2.3. Klasifikasi Sinusitis
Konsensus internasional tahun 1995 membagi rinosinusitis hanya akut dengan batas sampai delapan minggu dan kronik jika lebih dari delapan
minggu Mangunkusomo dan Soetjipto,2007. Konsensus tahun 2004 membagi rinosinusitis menjadi akut dengan
batas sampai empat minggu, subakut antara empat minggu sampai tiga bulan dan kronik jika lebih dari tiga bulan atau berdasarkan jenis atau tipe
inflamasinya yaitu infectious atau non-infectious Mangunkusomo dan Soetjipto,2007; Sobol, 2011.
Klasifikasi secara klinis untuk sinusitis dibagi atas sinusitis akut, subakut dan kronis Hilger, 1997. Sedangkan berdasarkan penyebabnya
sinusitis dibagi kepada sinusitis tipe rinogen dan sinusitis tipe dentogen. Sinusitis tipe rinogen terjadi disebabkan kelainan atau masalah di hidung
dimana segala sesuatu yang menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis. Sinusitis tipe dentogen pula terjadi disebabkan
kelainan gigi serta yang sering menyebabkan sinusitis adalah infeksi pada gigi geraham atas yaitu gigi pre molar dan molar Mangunkusomo dan
Soetjipto,2007.
2.4. Sinusitis Tipe Dentogen
2.4.1. Definisi
Sinusitis didefinikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis
Kumar dan Clark, 2005. Lapisan mukosa dari sinus paranasal merupakan
lanjutan dari mukosa hidung. Hidung dan sinus paranasal merupakan bagian dari sistem pernapasan. Penyakit yang menyerang bronkus dan paru-
paru juga dapat menyerang hidung dan sinus paranasal. Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan proses infeksi, seluruh saluran nafas dengan
perluasan-perluasan anatomik harus dianggap sebagai satu kesatuan Hueston,2002.
2.4.2. Insidens dan Epidemiologi
Menurut Wald 1990 di Amerika menjumpai insiden pada orang dewasa antara 10-15 dari seluruh kasus sinusitis yang berasal dari infeksi
gigi. Ramalinggam 1990 di Madras, India mendapatkan bahwa rinosinusitis maksila tipe dentogen sebanyak sepuluh persen kasus yang disebabkan oleh
abses gigi dan abses apikal. Menurut Becker et al. 1994 dari Bonn, Jerman menyatakan sepuluh persen infeksi pada sinus paranasal disebabkan oleh
penyakit pada akar gigi. Granuloma dental, khususnya pada premolar kedua dan molar pertama sebagai penyebab rinosinusitis maksila dentogen. Hilger
1994 dari Minnesota, Amerika Serikat menyatakan terdapat sepuluh persen kasus rinosinusitis maksila yang terjadi setelah gangguan pada gigi. Menurut
Farhat 2004 di Medan mendapatkan insiden rinosinusitis dentogen di Departemen THT-KLRSUP Haji Adam Malik sebesar 13.67 dan yang
terbanyak disebabkan oleh abses apikal 71.43.
2.4.3. Etiologi dan Faktor Predisposisi
Etiologi sinusitis tipe dentogen ini adalah : a.
Penjalanan infeksi gigi seperti infeksi periapikal atau abses apikal gigi dari gigi kaninus sampai gigi molar tiga atas. Biasanya infeksi lebih sering
terjadi pada kasus-kasus akar gigi yang hanya terpisah dari sinus oleh tulang yang tipis, walaupun kadang-kadang ada juga infeksi mengenai
sinus yang dipisahkan oleh tulang yang tebal Ross, 1999. b.
Prosedur ekstraksi gigi. Pencabutan gigi ini dapat menyebabkan terbukanya dasar sinus sehingga lebih mudah bagi penjalanan infeksi
Saragih, 2007. c.
Penjalaran penyakit periodontal yaitu dijumpai adanya penjalaran infeksi dari membran periodontal melalui tulang spongiosa ke mukosa sinus
Prabhu; Padwa; Robsen; Rahbar, 2009. d.
Trauma, terutama fraktur maksila yang mengenai prosesus alveolaris dan sinus maksila Ross, 1999.
e. Adanya benda asing dalam sinus berupa fragmen akar gigi dan bahan
tambahan akibat pengisian saluran akar yang berlebihan Saragih, 2007. f.
Osteomielitis pada maksila yang akut dan kronis Mangunkusomo; Rifki, 2001.
g. Kista dentogen yang seringkali meluas ke sinus maksila, seperti kista
radikuler dan folikuler Prabhu; Padwa; Robsen; Rahbar, 2009. h.
Deviasi septum kavum nasi, polip, serta neoplasma atau tumor dapat menyebabkan obstruksi ostium yang memicu sinusitis Mangunkusomo
dan Soetjipto,2007.
2.4.4. Patofisiologi Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan
lancarnya klirens mukosiliar mucociliary clearance di dalam kompleks osteo- meatal. Sinus dilapisi oleh sel epitel respiratorius. Lapisan mukosa yang
melapisi sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu lapisan viscous superficial dan lapisan serous profunda. Cairan mukus dilepaskan oleh sel epitel untuk
membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta mengandungi zat- zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang
masuk bersama udara pernafasan. Cairan mukus secara alami menuju ke ostium untuk dikeluarkan jika jumlahnya berlebihan Ramalinggam, 1990;
Mangunkusomo dan Soetjipto,2007. Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis
terjadinya sinusitis yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi ostium sinus akan menyebabkan terjadinya hipooksigenasi, yang
menyebabkan fungsi silia berkurang dan epitel sel mensekresikan cairan mukus
dengan kualitas yang kurang baik Kieff dan Busaba, 2004. Disfungsi silia ini akan menyebabkan retensi mukus yang kurang baik pada sinus Hilger,
1997. Kejadian sinusitis maksila akibat infeksi gigi rahang atas terjadi karena
infeksi bakteri anaerob menyebabkan terjadinya karies profunda sehingga jaringan lunak gigi dan sekitarnya rusak Prabhu; Padwa; Robsen; Rahbar,
2009. Pulpa terbuka maka kuman akan masuk dan mengadakan pembusukan pada pulpa sehingga membentuk gangren pulpa. Infeksi ini meluas dan
mengenai selaput periodontium menyebabkan periodontitis dan iritasi akan berlangsung lama sehingga terbentuk pus. Abses periodontal ini kemudian
dapat meluas dan mencapai tulang alveolar menyebabkan abses alveolar. Tulang alveolar membentuk dasar sinus maksila sehingga memicu inflamasi
mukosa sinus. Disfungsi silia, obstruksi ostium sinus serta abnormalitas sekresi mukus menyebabkan akumulasi cairan dalam sinus sehingga
terjadinya sinusitis maksila Drake, 1997. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa patofisiologi sinusitis ini
berhubungan dengan tiga faktor, yaitu patensi ostium, fungsi silia, dan kualitas sekresi hidung. Perubahan salah satu dari faktor ini akan merubah
sistem fisiologis dan menyebabkan sinusitis.
2.4.5. Gejala Klinis
Gejala infeksi sinus maksilaris akut berupa demam, malaise, dan nyeri kepala yang tidak jelas yang biasanya reda dengan pemberian analgetik
biasanya seperti aspirin. Wajah terasa bengkak, penuh, dan gigi terasa nyeri pada gerakan kepala mendadak, misalnya sewaktu naik dan turun tangga
Tucker dan Schow, 2008. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk, serta nyeri di tempat lain karena nyeri alih referred pain.
Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif non-produktif juga seringkali ada Sobol,2011.
Sinusitis maksilaris dari tipe odontogen harus dapat dibedakan dengan rinogen karena terapi dan prognosa keduanya sangat berlainan. Pada
sinusitis maksilaris tipe odontogenik ini hanya terjadi pada satu sisi serta pengeluaran pus yang berbau busuk. Di samping itu, adanya kelainan apikal
atau periodontal mempredisposisi kepada sinusitis tipe dentogen. Gejala sinusitis dentogen menjadi lebih lambat dari sinusitis tipe rinogen
Mansjoer,2001.
2.4.6. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan dengan palpasi turut membantu
menemukan nyeri tekan pada daerah sinus yang terkena Saragih, 2007 Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, nasoendoskopi
sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini Mangunkusomo dan Soetjipto,2007. Rinoskopi anterior memberi gambaran anatomi dan
mukosa yang edema, eritema, dan sekret yang mukopurulen. Lokasi sekret dapat menentukan sinus mana yang terkena. Rinoskopi posterior dapat
melihat koana dengan baik, mukosa hipertrofi atau hiperplasia Mansjoer, 2001.
