Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian bab I gita rachmad gunawan 12

mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. 39 Hukum kekayaan yang dimaksud dalam buku III KUHPerdata adalah hukum yang megatur hak-hak kekayaan yang relative, yaitu hak- hak kekayaan yang mempunyai nilai ekonomis. Selanjutnya untuk adanya suatu perjanjian dapat diwujudkan dalam dua bentuk yaitu perjanjian yang dilakukan dengan tertulis dan perjanjian yang dilakukan cukup secara lisan, secara tertulis dapat dengan akta otentik dan dapat pula akta dibawah tangan. Apabila memperhatikan perumusan perjanjian tersebut di atas, dapatlah disimpulkan bahwa unsur dari perjanjian meliputi, sebagai berikut: a. Adanya pihak-pihak sedikitnya dua orang b. Adanya persetujuan antara pihak-pihak tersebut c. Adanya tujuan yang akan dicapai d. Adanya prestasi yang akan dilaksanakan e. Adanya bentuk tertentu, baik lisan maupun tertulis f. Adanya syarat tertentu, sebagai isi perjanjian.

2. Syarat-Syarat Sahnya Perjanjian

Syarat-syarat sahnya perjanjian menjadi landasan dari konstruksi berpikir para pihak ketika menyusun sebuah kontrak supaya kontrak tersebut tidak menjadi batal demi hukum atau dapat dibatalkan. Perjanjian dapat dikatakan sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila telah memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian yang telah ditentukan oleh Undang-Undang. Dalam hal ini adalah Pasal 1320 KUHPerdata, yang menentukan bahwa syarat-syarat sahnya perjanjian adalah: a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya 39 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1990 hal.78. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya mengandung makna bahwa para pihak membuat perjanjian telah sepakat atau ada persesuaian kemauan atau saling menyetujui kehendak masing-masing, yang dilahirkan oleh para pihak dengan tidak ada paksaan, kekeliruan dan penipuan. 40 Hal tersebut merupakan cacat kehendak sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1321 KUHPerdata. Dalam perkembanganna terdapat doktrin tentang Penyalahgunaan Keadaan Undue Influence sebagai cacat kehendak yang keempat di luar ketntuan Pasal 1321 KUHPerdata tersebut. b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian Cakap bekwaam merupakan syarat umum untuk dapat melakukan perbuatan hukum secara sah. Dalam 1329 KUHPerdata disebutkan bahwa “setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap. Selanjutnya dalam Pasal 1330 KUHPerdata menjelaskan bahwa kriteria orang yang tidak cakap adalah: 1 Orang-orang yang belum dewasa, yaitu orang yang belum kawin dan belum berumur 21 tahun. Seorang anak yang belum dewasa harus diwakili oleh orang tua atau walinya untuk membuat suatu perjanjian. 2 Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan Orang yang dibawah pengampuan yaitu orang yang sudah dewasa tapi tidak mampu karena pemabuk, gila, pemboros. Orang yang telah ditaruh dibawah pengampuan harus diwakili oleh pengampu untuk membuat suatu perjanjian; 3 Orang-orang perempuan, telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1963. c. Suatu hal tertentu Dalam Pasal 1333 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Artinya suatu perjanjian harus mempunyai 40 Syahrani, Riduan. 2004. Op.cit. hal.205-206. sesuatu yang dijadikan sebagai objek dalam perjanjian tersebut. Objek perjanjian dapat berupa benda ataupun suatu kepentingan yang melekat pada benda. Apa saja yang menjadi objek dari yang diperjanjikan harus disebut secara jelas. Selain itu juga berdasarkan Pasal 1334 KUHPerdata bahwa barang-barang baru akan ada di kemudian hari dapat menjadi pokok suatu perjanjian. Artinya bukan hanya barang yang telah ada saja yang menjadi objek dari perjanjian, tetapi juga dapat pula barang yang akan ada setelah perjanjian dibuat. d. Suatu sebab yang halal Sebab disini dimaksudkan sebagai kehendak atau tujuan dibuatknya perjanjian. Dalam pasal 1335 KUHPerdata disebutkan bahwa suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena suatu sebab palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan mengikat. Selanjutnya dalam Pasal 1337 KUHPerdata disebutkan bahwa suatu sebab adalah terlarang apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila bertentangan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. Keempat syarat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu Pertama merupakan syarat subjektif, yaitu suatu syarat yang menyangkut pada subjek-subjek perjajian itu, atau dengan kata lain syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh subjek yang membuat perjanjian, yang meliputi kesepakatan mereka yang mengikatkan diri dan kecakapan mereke untuk membuat perjanjian itu. Perjanjian yang tidak memenuhi syarat subjektif akan membawa akibat dapat dibatalkan oleh para pihak yang merasa dirugikan veitigbaar. Artinya selama pihak yang dirugikan tidak mengajukan gugatan pembatalan, maka perjanjian yang dibuat tetap berlaku dan mengikat para pihak. Kedua merupakan syarat objektif, yaitu syarat yang menyangkut objek perjanjian, yaitu hal tertentu dan sebab yang halal. Apabila syarat objektif tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum, dengan kata lain perjanjian tersebut sejak semula dianggap tidak pernah ada neitigbaar.

3. Asas-Asas Perjanjian