Katanya karena anak pertama mau USG, kalau ga bilang baru jatuh harus USG, ya kami kasih surat rujukan. yang paling banyak nya lagi, datang-datang kepuskesmas pasiennya udah bawa surat rekomendasi rujukan dari dokter spesialis, diagnosanya beragam. Ada yang Post SC anak pertama, ketuban pecah dini, Eklampsia, pre-eklampsia, banyaklah. Kadang kita ga bisa maksa untuk bilang sama pasien yah itu masih dalam 155 penyakit yang bisa kami tanganin. Karena yang ngasih


(25)

rujukan itu kan dokter spesialis kandungan, ya saya rasa beliau ga akan sembarangan kasih diagnosa. Cuma kalau mereka datang tetap diperiksa bidan dulu memastikan, selagi masih bisa di check tanpa USG.

Informan II Kalau pasien KIA pertamanya ya pasti ke saya dulu yah..kita di KIA. Pokoknya begitu dia mendaftar ke kartu mau dirujuk atau berobat harus ke KIA dulu. Ibu hamil yang mau ANC banyak pasien kami, tapi y itu paling pemeriksaan pertama sampai ketiga paling lama disini, abis itu udah ga muncul-muncul lagi orangnya. Nanti kira- kira udah bulan nya mau partus datang udah bawa surat rujukan. yang lebih parah kadang ada yang ga pernah periksa udah main datang aja bawa surat rujukan dari dokter. Kadang suka pusing juga ya liat pasien ini datang-datang udah tinggal bawa surat rujukan aja dari dokter, kalau ga dikasih ya udah pasti ngotot. Biasanya saya baca dulu surat rekomendasinya, kalau memang perlu dirujuk ya saya panggil dokter, nanti dokter yang memutuskan dan tanda tangan surat rujukannya. Indikasinya macam-macam, ketuban pecah dini pernah, primigravida, multigravida atau anak udah keempat entah kelima gitu, Sebagian karna ga punya USG itu disini dek, jadi kadang susah mau ga banyak rujuk.Banyakan yang dirujuk saya rasa jadinya dari pada yang kami tangani, apalagi untuk persalinannya.

Informan III Seharusnya kan puskesmas yang menentukan diagnosanya yah, baru diputuskan dirujuk apa ga diliat dari 155 diagnosa penyakit itu. tapi memang iya banyak sekali yang datang tinggal minta rujukan aja, karena ada surat rekomendasi rujukan dari dokter. Kenapa? bisa jadi karena memang kurang lengkap juga alat-alat disini..udah gitu karna kami ga


(26)

punya dokter spesialis dan didukung sama kurang lengkapnya alat tadi, jadi kayaknya surat rujukan rekomendasi dari dokter itu kuat pengaruhnya. Masih banyak kekurangan memang rujukan KIA kami disini, banyak yang ga sesuai prosedur, sampai sering ditegur BPJS kami.

Informan IV Memang harus kerja samalah dek, saya kan juga bagian dari

puskesmas ini. Kalau merujuk ke puskesmas belum pernah. Seperti ada kasus pre eklampsi, saya sarankan rujuk, langsung pasiennya memang yang gam au dirujuknya ke puskesmas. Cemana yah..hehehe.. peralatan disitu dengan punya saya juga sama aja kan nya?kalau ada pasien yang kira-kira bermasalah nantinya, saya sarankan aja langsung kerumah sakit bagi yang pasien umum..kalau yang BPJS saya sarankan ke dokter spesialis dulu minta surat rekomendasi rujukan, karena kan kalau ke puskesmas langsung minta rujukan tapi keadaan kita dilihat masih baik-baik aja mereka gak mau ngasih surat rujukan. Udah lumayan bagus menurut saya. Tapi kadang ya itu tadi, alatnya banyak yang kurang lengkap, jadi kurang maksimal. Jadi apa-apa urusannya udah langsung kami kasih aja ke dokter.

Informan V Iya saya kesini mau minta rujukan. udah bawa surat rekomendasi dari dokter kandungan. Saya kan pakai kartu BPJS makanya minta rujukannya harus kesini dulu, biar nanti melahirkannya bisa di rumah sakit. Rencananya mau operasi sekalian tutup. Kalau ke puskesmas kan repot minta surat rujukannya, pasti mereka gak mau kasih karena kan ga ada masalah sama kehamilan saya, nanti disuruhnya langsung kerumah sakit, jadi lebih enak kan periksa dulu ke


(27)

dokter spesialis, sekalian saya kontrol bulanannya sama dokter itu. Karena udah kenal dan biar nanti operasinya sama dokter itu juga di rumah sakit, ya dikasihlah itu surat pengantar rujukan. saya ga ngerti itu diagnosanya dibuatin apa sama dokter, yang jelas kalau kita minta rujukan dokter nya bilang iya..iya bisa..gampang itu. Baik kali dokternya, ramah, pintar lagi.

Berdasarkan informasi dari beberapa informan tersebut mengenai alur rujukan KIA maka diperoleh hasil bahwa alur rujukan tidak sesuai dengan standar. Pasien KIA datang ke ruang KIAsudah membawa surat pengantar dari dokter spesialis tempat memeriksakan kandungan sebelumnya, kemudian bidan melaporkan kepada dokter puskesmas, dokter langsung memberikan surat rujukan, karena pemeriksaan lanjutan sulit dilakukan akibat ketersediaan alat dan kurangnya kemampuan atau kualitas SDM puskesmas.

4.4 Pelayanan sistem rujukan KIA ( Ibu hamil dan bersalin) Puskesmas Perumnas Bt. VI

4.4.1 Ketersediaan SDM

Hasil penelitian menunjukan dari 5 informan yang diwawancarai, mengatakan bahwa jumlah pegawai yang sudah ada mencukupi standar. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.5 berikut ini :


(28)

Tabel 4.5 Pendapat informan tentang ketersediaan sumber daya manusia puskesmas

No. Informan

Pernyataan

Informan I Oh kalo kami banyak disini, sekitar 20 lebih. Karena ada honor

daerah gitu, untuk puskesmas ini honor saja ada 11 orang, 2 orang lagi di puskesmas pembantu. Kalau untuk bagian KIA sendiri ada 1 bidan penanggung jawabnya. Dokter spesialis kandungan tidak ada, tapi kalo dokter gigi ada 2, dokter umum kami ada bertiga termasuk kepala puskesmas. namun 1 orang dokter blum pernah masuk semenjak bertugas disini karena sakit. Untuk petugas rujukan sudah dipegang sama 2 orang pegawai honor daerah. lumayan jarang kewalahan lah dalam bertugas kalau soal jumlah pegawai. Kadang saya yang agak repot, karena sudah lama ini kan masih saya sendiri saja yang stay ditempat.

Informan II Yang tetap sebagai penanggung jawabnya atau koodinator sih saya…tapi kadang ya smua bisa merangkap kesini,kan bidan banyak, Cuma sebagian pekerjaanya struktural,ada yang kerujukan, ada yang ke bagian kartu. karna honor itu. Puskesmas ini sendiri kan 24 jam, jadi system kerjanya kami shift-shift an, ya…bagi-bagi tugas ajalah, lagian pasien banyaknya kan seringan pagi. Saya masuk setiap pagi aja, tapi kalau ada pasien bersalin saya selalu dipanggil kesini. Kerja sama dengan bidan desa ya ada, tapi gitu-gitu aja lah dek, namanya aja kerja sama tapi kalau ada pasien sama dia, ya dial ah yang tangani, blum pernah ada pasiennya yang dirujuk kemari.

Informan V Berapa orang persisnya saya sih gak terlalu tau yah..tapi..mmm..setau saya banyak, sering saya lihat. Karena saya sudah ada berapa kali kesini, dulu waktu anak yang


(29)

pertama kan periksanya kesini. Biasanya periksa di ruangan KIA itu..tapi berapa kali datang pegawainya sering rame didalam, jadi gak tau persis yang didalam itu pegawai yang bertanggung jawab siapa..berapa orang.

Berdasarkan hasil wawancara informan diatas maka diperoleh bahwa ketersediaan sumber daya manusia puskesmas sudah mencukupi jumlah tenaga kesehatan di puskesmas. Jumlah tenaga kesehatan di Puskesmas Perumnas Bt.VI yaitu lebih dari 20 orang.Dari semua jumlah tenaga kesehatan yang dimiliki puskesmas bidan merupakan tenaga kesehatan terbanyak, namun 11 orang diantaranya masih merupakan tenaga kesehatan honorer yang terdiri dari tenaga kesehatan muda.

4.4.2 Kualitas SDM

Hasil penelitian menunjukan dari 5 informan yang diwawancarai, mengatakan bahwa berdasarkan kualitas SDM yang sudah ada masih kurang baik. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut ini :

Tabel 4.6 Pendapat informan tentang kualitas sumber daya manusia puskesmas

No. Informan Pernyataan

Informan I Kalau pasien datang kita layani, biasalah..pemeriksaan awal

dulu. Sering sekali banyak yang datang tau-tau langsung mintak surat rujukan. apalagi semenjak diberlakukannya BPJS..wihhh, melonjak sekali. tapi y tugas kami menjelaskan kalau harus tetap kami periksa dulu. Kalau ternyata dari hasil pemeriksaan memang layaknya dirujuk baru kami rujuk dan sudah seharusnya peserta BPJS kan tau itu. Ada itu peraturan BPJS yang 155 penyakit yang harus bisa kami tangani. Ya


(30)

memang kadang-kadang peraturannya kalau saya rasa terlalu memaksa..cemana kami mau pertahankan ga merujuk dalam ruang lingkup 155 penyakit itu kalo kendala kami pun banyak.belumlah pasien ngotot-ngotot mau dirujuk, fasilitas kadang gak mendukung, macamlah…termasuk lah itu pasien KIA. Bidan koordinatornya disini kebetulan cuma 1, yang lainnya masih bidan muda. Jadi kalau ada masalah atau komplikasi hamil dan bersalin suka keteteran. Apalagi kalau pasien datang malam, bidan ga ada ditempat, mau gak mau kami rujuk. Saya juga kurang hafal sih sebenarnya masalah di KIA itu yang termasuk dalam 155 diagnosis penyakit apa aja. Pokoknya berdasarkan kemampuan kami aja kalau untuk pasien KIA nya, kalau memang ga sanggup, ya kami rujuk, daripada membahayakan pasiennya. Tapi kalau masih yang normal-normal aja pasti kami yang atasi.

Informan II Sebelum dan sesudah BPJS berbedalah..kalau ditanya apa bedanya, dari segi jumlah pasien jelas-jelas meningkat sekali. Jumlah pegawai juga tambah banyak, tapi pegawai honor daerah, rata-rata masih muda-muda. Ke KIA ini sendiri juga gak kalah banyak dengan pasien poli umum. Peraturan BPJS yang 155 diagnosis itu? Ada sih beberapa yang saya tau, tapi banyakan yang lupa..hehehe..banyak kali. Ga berpatokan sama itu lah dek..harus disesuaikan juga sama kemampuan puskesmasnya lah. Kalau saya pribadi ya pasien yang masih bisa saya bantu, saya bantu. Kayak ANC biasakan..mmm.. trus persalinan normal juga kami layani. Tapi lebih banyak pasien non BPJS yang bersalin disini. Kalau yang BPJS, apalagi yang udah golongan tinggi-tinggi itu mana mau lagi kesini. Ya awak maklum ajalah dek, sedangkan saya pribadi aja kalau bisa ke fasilitas yang lebih bagus, ngapain kesini, toh sama-sama gratis. Merujuk pasien gawat darurat pernah,


(31)

waktu itu ketuban pecah dini. Padahal belum ada tanda-tanda persalinan, saya langsung panggil dokter untuk periksa. Menurut dokter dirujuk saja, karena biar ditangani sama yang lebih ahli kandungan. Pelatihan pernah, mulai ada BPJS itu lah, tapi paling sekali 3 bulan, Kalo APN memang blum pernah saya ikuti. Semenjak BPJS ini perbandingan yang dirujuk dengan yang dilayani hampir samalah.

Informan III Saya tinggal mencatat pasien yang meminta rujukan yang sudah dari dokter duluan. Ada sih beberapa yang saya tau dari 155 diagnosis penyakit peraturan BPJS itu yang kami langgar tetap rujuk, bahkan sudah berapa kali juga dapat teguran dari pihak BPJS nya, tapi mau bagaimana. Kami sih masih berusaha mengurangi jumlah rujukan..ya tapi..masih proseslah.

Informan V Kalau saya rasa masih kurang ya..Dulu kira-kira berapa tahun yang lalu yah..ehh.sekitar 2 tahun lah saya periksa hamilnya disini. Dulu kan blum punya kartu BPJS, masih umum. Kan lebih murah yah kalau disini. Tapi waktu bersalin nya itu yang gak enak..namanya orang bersalin kan malam hari biasanya, eh puskesmasnya tutup. Waduhh..kebingungan lah suami saya. Saya udah kesakitan setengah mati..untung saja rumah sakit ga begitu jauh dari puskesmas nya, langsung dibawa suami saya kerumah sakit. Ternyata posisi bayi saya waktu itu sungsang. Terkejut donk saya, padahal selama pemeriksaan sampai hamil tua gak ada dikasih tau gitu sama bidannya. Semenjak BPJS ini saya pernah 2 atau 3 kali lah kesini, ini ketiga kalinya, saya mau minta surat rujukan ke rumah sakit, mau bersalin disana ajah. Kemarin kesini bawa suami berobat ke poli gigi, lama kali dilayanin, dokternya malah dibilang lagi beli


(32)

gossip, kadang suka ngerasa gak dilayanin betul-betul.Tergantung kenyamanan aja sih. Pokoknya periksa, mau kemana periksanya yang penting kitanya enak, gak ada keraguan.

Berdasarkan hasil wawancara kepada informan, kualitas sumber daya manusia Puskesmas Perumnas Bt.VI masih kurang.Dalam hal informasi 155 diagnosa penyakit masih ada yang belum mengetahui.Hasil wawancara informan juga mengatakan bahwa berdasarkan pengalaman informan ketika memerlukan pelayanan ke puskesmas petugas tidak ada ditempat saat dalam jam bekerja. untuk Kabupaten Simalungun ada dilakukan pelatihan untuk tenaga kesehatan termasuk dokter, bidan dan perawat, namun pelatihan yang dilakukan belum memberikan dampak apapun karena sejauh ini pelatihan yang dilakukan di dinas kesehatan tersebut hanya berupa pemberian teori-teori mengenai kesehatan.

4.4.3 Ketersediaan Fasilitas dan Sarana Kesehatan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua informan menyatakan bila sarana prasarana di Puskesmas Perumnas Bt.VIkhusus untuk KIA masih kurang lengkap. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut ini :

Tabel 4.7 Pendapat informan tentang ketersediaan fasilitas dan sarana kesehatan

No. Informan Pernyataan

Informan I Jujur memang saya akui puskesmas kami ini kalau dari segi ketersedian fasilitas masih kurang lah memang. Lab kami ga lengkap,paling ada untuk test TB yang lengkap. ambulance ada, tapi ga pernah dipakai juga, karena disini kendaraan umum kan mudah dijangkau. Kalau di bagian


(33)

KIA memang kurang sih.. USG blum ada.mmm..itu juga.. kami blum ada itu alat-alat penting untuk kegawatdaruratan..peralatan utama aja.ya kayak partus set, oksigen ada, tapi cuma satu, itupun isinya gak ada kalau ga salah, belum di isi-isi udah lama.

Informan II Masih kurang sih kalau menurut saya..apalagi kalau harus mengikuti yang 155 penyakit itu. USG aja kami gak ada.oksigen ada tapi isinya kosong. Kayak vakum, kami juga gak ada itu, pensteril alat kami masih pakai yang system rebus, belum yang listrik itu. apalagi yah..hmmm…itulah dek, kalau peralatan untuk yang normal-normal aja ada kami..

Informan V Yang lain-lain apa aja alatnya saya kurang ngerti y..tapi yang saya tau kalau mau USG ga bisa..ga ada alatnya disitu.

Dari hasil wawancara informan dapat diketahui bahwa fasilitas yang seharusnya ada dan sangat penting dalam memberikan pelayanan namun tidak ada seperti : oksigen, USG, vakum, sterilisator, check HB, serta lainnya yang dapat menunjang pemeriksaan pada penegakan diagnosa dan pemberian tindakan. Mereka juga mengakui bahwa jumlah sarana dan prasarana memang belum memadai atau belum sesuai dengan standar yang berlaku sehingga peningkatan rujukan di puskesmas belum dapat diatasi puskesmas.


(34)

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Alur Rujukan terhadap Jumlah rujukan KIA Puskesmas Perumnas Bt. VI Pematang Siantar

Dalam Buku Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang Badan penyelenggara Jaminan Sosial kesehatan tahun 2014 Sistem rujukan pelayanan kesehatan adalah Penyelenggaraan Pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal yang wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial dan seluruh fasilitas kesehatan.

Menurut Kemenkes RI Tahun 2013 dalam pedoman penyelenggaraan puskesmas PONED kebutuhan merujuk pasien tidak hanya dalam kondisi kegawatdaruratan saja, akan tetapi juga pada kasus yang tidak dapat ditangani oleh fasilitas pelayanan rawat inap. Rujukan merupakan komponen penting dan sering menjadi alternative dalam pelayanan kesehatan ibu dan BBL, terutama dalam kasus darurat obstetri dan BBL dimana para pencari pelayananan kesehatan harus mencapai tingkat tinggi perawatan yang dibutuhkan baik dalam kasus kecil dan kasus fatal waktu.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa 50 % dari jumlah rujukan yang dirujuk oleh puskesmas menunjukkan bahwa proses alur rujukan sudah sesuai dengan proses rujukan yang seharusnya yaitu melalui pemeriksan ke puskesmas terlebih dahulu dan dirujuk oleh pihak puskesmas. kasus yang pernah dirujuk langsung oleh pihak puskesmas antara lain perdarahan post partum dn


(35)

abortus. Adapun proses alur rujukan yang sesuai dengan program BPJS kesehatan yaitu:

---KLAIM---

Sementara 50 % diantaranya tidak melalui proses alur yang sesuai dimana pasien yang membutuhkan rujukan terlebih dahulu datang ke dokter spesialis, diperiksa di pelayanan tersebut, kemudian diberikan surat pengantar rujukan yang ditujukan kepada puskesmas, dan kemudian puskesmas memberikan surat rujukan. Gambaran alur rujukan KIA di Puskesmas Perumnas Bt. VI yaitu :

---KLAIM---

Gambar 4. Alur Rujukan KIA di Puskesmas Perumnas Bt. VI PESERTAA

BPJS KESEHATAN

SURAT PENGANTAR

RUMAH SAKIT KLINIK DOKTER

SPESIALIS PESERTA

FASITAS KESEHATAAN

PRIMER

BPJS KESEHATAN

EMERGENCY

RUMAH SAKIT


(36)

Hal ini didukung oleh pernyataan informan yang menyatakan bahwa banyak pasien yang datang ke puskesmas sudah membawa surat rekomendasi rujukan dari dokter spesialis dengan diagnosa yang beragam.

Menurut Meliala (2012), peneliti Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, penting untuk segera menata sistem rujukan pelayanan kesehatan. Setiap orang sakit seharusnya berobat lebih dahulu di fasilitas kesehatan primer, dan hanya yang benar-benar membutuhkan layanan dokter spesialis atau sub spesialis yang dirujuk ke rumah sakit. Idealnya, dari 1.000 pasien, hanya 21 orang yang dirujuk ke rumah sakit sekunder, dan 1 orang ke rumah sakit tertier

Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan medis, yaitu:

e. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama

f. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua

g. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat diberikan atas rujukan dari faskes primer

h. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan atas rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer

Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier.


(37)

5.1.1 Ketersediaan Sumber Daya Manusia terhadap Alur rujukan KIA

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pembe Andrea di Kabupaten Rufiji, Tanzania mengatakan bahwa dalam sistem rujukan perlu dukungan peningkatan antenatal, sumber daya manusia dan transportasi, serta jasa postnatal di puskesmas. dari 1538 wanita disebut 70 % dirujuk untuk resiko demografis, 12 % untuk riwayat kebidanan, 12 % komplikasi kehamilan dan 5, 5 % untuk komplikasi post natal. Dalam hasil juga dinyatakan bahwa rujukan ibu menjadi kurang efektif akibat ketidakpatuhan rujukan.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa ketersediaan sumber daya manusia puskesmas sudah mencukupi jumlah tenaga kesehatan di puskesmas. terlihat dari jumlah tenaga kesehatan di puskesmas perumnas Bt.VI yaitu sebanyak 35 orang. Namun masih kurang lengkap dengan tidak adanya apoteker, tenaga promosi kesehatan, dan tenaga pendukung lainnya. Dari semua jumlah tenaga kesehatan yang dimiliki puskesmas bidan merupakan tenaga kesehatan terbanyak yaitu 14 orang, namun 10 orang diantaranya masih merupakan tenaga kesehatan honorer yang terdiri dari tenaga kesehatan muda.

Menurut Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memilki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

Sesuai dengan Pusat Perencanaan dan Pendayagunaan Sumber Daya Manusia Kesehatan oleh Menteri Kesehatan maka jumlah standart sumber daya


(38)

manusia di pelayanan tingkat pertama seperti puskesmas yaitu berjumlah 30 orang dengan 14 jenis tenaga kesehatan antara lain dokter umum dan gigi, apoteker, perawat, perawat Perawat, Perawat Gigi, Bidan, Ahli Gizi, TenagaTeknisan Kefarmasian, Analis Kesehatan, Sanitarian, TenagaKesehatan Masyarakat, Epidemilog, Tenaga Promosi Kesehatan, Tenaga Pendukung.

Dalam hal ini puskesmas perumnas Bt. VI memiliki jumlah tenaga kesehatan lebih yaitu berjumlah 35 orang, namun belum memenuhi 14 jenis tenaga kesehatan yang berdasarkan standart adalah berjumlah 14 jenis jumlah tenaga kesehatan. Ini dapat mempengaruhi jumlah rujukan KIA karena tidak didukung oleh ketersediaan jenis tenaga kesehatan.

5.1.2 Kualitas Sumber Daya Manusia terhadap Alur rujukan KIA

Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional pada Bab V tentang Cara Penyelenggaraan SKN pada bagian D yaitu Subsistem Sumber Daya Manusia Kesehatan dikatakan pada pasal 274 bahwa Sumber daya pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan adalah sumber daya pendidikan tenaga kesehatan dan pelatihan sumber daya manusia kesehatan, yang meliputi berbagai standar kompetensi, modul dan kurikulum serta metode pendidikan dan latihan, sumber daya manusia pendidikan dan pelatihan, serta institusi/fasilitas pendidikan dan pelatihan yang menyediakan sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan. Dalam sumber daya ini juga termasuk sumber daya manusia, dana, cara atau metode, serta peralatan dan perlengkapan untuk melakukan perencanaan,


(39)

pendayagunaan, serta pembinaan dan pengawasan mutu sumber daya manusia kesehatan.

Kenyataan yang didapat dilapangan, kualitas sumber daya manusia puskesmas Perumnas Bt.VI masih kurang sehingga menyebabkan peningkatan rujukan pasien KIA. Ini terlihat dari kualitas sumber daya manusia yang masih belum sesuai dengan standar, dan didukung hasil wawancaran informan yang mengatakan bahwa berdasarkan pengalaman informan ketika memerlukan pelayanan ke puskesmas petugas tidak ada ditempat saat dalam jam bekerja.

Menurut Jahn Albrecht dalam penelitiannya mengenai konsep dan strategi rujukan kehamilan dan persalinan di Tanzania mengatakan rujukan dapat dilakukan dengan banyak cara berdasarkan alur, waktu dan kegawatdaruratan. Dengan demikian dapat dikategorikan arahan pada kehamilan dan melahirkan. Rujukan ini dapat dibagi menjadi 3 yaitu, pertama: rujukan pribadi, tergantung pada keterlibatan fasilitas pertama yang diperoleh ibu, kedua: rujukan antenatal, mengenai transportasi dan proses kelahiran, ketiga: darurat rujukan. 75 % diantaranya merupakan modus rujukan yang paling umum adalah rujukan pribadi dengan tanpa alasan medis tertentu. Dari hasil tersebut Jahn menyatakan bahwa rujukan akan sering bergantung pada keseimbangan antara usaha dan sumber daya yang diperlukan untuk transportasi dan pengobatan selanjutnya yang manfaatnya dapat dirasakan di rumah sakit, sehinga puskesmas jarang dimanfaatkan.

Berdasarkan hasil wawancara kepada informan, untuk Kabupaten Simalungun ada dilakukan pelatihan untuk tenaga kesehatan termasuk dokter, bidan dan perawat, namun pelatihan yang dilakukan belum memberikan dampak


(40)

apapun karena sejauh ini pelatihan yang dilakukan di dinas kesehatan tersebut hanya berupa pemberian teori-teori mengenai kesehatan. Sehingga belum dapat dijadikan pendorong dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia puskesmas.

Kualitas sumber daya manusia puskesmas dapat mempengaruhi alur rujukan yang dapat berpengaruh langsung terhadap jumlah rujukan KIA. Semakin kurang kualitas SDM nya maka akan semakin berkurang minat pasien untuk menerima pelayanan di tingkat primer, sehingga memungkinkan untuk mereka langsung mencari pelayanan kesehatan kepelayanan kesehatan yang lebih berkualitas seperti pelayanan kesehatan tingkat 2 atau dokter spesialis, atau bahkan ke rumah sakit dengan alternative meminta surat rujukan terlebih dahulu dari puskesmas.

Dalam hal ini perlu adanya peningkatan SDM baik itu dari segi pengetahuan maupun keterampilan agar mekanisme yang dilakukan sesuai dengan standar pelayanan tingkat pertama, dan juga sosialasi kepada masyarakat tentang pemahaman dan prosedur pelayanan puskesmas pada program BPJS agar kebiasaan masyarakat sebelumnya dapat teratasi.

Berdasarkan penelitian di Universitas Southampton tahun 2000 menyatakan bahwa kualitas pelayanan dikatakan baik adalah sejauh mana perawatan sebenarnya sudah sesuai dengan kriteria yang ada untuk perawatan yang baik.Dalam hal ini ketersediaan SDM dan fasilitas dan sarana kesehatan sangat mempengaruhi kualitas pelayanan yang dapat mempengaruhi rujukan puskesmas tersebut.


