g. Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementrian Sosial Republik Indonesia.
Biaya rehabilitasi medis bagi terdakwa yang sudah diputus oleh pengadilan dibebankanpada anggaran Kementrian Kesehatan. Sedangkan biaya rehabilitasi
sosial bagi dibebankan padaanggaran Kementrian Sosial.Pelaksanaan Peraturan Bersama ini, dievakuasi setiap 3 tiga Tahun secara periodik atauapabila
dipandang perlu dapat dilakukan kurang dari 3 tiga tahun oleh Tim Evakuasi yangterdiri atas ahli-ahli yang ditunjuk oleh masing-masing Instansi terkait.
Peraturan Bersama ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bersama ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Pelaksanaan Peraturan Bersama ini sendiri akan dilakukan secara bertahap. Sebagai tahap
awal, pilot project dilakukan di 16 kota dan kabupaten yakni Kota Batam, Kota Jakarta Timur, Kota Jakarta Selatan, Kabupaten Bogor, Kota Tangerang Selatan,
Kota Semarang, Kota Surabaya, Kota Makassar, Kabupaten Maros, Kota Samarinda, Kota Balikpapan, Kota Padang, Kabupaten Sleman, Kota Pontianak,
Kota Banjar Baru, dan Kota Mataram.
85
B. Peranan Lembaga Rehabilitasi Terhadap Pecandu dan Korban
Penyalahgunaan Narkotika
Pemilihan kota dan kabupaten tersebut berdasar kesiapan infrastruktur seperti pusat rehabilitasi.
Pada Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 dalam pasal 54 dinyatakan
bahwa:“pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.”Dalam penjelasan pasal 54, disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan korban penyalahgunaan narkotika adalah seseorang
85
http:www.suarapembaruan.comhomemulai-hari-ini-pecandu-narkoba-yang-tertangkap- akan- Direhabilitasi63141”, Harian Suara Pembaruan, diakses pada tanggal 5 Desember 2014.
yang tidak sengaja menggunakan narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa danatau diancam untuk menggunakan narkotika.
86
Sedangkan yang dimaksud dengan pecandu narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan
ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis. Penyalahgunaan narkotika adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan narkotika karena
dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, danatau diancam menggunakan narkotika. Namun merujuk pada
ketentuan umum Peraturan Bersama antar Lembaga Negara Republik Indonesia mengenai Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika
ke dalam Lembaga Rehabilitasi, pengertian korban penyalahgunaan narkotika adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan narkotika karena dibujuk,
diperdaya, ditipu, dipaksa, danatau diancam menggunakan narkotika.
87
Rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika.
88
Rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu baik secara fisik, mental maupun sosial agar bekas pecandu narkotika dapat
kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat. Rehabilitasi medis
pecandu narkotika dapat dilakukan di Rumah Sakit yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan. Yaitu rumah sakit yang diselenggarakan baik oleh pemerintah,
maupun oleh masyarakat. Selain pengobatan atau perawatan melalui rehabilitasi medis, proses penyembuhan pecandu narkotika dapat diselenggarakan oleh
masyarakat melalui pendekatan keagamaan dan tradisional.
89
86
AR Sujono dan Bony Daniel, Op. Cit, hal 123.
87
Ibid.
88
Pasal 1 butir 16, Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
89
Pasal 1 butir 17, Undang-Undang No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
Yang
dimaksud dengan bekas pecandu narkotika disini adalah orang yang telah sembuh dari ketergantungan terhadap narkotika secara fisik dan psikis. Rehabilitasi sosial
untuk para pecandu ataupun bekas pecandu narkotika dapat dilakukan di lembaga rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Menteri Sosial, yaitu lembaga rehabilitasi
sosial yang diselenggarakan baik oleh pemerintah, maupun oleh masyarakat.
90
a. Korban penyalahgunaan NAPZA dapat melaksanakan keberfungsian
sosialnya yang meliputi kemampuan dalam melaksanakan peran, memenuhi kebutuhan, memecahkan masalah, dan aktualisaso diri; dan
Menurut Pasal 9 Peraturan Menteri Sosial No. 26 Tahun 2012 Tentang Standar Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan
Zat Adiktif lainnya yang menjadi tujuan dilakukannya rehabilitasi terhadap korban penyalahgunaan NAPZA adalah:
b. Terciptanya lingkungan sosial yang mendukung keberhasilan rehabilitasi
sosial korban penyalahgunaan NAPZA. Agar proses rehabilitasi sosial berjalan dengan baik, pemerintah
memberikan standar dalam melakukan proses rehabilitasi ini yang bertujuan untuk:
91
1. Menjadi acuan dalam melaksanakan rehabilitasi sosial bagi korban
penyalahgunaan NAPZA; 2.
Memberikan perlindungan terhadap korban dari kesalahan praktik 3.
Memberikan arah dan pedoman kinerja bagi penyelenggara rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA; dan
90
Ibid
91
Pasal 2, Peraturan Menteri Sosial No. 26 Tahun 2012 Tentang Standar Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, Dan Zat Adiktif Lainnya.