Pemeriksaan penunjang lain adalah transiluminasi. Hanya sinus frontal dan maksila yang dapat dilakukan transiluminasi. Pada sinus yang sakit akan
menjadi suram atau gelap Ross, 1999. Dengan nasal endoskopi dapat diketahui sinus mana yang terkena dan dapat melihat adanya faktor etiologi
lokal. Tanda khas ialah adanya pus di meatus media pada sinusitis maksila, etmoidalis anterior dan frontal atau pus di meatus superior pada sinusitis
etmoidalis posterior dan sfenoidalis Mehra dan Murad, 2004; Mangunkusomo dan Soetjipto,2007. Selain itu, nasal endoskopi dilakukan untuk menegakkan
diagnosis sinusitis akut dimana pus mengalir ke bawah konka media dan akan jatuh ke posterior membentuk post nasal drip Ross, 1999.
Pemeriksaan pembantu yang penting adalah foto polos posisi atau CT- scan. Foto polos posisi Waters, posteroanterior, dan lateral umumnya hanya
mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. Kelainan yang akan terlihat adalah perselubungan, batas udara-cairan air-
fluid level pada sinusitis maksila atau penebalan mukosa Mehra dan Murad, 2004. CT-scan sinus merupakan gold standard karena mampu menilai
anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya. Namun karena mahal hanya dikerjakan sebagai
penunjang diagnosis sinusitis kronik yang tidak membaik dengan pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator saat melakukan operasi sinus
Mangunkusomo dan Soetjipto,2007. Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan
mengambil sekret dari meatus media atau superior, untuk mendapat antibiotik yang tepat guna. Lebih baik lagi bila diambil sekret yang keluar dari pungsi
sinus maksila Mangunkusomo dan Soetjipto,2007. Kebanyakan sinusitis disebabkan infeksi oleh Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae,
Moraxella catarrhalis. Gambaran bakteriologik dari sinusitis yang berasal dari gigi geligi didominasi oleh infeksi gram negatif sehingga menyebabkan pus
berbau busuk dan akibatnya timbul bau busuk dari hidung Ross, 1999. Di samping itu, sinuskopi dilakukan dengan pungsi menembus dinding
medial sinus maksila melalui meatus inferior, dengan alat endoskopi dapat
dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk terapi Mangunkusomo dan Soetjipto,2007.
2.4.7. Terapi
Prinsip terapi : a.
Atasi masalah gigi b. Konservatif dilakukan dengan memberikan obat-obatan atau irigasi
c. Operatif
Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial, untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan
mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus Tucker dan Schow, 2008. Antibiotik
pilihan berupa golongan penisilin seperti Amoksisilin. Jika diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka dapat
diberikan Amoksisilin-Klavulanat atau jenis Cephalosporin generasi kedua Chambers dan Deck, 2009. Terapi lain dapat diberikan jika diperlukan
seperti mukolitik, analgetik, steroid oral dan topikal, pencucian rongga hidung dengan natrium klorida atau pemanasan. Selain itu, dapat dilakukan
irigasi sinus maksilaris atau koreksi gangguan gigi Mangunkusomo dan Soetjipto,2007. Bedah sinus endoskopi fungsional BSEF adalah operasi
pada hidung dan sinus yang menggunakan endoskopi dengan tujuan menormalkan kembali ventilasi sinus dan klirens mukosiliar Longhini;
Bransletter; Ferguson, 2010. Prinsip BSEF ialah membuka dan membersihkan kompleks osteomeatal sehingga drainase dan ventilasi sinus lancar secara
alami. Selain itu, operasi Caldwell Luc dapat juga dilakukan untuk memulihkan sumbatan sinus atau infeksi sinus maksila. Tindakan ini
dilakukan dengan mengadakan suatu rute untuk mengkoneksi sinus maksila dengan hidung sehingga memulihkan drainase Cho dan Hwang, 2008.
2.4.8. Komplikasi
Komplikasi sinusitis adalah kelainan orbital disebabkan oleh sinus paranasal yang berdekatan dengan mata. Yang paling sering ialah sinusitis
etmoid, kemudian sinusitis frontal dan maksila. Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Kelainan yang dapat timbul ialah
edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiostal, abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi thrombosis sinus kavernosus Mangunkusomo dan
Soetjipto,2007. Komplikasi lain adalah infeksi orbital menyebabkan mata tidak dapat digerakkan serta kebutaan karena tekanan pada nervus optikus
Hilger, 1997. Osteomielitis dan abses subperiosteal paling sering timbul akibat
sinusitis frontal dan biasanya ditemukan pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul fistula oroantral atau fistula pada pipi Tucker dan
Schow, 2008 Infeksi otak yang paling berbahaya karena penyebaran bakteri ke
otak melalui tulang atau pembuluh darah. Ini dapat juga mengakibatkan meningitis, abses otak dan abses ekstradural atau subdural Hilger, 1997.
Komplikasi sinusitis yang lain adalah kelainan paru seperti bronkitis kronis dan bronkiektasi. Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan
kelainan paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu, dapat juga menyebabkan kambuhnya asma bronchial yang sukar dihilangkan sebelum sinusitisnya
disembuhkan Ballenger, 2009.
2.4.9. Prognosis
Prognosis sinusitis tipe dentogen sangat tergantung kepada tindakan pengobatan yang dilakukan dan komplikasi penyakitnya. Jika, drainase sinus
membaik dengan terapi antibiotik atau terapi operatif maka pasien mempunyai
prognosis yang baik Mehra dan Murad, 2004.
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
-- _________
3.1: Kerangka Konsep Penelitian
3.2. Definisi Operasional
Kejadian sinusitis maksila yang diderita oleh pasien adalah berdasarkan
diagnosa yang dibuat daripada pemeriksaan rutin THT dan rontgen foto sinus paranasal di Rumah Sakit Haji Adam Malik.
1. Tipe sinusitis adalah merupakan klasifikasi sinusitis berdasarkan
penyebabnya yang terbagi kepada sinusitis tipe dentogen dan sinusitis tipe rinogen.
a. Sinusitis tipe dentogen adalah sinusitis yang timbul akibat kelainan gigi
yang tercatat pada rekam medis pasien sinusitis maksila. b.
Sinusitis tipe rinogen adalah sinusitis yang timbul akibat kelainan hidung yang tercatat pada rekam medis pasien sinusitis maksila.
Tipe sinusitis Umur
Jenis kelamin Keluhan utama
Sisi sinus paranasal yang terlibat Gambaran rontgen foto polos
sinus paranasal Jenis gigi terlibat
Penyakit gigi Penderita Sinusitis Maksila
Infeksi Gigi Rahang Atas
2. Umur responden adalah jumlah tahun hidup responden sejak lahir sampai didiagnosa menderita sinusitis maksila yang dinilai melalui skala numerik
dan dinyatakan dalam satuan tahun. 3. Jenis kelamin adalah sifat jasmani yang membedakan dua makhluk sebagai
betina dan jantan atau wanita dan pria KBBI, 2010. Penilaian skala adalah berdasarkan skala nominal yang dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu:
a. Pria b. Wanita
4. Keluhan utama adalah keluhan yang paling utama yang dikeluhkan oleh pasien sinusitis maksila yang menyebabkan pasien datang berobat.
Keluhan utama yang diderita oleh pasien dinilai berdasarkan skala nominal.
a. Hidung tumpat
Hidung tumpat adalah keadaan dimana rongga hidung penuh atau padat dengan sekret yang didapatkan melalui pemeriksaan fisik yang
tercatat pada rekam medis. b.
Hidung berbau Hidung berbau adalah keluarnya bau yang kurang enak dari lubang
hidung yang sering dikeluhkan oleh pasien atau didapat dari pemeriksaan fisik serta tercatat pada rekam medis pasien.
c. Sakit daerah pipi atau hidung
Sakit di daerah pipi atau hidung adalah perasaan subjektif yang dikeluhkan oleh pasien di bagian pipi atau hidung atau didapat sewaktu
pemeriksaan fisik dilakukan pada pasien serta tercatat pada rekam medis.
d. Hidung berair
Hidung berair adalah keluarnya sekret yang cair dari lubang hidung pasien sinusitis maksila yang tercatat pada rekam medis pasien.
5. Sisi sinus paranasal yang terlibat adalah bagian sinus maksila yang terlibat berdasarkan letaknya. Jika hanya melibatkan salah satu sisi
sinus kanan atau kiri dikenali unilateral. Bila melibatkan kedua-dua sisi sinus maksila dikenali bilateral.
6. Gambaran rontgen foto polos sinus paranasal pada penderita sinusitis maksila dengan infeksi gigi rahang atas. Rontgen foto polos adalah rontgen
yang dibaca atau dilakukan pada rongga hidung dan sinus paranasal. a. Penebalan mukosa
Penebalan mukosa adalah gambaran seperti penebalan dinding sinus maksila yang akan kelihatan suram pada rontgen foto polos sinus
paranasal yang tercatat pada rekam medis pasien. b. Perselubungan
Perselubungan adalah gambaran putih seperti awan pada rontgen foto polos sinus paranasal bagi pasien sinusitis maksila yang
kebanyakkannya disebabkan oleh akumulasi pus yang tercatat pada rekam medis.
c. Air- fluid level Air- fluid level adalah terdapatnya level atau batas cairan pada rongga
sinus maksila yang dapat dilihat di rontgen foto polos sinus paranasal pada pasien dengan sinusitis maksila.
7. Jenis gigi yang terlibat adalah gigi yang menyebabkan terjadinya sinusitis maksila yang ditentukan melalui pemeriksaan gigi oleh dokter gigi.
a. Insisivus 1 Gigi insisivus pertama atau gigi seri pertama adalah gigi pertama di
rahang atas atau bawah yang mengalami gangguan yang ditentukan melalui pemeriksaan gigi oleh dokter gigi yang memeriksa pasien
sinusitis maksila.
b. Insisivus 2
Gigi insisivus kedua atau gigi seri kedua adalah gigi kedua di rahang atas atau bawah yang mengalami gangguan yang ditentukan
melalui pemeriksaan gigi oleh dokter gigi yang memeriksa pasien sinusitis maksila.
c. Caninus Caninus atau gigi taring adalah gigi yang mengalami gangguan yang
ditentukan melalui pemeriksaan gigi oleh dokter gigi yang memeriksa pasien sinusitis maksila.
d. Premolar 1 Premolar pertama atau gigi geraham kecil adalah gigi yang mengalami
gangguan yang ditentukan melalui pemeriksaan gigi oleh dokter gigi yang memeriksa pasien sinusitis maksila.
e. Premolar 2 Premolar kedua adalah adalah gigi yang mengalami gangguan yang
ditentukan melalui pemeriksaan gigi oleh dokter gigi yang memeriksa pasien sinusitis maksila.
f. Molar 1 Molar pertama atau gigi geraham besar adalah gigi yang mengalami
gangguan yang ditentukan melalui pemeriksaan gigi oleh dokter gigi yang memeriksa pasien sinusitis maksila.
g. Molar 2 Molar kedua adalah gigi yang mengalami gangguan yang ditentukan
melalui pemeriksaan gigi oleh dokter gigi yang memeriksa pasien sinusitis maksila.
h. Molar 3 Molar ketiga merupakan gigi yang mengalami gangguan yang
ditentukan melalui pemeriksaan gigi oleh dokter gigi yang memeriksa pasien sinusitis maksila.
8. Penyakit gigi pada penderita sinusitis maksila dengan infeksi gigi
rahang atas a. Abses apikal
Abses apikal adalah kumpulan pus yang terlokalisir serta merupakan penyakit yang tercatat di rekam medis pasien sinusitis maksila dengan
infeksi gigi rahang atas. b. Gingivitis
Gingivitis adalah peradangan pada gusi serta merupakan penyakit yang tercatat di rekam medis pasien sinusitis maksila dengan infeksi gigi
rahang atas. c. Granuloma periapikal
Granuloma periapikal merupakan lesi yang berbentuk bulat dengan perkembangan yang lambat yang berada dekat dengan apex dari akar
gigi serta merupakan penyakit yang tercatat di rekam medis pasien sinusitis maksila dengan infeksi gigi rahang atas.
d. Kista dentigerous Kista dentigerous adalah kista yang terbentuk disekitar mahkota gigi
yang belum erupsi Donald’s Medical Dictionary, 2007. Kista dentigerous ini merupakan penyakit yang tercatat di rekam medis
pasien sinusitis maksila dengan infeksi gigi rahang atas. e. Fistula oroantral
Fistula oroantral adalah komunikasi yang abnormal antara rongga mulut dengan antrum dan adalah penyakit yang tercatat di rekam
medis pasien sinusitis maksila dengan infeksi gigi rahang atas.
3.3. Cara Ukur