BAB III PERATURAN BERSAMA ANTAR LEMBAGA NEGARA DAN PERANAN
LEMBAGA REHABILITASI DALAM PENANGANAN PECANDU DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
A. Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung No. 01PBMAIII2014,
Menteri Hukum dan HAM No. 03 Tahun 2014, Menteri Kesehatan No. 11Tahun 2014, Menteri Sosial No. 03 Tahun 2014, Jaksa Agung No.
PER-005AJA032014, Kepala Kepolisian Negara RI No. 1 Tahun 2014, Kepala Badan Narkotika Nasional No. PERBER01III2014BNN
Tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi.
Dalam rangka mewujudkan Indonesia negeri bebas narkoba, Badan Narkotika Nasional dan selanjutnya disingkat BNN mencanangkan tahun 2014
sebagai tahun penyelamatan penyalahguna narkoba. Hal ini dilakukan sebagailangkah antisipasi untuk menekan jumlah penyalahguna narkoba,
mengingat setiap tahunnya jumlah penyalahguna narkoba cenderung terus meningkat. Pada saat ini jumlah penyalahguna narkoba di Indonesia sudah
mencapai 4,2 juta jiwa.
82
Para pecandu narkoba yang tertangkap aparat penegak hukum mulai Selasa 26 Agustus 2014 tidak lagi dipidana penjara, karena setelah melalui proses
asesmen, para pecandu narkoba akan bermuara di pusat rehabilitasi. Seluruh konsep mengenai penanganan pecandu narkoba sudah tertuang dengan jelas dalam
berbagai aturan. Saat ini, yang diperlukan adalah implementasi dari para penegak hukum, untuk dapat mengambil pilihan yang lebih humanis. Semua kembali pada
orientasi penegak hukum itu sendiri. Pilihan-pilihan yang lebih baik inilah yang pada faktanya akan jadi investasi untuk masa depan bangsa. Dengan demikan
82
http:metrobali.com201408212014-bnn-tangani-18-ribu-pengguna-narkoba”, diakses : 1 November 2014, pukul 20.00 WIB.
81
dapat dipilah mana pelaku tindak pidana narkoba yang pantas masuk ke dalam jeruji besi dan pecandu yang seharusnya dipulihkan di pusat rehabilitasi.
Oleh masyarakat maupun aparat penegak hukum sendiri, penyalahguna narkoba dianggap sebagai pelaku tindak pidana yang harus dijatuhi pidana
penjara. Situasi ini mengakibatkan timbulnya masalah lain seperti beban lembaga pemasyarakatan selanjutnya disingkat lapas menjadi over capacity, lapas justru
menjadi tempat aman bagi penyalahguna narkoba dan munculnya tindak pidana lain yang diakibatkan oleh penyalahgunaan narkoba di dalam lapas, selain itu
peredaran narkoba juga marak terjadi di lapas bahkan beberapa kali ditemukan produksi narkoba di dalam lapas.
83
Dengan dikeluarkannya aturan baru yaitu mengenai Peraturan bersama Ketua Mahkamah Agung, Menkumham, Menkes, Mensos, Jaksa Agung, Kapolri
dan BNN sebagai implementasi dari Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Pada dasarnya sanksi yang diatur dalam Undang-Undang No. 35 tahun 2009
tentang Narkotika menganut double track system yaitu berupa sanksi pidana dan sanksi tindakan. Rehabilitasi merupakan salah satu bentuk sanksi tindakan. Dalam
Pasal 103 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ditegaskan bahwa hakim dapat memutus atau menetapkan pecandu narkoba untuk menjalani
pengobatan dan atau perawatan. Masa menjalani pengobatan dan atau perawatan diperhitungkan sebagai masa menjalani pidana. Hal ini selaras dengan salah satu
tujuan dibentuknyaUndang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yakni untuk menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi pecandu
narkotika.
83
http:news.liputan6.comread8193362-napi-dibekuk-saat-memproduksi-narkoba-di- lapas-cipinang”, diakses : 10 Desember 2014, pukul 20.05 WIB.
Tentang Narkotika yang memberikan perubahan besar pada orientasi penanganan pecandu dan korban penyalahgunaan narkotika.Sebelum peraturan
bersama ini muncul, setidaknya ada beberapa aturan yang telah diperkenalkan di Indonesia. Misalnya Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung SEMA No. 4
Tahun 2010 dan SEMA No. 3 Tahun 2011 yang membuka ruang pemahaman bahwa pengguna narkotika dapat diperlakukan berbeda.
Para pecandu narkoba yang tertangkap aparat penegak hukum mulai Selasa 26 Agustus 2014 tidak lagi dipidana penjara, karena setelah melalui proses
asesmen, para pecandu narkoba akan bermuara di pusat rehabilitasi. Seluruh konsep mengenai penanganan pecandu narkoba sudah tertuang dengan jelas dalam
berbagai aturan. Saat ini, yang diperlukan adalah implementasi dari para penegak hukum, untuk dapat mengambil pilihan yang lebih humanis. Semua kembali pada
orientasi penegak hukum itu sendiri. Pilihan-pilihan yang lebih baik inilah yang pada faktanya akan jadi investasi untuk masa depan bangsa. Dengan demikan
dapat dipilah mana pelaku tindak pidana narkoba yang pantas masuk ke dalam jeruji besi dan pecandu yang seharusnya dipulihkan di pusat rehabilitasi.
Diatur pula tentang kualifikasi yang mempermudah aparat penegak hukum dan hakim dalam mengambil keputusan terkait pengguna narkotika. Tetapi pada
praktiknya, seluruh SEMA ini tidak berjalan karena dianggap tidak mengingat institusi lain. Bahkan lebih buruk, hakim sendiri tidak mencerminkan ketundukan
pada aturan tersebut dikarenakan bentuknya SEMA.
84
Dibentuknya Peraturan Bersama ini antara lain bertujuan untuk menjadi pedoman teknis dalam penanganan pecandu narkotika sebagai tersangka,
84
http:www.hukumpedia.comErasmus70peraturan-bersama-narkotika-diragukan-lebih- baik-merevisi-uu-narkotika, diakses : 30 September 2014, pukul 20.15 wib.
terdakwa, atau narapidana dalam menjalani rehabilitasi medis danatau rehabilitasi sosial. Selain bertujuan pula agar proses rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial
di tingkat penyidikan, penuntutan, serta persidangan dapat terlaksana secara sinergis dan terpadu.
Dalam Peraturan Bersama ini, yang dimaksud denganPecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotikadan dalam
keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis.Penyalahguna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak atau
melawanhukum. Korban Penyalahgunaan Narkotika adalah Seseorang yang tidak sengaja menggunakannarkotika karena dibujuk, diperdaya,ditipu,dipaksa danatau
diancam untukmenggunakan Narkotika. Ketergantungan Narkotika adalah kondisi yang ditandai oleh dorongan untukmenggunakan Narkotika secara terus-menerus
dengan takaran yang meningkat agarmenghasilkan efek yang sama dan apabila penggunannnya dikurangi dihentikandanatau dihentikan secara tiba-tiba,
menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas. Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika sebagai tersangkadanatau
terdakwa yang merangkap pengedar Narkotika, ditahan di RumahTahanan Negara dan bagi yang bersangkutan dapat memperoleh rehabilitasimedis danatau
rehabilitasi sosial yang dilaksanakan di Rumah Tahanan Negaraatau Lembaga PemasyarakatanBagi narapidana yang termasuk dalam kategori Pecandu
Narkotika dan KorbanPenyalahgunaan Narkotika, dan bukan pengedar atau bandar atau kurir atauprodusen dapat dilakukan rehabilitasi medis danatau
rehabilitasi sosial yangdilaksanakan di dalam Lapas atau Rutan danatau lembaga rehabilitasi yang telahditunjuk oleh Pemerintah. Sedangkan yang termasuk dalam
kategori Pecandu Narkotika yangmempunyai fungsi ganda sebagai pengedar dapat dilakukan rehabilitasi medisdanatau rehabilitasi sosial di dalam Lapas atau Rutan.
Pecandu Korban penyalahgunaaan Narkotika sebagai tersangka
danatauterdakwa dalam penyalahgunaan Narkotika yang sedang menjalani proses penyidikan, penuntutan dan persidangan di pengadilan dapat diberikan
pengobatan, perawatan,danpemulihan pada lembaga rehabilitasi medis danatau lembaga rehabilitasi sosial. Dan yang menderita komplikasi medis danatau
komplikasipsikiatris, dapat ditempatkan di rumah sakit Pemerintah yang biayanya ditanggung olehkeluarga atau bagi yang tidak mampu ditanggung Pemerintah
sesuai dengan ketentuan yangberlaku. Sedangkan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika yang memilih ditempatkan di rumah sakit swasta yang
ditunjuk Pemerintah, maka biaya menjadi tanggungan sendiri. Keamanan dan pengawasan Pecandu Narkotika dan Korban
Penyalahgunaan Narkotika yang ditempatkan dalam lembaga rehabilitasi medis, lembaga rehabilitasi sosial, dan rumah sakit dilaksanakan oleh rumah sakit
danatau lembaga rehabilitasi yang memenuhi standar keamanan tertentu serta dalam pelaksanaannya dapat berkoordinasi dengan pihak Polri. Pecandu
Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika sebagai tersangka danatau terdakwa yang telah dilengkapi surat hasil asesmen dari Tim Asesmen Terpadu,
dapat ditempatkan pada lembaga rehabilitasi medis danatau rehabilitasi sosial sesuai dengan kewenangan institusi masing-masing.
Dalam melakukan asesmen terhadap Pecandu Narkotika dan Korban PenyalahgunaanNarkotika sebagai tersangka danatau narapidana sebagai
Penyalah Guna Narkotikadibentuk Tim Asesmen Terpadu. Tim Asesmen Terpadu
diusulkan oleh masing-masingpimpinan instansi terkait di tingkat Nasional, Propinsi dan KabKota dan ditetapkan olehKepala Badan Narkotika Nasional,
Badan Narkotika Nasional Propinsi, Badan NarkotikaNasional Kab.Kota. Tim Asesmen terpadu terdiri dari:
1. Tim Dokter yang meliputi dokter dan Psikolog,
2. TimHukum terdiri dari unsur Polri,BNN,Kejaksaaan dan Kementrian
Hukum dan HAM. Tim Asesmen Terpadu yang berkedudukan di tingkat pusat, tingkat
provinsi, tingkat kabupatenkota terdiri dari tim dokter dan tim hukum yang bertugas melaksanakan analisis peran tersangka yang ditangkap atas permintaan
penyidik yang berkaitan dengan peredaran gelap narkoba terutama pengguna, melaksanakan analisis hukum, analisis medis dan analisis psikososial serta
membuat rencana rehabilitasi yang memuat berapa lama rehabilitasi diperlukan. Hasil asesmen tersebut sebagai kelengkapan berkas perkara berfungsi sebagai
keterangan seperti visum et repertum. Pelaksana teknis Peraturan Bersama ini dilaksanakan oleh;
a. Kepala Badan Reserse Kriminal Polri;
b. Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia;
c. Deputi Rehabilitas Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia;
d. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Republik Indonesia;
e. Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kemntrian Hukum dan Hak Asasi
Manusia RepublikIndonesia; f.
Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
g. Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementrian Sosial Republik Indonesia.
Biaya rehabilitasi medis bagi terdakwa yang sudah diputus oleh pengadilan dibebankanpada anggaran Kementrian Kesehatan. Sedangkan biaya rehabilitasi
sosial bagi dibebankan padaanggaran Kementrian Sosial.Pelaksanaan Peraturan Bersama ini, dievakuasi setiap 3 tiga Tahun secara periodik atauapabila
dipandang perlu dapat dilakukan kurang dari 3 tiga tahun oleh Tim Evakuasi yangterdiri atas ahli-ahli yang ditunjuk oleh masing-masing Instansi terkait.
Peraturan Bersama ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bersama ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Pelaksanaan Peraturan Bersama ini sendiri akan dilakukan secara bertahap. Sebagai tahap
awal, pilot project dilakukan di 16 kota dan kabupaten yakni Kota Batam, Kota Jakarta Timur, Kota Jakarta Selatan, Kabupaten Bogor, Kota Tangerang Selatan,
Kota Semarang, Kota Surabaya, Kota Makassar, Kabupaten Maros, Kota Samarinda, Kota Balikpapan, Kota Padang, Kabupaten Sleman, Kota Pontianak,
Kota Banjar Baru, dan Kota Mataram.
85
B. Peranan Lembaga Rehabilitasi Terhadap Pecandu dan Korban