Sifat Final dan Mengikat Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

BAB IV TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN ULTRA PETITA OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

B. Sifat Final dan Mengikat Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

Dalam melakukan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan. Dan putusan itu bersifat final dan mengikat. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 10 ayat 1 Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, yang menyatakan “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final . . .” Sifat putusan Mahkamah Konstitusi yang final diartikan bahwa tidak ada upaya hukum lain lagi, oleh karena itu putusan tersebut telah memiliki kekuatan mengikat secara umum dimana semua pihak harus tunduk dan taat melaksanakan putusan tersebut, walaupun terdapat beberapa pihak yang merasa keadilannya terganggu. Dengan kata lain, sifat final dan mengikat dari putusan Mahkamah Konstitusi ini menyatakan telah tertutup segala kemungkinan untuk menempuh upaya hukum. Sejak putusan itu diucapkan dalam siding pleno, maka ketika itu lahirlah kekuatan mengikat verbindende kracht. 69 69 Malik, S.H.M.H., dalam Jurnal Konstitusi, 2009, Vol. 6, No. 1, hlm. 82. Dalam penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 disebutkan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final, yakni putusan Mahkamah Konstitusi langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum Universitas Sumatera Utara yang dapat ditempuh. Konsep ini mengacu pada prinsip penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yakni secara sederhana dan cepat sebagaimana diuraikan dalam penjelasan undang-undang ini, yang menjelaskan secara utuh, bahwa Mahkamah Konstitusi dalam menyelenggarakan peradilan untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tetap mengacu pada prinsip penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yakni dilakukan secara sederhana dan cepat. 70 Putusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat final dan mengikat tidak dapat dilepaskan dalam dengan asas erga omnes yang mengikat secara umum dan Selain itu, dalam Pasal 47 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi menyebutkan: ”Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum” dan Pasal 58 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, menyebutkan “Undang-undang yang diuji oleh Mahkamah Konstitusi tetap berlaku, sebelum ada putusan yang menyatakan bahwa undang-undang tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945” sehingga selama belum diucapkan dalam sidang pleno, Undang-Undang masih memiliki kekuatan berlaku. Sifat hukum publik hukum acara pengujian Undang-Undang yang dilakukan Mahkamah Konstitusi berakibat hukum putusan Mahkamah Konstitusi berbeda dengan hukum acara perdata atau hukum acara lain. Perbedaan prinsip akibat pengujian undang-undang yaitu akibat hukum pengujian bersifat erga omnes, oleh karena dasar hukum acara pengujian Undang-Undang adalah menyangkut kepentingan umum. 70 Ibid. Universitas Sumatera Utara juga mengikat terhadap objek sengketa. Apabila suatu peraturan perundang- undangan oleh hakim menyatakan tidak sah, karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, berarti peraturan perundang- undangan tersebut berakibat menjadi batal dan tidak sah untuk mengikat setiap orang. 71 71 S.F.Marbun, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di Indonesia, Yogyakarta: Liberty, 1997, hlm. 211. Putusan Mahkamah Konstitusi memiliki kekuatan mengikat secara hukum terhadap semua komponen bangsa termasuk objek yang disengketa. Sesuai dengan kewenangan Mahkamah Konstitusi yang menjalankan fungsi peradilan dan fungsi politik hukum, tentu putusannya memiliki kekuatan mengikat secara hukum dan politik, namun tidak bersifat memaksa imperatif, melainkan bersifat fakultatif atau pelengkap, yang artinya dimungkinkan terjadinya penyimpangan yang berupa pengecualian. Terikatnya semua orang terhadap putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana ketentuan hukum acara perdata mengandung arti positif dan negatif. Mengandung arti positif berarti semua orang harus menganggap putusan tersebut benar res judicata pro veritate habetur. Dalam arti negatif dari pada kekuatan mengikat ialah hakim tidak boleh memutus perkara yang pernah diputus sebelumnya mengenai perkara yang sama. Ulangan dari tindakan itu tidak akan mempunyai kekuatan hukum; Nebis in idem Pasal 134 Rv. Asas ini juga berlaku sebegaimana Pasal 60 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi yang menyatakan: “Terhadap materi muatan ayat, pasal, dan atau bagian dalam undang-undang yang telah diuji, tidak dapat dimohonkan pengujian kembali”. Universitas Sumatera Utara Jika kita mengkaji ketentuan dasar dan undang-undang organik yang mengatur tentang Mahkamah Konstitusi, ternyata tidak ada satu pasal pun yang mengatur system pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi yang final dan mengikat tatkala tidak dilaksanakannya putusan tersebut. Hal ini menunjukkan adanya kelemahan dalam sistem.

C. Akibat Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi