Kesalahan karena alat

A. Kesalahan karena alat

Dalam kesalahan karena alat termasuk :

a) Karena kurang datarnya garis bidik

Gambar 24. Kesalahan pembacaan rambu

b) Tidak samanya titik O dari rambu Bila ukuran dilaksanakan dengan meletakkan rambu A selalu di belakang

Titik O dari rambu mungkin tidak sama dan rambu B selalu di depan, maka

karena mungkin salah satu rambu kesalahan A–B mempunyai tanda yang

sudah aus. Titik O dari rambu B

sipatan kesalahannya misalnya telah bergeser 1 mm. Dengan

sama–tiap

+1 mm. Kalau 100 sipatan berarti 100 demikian, rambu A dibaca 1.000 mm

mm.

maka di rambu B dibaca 999 mm.

Gambar 25. Pengukuran sipat datar

Gambar 26. Prosedur Pemindahan Rambu

Untuk mengatasi kesalahan–kesalahan B. Kesalahan karena pengaruh luar/

tersebut, dalam pelaksanaan ukuran

alam

tiap tiap kali sipatan rambu belakang Pengaruh luar dalam melaksanakan

harus ditukar dengan rambu depan.

ukuran datar adalah:

(gambar 26)

Dengan demikian kesalahannya a. Cuaca

adalah A – B = +1 mm; B – A = +1 mm. Panas matahari sangat mempengaruhi Dan seterusnya.

pelaksanaan ukuran datar. Apabila

c) Kurang tegak lurusnya rambu matahari sudah tinggi antara jam 11.00 – jam 14.00, panas matahari pada waktu

Syarat pokok dalam melaksanakan itu akan menimbulkan adanya

ukur datar ialah bahwa garis bidik gelombang udara yang dapat terlihat

harus horizontal dan rambu harus melalui teropong. Dengan demikian,

vertikal. Bila rambu vertikal, gelombang udara didepan rambu akan

pembacaan rambu = Pa akan tetapi terlihat sehingga angka pada rambu ikut

bila rambu tidak vertikal pembacaan bergelombang dan sukar dibaca.

pada rambu adalah Pa’.

pa pa'

Gambar 27. Kesalahan Kemiringan Rambu

Jarak APa ≠APa’; APa’ > APa. Dengan

b. Lengkungan bumi

demikian waktu melaksanakan ukuran Permukaan bumi itu melengkung,

datar, rambu harus benar–benar vertikal. sedangkan jalannya sinar itu lurus.

Membuat vertikal rambu ini dapat

dilaksanakan dengan nivo.

Gambar 28. Pengaruh kelengkungan bumi

Karena itu oleh alat ukur datar dibaca

c. Kesalahan karena pengukur

titik A pada rambu sedangkan Kesalahan pengukur ini ada 2 macam : perbedaan tinggi mengikuti lengkungan

a) Kesalahan kasar kehilapan bumi, jadi seharusnya dibaca B. Dengan

1. Keslahan kasar dapat diatasi demikian, maka tiap kali pengukuran

dengan mengukur 2 kali dengan dibuat kesalahan ∆. Besar ∆ ini dapat

tinggi teropong yang berbeda. dihitung Pertama dengan tinggi teropong R2 + a2 = (R + ∆)2; R2 + a2

h1 didapat perbedaan tinggi ∆h 1 = = R2 + 2R ∆ +∆2

Pa – Pb. Pada pengukuran kedua

∆ kecil sekali jadi kalau dikuadratkan dengan tinggi teropong h2 didapat dapat dihapus sehingga kita dapat R2 +

perbedaan tinggi ∆h 2 = qa – qb. a2 = F + 2R . Bilangan ini kecil sekali

∆h 1 harus sama dengan ∆h 2, bila tapi kalau tiap kali dibuat kesalahan akan

terdapat kesalahan/ perbedaan menumpuk menjadi besar. Kesalahan ini

besar maka harus diulang. bisa diatasi dengan tiap kali mengukur dari tengah.

qb qa pb pa

h2

h1

Gambar 29. Kesalahan kasar sipat datar

c. Kesalahan yang tak teratur, disebabkan membaca benang tengah dibaca

2. Dapat diatasi pula dengan selain

karena kurang sempurnanya panca pula benang atas dan benang

indera maupun peralatan dan bawah sebab:

kesalahan ini sulit dihindari karena benang atas + benang bawah / 2 =

memang merupakan sifat pengamatan\ benang tengah.

ukuran.

Sifat Kesalahan

2.1.1 Kesalahan pada pengukuran KDV

a. Kesalahan kasar, adalah kesalahan Kesalahan yang terjadi akibat berhimpitnya

yang besarnya satuan pembacaannya. sumbu vertikal theodolite dengan garis arah

Miasalnya mengukur jarak yang dapat vertikal. Sumbu vertikal theodolite x miring

dibaca sampai 1 dm, namun terjadi dan membentuk sudut v terhadap garis

perbedaan pengukuran sampai 1 m. Ini vertikal x. AB adalah arah kemiringan

berarti ada kesalahan pembacaan maksimum dengan sasaran s pada sudut

ukuran dan harus diulang. elevasi h dalam keadaan dimana sumbu

b. Kesalahan teratur, terjadi secara teratur vertikal theodolite berhimpit dengan arah setiap kali melakukan pengukuran dan garis vertikal yang menghasilkan posisi umumnya terjadi karena kesalahan alat.

lintasan teleskop csd dalam arah u dari

kemiringan maksimum. Sedangkan dalam diperoleh beda tinggi pada jalur sama keadaan dimana sumbu vertikal theodolite menghasilkan angka nol. miring sebesar v terhadap garis vertikal

Jarak belakang dan muka setiap slag menghasilkan lintasan c’sd’ dalam arah u’

menjadi suatu variabel yang menentukan dari kemiringan yang maksimum. Dari dua

bobot kesalahan dan pemberi koreksi. lintasan ini akan diperoleh segitiga bola scc’

Semakin panjang suatu slag pengukuran yang sumbu vertikal β dinyatakan dalam

maka bobot kesalahannya menjadi lebih persamaan berikut :

besar, dan sebaliknya

β = u’ – u

β = v sin u’ ctgn (90 – h)

Karena kesalahan sumbu vertikal tak dapat

B'

dihilangkan dengan membagi rata dari A O

observasi dengan teleskop dalam posisi D

A'

D'

normal dan dalam kebalikan, maka

Kesalahan sumbu vertikal

pengukuran untuk sasaran dengan elevasi cukup besar. Gambar 30. Kesalahan Sumbu Vertikal

Salah satu pengaplikasian pada pengukuran Koreksi kesalahan pada pengukuran dasar kerangka dasar vertikal dapat dilihat dari

vertikal menggunakan alat sipat datar optis. pengukuran sipat datar. Koreksi kesalahan didapat dari pengukuran

Pada pengukuran kerangka dasar vertikal yang menggunakan dua rambu, yaitu rambu menggunakan sipat datar optis, koreksi depan dan rambu belakang yang berdiri 2 kesalahan sistematis berupa koreksi garis stand. bidik yang diperoleh melalui pengukuran

Koreksi kesalahan acak pada pengukuran sipat datar dengan menggunakan 2 rambu kerangka dasar vertikal dilakukan untuk yaitu belakang dan muka dalam posisi 2 memperoleh beda tinggi dan titik tinggi ikat stand (2 kali berdiri dan diatur dalam bidang definit. Sebelum pengelohan data sipat nivo). Sedangkan pada pengukuran datar kerangka dasar vertikal dilakukan, kerangka dasar horizontal menggunakan koreksi kesalahan sistematis harus alat theodolite, koreksi kesalahan sistematis dilakukan terlebih dahulu dalam pembacaan berupa nilai rata-rata sudut horizontal yang benang tengah. Kontrol tinggi dilakukan diperoleh melalui pengukuran target (berupa melalui suatu jalur tertutup yang diharapkan benang dan unting-unting) pada posisi

teropong biasa (vizier teropong pembidik Apabila teleskop dipasang dalam keadaan berasal diatas teropong) dan pada posisi terbalik, tanda kesalahan menjadi negatip teropong luas biasa (vizier teropong dan apabila sudut yang dicari dengan pembidik berasal di bawah teropong)

teleskop dalam posisi normal dan kebalikan dirata–rata maka kesalahan sumbu

Sebelum pengolahan data sipat datar

horizontal dapat hilang.

kerangka dasar vertikal dilakukan, koreksi

sistematis perlu dilakukan terlebih dahulu Sedang koreksi pengukuran kerangka dasar kedalam pembacaan benang tengah setiap horizontal menggunakan theodolite, koreksi slang. Kontrol tinggi dilakukan melalui suatu kesalahan sistematis berupa nilai rata–rata alur tertutup sedemikian rupa sehingga sudut horizontal yang diperoleh melalui diharapkan diperoleh beda tinggi pada jalur pengukuran target. Pada posisi teropong tertutup sama dengan nol, jarak belakang biasa dan luar biasa. dan muka setiap slang menjadi variabel

Kesalahan acak pada pengukuran kerangka yang menentukan bobot kesalahan dan dasar horizontal dilakukan untuk

bobot pemberian koreksi. Semakin panjang memperoleh harga koordinat definitip. jarak pada suatu slang maka bobot Sebelum pengolahan poligon kerangka kesalahan dan koreksinya lebih kecil.

dasar horizontal dilakukan, koreksi

2.1.2 Kesalahan pada pengukuran KDH

sistematis harus dilakukan terlebih dahulu dalam pembacaan sudut horizontal. Kontrol

Kesalahan yang terjadi akibat sumbu koordinat dilakukan melalui 4 atau 2 buah horizontal tidak tegak lurus sumbu vertikal titik ikat bergantung pada kontrol sempurna disebut kesalahan sumbu horizontal. atau sebagian Kedudukan garis kolimasi dengan teleskop

Jarak datar dan sudut poligon setiap titik mengarah pada s berputar mengelilingi

poligon merupakan variabel yang sumbu horizontal adalah csd. Apabila

menentukan untuk memperoleh koordinat sumbu horizontal miring sebesar i menjadi

definitip tersebut. Syarat yang ditetapkan a’b’, tempat kedudukan adalah c’sd’. Dalam

dan harus diperhatikan adalah syarat sudut segitiga bola sdd’, dd’ = α . Merupakan lalu syarat absis dan ordinat. Bobot koreksi kesalahan sumbu horizontal, dan apabila sudut tidak diperhitungkan atau dilakukan sumbu horizontal miring sebear i maka, secara sama rata tanpa memperhatikan

Sin α = tgn h / tgn ( 90 – i ). Tgn h. tgn i faktor lain. Sedangkan bobot koreksi absis Karena a dan I biasanya sangat kecil, dan ordinat diperhitungkan melalui dua persamaan dapat terjadi α = I tan h

metode :

a. Metode Bowditch kedalam pembacaan sudut horizontal. Kontrol koordinat dilakukan melalui 4 atau 2

Metode ini bobot koreksinya buah titik ikat tergantung pada ikat kontrol

berdasarkan jarak datar langsung. sempurna atau sebagian saja. Jarak datar

b. Metode Transit dan sudut poligon setiap poligon merupakan

Metode ini bobot koreksinya dihitung suatu variabel yang menentukan untuk berdasarkan proyeksi jarak langsung memperoleh koordinat definitif tersebut. tehadap sumbu x dan pada sumbu y.

Syarat yang ditetapakan dan harus dipenuhi Semakin besar jarak langsung terlebih dahulu adalah syarat sudut baru koreksi bobot absis dan ordinat maka

kemudian absis dan ordinat. Bobot koreksi semakin besar nilainya.

sudut tidak diperhitungkan atau dilakuan secara sama rata tanpa memperhitungkan

Kesalahan acak pada pengukuran kerangka faktor-faktor lain. Sedangkan bobot koreksi

dasar horizontal dilakukan untuk absis dan ordinat diperhitungkan melalui 2

memperoleh beda tinggi dan tinggi titik ikat metode, yaitu metode bowditch dan

relatif. Sebelum pengolahan data sipat datar transit. Metode bowditch bobot koreksinya

kerangka dasar vertikal dilakukan, koreksi dihitung berdasarkan jarak datar langsung,

sistematis perlu dilakukan terlebih dahulu sedangkan terhadap sumbu x (untuk absis)

kedalam pembacaan benang tengah setiap dan sumbu y (untuk sumbu ordinat).

slang. Kontrol tinggi dilakukan melalui suatu Semakin besar jarak datar langsung, koreksi

alur tertutup sedemikian rupa sehingga bobot absis dan ordinat semakin besar,

diharapkan diperoleh beda tinggi pada jalur

demikian pula sebaliknya.

tertutup sama dengan nol, jarak belakang dan muka setiap slang menjadi variabel Di atas telah dijelaskan bentuk-bentuk yang menentukan bobot kesalahan dan kesalahan yang mungkin terjadi pada waktu bobot pemberian koreksi. Semakin panjang melakukan pengukuran, kesalahan jarak pada suatu slang maka bobot kesalahan pengukuran dapat di sebabkan kesalahan dan koreksinya lebih kecil.

oleh ;

Koreksi kesalahan acak pada pengukuran

a. Karena kesalahan pada alat yang kerangka dasar horizontal dilakukan untuk

digunakan (seperti yang telah di memperoleh koordinat (absis dan ordinat)

jelaskan di atas)

definitif. Sebelum pengolahan data poligon

b. Karena keadaan alam, dan kerangka dasar horizontal, koreksi

c. Karena pengukur sendiri sistematis harus dilakukan terlebih dahulu

a. Kesalahan pada alat yang dugunakan

waktu antara pengukuran satu mistar dengan mistar lainnya, baik

Alat-alat yang digunakan adalah alat ukur kaki tiga maupun mistar ke dua

penyipat datar dan mistar. Lebih dahulu masuk kedalam tanah, maka

akan di tinjau kesalahan pada alat ukur pembacaan pada mistar kedua akan

penyipat datar. Kesalahan yang didapat salah bila digunakan untuk mencari

adakah yang berhubungan dengan syarat beda tinggi antara dua titik yang

utama. Kesalahan ini adalah: Garis bidik ditempati oleh mistar-mistar itu.

tidak sejajar dengan garis arah nivo.

Kesalahan ini sering kita jumpai pada saat • Karena perubahan arah garis nivo. melakukan pekerjaan pengukuran beda

Karena alat ukur penyipat datar tinggi.

kena panas sinar matahari, maka terjadi tegangan pada bagian-

b. Kesalahan karena keadaan alam

bagian alat ukur, terutama pada • Karena lengkungnya permukaan

bagian yang terpenting yaitu pada bumi, pada umumnya bidang-bidang

bagian nivo.

nivo karena melengkungnya

c. Karena pengukur sendiri

permukaan bumi akan melengkung

pula dan beda tinggi antara dua titik Kesalahan pada mata, kebanyakan orang adalah antara jarak dua didang nivo pada waktu mengukur menggunkan satu yang melalui dua titik itu.

mata saja. Yang secara tidak langsung akan mengakibatkan kasarnya pembacaan.

• Karena lengkungnya sinar cahaya, Apalagi bila nivo harus dilihat tersendiri,

akan dijelaskan pada bagian karena tidak terlihat dalam medan teropong,

koreksi boussole

sehingga kurang tepatnya meletakan • Karena getaran udara, karena gelembung nivo di tengah-tengah.

adanya pemindahan hawa panas Kesalahan pada pembacaan, karena kerap dari permukaan bumi ke atas, maka kali harus melakukan pembacaan dengan bayangan dari mistar yang dilihat cara menaksir, maka bila mata telah lelah, dengan teropong akan bergetar, nilai taksirannya menjadi kurang. sehingga pembacaan dari mistar

tidak dapat dilakukan dengan teliti Kesalahan yang kasar, karena belum

• Karena masuknya lagi tiga kaki dan pahamnya pembacaan pada mistar. Mistar-

mistar ke dalam tanah. Bila dalam mistar mempunyai tata cara tersendiri dalam pembuatan skalanya. Kesalahan ini banyak

sekali dibuat dalam menentukan banyaknya Kesalahan arah sejajar garis ukur = l sin α meter dan desimeter angka pembacaan.

Kesalahan arah tegak lurus garis ukur = l - l

Salah satu pengaplikasian pengukuran cos α

kerangka dasar horisontal ini adalah Bila skala peta adalah 1 : S, maka akan pengukuran tachymetri dengan bantuan alat terjadi salah plot sebesar 1/S x kesalahan. theodolite.

Bila kesalahan pengukuran jarak garis ofset

Kesalahan pengukuran cara tachymetri δ l, maka gabungan pengaruh kesalahan dengan theodolite

pengukuran jarak dan sudut menjadi: {( l sin

2 2 α) 1/2 + δl } .

Kesalahan alat, misalnya ;

Ketelitian pengukuran cara offset dalam

a. Jarum kompas tidak benar-benar lurus. upaya meningkatkan ketelitian hasil ukur

b. Jarum kompas tidak dapat bergerak bebas pada porosnya.

cara offset bisa dilakukan dengan :

c. Garis bidik tidak tegak lurus sumbu

1. Titik-titik kerangka dasar dipilih atau mendatar (salah kolimasi).

dibuat mendekati bentuk segitiga sama

d. Garis skala 0° - 180° atau 180° - 0°

sisi.

tidak sejajar garis bidik.

2. Garis ukur:

e. Letak teropong eksentris. • Jumlah garis ukur sesedikit

f. Poros penyangga magnet tidak sepusat

mungkin.

dengan skala lingkaran mendatar. • Garis tegak lurus garis ukur sependek mungkin.

Kesalahan pengukuran, misalnya; • Garis ukur pada bagian yang datar.

a. Pengaturan alat

b. Salah taksir dalam pembacaan

3. Garis offset pada cara siku-siku harus

c. Salah catat. benar-benar tegak lurus garis ukur.

4. Pita ukur harus benar-benar mendatar Kesalahan akibat faktor alam misalnya;

dan diukur seteliti mungkin.

a. Deklinasi magnet.

5. Gunakan kertas gambar yang stabil

b. atraksi lokal. untuk penggambaran.

Kesalahan pengukuran cara offset Pada perhitungan dari survei yang

Kesalahan arah garis offset α dengan menggunakan metode closed traverse

panjang l yang tidak benar-benar tegak lurus selalu terjadi kesalahan (penyimpangan). berakibat:

yaitu adanya dua stasiun yang meskipun

pada kenyataannya dilapangan, stasiun Pada survei yang menggunakan theodolite, tersebut hanya satu. Kesalahan tersebut kesalahan yang terjadi adalah akumulatif, meliputi kesalahan koodinat dan elevasi dalam kesalahan dalam salah satu stasiun, stasiun terakhir yang seharusnya adalah akan pempengaruhi bagi posisi stasiun sama dengan stasiun awal. Hal ini terjadi berikutnya. karena kesalahan pada ketidak-sempurnaan

Sedangkan survei menggunakan kompas, terhadap : kesalahan yang terjadi pada salah satu

1. Alat (Tidak ada alat yang sempurna) stasiun, tidak mempengaruhi bagi stasiun

2. Pembacaan (tidak ada penglihatan yang berikutnya. Distribusi kesalahan pada Survei sempurna)

magnetik, dengan cara yang sederhana yaitu jumlah total kesalahan dibagi dengan

Sewaktu survei dilakukan dan tidak mungkin jumlah lengan survai, kemudian di

kesalahan itu tidak dapat dihindarkan sebab distribusikan ke setiap stasiun tersebut.

tidak ada alat dan manusia yang ideal untuk

menghasilkan pengukuran yang ideal pula.

Gambar 31. Pengaruh kesalahan kompas t0 Theodolite

Untuk mengatasi hal itu, angka kesalahan Dibawah ini merupakan distribusi untuk yang terjadi harus di distribusikan ke setiap survei non magnetic stasiun. Kesalahan yang terjadi karena

Perataan penyimpangan elevasi

survei magnetic (dengan menggunakan Berikut ini gambar sket perjalanan tampak

kompas dan survay grade x) menggunakan

samping memanjang

theodolithe, memiliki jenis yang berbeda.

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

AN ANALYSIS ON GRAMMATICAL ERROR IN WRITING MADE BY THE TENTH GRADE OF MULTIMEDIA CLASS IN SMK MUHAMMADIYAH 2 MALANG

26 336 20

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24