(41)

Sumber Daya Manusia merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya suatu pelayanan yang bermutu. Sumber Daya Manusia yang secara kuantitas dan kualitas sesuai dengan standar diperlukan sebagai dukungan dalam menciptakan layanan yang menjadi saringan dalam mengurangi pelanyanan rujukan yang tidak sesuai dengan syaratnya.

Menurut Nargis topan dalam penelitiannya mengatkan bahwa dalam mengurangi jumlah rujukan perlu adanya hubungan yang baik antara petugas kesehatan dengan masyarakat. Nargis membagi menjadi 3 jenis dukungan yang diperlukan dalam memperlancar proses alur rujukan yaitu dukungan informasi kriteria tempat rujukan terkait dengan pemanfaatan sektor kesehatan publik, dukungan biaya transportasi, dan yang terakhir dukungan sistem kesehatan masyarakat yaitu terkait dengan bagaimana petugas kesehatan menjalin hubungan dengan masyarakat seperti berupa kepercayaan untuk seperti apa sebaiknya kasus kesehatannya di tindak lanjuti, apakah dipelukan rujukan atau tidak.

5.1.3 Ketersediaan Fasilitas dan Sarana Kesehatan terhadap Alur rujukan

Sarana adalah seluruh bahan serta fasilitas alat kesehatan yang merupakan pendukung, pendamping dan pemberi hasil dari sistem pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Berdasar Kompedium Alat Kesehatan, alat kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama terdiri dari 3 bagian dan 115 item yaitu alat kesehatan elektromedik, Alat kesehatan non Elektromedik dan Produk Diagnostik. Menurut Hakobyan berdasarkan penelitiannya di Armenia, sampai saat ini puskesmas di Armenia tidak melayani tujuannya sebagai pusat kesehatan masyarakat dan merujuk mereka ke spesialis dan rumah sakit hanya jika


(42)

dibutuhkan.Puskesmas hanya untuk penduduk pedesaan, sedangkan penduduk perkotaan mencari pelayanan kesehatan ke poliklinik.Alur rujukan KIA bahkan tidak melalui puskesmas.ibu ANC yang memeriksakan kehamilannya ke dokter keluarga, bidan desa, dan dokter obgyn dapat langsung merujuk ke rumah sakit kabupaten maupun langsung ke rumah sakit umum untuk kasus komplikasi diakibatkan karena ketersediaan fasilitas yang tidak memenuhi dalam tujuan penanganan kasus.

Zulhadi dalam penelitiannya di Kabupaten Karimun Provinsi Kepri juga menemukan masih ada keterbatasan sumberdaya di pelayanan dasarseperti sarana dan peralatan, dan belum disiapkannya RSUDsebagai rumah sakit mampu PONEK, walaupun aktifaspelayanan 24 jam sudah berjalan. Kurangnya kerjasama timantar level rujukan yang melibatkan Dinas KesehatanKabupaten, RSUD dan puskesmas, belum lengkapnya SOP,lemahnya sistem informasi dan alur rujukan yang by pass masih ditemukan. Diperlukan beberapa kebijakan meliputi percepatan RSUDsebagai rumah sakit mampu PONEK, penguatan kerjasama timantar level rujukan, dan pembuatan SOP kasus-kasus maternaldisertai mekanisme rujukannya yang merupakan langkah awaldalam mengatasi problem dan tantangan ini.

Dari hasil obeservasi dapat dilihat bahwa fasilitas yang seharusnya ada dan sangat penting dalam memberikan pelayanan namun tidak ada seperti : oksigen, USG, vakum, sterilisator, check HB, serta lainnya yang dapat menunjang pemeriksaan pada penegakan diagnosa dan pemberian tindakan


(43)

Sehubungan dengan itu berdasarkan jawaban dari seluruh informan, maka dapat dilihat mereka juga mengakui bahwa jumlah sarana dan prasarana memang belum memadai atau belum sesuai dengan standar yang berlaku sehingga peningkatan rujukan di Puskesmas belum dapat diatasi puskesmas diperhatikan dan dilengkapi sesuai dengan standar puskesmas.

Hal ini didukung dengan pernyataan informan yang menyatakan bahwa fasilitas puskesmas masih kurang.Didukung dengan USG yang tidak ada, oksigen yang kosong dan beberapa fasilitas pendukung untuk pelayanan KIA yang masih belum ada.

Ketersediaan fasilitas dan sarana merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya suatu pelayanan yang bermutu. Fasilitas dan sarana yang secara kuantitas dan kualitas sesuai dengan standar diperlukan sebagai salah satu cara mengurangi jumlah rujukan. apabila fasilitas dan sarana kesehatan di puskesmas tidak mendukung pelayanan maka dapat mempengaruhi alur rujukan pasien yang secara selanjutnya juga akan menambah jumlah rujukan pasien.


(44)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Pelaksanaan rujukan KIA di Puskesmas Perumnas Bt. VI masih kurang baik, terbukti dengan belum sesuainya proses alur rujukan KIA sehingga meningkatkan jumlah rujukan KIA.

2. Alur rujukan KIA di Puskesmas Perumnas Bt.VI sudah sesuai namun prosesnya masih tidak sesuai dengan proses rujukan yang seharusnya yaitu puskesmas dilakukan pemeriksaan dan dilakukan rujukan apabila diperlukan.

3. Sumber daya manusia yang sudah ada di puskesmas masih belum sesuai dengan standar puskesmas, dari segi kuantitas cukup namun masih kurang dalam hal kualitas. baik itu dari keterampilannya dan pengetahuannya. 4. Ketersediaan Fasilitas dan Sarana kesehatan di Puskesmas Perumnas Bt. VI

khususnya dalam menunjang pelayanan KIA masihkurang lengkap seperti USG yang tidak ada, peralatan check laboratorium, tabung oksigen dan belum sesuai dengan standar Sk Menkes no 75.

6.2. Saran

1. Kepada Dinas Kesehatan agar meninjau kembali kebutuhan puskesmas, baik fasilitas dan sarana serta SDM tenaga kesehatan.

2. Kepada BPJS Kesehatan agar memberikan sosialisasi dan petunjuk teknis kepada petugas Puskesmas mengenai standar yang berlaku dalam BPJS


(45)

Kesehatan mengenai standar 155 diagnosis penyakit yang tidak boleh dirujuk oleh puskesmas.

3. Kepada kepala puskesmas agar memperhatikan kualitas dan meningkatkan SDM tenaga kesehatan puskesmas Perumnas BT.VI agar dapat memaksimalkan pelayanan dan mengurangi rujukan. serta mempersiapkan puskesmas sebagai puskesmas PONED.


(46)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Rujukan

Sistem rujukan pelayanan kesehatan merupakan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal baik baik secara vertical maupun horizontal (Permenkes No 001 Tahun 2012).

2.2 Rujukan Maternal dan Neonatal

Rujukan maternal dan neonatal adalah sistem rujukan yang dikelola secara strategis, proaktif, pragmatis dan koordinatif untuk menjamin pemerataan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang paripurna dan komprehensif bagi masyarakat yang membutuhkannya terutama ibu dan bayi baru lahir, dimanapun mereka berada dan berasal dari golongan ekonomi manapun, agar dapat dicapai peningkatan derajat kesehatan ibu hamil dan bayi melalui peningkatan mutu dan ketrerjangkauan pelayanan kesehatan internal dan neonatal di wilayah mereka berada (Depkes, 2006).

Sistem rujukan pelayanan kegawatdaruratan maternal dan Neonatal mengacu pada prinsip utama kecepatan dan ketepatan tindakan, efisien, efektif dan sesuai dengan kemampuan dan kewenangan fasilitas pelayanan.Setiap kasus dengan kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal yang datang ke puskesmas


(47)

PONED harus langsung dikelola sesuai dengan prosedur tetap sesuai dengan buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.

Setelah dilakukan stabilisasi kondisi pasien, kemudian ditentukan apakah pasien akan dikelola di tingkat puskesmas mampu PONED atau dilakukan rujukan ke RS pelayanan obstetrik dan neonatal emergensi komprehensif (PONEK) untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik sesuai dengan tingkat kegawatdaruratannya (Depkes RI, 2007) dengan alur sebagai berikut:

1. Masyarakat dapat langsung memanfaatkan semua fasilitas pelayanan kegawatdaruratan obstetrik dan neonatal.

2. Bidan desa dan polindes dapat memberikan pelayanan langsung terhadap ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat. Selain menyelenggarakan pelayanan pertolongan persalinan normal, bidan di desa dapat melakukan pengelolaan kasus dengan komplikasi tertentu sesuai dengan tingkat kewenangan dan kemampuannya atau melakukan rujukan pada puskesmas, puskesmas mampu PONED dan RS PONEK sesuai dengan tingkat pelayanan yang sesuai.

3. Puskesmas non-PONED sekurang-kurangnya harus mampu melakukan stabilisasi pasien dengan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal yang datang sendiri maupun yang dirujuk oleh kader/dukun/bidan di desa sebelum melakukan rujukan ke puskesmas mampu PONED dan RS PONEK.

4. Puskesmas mampu PONED memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan langsung kepada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan bayi baru lahir baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat, bidan di


(48)

desa dan puskesmas. Puskesmas mampu PONED dapat melakukan pengelolaan kasus dengan komplikasi tertentu sesuai dengan tingkat kewenangan dan kemampuannya atau melakukan rujukan pada RS PONEK. 5. RS PONEK 24 jam memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan

PONEK langsung terhadap ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan bayi baru lahir baik yang datang sendiri atau atas rujukan kader/masyarakat, bidan di desa dan puskesmas, puskesmas mampu PONED.

a. Pemerintah provinsi/kabupaten melalui kebijakan sesuai dengan tingkat kewenangannya memberikan dukungan secara manajemen, administratif maupun kebijakan anggaran terhadap kelancaran PPGDON (Pertolongan Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus)

6. Ketentuan tentang persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan dapat dituangkan dalam bentuk peraturan daerah sehingga deteksi dini kelainan pada persalinan dapat dilakukan lebih awal dalam upaya pencegahan komplikasi kehamilan dan persalinan.

7. Pokja/ satgas GSI merupakan bentuk nyata kerjasama liuntas sektoral ditingkat propinsi dan kabupaten untuk menyampaikan pesan peningkatan kewaspadaan masyarakat terhadap komplikasi kehamilan dan persalinan serta kegawatdaruratan yang mungkin timbul oleh karenanya. Dengan penyampaian pesan melalui berbagai instansi/institusi lintas sektoral, maka dapat diharapkan adanya dukungan nyata masyarakat terhadap sistem rujukan PONEK 24 jam. 8. RS swasta, rumah bersalin, dan dokter/bidam praktek swasta dalam sistem


(49)

pelayanan rujukan. Institusi ini diharapkan dapat dikoordinasikan dalam kegiatan pelayanan rujukan PONEK 24 jam sebagai kelengkapan pembinaan pra RS.

2.3Sistem Rujukan Berjenjang

2.3.1 Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan

Dalam Buku Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang Badan penyelenggara Jaminan Sosial kesehatan tahun 2014 Sistem rujukan pelayanan kesehatan adalah Penyelenggaraan Pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal yang wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial dan seluruh fasilitas kesehatan.

Alur Pelayanan Kesehatan

---KLAIM---

Gambar 1. Alur Pelayanan kesehatan PESERTA

FASITAS KESEHATAAN

PRIMER

BPJS KESEHATAN

EMERGENCY

RUMAH SAKIT


(50)

2.3.2 Ketentuan Umum

1. Pelayanan Kesehatan perorangan terdiri dari 3 tingkatan yaitu: a. Pelayanan kesehatan tingakat pertama

b. Pelayanan kesehatan tingakat kedua, dan c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga

2. Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan dasar yang diberi oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama

3. Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan spesialistik yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik.

4. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan sub spesialistik yang dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub spesialis yang menggunakan teknologi kesehatan sub spesialistik.

5. Dalam menjalankan pelayanan kesehatan fasilitas kesehatan tingakat pertama dan tingkat lanjutan wajib melakukan sistem rujukan dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6. Peserta yang igin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan sistem rujukan dapat dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak sesuai dengan prosedur sehingga tidak dapat dibayarkan oleh BPJS kesehatan. 7. Fasilitas kesehatan yang tidak menerapakan sistem rujukan makan BPJS

kesehatan akan melakukan recredentialing terhadap kinerja fasilitas kesehatan tersebut dan dapat berdampak pada lanjutan tingkat pertama.


(51)

9. Rujukan horizontal merupakan rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberi pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/individu ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap.

10. Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.

11. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila:

a. Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik; b. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan

kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/ atau ketenagaan.

12. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila :

a. permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya;

b. kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik dalam menangani pasien tersebut;


(52)

c membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang; dan/atau

d. perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan.

SISTEM RUJUKAN BERJENJANG

Gambar 2. Sistem Rujukan Berjenjang

1. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai kebutuhan medis, yaitu:

a. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama

b. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua

TINGKAT KEDUA

TINGKAT PERTAMA TINGKAT

KETIGA Kasus yang sudah

ditegakkan diagnosis & rencana terapi, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes primer

Pelayanan kesehatan sub spesialistik oleh dokter sub spesialis di Faskes tingkat lanjutan

Pelayanan kesehatan spesialistik oleh

dokter sub spesialis di Faskes

Pelayanan kesehatan dasar

oleh Faskes tingkat Pertama


(53)

c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat diberikan atas rujukan dari faskes primer

d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan atas rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer

2. Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di faskes tersier.

3. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi:

a. terjadi keadaan gawat darurat; Kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan yang berlaku

b. bencana; Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah

c. kekhususan permasalahan kesehatan pasien; untuk kasus yang sudah ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan

d. pertimbangan geografis; dan e. pertimbangan ketersediaan fasilitas 4. Pelayanan oleh bidan dan perawat

a. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.


(54)

b. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam kondisi gawat darurat dan kekhususan permasalahan kesehatan pasien, yaitu kondisi di luar kompetensi dokter dan/atau dokter gigi pemberipelayanan kesehatan tingkat pertama.

5. Rujukan Parsial

a. Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian perawatan pasien di Faskes tersebut.

b. Rujukan parsial dapat berupa:

1)pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau tindakan

2)pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang

c. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka penjaminan pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk.

2.3.3. Forum Komunikasi Antar Fasilitas Kesehatan

1. Untuk dapat mengoptimalisasikan sistem rujukan berjenjang, maka perlu dibentuk forum komunikasi antar Fasilitas Kesehatan baik faskes yang setingkat maupun antar tingkatan faskes, hal ini bertujuan agar fasilitas kesehatan tersebut dapat melakukan koordinasi rujukan antar fasilitas kesehatan menggunakan sarana komunikasi yang tersedia agar:


(55)

a. Faskes perujuk mendapatkan informasi mengenai ketersediaan sarana dan prasarana serta kompetensi dan ketersediaan tenaga kesehatan serta dapat memastikan bahwa penerima rujukan dapat menerima pasien sesuai dengan kebutuhan medis.

b. Faskes tujuan rujukan mendapatkan informasi secara dini terhadap kondisi pasien sehingga dapat mempersiapkan dan menyediakan perawatan sesuai dengan kebutuhan medis.

Forum Komunikasi antar Faskes dibentuk oleh masing-masing Kantor Cabang BPJS Kesehatan sesuai dengan wilayah kerjanya dengan menunjuk Person In charge (PIC) dari masing-masing Faskes.Tugas PIC Faskes adalah menyediakan informasi yang dibutuhkan dalam rangka pelayanan rujukan.

2.3.4 Pembinaan Dan Pengawasan Sistem Rujukan Berjenjang

1. Ka Dinkes Kab/Kota dan organisasi profesi bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat pertama.

2. Ka Dinkes provinsi dan organisasi profesi bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat kedua.

3. Menteri bertanggung jawab atas pembinaan dan pengawasan rujukan pada pelayanan kesehatan tingkat ketiga.


(56)

2.3.5 Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Sistem Rujukan Berjenjang

1. Apakah Pasien yang tidak mengikuti rujukan berjenjang dapat dijamin oleh BPJS kesehatan?

Peserta yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan sistem rujukan dapat dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak sesuai dengan prosedur sehingga tidak dapat dibayarkan oleh BPJS Kesehatan, kecuali dalam kondisi tertentu yaitu kondisi gawat darurat, bencana, kekhususan permasalahan pasien, pertimbangan geografis, dan pertimbangan ketersediaan fasilitas.

2. Untuk pasien diperbatasan, apakah diperbolehkan untuk merujuk pasien lintas kabupaten?

Jika atas pertimbangan geografis dan keselamatan pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan rujukan dalam satu kabupaten, maka diperbolehkan rujukan lintas kabupaten.

2.4Program Kesehatan Ibu dan Anak 2.4.1 Pengertian Program KIA

Upaya kesehatan ibu dan anak adalah upaya di bidang kesehatan yang menyangkut pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu menyusui, bayi dan anak balita serta anak prasekolah.Pemberdayaan masyarakat bidang KIAdalam upaya mengatasi situasi gawat darurat dari aspek non klinik terkait kehamilan dan persalinan.

Sistem kesiagaan merupakan sistem tolong-menolong, yang dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat, dalam hal penggunaan alat transportasi atau


(57)

komunikasi (telepon genggam, telepon rumah), pendanaan, pendonor darah, pencatatan pemantauan dan informasi KB. Dalam pengertian ini tercakup pula pendidikan kesehatan kepada masyarakat, pemuka masyarakat serta menambah keterampilan para dukun bayi serta pembinaan kesehatan di taman kanak-kanak ( Kemenkes, 2010).

2.4.2 Tujuan Program KIA

Tujuan program kesehatan ibu dan anak adalah tercapainya kemampuan hidup sehat melalui peningkatan derajat kesehatan yang optimal, bagi ibu dan keluarganya untuk menuju Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) serta meningkatnya derajat kesehatan anak untuk menjamin proses tumbuh kembang optimal yang merupakan landasan bagi peningkatan kualitas manusia seutuhnya.

Tujuan khusus dari program ini adalah:

1. Meningkatnya kemampuan ibu (pengetahuan, sikap dan perilaku), dalam mengatasi kesehatan diri dan keluarganya dengan menggunakan teknologi 2. Meningkatnya upaya pembinaan kesehatan balita dan anak prasekolah secara

mandiri di dalam linkgungan keluarga dan masyarakat.

3. Meningkatnya jangkauan pelayanan kesehatan bayi, anak balita, ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan ibu meneteki.

4. Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu meneteki, bayi dan anak balita.


(58)

5. Meningkatnya kemampuan dan peran serta masyarakat, keluarga dan seluruh anggotanya untuk mengatasi masalah kesehatan ibu, balita, anak prasekolah, tertama melalui peningkatan peran ibu dan keluarganya.

2.4.3 Pelayanan dan Indikator Program KIA 2.4.3.1 Pelayanan Program KIA

Adapun pelayanan Program KIA meliputi: 1. Pelayanan antenatal:

Adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan antenatal.

Standar minimal “5T” untuk pelayanan antenatal terdiri dari: a. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan

b. Ukur tekanan darah

c. Pemberian imunisasi TT lengkap d. Ukur tinggi fundus uteri

e. Pemberian tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan

Frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan dengan ketentuan waktu minimal 1 kali pada triwulan pertama, minimal 1 kali pada triwulan kedua, dan minimal 2 kali pada triwulan ketiga.

2. Pertolongan Persalinan

Jenis tenaga yang memberikan pertolongan persalinan kepada masyarakat: a. Tenaga professional: dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan,


(59)

b. Dukun bayi Terlatih: ialah dukun bayi yang telah mendapatkan latihan tenaga kesehatan yang dinyatakan lulus. Tidak terlatih: ialah dukun bayi yang belum pernah dilatih oleh tenaga kesehatan atau dukun bayi yang sedang dilatih dan belum dinyatakan lulus.

c. Deteksi dini ibu hamil berisiko: Faktor risiko pada ibu hamil diantaranya adalah:

1) Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun 2) Anak lebih dari empat

3) Jarak persalinan terakhir dan kehamilan sekarang kurang 2 tahun atau lebih dari 10 tahun

4) Tinggi badan kurang dari 145 cm

5) Berat badan kurang dari 38 kg atau lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm 6) Riwayat keluarga menderita diabetes, hipertensi dan riwayat cacat congenital

7) Kelainan bentuk tubuh, misalnya kelainan tulang belakang atau panggul Resiko tinggi kehamilan merupakan keadaan penyimpangan dan normal yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi. a. Risiko tinggi pada kehamilan meliputi:

1) Hb kurang dari 8 gram %

2) Tekanan darah tinggi yaitu sistole lebih dari 140 mmHg dan diastole lebih dari 90 mmHg

3) Oedema yang nyata 4) Eklampsia


(60)

5) Perdarahan Pervaginam 6) Ketuban pecah dini

7) Letak lintang pada usia kehamilan lebih dari 32 minggu 8) Letak sungsang pada primigravida

9) Infeksi berat dan sepsis 10) Persalinan premature 11) Kehamilan ganda 12) Janin yang besar

13) Penyakit kronis pada ibu antara lain jantung, paru, ginjal

14) Riwayat obstetri buruk, riwayat bedah sesar dan komplikasi kehamilan b. Risiko tinggi pada nenonatal meliputi:

1) BBLR atau berat lahir kurang dari 2500 gram 2) Bayi dengan tetanus neonatorum

3) Bayi baru lahir dengan asfiksia

4) Bayi dengan ikterus neonatorum yaitu ikterus lebih dari 10 hari setelah lahir 5) Bayi baru lahir dengan sepsis

6) Bayi lahir dengan berat lebih dari 4000 gram 7) Bayi pre term dan post term

8) Bayi lahir dengan cacat bawaan sedang 9) Bayi lahir dengan persalinan dengan tindakan


(61)

2.4.3.2 Indikator Pelayanan KIA

Terdapat 6 indikator kinerja penilaian standar pelayanan minimal atau SPM untuk pelayanan kesehatan ibu dan bayi yang wajib dilaksanakan yaitu cakupan kunjungan ibu hamil K4.

a. Pengertian:

Kunjungan ibu hamil K4 adalah ibu hamil yang kontak dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan pelayanan ANC sesuai dengan standar 14T dengan frekuensi kunjungan minimal 4 kali selama hamil, dengan syarat trimester 1 minimal 1 kali, trimester II minimal 1 kali dan trimester III minimal 2 kali. Menurut badan litbangkes depkes RI (2004) Standar 14T yang dimaksud adalah: 1. Tanyakan dan menyapa ibu dengan ramah

2. Tinggi badan diukur dan berat badan ditimbang 3. Pemeriksaan atau pengukuran tekanan darah

4. Temukan kelainan/ periksa daerah muka leher, jari dan tungkai (edema), lingkar lengan atas dan panggul.

5. Temu wicara konseling

6. Tekan/ palpasi payudara (benjolan), perawatan payudara, tekan titik (accu pressure) peningkatan ASI

7. Tinggi fundus uteri diukur

8. Tentukan posisi janin dan detak jantung janin 9. Tentukan keadaan (palpasi) liver dan limpa 10. Tentukan kadar Hb


(1)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Sistem rujukan ... 9

2.2 Sistem rujukan maternal dan neonatal ... 9

2.3 Sistem rujukan berjenjang ... 11

2.3.1 Sistem rujukan pelayanan kesehatan ... 11

2.3.2 Ketentuan umum ... 11

2.3.3 Forum komunikasi antar fasilitas kesehatan ... 15

2.3.4 Pembinaan dan pengawasan sistem rujukan berjenjang ... 17

2.3.5 Hal yang perlu diperhatikan dalam sistem rujukan berjenjang ... 17

2.4 Program Kesehatan Ibu dan Anak ... 18

2.4.1 Pengertian program KIA ... 18

2.4.2 Tujuan program KIA ... 19

2.4.3 Pelayanan dan indikator program KIA ... 19

2.4.3.1 Pelayanan program KIA ... 19

2.4.3.2 Indikator program KIA ... 22

2.5 Puskesmas ... 24

2.5.1 Pengertian Puskesmas... 24

2.5.2 Prinsip-prinsip Puskesmas ... 24

2.5.3 Fungsi Puskesmas ... 24

2.5.4 Kegiatan pokok Puskesmas ... 27


(2)

2.7 Subsistem sediaan farmasi, Alat kesehatan dan makanan ... 29

2.8 Kerangka Pikir ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ... 30

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

3.3 Informan Penelitian ... 30

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 31

3.5 Definisi Operasional ... 31

3.6 Teknik Pengolahan Data ... 31

3.7 validasi data ... 32

3.8 Analisis Data ... 32

BAB IV HASIL PENELITIAN.. ... 33

4.1 Deskripsi lokasi penelitian ... 34

4.1.1 Gambaran umum Puskesmas Perumnas Bt. VI ... 35

4.1.2 Wilayah kerja Puskesmas Perumnas Bt. VI ... 35

4.2 Karakteristik Informan ... 37

4.3 Alur rujukan KIA ... 38

4.4 Pelayanan sistem rujukan KIA ( ibu hamil dan bersalin) Puskesmas Perumnas Bt. VI ... 41

4.4.1 Ketersediaan SDM ... 41

4.4.2 Kualitas SDM ... 42

4.4.3 Ketersediaan fasilitas dan sarana kesehatan ... 45

BAB V PEMBAHASAN ... 47

5.1... Alur rujukan terhadap jumlah rujukan KIA Puskesmas Perumnas Bt. VI ... 47

5.1.1 Ketersediaan SDM terhadap alur rujukan KIA ... 49

5.1.2 Kualitas SDM terhadap alur rujukan KIA ... 54

5.1.2 Ketersediaan fasilitas dan sarana kesehatan terhadap alur rujukan KIA ... 54

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 57


(3)

6.2 Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 59 LAMPIRAN


(4)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Desa ... 36

Tabel 4.2 Jumlah Tenaga Kesehatan Puskesmas Perumnas Bt. VI ... 37

Tabel 4.3 Distribusi Informan Berdasarkan Karakteristik ... 38

Tabel 4.4 Pendapat Informan Tentang Alur Rujukan KIA ... 38

Tabel 4.5 Pendapat Informan Tentang Ketersediaan Sumber Daya Manusia Puskesmas ... 41

Tabel 4.6 Pendapat Informan Tentang Kualitas Sumber Daya Manusia Puskesmas ... 42

Tabel 4.4 Pendapat Informan Tentang Ketersediaan Fasilitas dan Sarana Kesehatan... 45


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Alur Pelayanan Kesehatan ... 11

Gambar 2 Sistem Rujukan Berjenjang ... 14

Gambar 3 Kerangka Pikir Penelitian... 29


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Wawancara Lampiran 2. Pedoman Wawancara Lampiran 3. Surat Izin Penelitian