4. Meningkatkan kualitas dan jangkauan pelayanan penyelenggara rehabilitasi
sosial korban penyalahgunaan NAPZA. Tahap rehabilitasi ini meliputi beberapa hal:
92
a. Rehabilitasi Sosial
Segala usaha yang bertujuan memupuk, membimbing dan mengangkat rasa kesadaran dan tanggung jawab sosial bagi keluarga dan masyarakat.
b. Rehabilitasi Edukasional
Bertujuan memelihara dan meningkatkan pengetahuan dan , mengusahakan agar pasien dapat mengikuti pendidikan lagi, jika mungkin memberikan
bimbingan dalam memilih sekolah yang sesuai dengan kemampuan intelegensia dan bakatnya.
c. Rehabilitasi Vokasional
Bertujuan menentukan kemampuan kerja pasien serta cara mengatasi penghalang atau rintangan untuk penempatan dalam pekerjaan yang sesuai.
Juga memberikan ketrampilan yang belum dimiliki pasien agar dapat bermanfaat bagi pekerjaan untuk mencari nafkah.
d. Rehabilitasi Kehidupan Beragama
Bertujuan membangkitkan kesadaran pasien akan kedudukan manusia di tengah-tengah makhluk ciptaan Tuhan; menyadarkan kelemahan yang
dimiliki manusia, arti agama bagi manusia, membangkitkan optimisme berdasarkan sifat-sifat Tuhan Yang Maha Bijaksana, Maha Tahu, Maha
Pengasih, dan Maha Pengampun.
92
Zulkarnain, Op. Cit, hal 70.
Dalam batas-batas yang dimungkinkan perlindungan terhadap hak-hak asasi warga masyarakat Indonesia, terhadap beberapa prinsip yang terkandung dalam
Undang-Undang Narkotika adalah:
93
1. Bahwa Undang-Undang Narkotika juga dipergunakan untuk menegaskan
ataupun menegakkan kembali nilai-nilai sosial dasar prilaku hidup masyarakat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dijiwai oleh
falsafah Negara Pancasila; 2.
Bahwa Undang-Undang Narkotika merupakan satu-satunya produk hukum yang membentengi bagi pelaku tindak pidana narkotika secara efektif;
3. Dalam menggunakan produk hukum lainnya, harus diusahakan dengan
sungguh-sungguh bahwa caranya seminimal mungkintidak mengganggu hak dan kewajiban individu tanpa mengurangi perlindungan terhadap
kepentingan masyarakat demokrasi modern. Pentingnya pendekatan kesehatan dan sosial bagi pengguna narkotika
melalui pemberiaan akses rehabilitasi medis dan sosial mendapatkan perhatian oleh Mahkamah Agung RI dengan mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung
No. 4 Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, korban penyalahguna dan pecandu narkotika kedalam lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial
yang diganti menjadi Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2011. Sehingga pengguna narkotika yang terbukti bersalah menggunakan narkotika
secara tanpa hak dan melawan hukum dengan jumlah yang ditentukan dapat mengakses pendekatan kesehatan dan sosial melalui rehabilitasi medis dan sosial
sebagai bentuk penjalanan hukuman.
93
Mardjono Reksodiputro, Pembaharuan Hukum Pidana, Pusat Pelayanan dan Pengendalian Hukum dh Lembaga Kriminologi UI, Jakarta, 1995, hlm.23-24
Namun hal tersebut masih terdapat kejanggalan, karena pengguna narkotika selama menjadi tersangka ataupun terdakwa belum mendapatkan akses
rehabilitasi medis dan sosial, hal ini menimbulkan ketidakjelasan karena hakim harus memutus pecandu harus menjalani rehabilitasi medis dan sosial serta pidana
penahanan karena sebelumnya pengguna narkotika ditahan selama proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan.
94
Peranan pemberian rehabilitasi medis dan sosial bagi pengguna narkotika yang sedang menjalani proses peradilan merupakan bentuk tanggung jawab
Negara terhadap pemenuhan hak asasi manusia khususnya mendapatkan akses kesehatan dan sebagai wujud perlindungan hak tersangka dan terdakwa.
Pemberian akses rehabilitasi juga sangat berperan dalam memutus mata rantai peredaran gelap narkotika serta mencegah penggunaan narkotika illegal di
tempat-tempat penahanan. Sayangnya sampai saat ini Pemerintah belumsiap dalam mewujudkan pendekatan kesehatan dan sosial bagi pengguna narkotika
yang sedang dalam proses peradilan. Sebenarnya upaya pendekatan kesehatan dan sosial dapat dilakukan, ketika
pengguna narkotika belum masuk proses peradilan dengan menyediakan tempat- tempat rehabilitasi. Ketika pengguna masuk proses peradilan maka menjadi
kewajiban pejabat yang menahan, baik dalam tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan persidangan untuk memberikan akses kesehatan dan sosial dalam
bentuk rehabilitasi medis dan sosial.
95
94
http:www.pbhi.or.idpers-releasependekatan-sosial-dan-kesehatan-bagi-pengguna- narkotika, di akses tanggal 22 Maret 2015 pukul : 20.36 wib.
95
Ibid
Prosedur penerimaan pecandu narkotika yang telah mendapatkan penetapan atau putusan pengadilan dalam program rehabilitasi ditentukan sebagai berikut:
96
a. Pecandu narkotika yang telah mendapatkan penetapan atau putusan
pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap untuk menjalani pengobatan danatau perawatan melalui rehabilitasi, diserahkan oleh pihak
kejaksaan ke sarana rehabilitasi medis terpidana narkotika yang ditunjuk b.
Penyerahan dilakukan pada jam kerja administratif rumah sakit yang ditunjuk.
c. Penyerahan pecandu narkotika yang telah mendapatkan penetapan dari
pengadilan untuk menjalani rehabilitasi dilakukan oleh pihak kejaksaan dengan disertai berita acara penetapan pengadilan, dengan melampirkan
salinanpetikan surat penetapan pengadilan, dan surat pernyataan kesanggupan dari pasien untuk menjalani rehabilitasi medis sesuai rencana
terapi yang ditetapkan oleh tim asesmen yang ditandatangani oleh pasien dan keluargawali.
d. Penyerahan pecandu narkotika yang telah mendapatkan putusan yang
berkekuatan hukum tetap dari pengadilan untuk menjalani rehabilitasi, penyerahan oleh kejaksaan disertai dengan surat perintah pelaksanaan
putusan dan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan, dengan melampirkan salinan petikan surat putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap, dan surat pernyataan kesanggupan dari pasien untuk menjalani rehabilitasi medis sesuai rencana terapi yang
96
Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan No. 46 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan Rehabilitasi Medis bagi Pecandu, Penyalahguna , dan Korban Penyalahgunaan
Narkotika yang dalam Proses atau yang telah diputus oleh Pengadilan.
ditetapkan oleh tim asesmen yang ditandatangani oleh pasien dan keluarga wali.
e. Berita acara ditandatangani oleh petugas kejaksaan, pasien yang
bersangkutan dan tenaga kesehatan pada sarana rehabilitasi medis terpidana narkotika yang menerima pasien.
f. Pelaksanaan program rehabilitasi medis sesuai rencana terapi yang disusun.
Dalam Peraturan Bersama tersebut, menyatakan bahwa Pecandu Narkotika dan Korban penyalahgunaaan Narkotika sebagai tersangka danatau terdakwa
dalam penyalahgunaan Narkotika yang sedang menjalani proses penyidikan, penuntutan dan persidangan di pengadilan dapat diberikan pengobatan, perawatan
dan pemulihan pada lembaga rehabilitasi medis danatau lembaga rehabilitasi sosial.Pecandu Narkotika dan Korban Narkotika dan Korban Penyalahgunaan
Narkotika sebagaimana dimaksud yang menderita komplikasi medis danatau komplikasi psikiatris, dapat ditempatkan di rumah sakit Pemerintah yang biayanya
ditanggung oleh keluarga atau bagi yang tidak mampu ditanggung Pemerintah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dalam hal Pecandu Narkotika dan Narkortika dan korban Penyalahgunaan Narkotika dapat memilih ditempatkan di rumah sakit swasta yang ditunjuk
Pemerintah, maka biaya menjadi tanggungan sendiri.Keamanan dan Pengawasan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang ditempatkan
dalam lembaga rehabilitas medis, lembaga rehabilitas sosial, dan rumah sakitdilaksanakan oleh rumah sakit danatau lembaga rehabilitas yang memenuhi
standar keamanan tertentu serta dalam pelaksanaannya dapat berkordinasi dengan
Polri.Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika sebagai tersangka danatau terdakwa yang telah dilengkapi surat hasil asesmen dari tim Asesmen
terpadu, dapat ditempatkan pada lembaga rehabilitas medisatau rehabilitas sosial dengan kewenangan intitusi masing-masing.Pelaksanaaan rehabilitasi medis
danatau rehabilitasi sosial dilakukan berdasarkan hasil asesmen dari Tim Asesmen Terpadu dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Dalam melakukan pembinaan instansi terkait berkoordinasi antar
kementerian atau lembaga untuk menjamin kualitas penyelenggaraan rehabilitas medis danatau rehabilitas sosial. Pimpinan instansi yang menaungi lembaga
rehabilitas medis danatau rehabilitas sosial melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan program rehabilitas medis danatau rehabilitas sosial. Segala biaya
yang timbul terkait dengan pelaksanaaan Peraturan Bersama ini dibebankan kepada masing-masing Instansi kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Bersama
ini. Lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 54 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 4 Tahun 2010 tentang
Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika dalam lampiran I, Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 3
Tahun 2011 tentang Penempatan Korban Penyalahgunaan Narkotika di dalam lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitas Sosial dan Surat Edaran Jaksa Agung
No.SE-002AJA022013 tanggal 15 Februari 2013 tentang Penempatan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke Lembaga Rehabilitas Medis dan Rehabilitas Sosial,
Peraturan Menteri Kesehatan No.2415MENKESPERXII2011 tentang Rehabillitas Medis Pecandu Penyalahguna dan Korban Penyalahgunaan Narkotika
dan Peraturan Menteri Sosial No. 032013 tentang standar Lembaga Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dalam Peraturan Bersama ini.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN