∆ h 1 = ( b 1 − ( m 1 + δ 1 ) ƒ Pada setiap slag pembacaan

Slag 1: ∆ h 1 = ( b 1 − ( m 1 + δ 1 ) ƒ Pada setiap slag pembacaan

Slag 2: ∆ h 2 = ( b 2 − λ 1 ) − ( m 2 + δ 2 )

dilakukan dua kali untuk setiap

rambu.

∆ h AB = ( b 1 − m 1 ) + ( b 2 − m 2 ) − ( δ 1 + δ 2 + λ 1 )

∆ Untuk kedua usaha di atas dapat h

AB = ∆ h AB − ( δ 1 + δ 2 + λ 1 ) = ∆ h AB − K 1

diterangkan sbb:

Dimana:

∆ h AB = beda tinggi hasil ukuran

ƒ Pembacaan dimulai pada rambu

no I.

K 1 = ( δ 1 + δ 2 + λ 1 ) = kesalahan Dari slag 1 : ∆h 1 = (b 1 –m 1 )+ δ 1

karena turunya alat dan rambu Dari slag 2 : ∆h 2 = (b 2 –m 2 )+ δ 2 - λ 1

Dari penjelasan diatas dapat ∆h AB = ∆h AB –( λ 1 - δ 1 - δ 2 )

disimpulkan, bahwa apabila pengukuran ∆h AB = ∆ h u AB − K 2 antara dua titik (pilar) terdiri dari banyak

Dimana K 2 <K 1

slag pengaruh turunnya alat dan rambu

akan menjadi lebih besar (akumulasi).

I II I

Gambar 35. Pembacaan pada rambu I

ƒ Pembacaan diulang 2x

I II

b' 1 δ 2

Gambar 36. Pembacaan pada rambu II

Dari slag 1 : Secara sistematis dapat dirumuskan Bacaan pertama : ∆h 1 = (b 1 –m 1 )- δ 1 sbb:

Bacaan kedua : ∆h

1 = (b 1 –m 1 )+ δ 2 Misal rambu I mempunyai kesalahan δ

1 , Rata-rata ∆h 1 = ∆ u h 1 − 1 2 ( δ 1 − δ 2 ) Dan rambu II mempunyai kesalahan

δ 2, Dengan cara yang sama dari slag

δ 2 ≠ δ 1 , maka:

dua diperoleh:

Slag 1: ∆ h 1 = ( b 1 + δ 1 ) − ( m 1 + )

Rata-rata ∆h 2 ∆ h u 1

= ( b 1 − m 1 ) + ( δ 1 − δ 2 ) Maka u ∆ h

AB = ∆ h AB

Kesalahannya: ( δ 1 - δ 2 )

b. Kesalahan letak skala nol rambu

Slag 2: ∆ h 1 = ( b 2 + δ 2 ) − ( m 2 + δ 1 )

Kesalahan letak skala nol rambu dapat

terjadi karena kesalahan pembuatan Kesalahannya: ( δ 2 - δ 1 ) alat (pabrik) atau rambu yang

digunakan sudah sering dipakai Jumlah kesalahan dari dua slag adalah sehingga permukaan bawahnya

( δ 1 - δ 2 )+( δ 2 - δ 1 )=0 menjadi aus.

Artinya: u ∆ h AB = ∆ h AB

Pengaruh kesalahan ini dapat

diterangkan dengan gambar 37.

Gambar 37. Kesalahan Skala Nol Rambu

Jadi dapat disimpulkan bahwa beda Hal ini mengakibatkan data hasil tinggi hasil ukuran antara dua titik tidak

pengukuran mengalami kesalahan. mengandung kesalahan akibat

Besarnya pengaruh dijelaskan dalam kesalahan letak skala nol rambu, bila

gambar 38.

pengukuran dilakukan dengan prosedure sbb:

Secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikit:

ƒ Jumlah slag antara titik-titik yang diukur harus genap.

Misal rambu I muai sebesar δ 1 m dan ƒ Posisi rambu harus diatur selang-

rambu II muai δ 2 m; panjangnya rambu seling (I – II – I – II .... dst .... I)

standar adalah L m, umumnya 3m; maka dalam satu slag:

c. Kesalahan panjang rambu

1 Beda tinggi ukuran 1 = ∆h =b –m Panjang rambu akan berubah karena

Beda tinggi yng beanr = ∆h = b – m perubahan temperatur udara. Misalnya

Karena

panjang rambu invar 3m, panjang rambu tersebut tepat 3m pada

b 1 = ⎛+ L δ 1 ⎞ 1 δ

⎞ = ⎜ ⎛+ 1 ⎟ ⋅ b

⎝ L ⎠ pengukuran temperatur udara adalah t

temperatur standar t 0 . Bila pada waktu

m 1 = ⎛+ L δ 2 ⎞

= ⎛+ ⎜ ⎟ ⋅ m

(lebih besar atau lebih kecil dari t )

maka rambu tidak lagi 3m, tetapi 3m ± Maka ∆h = b – m = ∆h + ⎛ δ

α(t - t 0 ) dimana α adalah angka muai

invar.

Gambar 38. Bukan rambu standar

Artinya, data pengukuran mengandung Penaksiran bacaan pada interval skala kesalahan sebesar: ⎛ δ ⎜ 1 b 1 δ 2 + yang kecil akan berbeda dengan m 1 ⎞ ⎟

bacaan pada interval skala yang lebih Dengan cara yang sama dapat

besar, artinya ketelitian bacaan akan diterangkan kesalahan untuk rambu

berbeda, hal ini tidak dikehendaki. yang mengkerut.

Cara pencegahannya yaitu apabila Cara pencegahan agar rambu tidak

terdapat kesalahan akibat tidak mengalami pemuaian, yaitu jika pada

meratanya pembagian skala pada saat pengukuran udara panas atau

rambu, sebaiknya rambu tersebut tidak hujan maka rambu ukur harus dilindungi

digunakan dan dalam pemilihan rambu dengan payung sehingga rambu ukur

sebaiknya harus teliti agar memperoleh dapat terlindungi.

rambu yang sama dalam pembagian skalanya.

d. Kesalahan pembagian skala rambu

e. Kesalahan pemasangan nivo rambu Kesalahan pembagian skala rambu

terjadi pada waktu pembuatan (pabrik). Pada rambu keadaan tegak, Misalkan panjang rambu 3m, maka

seharusnya gelembung nivo berada apabila ada satu bagian skala dibuat

ditengah. Akan tetapi karena kesalahan terlalu kecil, pasti dibagian yang lain

pemasangan, keadaan di atas tidak ada yang lebih besar.

dipenuhi, artinya gelembung nivo sudah

berada ditengah rambu dalam keadaan yang melalui alat sipat datar bila miring. Apabila rambu miring baik

bidang-bidang nivo dianggap saling kedepan, kebelakang, kesamping,

sejajar. Dengan garis bidik mendatar, maka bacaan rambu akan terlalu besar.

karena kelengkungan bumi tersebut tidak memberikan beda. Permasalahan

Secara sistematis dapat dirumuskan di atas dijelaskan dalam gambar 41.

sebagai berikut:

Dari bacaan garis bidik mendatar Bacaan rambu dalam keadaan miring

adalah b 1 , bacaan seharusnya adalah b. menghasilkan selisih bacaan (b - m) yang tidak sama dengan selisih (t A -t B ).

Bila kemiringan rambu adalah sudut α, Kesalahn karena kelengkungan bumi

maka: pada beda tinggi adalah dh

b=b 1 Cos α Dh = (b - t A ) – (m - t B )

karena umumnya α kecil: Sedangkan pada pembacaan rambu

b=b 1 (1 – ½ α + ....) masing-masing adalah:

1 1 b=b –½ αb + .... Rambu belakang : X b = (b - t A )

Besarnya kesalahan pembacaan adalah

:X m = (m - t B ) ½ α b 1 . Karena α konstan, besarnya

Rambu muka

Besarnya X adalah (lihat gambar 42): kesalahan tergantung tingginya bacaan

1 1 (R + h) 2 +D 2 = {(R + h) + X} 2 b . Makin tinggi b maka makin besar (R + h) 2 +D 2 = (R + h) 2 + 2 (R + h)X + X 2

kesalahannya.

D = 2 (R + h)X + X Cara pencegahannya yaitu pada saat

Karena h <<< R dan X <<< R dapat pengukuran periksalah pemasangan Dianggap: (R + h) 2 ≈ R dan X ≈ 0, maka

nivo dan pada waktu pengukuran garis

D 2 = 2R.X bidik tidak terlalu tinggi dari atas

permukaan tanah. 2 Atau X = D 2 R

f. Kelengkungan bumi

Dengan demikian:

Jarak antara bidang-bidang nivo melalui

masing-masing titik yang bersangkutan

disebut beda tinggi antara dua titik.

Beda tinggi antara dua titik dapat

ditentukan dari ketinggian bidang nivo

Dan pengukuran sipat datar dijelaskan pada

1 gambar 43.

dh b

2 R 2 R 2 R Secara sistematis besarnya pengaruh

Berikut contoh besarnya X dan dh. refraksi atmosfir pada pengukuran sipat Bila

D = 40 m, R = 6000 km, datar adalah sebagai berikut:

Mak X = 40 Skala t akan nampak di t = , 0 . 13 mm

2 ( 6000000 ) kesalahannya adalah Y = t 1 – t. Bila

Db = 40 m, Dm = 30 m,

Besarnya Y adalah :

Maka dh = 1 (40 2 - 30 2 )

=K ⋅

= 0.06 mm Dimana K = koefisien refraksi atmosfir

Cara pencegahaannya adalah:

= R 0 . 14

ƒ Usahakan agar didalam setiap slag Db seimbang dengan Dm agar dh=0

Contoh:

ƒ Karena kelengkungan bumi bacaan Bila D = 40 m, K = 0.14, maka: rambu terlalu besar, sehingga 2

= 0.02 mm koreksi X bertanda negatif

ƒ Bila Db > Dm koreksi dh adalah

Catatan:

negatif Koreksi refraksi atmosfir dan Bila Db < Dm koreksi dh adalah

kelengkungan bumi biasanya digabung positif

menjadi satu karena refraksi dan kelengkungan bumi terjadi bersama-

g. Refraksi atmosfir sama pada saat pengukuran dilakukan.

Karena lapisan atmosfir mempunyai

2 kerapatan yang tidak sama (makin

Rumusnya :

kebawah, makin rapat) jalannya sinar/ k − r 1 = D 2 ( 2 b − D m ) cahaya (matahari) adalah mengalami

pembiasan (melengkung).

Dimana:

Sehingga benda-benda akan lebih r = adalah koreksi terhadap bacaan tinggi dari posisi seharusnya. Besarnya

r = adalah koreksi terhadap beda tinggi pengaruh refraksi atmosfir pada

(satu slag)

h. Getaran udara Cara pencegahannya yaitu sebelum

Biasanya, bayangan rambu pada pengukuran dimulai, pastikan dulu teropong nampak bergetar karena

bahwa garis bidik sudah sejajar dengan adanya pemindahan panas dari

garis jurusan nivo.

permukaan tanah ke atas.

k. Paralak

Dengan demikian cara pencegahannya Dalam pengukuran pada saat

yaitu karena pembacaan rambu tidak pembacaan, gelembung nivo harus

dapat dilakukan dengan teliti, maka tepat ditengah. Untuk mengetahu

sebaiknya pengukuran dihentikan. dengan tepat bahwa gelembung nivo

i. Perubahan arah garis jurusan nivo berada ditengah, yaitu dengan cara Pada alat ukur akan terjadi tegangan

menempatkan mata tegak diatas nivo pada bagian-bagian alat ukur terutama

langsung atau bayangan (lewat cermin sekali nivo apabila terkena panas

atau prisma).

matahari langsung. Bila dari samping, karena paralak,

Montur nivo mendapat tegangan gelembung nivo akan nampak sudah sehingga arah garis jurusan nivo

tepat ditengah. Sehingga megakibatkan mengalami perubahan dan tidak sejajar

kedudukan garis bidik belum mendatar lagi dengan garis bidik. Sehingga

maka pembacaan akan mengandung mengakibatkan bacaan rambu kesalahan.

mengandung kesalahan. Cara pencegahannya yaitu pada saat

Cara pencegahannya yaitu agar hal ini akan memulai pengukuran maka tidak terjadi, maka pada saat

gelembung nivo diatur dulu hingga pengukuran berlangsung hendaknya

benar-benar sesuai dengan aturan. alat ukur di lindungi oleh payung.

j. Kesalahan garis bidik

2.2 Kesalahan sistematis

Garis bidik harus sejajar dengan garis jurusan nivo hal ini merupakan syarat Kesalahan sistematis adalah kesalahan utama alat sipat datar. Apabila tidak yang mungkin terjadi akibat adanya sejajar, pada kedudukan gelembung kesalahan pada suatu sistem. Kesalahan nivo ditengah garis bidik tidak sistem dapat diakibatkan oleh peralatan dan mendatar.

kondisi alam.

Peralatan yang dibuat manusia walaupun Apabila penyebab suatu kesalahan telah di dibuat dengan canggihnya, akan tetapi ketahui sebelumnya dan apabila pada saat masih diperlukan suatu prosedur guna pengukuran kondisinya telah pula di ketahui mengetahui kemungkinan munculnya maka dapat di lakukan koreksi terhadap kesalahan pada pengukuran baik alat, kesalahan-kesalahan yang timbul dan maupun data.

kesalahan semacam ini di sebut kesalahan sistematis.

Rambu belakang Rambu muka BTb

BTm

Arah Pengukuran

Gambar 39. Sipat Datar di Suatu Slag

Apabila penyebab suatu kesalahan telah Sebagai contoh, sehubungan dengan diketahui sebelumnya dan apabila pada saat

adanya kesalahan-kesalahan tersebut, pengukuran kondisinya telah pula diketahui,

bahwa pada pita ukur baja biasanya untuk. maka dapat dilakukan koreksi pada Harga-harga ukurnya terdapat konstanta-

kesalahan yang ada. Contohnya, pita ukur konstanta koreksi skala atau kloreksi suhu. baja yang terdapat koreksi skala atau

Selanjutnya, seperti halnya kesalahan koreksi suhu. Selanjutnya, seperti pada petugas yang timbul pada pengukuran

kesalahan yang besarnya hampir sama dan elevasi dengan instrumen ploting, terdapat jika dilakukan koreksi dengan suatu nilai semacam kesalahan yang besarnya hampir tertentu terhadap harga ukurnya, maka akan

sama dan jika di lakukan koreksi dengan mendekati harga benar walaupun tidak suatu nilai tertentu terhadap harga ukurnya,

dapat diketahui dengan pasti penyebab maka akan mendekati harga benar kesalahan tersebut. Kesalahan seperti ini walaupun tidak dapat di ketahui dengan dapat pula diklasifikasikan sebagai pasti penyebab kesalahan tersebut kesalahan sistematis.

Kesalahan seperti ini dapat pula di BTb1 dan BTm2 yang akan di dapat bila klasifikasikan sebagai kesalahan sisitematis. garis bidik mendatar jadi telah sejajar Kesalah sistematis dapat terjadi karena dengan garis arah nivo, maka koreksi garis kesalahan alat yang kita gunakan.

bidik untuk diatas sama dengan:

( BTb 1 − BTm 1 ) − ( BTb 2 − BTm 2 )

Alat-alat yang di gunakan adalah alat ukur

( db 1 − dm 1 ) − ( db 2 − dm 2 )

penyipat datar dan mistar. Lebih dahulu kita

akan tinjau kesalahan yang ada pada alat Kesalahan sistematis dapat juga disebabkan ukur penyipat datar. Kesalahan yang di oleh karena keadaan alam yang dapat di dapat adalah yang berhubungan dengan sebabkan oleh:

syarat utama. Kesalahan itu adalah garis

1. Karena lengkungan permukaan bidik tidak sejajar dengan dengan garis arah

bumi. Pada umumnya karena nivo. Dapat diketahui bahwa untuk

bidang-bidang nivo karena pula dan mendapatkan beda tinggi antara dua titik

beda tinggi antara dua tititk adalah mistar yang diletakan di atas dua titik harus

jarak antara dua bidang nivo yang di bidik dengan garis bidik yang mendatar.

melalui dua titik itu. Semua pembacan yang di lakukan dengan

garis bidik yang mendatar diberi tanda

2. Karena melengkungnya sinar dengan angka 1. pembacaan dengan garis

cahaya (refraksi). Sinar cahaya yang

datang dari benda yang di teropong sedang pembacaan yang di lakukan dengan

bidik yang mendatar adalah BTb 1 -BTm 1 ,

harus melalui lapisan-lapisan udara garis bidik miring dinyatakan dengan angka

yang tidak sama padatnya, karena

2. bila gelembung di tengah-tengah, jadi suhu dan tekannya tidak sama.

garis arah nivo mendatar dan garis bidik

3. Karena getaran udara. akibat tidak sejajar dengan garis arah nivo, maka

adanya pemindahan hawa panas garis bidik akan miring dan membuat sudut

dari permukaan bumi keatas, maka α dengan garis arah nivo, sehingga

bayangan dari mistar yang di lihat pembacaan pada kedua mistar akan

dengan teropong akan bergetar menjadi BTm dan BTb. sehingga pembacan ada mistar

Beda tinggi antara titik A dan titik B sama tidak dapat di lakukan.

dengan t = BTb1-BTm1. Sekarang akan

4. Karena masuknya lagi kaki tiga dan dicari hubungan antara selisih pembacaan

mistar kedalam tanah. Bila dalam BTb2 dan BTm2 yang di dapatkan garis

waktu antara pengukuran satu bidik miring dengan selisih pembacaan

mistar dengan mistar lainya baik

kaki tiga maupun mistar kedua 2.2.2 Pengaruh kesalahan nol skala

masuk lagi kedalam tanah maka

dan satu satuan skala mistar ukur

pembacan pada mistar kedua akan Akibat hal–hal tertentu artinya dasar/ ujung

salah bila di gunakan untuk mencari bawah mistar ukur bahwa mistar ukur dan

beda tinggi antara dua titik yang tidak samanya satu satuan skala dari

ditempati oleh mistar-mistar itu. masing–masing mistar ukur yang di

5. Karena perubahan garis arah nivo, gunakan timbul hal – hal sebagai berikut : karena alat ukur penyipat datar σ = Kesalahan yang timbul akibat salah nol terkena napas sinar matahari maka

skala.

akan terjadi tegangan pada bagian- ∆ = Kesaahan yangtimbul akibat satu– bagian alat ukur, terutama pada

satuan skala.

bagian penting seperti nivo.

Hasil ukuran :

2.2.1 Pengaruh kesalahan garis bidik

0 0 0 0 1 ∆h 1

1 = (b 1 + δ + ∆ ) – (m 1 + δ + ∆ ) = (b 0 +m 0 )+( 0 + 0 Bila garis bidik sejajar dengan garis arah 1 1 1 δ – δ – 1 ∆ ∆

2 = (b ∆h 0 2 +m 0 2 )+( 0 0 1 δ 1 ∆ + δ ∆ ) dan akibatnya, beda tinggi tidak benar.

nivo, maka hasil pembacaan tidak benar,

0 0 0 ∆h 0 1 + ∆h 2 = (b 1 +m 1 ) + (b 2 +m 2 ) Mengatasi kesalahan garis bidik ada dua

cara : Σ∆h = Σb - Σm

ƒ Dasar/ dihitung kemiringan garis bidik, Dari hal-hal diatas dapat dilihat bahwa, dan selanjutnya dikoreksikan terhadap akibat dari dua kesalahan yang timbul, hasil hasil ukuran.

ukuran menjadi tidak benar, tetapi dalam hal ini dapat di eliminasi dua cara :

ƒ Eleminasi, yaitu dengan mengatur

penempatan alat sehingga kesalahan ƒ Di jumlah slag genap. tersebut hilang dengan sendirinya

ƒ Pengaturan perpindahan mistar ukur. (tereliminir).

Bila pada slag sebelumnya mistar ukur

ƒ Mencari kesalahan garis bidik merupakan mistar belakang, slag selanjutnya harus menjadi mistar muka dan

sebaliknya.

2.3 Kesalahan acak

2.4 Kesalahan besar

Adalah suatu kesalahan yang objektif yang Kesalahan besar dapat terjadi apabila mungkin terjadi akibat dari keterbatasan operator atau surveyor melakukan panca indera manusia. Keterbatasan itu kesalahan yang seharusnya tidak terjadi dapat berupa kekeliruan, kurang hati-hati, akibat kesalahan pembacaan dan penulisan kelalaian, ketidakmengertian pada alat, atau nilai yang diambil dari data pengukuran. belum menguasai sepenuhnya alat.

Dengan demikian, jika terjadi kesalahan Walaupun demikian, pengukur yang yang besar maka pengukuran harus diulang berpengalaman tidak mutlak pengukurannya

dengan rute yang berbeda. itu benar. Karena itu dalam mempersiapkan

2.4.1 Koreksi kesalahan

dan merencanakan pekerjaan pengukuran

harus diperhatikan hal–hal sebagai berikut: Seluruh pengukuran untuk kepentingan dari pemetaan maupun aplikasi lain, pada

• Menggunakan metode yang berbeda, dasarnya memperhatikan kesalahan • Mengupayakan rute pengukuran yang sistematis dan acak yang sering terjadi. berbeda. Khusus untuk pengukuran kerangka dasar

Kesalahan ini lebih mudah dikoreksi dengan horizontal, koreksi kesalahan sistemtik dan pendekatan ilmu statistik. Pada fenomena acak mutlak dilakukan. Maka dari itu, kita pengukuran dan pemetaan suatu syarat mengenal adnya rumus KGB (koreksi geometrik menjadi kontrol

kesalahan garis bidik)

Kesalahan ini bersifat subjektif yang (BTm1 – BTb1) – (BTm2 – BTb2)

mungkin terjadi akibat terjadi perbedaan (dm1 – db1) – (dm2 – db2) keterbatasan panca indra manusia.

KGB =

Kesalahan acak relatif lebih mudah

2.4.2 Kesalahan pengukuran sipat

dieleminir atau dikoreksi dengan

datar

pendekatan-pendekatan ilmu statistik. Pada fenomena pengukuran dan pemetaan suatu Kesalahan pengukuran sipat datar dapat syarat geometrik menjadi kontrol dan dikelompokan dalam : pengikat data yang tercakup pada titik-titik

1. Kesalahan pengukur kontrol pengukuran.

Kesalahan pengukur mempunyai panca indra (mata) tidak sempurna dan

pengukur kurang hati-hati, lalai, tidak

paham menggunakan alat ukur, dan dari persamaan (1) dan (2) dapat tidak paham menggunakan pembacaan

dimengerti bahwa pengaruh rambu.

kesalahan garis bidik sama dengan nol haruslah diusahakan agar :

2. Kesalahan alat ukur n

Db = Dm atau ( ∑ Db- Kesalahan yang diakibatkan oleh alat

1 ukur antara lain :

Dm)….(3)

Dijelaskan dalam gambar 24. Persamaan (1) dapat dijelaskan

a) Garis bidik tidak sejajar dengan

sebagai berikut:

garis jurusan nivo. Sehingga

h yang benar adalah : h = a – b mengakibatkan kesalahan

dari ukuran diperoleh: h 1 =a 1 -b 1 pembacaan pada rambu. Apabila

garis jurusan nivo mendatar garis agar h 1 menjadi betul, maka

bidik tidak mendatar. Alat sipat datar haruslah a 1 dan b 1 dikoreksi demikian dikatakan mempunyai

h = (a 1 -a a 1 ) – (b 1 -b b 1 ) kesalahan garis bidik. Besar

h = (a 1 -b 1 ) – (a a 1 -bb 1 ) pengaruh kesalahan garis bidik

terhadap hasil beda tingi adalah: karena a a 1 = tan α (Db-Dm)

∆h = tan α (Db-Dm) = α (Db

h 1 -h = ∆h = tan α (Db-Dm) Dm)….(1)

bila sudut α kecil : dimana :

∆h = α (radial) x (Db-Dm) ∆h = kesalahn pada ukuran beda

b) Bila rambu baik maka garis nol tinggi

skala rambu harus berhimpit Db = jarak kerambu belakang

dengan alas rambu. Karena Dm = jarak kerambu muka

α = kesalahan garis bidik kesalahan pembuatan garis nol dapat terletak diatas alas rambu.

apabila jarak antara dua titik yang Karena seringnya rambu dipakai diukur jauh dan dibagi dalam

maka ada kemungkinan alas rambu beberapa seksi, maka pengaruhnya

menjadi aus. Ini berarti bahwa adalah :

angka skala nol terletak di bawah n

∆h = tan α ( ∑ n

Db- ∑ Dm)

alas rambu. Beda tinggi yang

didapat dari pembacaan- n

= α(∑ Db-

Dm)….(2)

1 ∑ 1 pembacaan yang salah karena

adanya kesalahan garis nol skala Bila ∆Lb dan ∆Lm adalah kesalahan rambu akan betul, apabila jumlah

panjang rambu belakang dan muka seksi antara dua titik dibuat genap

Lb dan Lm panjang rambu belakang dan pemindahan rambu ukur

dan muka a dan b adalah selama pengukuran harus selang

pembacaan pada rambu belakang seling,

dan muka yang mempunyai kesalahan maka beda tinggi yang

c) Untuk menegakan rambu ukur

betul adalah :

digunakan nivo kotak yang h=h diletakan pada rambu. Apabila 1 +{ ∆Lba - ∆Lm b}

gelembung nivo ditempatkan Lb Lm ditengah, rambu harus tegak. Akan

3. Kesalahan karena faktor alam tetapi bila gelembung nivo sudah

ditengah tetapi rambu miring,

a) Karena lengkungan permukaan bumi. Pada umumnya bidang-

dikatakan terdapat kesalahan nivo kotak karena salah mengaturnya.

bidang nivo karena pula dan beda tinggi antara dua tititk adalah jarak

d) Kesalahan pembagian skala rambu. antara dua bidang nivo yang melalui

Seharusnya pembagian skala

dua titik itu.

rambu adalah sama. Apabila ada

b) Karena melengkungnya sinar interval yang tidak sama sekali

cahaya (refraksi). Sinar cahaya yang terlalu besar sekali lagi terlalu kecil

datang dari benda yang di teropong maka dikatakan bahwa rambu

harus melalui lapisan-lapisan udara mempunyai kesalahan pembagian

yang tidak sama padatnya, karena skala. Kesalahan ini tidak dapat

suhu dan tekannya tidak sama. dihilangkan. Oleh sebab itu

gunakan rambu dengan baik.

c) Karena getaran udara . karena adanya pemindahan hawa panas

e) Kesalahan panjang rambu. dari permukaan bumi keatas, maka

Seharusnya panjang rambu yang bayangan dari mistar yang di lihat digunakan adalah standard. Artinya

dengan teropong akan bergetar apabila angka rambu mulai dari 0 –

sehingga pembacan ada mistar 3m panjang rambu harus tepat 3m.

tidak dapar di lakukan. Bila dikatakan bahwa rambunya mempunyai kesalahan panjang.

d) Karena masuknya lagi kaki tiga dan Yang mempengaruhi sudut serta mistar kedalam tanah. Bila dalam

pengukuran:

waktu antara pengukuran satu - Sudut diukur pada satu titik, kedua

mistar dengan mistar lainya baik titik sebelum dan sesudah titik sudut

kaki tiga maupun mistar kedua tersebut. Penempatan alat pada titik

masuk lagi kedalam tanah maka sudut haruslah tepat kalau tidak

pembacan pada mistar kedua akan demikian maka akan terdapat

salah bila di gunakan untuk kesalahan sudut. Untuk membantu

mencari beda tinggi antara dua titik dalam sentrering alat–alat pengukur

yang di tempati oleh mistar-mistar sudut yang baru dilengkapi dengan

itu. alat sentering optis. Karena

e) Karena perubahan garis arah nivo, sentrering yang menggunakan karena alat ukur penyipat datar

unting–unting sangat menyusahkan kena napas sinar matahari maka

dilapangan karena unting–unting akan terjadi tegangan pada bagian-

sangat mudah bergoyang bila tertiup bagian alat ukur, terutama pada

angin. Selain titik sudut, yang bagian penting seperti nivo.

penting lainnya adalah titik–titik arah.

2.4.3 Kesalahan pada ukuran

ƒ Kesalahan jarak

Disini akan dibicarakan sedikit mengenai

kesalahan pada sudut dan kesalahan pada Kesalahan jarak yang sering dilakukan jarak:

ialah disebabkan para pengukur jarak merentangkan pita ukurnya kurang

ƒ Kesalahan sudut tegang, sehingga terdapat kesalahan

Sudut yang diukur merupakan suatu pengukuran jarak. Satu hal yang sangat data untuk perhitungan poligon dan

penting dan yang kadang – kadang dengan sendirinya pula ketelitian

dilupakan orang ialah mengecek alat poligon sebagaian tergantung dari pada

pengukur jarak. Karena bila tidak pengukuran sudutnya dengan demikian

demikian akan terdapat kesalahan salah satu cara untuk meninggikan

sistematis.

ketelitian poligon pengukuran sudut

harus diukur dengan teliti.

2.4.4 Mencari kesalahan–kesalahan

2.4.5 Mencari kesalahan besar pada besar pada jarak

sudut

Yang dimaksud dengan kesalahan besar Kemungkinan kesalahan besar pada sudut disini ialah kesalahan sudut atau kesalahan terbagi 2 macam cara : jarak yang biasanya disebabkan oleh karena

sudut, dapat kekeliruan, baik karena kekeliruan membaca

ƒ Kesalahan

besar

ditemukan bila poligon itu dihitung atau maupun menulis. Kesalahan besar dalam

digambar secara grafis muka dan ukuran sudut suatu poligon sudah dapat

belakang. Perpotongan kedua poligon terlihat pada salah penutup yang terlalu

itu menunjukkan titik poligon dimana besar. Kesalahan besar dalam ukuran jarak

terdapat kesalahan besar. suatu poligon terlihat pada salah penutup

koordinat yang jauh lebih besar dari ƒ Kesalahan besar sudut, dapat dicari toleransi.

tempatnya dengan tidak perlu menghitung atau menggambar poligon

tetapi cukup menghitung satu kali.

m e n d a ta r

b b'

Gambar 40. Rambu miring

Gambar 41. Kelengkungan Bumi

Gambar 42. Kelengkungan bumi

Bidang nivo B

Bidang nivo Alat

Bidang nivo A

D mendatar

bidang nivo melalui alat

Bumi

RR

Pusat Bumi

56

Gambar 43. Refraksi atmosfir

t'

Garis pandangan

Bumi

R = jari-jari bumi

Pusat Bumi

t Lengkung cahaya

R' = jari-jari lengkung cahaya

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

AN ANALYSIS ON GRAMMATICAL ERROR IN WRITING MADE BY THE TENTH GRADE OF MULTIMEDIA CLASS IN SMK MUHAMMADIYAH 2 MALANG

26 336 20

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24