Pengaruh Vitamin E Terhadap Fragilitas Osmotik Eritrosit Pada Mencit (Mus Musculus L.) Jantan Dewasa Yang Dipapari Tuak
PENGARUH VITAMIN E TERHADAP
FRAGILITAS OSMOTIK ERITROSIT PADA
MENCIT (Mus musculus L.) JANTAN DEWASA
YANG DIPAPARI TUAK
TESIS
Oleh
NORADINA
NIM. 087008014/BM
PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2010
(2)
PENGARUH VITAMIN E TERHADAP
FRAGILITAS OSMOTIK ERITROSIT PADA MENCIT
(Mus musculus, L.) JANTAN DEWASA YANG DIPAPARI TUAK
TESIS
Diajukan Sebagai Salah satu syarat untuk Memperoleh Gelar
Magister Biomed dalam Program Studi Ilmu Biomedik
Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
NORADINA
NIM. 087008014/BM
PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2010
(3)
(4)
Telah diuji pada
Tanggal 30 Desember 2010
___________________________________________________________
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua
: Prof.Dr.Drs.Dwi Suryanto,M.Sc
Anggota : 1.dr.Soegiarto Gani,SpPD,FINASIM
2.dr.Datten Bangun,SpFK,M.Sc
(5)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh pemberian vitamin E terhadap penurunan fragilitas osmotik dan krenasi eritorosit mencit (Mus musculus, L.) jantan dewasa yang dipapari tuak. Apakah pengaruh radikal bebas yang ditimbulkan pemberian tuak yang mengandung alkohol dapat ditangkal dengan pemberian vitamin E sebagai antioksidan.pada kondisi stress oksidatif,radikal bebas akan menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid membran sel dan merusak organisasi membran sel. Penelitian ini menggunakan mencit jantan dewasa (Mus musculus, L.) sebanyak 30 ekor yang dibagi dalam 6 kelompok perlakuan.Kelompok pertama sebagai kontrol negatif yang diberi dengan air aquades 0,5cc selama 30 hari,kelompok kedua diberi tuak yang yang terdapat kandungan alkohol 20% sebanyak 0,5 ml/hari/ekor secara oral 15 hari pertama dan dilanjutkan dengan pemberian aquades 0,5 ml/hari/ekor/oral 15 hari berikutnya, kelompok ketiga diberi tuak yang terdapat kandungan alkohol 20% sebanyak 0,5 ml/hari/ekor secara oral selama 30 hari,kelompok 4 diberi tuak yang terdapat kandungan alkohol 20% sebanyak 0,5 ml/hari/ekor secara oral selama 15 hari kemudian 15 hari berikutnya dilanjutkan dengan pemberian vitamin E 0,25mg/gBB/h,kelompok 5 diberi tuak yang terdapat kandungan alkohol 20% sebanyak 0,5 ml/hari/ekor secara oral selama 15 hari kemudian 15 hari berikutnya tetap diberi tuak yang terdapat kandungan alkohol 20% sebanyak 0,5 ml/hari/ekor secara oral yang diselingi waktu 1 jam dengan pemberian vitamin E 0,25mg/gBB/h,dan kelompok ke 6 diberi tuak yang terdapat kandungan alkohol 20% sebanyak 0,5 ml/hari/ekor secara oral yang di selingi dengan waktu 1 jam dilanjutkan dengan pemberian vitamin E 0,25mg/gBB/oral selama 30 hari.Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari komite etik penelitian USU.Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna terhadap peningkatan fragilitas osmotic eritrosit setelah diberi tuak.(p≤0,05).Pemberian vitamin E pada mencit 0,25mg/gBB/h ternyata mempengaruhi penurunan fragilitas osmotic eritrosit.Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan penembahan dosis vitamin E.
(6)
ii
ABSTRACT
The aim study to investigate the of vitamin E to reduce osmotic erythrocyte fragility of mice (Mus musculus, L.) which are induced by tuak water.Is there any effect on free radical after giving of tuak water treatment Is it possible vitamin E to reject ones throughout antioxidant.In oxidative stress condition,more oxygen radicals are produced,exceeding the celluler antioxidant defence system,lipid peroxidation accured.Adult mice (n=6/group) are divided in to six groups. The first group as negative control which is given 0,5cc of aquadest water for 30 days,The second group as which is given 0,5 of tuak water in concentrate alcohol 20% ml/day/mice for 15 days,then the next 15 days which the mice is given 0,5cc of aquadest water,The third group is given 0,5 of tuak water in concentrate alcohol 20% ml/day/mice for 30 days,The fourth group is given 0,5 of tuak water in concentrate alcohol 20% ml/day/mice for 15 days,then the next 15 day,the mice is given orally 0,25mg/gBW of vitamin E,The fifth group given 0,5 of tuak water in concentrate alcohol 20% ml/day/mice for 15 days, then the next 15 day,the mice is together 0,5 of tuak water in concentrate alcohol 20% ml/day/mice with given orally 0,25mg/gBW of vitamin E,but the given interval one sixtin menute and The six group group given 0,5 of tuak water in concentrate alcohol 20% ml/day/mice together with given orally 0,25mg/gBW of vitamin E,but the given interval one sixtin menute for 30 days.All the experimental procedures and animal ethics maintenance confirm to the strict guidelines of institutional animal ethics committee.Result showed that there were significant changes increase osmotic erythrocyte fragility (p≤0,05) after the given of tuak water. given orally 0,25mg/gBW of vitamin E, to effect decrease osmotic erythrocyte fragility. Futher investigations using higer.
(7)
KATA PENGANTAR
Pertama-tama marilah kita ucapkan Puji dan Syukur Kehadirat Allah Yang
Maha Kuasa, karena berkat dan rahmatNya, maka saya dapat menyusun tesis ini.
Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan dalam memperoleh Gelar
Magister pada Program Magister Studi Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara Medan. Adapun judul dari penelitian ini adalah Pengaruh
Pemberian Vitamin E Terhadap Fragilitas Osmotik Eritrosit Mencit (mus musculus,
L.) yang dipapari Tuak.
Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya
penulis ucapkan kepada Bapak /Ibu : Prof. Dr. Drs. Dwi Suryanto, M.Sc yang telah
bersedia menjadi Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan
masukan-masukan dan penuh perhatian dalam penulisan tesis ini. Dr.Soegiarto Gani,
SpPD, FINASIM, yang telah bersedia menjadi Anggota Komisi Pembimbing yang
selalu tabah dan sabar dalam membimbing dan memberikan masukan-masukan demi
kesempurnaan dalam penulisan tesis ini. Prof. Dr. Drs. Syafruddin Ilyas, M.Biomed
yang telah bersedia menjadi Komisi Pembanding untuk memberikan
masukan-masukan pada seminar tesis demi kesempurnaan penulisan tesis ini. dr. Datten
Bangun, SpFK, M.Sc, yang telah bersedia menjadi Komisi Pembanding pada seminar
tesis demi kesempurnaan penulisan tesis ini. Prof. dr. Gontar A. Siregar, SpPD,
KGEH selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah
(8)
iv
Program Studi Magister Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara Medan yang turut memberikan masukan dalam penulisan tesis ini. Pimpinan
dan staf laboratorium Biokimia/Kimia Bahan Makanan (KBM) Universitas Sumatera
Utara Medan yang menyediakan tempat untuk penggunaan laboratorium dan bantuan
tenaga laboran dalam membantu saya pada penelitian ini. Pimpinan dan staf
Laboratorium Biologi FMIPA Universitas Sumatera Utara Medan yang menyediakan
tempat dalam penelitian tesis ini.
Terima kasih penulis kepada Ketua Yayasan Imelda Medan dan seluruh
jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti
pendidikan Program Studi Magister Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran USU Medan.
Direktris Akper Imelda Medan dan seluruh rekan-rekan kerja di Akper Imelda Medan
yang dengan penuh perhatian dan kasih memberikan dukungan dan semangat pada
penulis selama mengikuti pendidikan. Terima kasih yang tulus penulis ucapkan
kepada Suami tercinta John Refelino, SE, Ak yang selalu memberikan dukungan
moril dan materil sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan pada Program
Studi Magister Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Medan. Rasa sayang penulis kepada Orang tua,mertua tercinta, abang, kakak dan
adik-adik yang selalu mendoakan penulis agar sukses dalam segala rencana terutama
selama masa pendidikan ini.
Terima kasih juga buat seluruh teman-teman seperjuangan mahasiswa/i
Biomedik Angkatan 2008 yang selalu bersedia berdiskusi demi kesempurnaan
(9)
Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan mendapat penambahan
ilmu serta memunculkan ide-ide untuk penelitian baru.
Medan, Desember 2010
(10)
vi
RIWAYAT HIDUP
Nama : Noradina
Tempat/tanggal lahir : Kisaran, 17 September 1974
Agama : Protestan
Status : Menikah
Alamat : Jl Pelita I No.36 Medan
Telp/Hp : 08126301468
Pendidikan :
SD Negeri No. 004 Bengkalis Riau : 1981-1987
SMP Swasta Khatolik Budi Murni Medan : 1987-1990
SMA Negeri 8 Medan : 1990-1993
Akademi Keperawatan Darmo Medan : 1993-1996
Akta Mengajar FKIP IKIP Medan : 1998-1999
S-1 +Ners Keperawatan USU Medan : 2002-2005
Program Magister Studi Ilmu Biomedik FK-USU Medan : 2008-2011
Riwayat Pekerjaan :
Staf Perawat RS.Persahabatan Jakarta : 1997
Asisten Dosen di Akademi Keperawatan Darmo Medan : 1998-1999
Staf Perawat RS.Hisarma Medan : 1999-2002
Staf Pengajar Akper Imelda Medan : 2002-2006
Pembantu Direktur I di Akademi Keperawatan ImeldaMedan : 2006-2010
(11)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ………. i
ABSTRACT ……… ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I. PENDAHULUAN ………. 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 6
1.3. Kerangka Teori ... 6
1.4.Tujuan Penelitian ... 7
1.5. Hipotesis ... 7
1.6. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1.Tuak 2.2. Alkohol (Etanol) ... 9
2.2.1 Definisi……….. 9
2.2.2.Panggunaan ... 10
2.2.3 Farmakokinetika Etanol ... 11
2.2.4 Pengaruh Alkohol Terhadap Sistim Darah ... 15
2.3 Fisiologi Darah... 16
2.3.1 Eritrosit darah ... 17
2.3.2 Hemolisis ... 19
2.3.3 Fragilitas osmotik Eritrosit... 19
2.4 Vitamin E ... 20
2.41 Sifat Kimia Vitamin E ... 20
2.42 Fungsi Fisiologik dan Farmakokinetik ... 21
2.4.3 Efek Kimia Vitamin E ... 23
2.4.4 Efek Vitamin E terhadap Fragilitas Osmotik Eritrosit .. 25
BAB III METODE PENELITIAN ... 26
3.1 Tempat dan Waktu ... 26
3.2 Rancangan Penelitian ... 27
3.3 Bahan dan Alat Penelitian ... 27
(12)
viii
3.3.3 Air Tuak atau nira aren ... 27
3.4 Variabel Penelitian ... 28
3.5 Pelaksanaan Penelitian dan Pengamatan ... 28
3.5.1 Pelaksanaan Penelitian... 28
3.5.2 Etika Penggunaan ... 28
3.5.3 Pemberian perlakuan ... 29
3.5.4 ProsedurPemeriksaandanPengamatan... 31
3.6 Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 33
3.7 Jadwal Penelitian ... 33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35
4.1 Hasil Penelitian ... 35
4.1.1 Hemolisis Karena Fragilitas ……….. 35
4.1.2 Hemolisis Karena Krenasi... 36
4.2 Pembahasan ... . 38
4.2.1 Hemolisis Karena Fragilitas………... 39
4.2.2 Hemolisis Karena Krenasi………. 40
. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 43
5.1. Kesimpulan ... 43
5.2. Saran ... 43
DAFTAR PUSTAKA ... 44
(13)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1 Komposisi Nira dari berbagai tanaman palmae ... 48
2 Desain perlakuan ... 30
3 Penghitungan konversi dosis antara hewan... 53
4 Jadual penelitian ... 34
5 Rata-rata hasil analisis Hemolisis karena Fragilitas ... 54
(14)
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1 Kerangka konsep ... 5
2 Grafik histogram analisis data Hemolisis darah karena
Fragilitas mencit... 36
3 Grafik histogram mencit analisis data Hemolisis darah
(15)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Penentuan kadar alkohol nira aren ... ... 46
2. Konversi perhitungan dosis antara jenis hewan... 53
3 Output analisis data Hemolisis darah karena Fragilitas
mencit. Menggunakan software SPSS 13... 54
4 Output analisis data Hemolisis darah karena Krenasi
menggunakan software SPSS 13 ... 62
5 Rekomendasi persetujuan etik penelitian kesehatan ... 68
(16)
i
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh pemberian vitamin E terhadap penurunan fragilitas osmotik dan krenasi eritorosit mencit (Mus musculus, L.) jantan dewasa yang dipapari tuak. Apakah pengaruh radikal bebas yang ditimbulkan pemberian tuak yang mengandung alkohol dapat ditangkal dengan pemberian vitamin E sebagai antioksidan.pada kondisi stress oksidatif,radikal bebas akan menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid membran sel dan merusak organisasi membran sel. Penelitian ini menggunakan mencit jantan dewasa (Mus musculus, L.) sebanyak 30 ekor yang dibagi dalam 6 kelompok perlakuan.Kelompok pertama sebagai kontrol negatif yang diberi dengan air aquades 0,5cc selama 30 hari,kelompok kedua diberi tuak yang yang terdapat kandungan alkohol 20% sebanyak 0,5 ml/hari/ekor secara oral 15 hari pertama dan dilanjutkan dengan pemberian aquades 0,5 ml/hari/ekor/oral 15 hari berikutnya, kelompok ketiga diberi tuak yang terdapat kandungan alkohol 20% sebanyak 0,5 ml/hari/ekor secara oral selama 30 hari,kelompok 4 diberi tuak yang terdapat kandungan alkohol 20% sebanyak 0,5 ml/hari/ekor secara oral selama 15 hari kemudian 15 hari berikutnya dilanjutkan dengan pemberian vitamin E 0,25mg/gBB/h,kelompok 5 diberi tuak yang terdapat kandungan alkohol 20% sebanyak 0,5 ml/hari/ekor secara oral selama 15 hari kemudian 15 hari berikutnya tetap diberi tuak yang terdapat kandungan alkohol 20% sebanyak 0,5 ml/hari/ekor secara oral yang diselingi waktu 1 jam dengan pemberian vitamin E 0,25mg/gBB/h,dan kelompok ke 6 diberi tuak yang terdapat kandungan alkohol 20% sebanyak 0,5 ml/hari/ekor secara oral yang di selingi dengan waktu 1 jam dilanjutkan dengan pemberian vitamin E 0,25mg/gBB/oral selama 30 hari.Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari komite etik penelitian USU.Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna terhadap peningkatan fragilitas osmotic eritrosit setelah diberi tuak.(p≤0,05).Pemberian vitamin E pada mencit 0,25mg/gBB/h ternyata mempengaruhi penurunan fragilitas osmotic eritrosit.Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan penembahan dosis vitamin E.
(17)
ABSTRACT
The aim study to investigate the of vitamin E to reduce osmotic erythrocyte fragility of mice (Mus musculus, L.) which are induced by tuak water.Is there any effect on free radical after giving of tuak water treatment Is it possible vitamin E to reject ones throughout antioxidant.In oxidative stress condition,more oxygen radicals are produced,exceeding the celluler antioxidant defence system,lipid peroxidation accured.Adult mice (n=6/group) are divided in to six groups. The first group as negative control which is given 0,5cc of aquadest water for 30 days,The second group as which is given 0,5 of tuak water in concentrate alcohol 20% ml/day/mice for 15 days,then the next 15 days which the mice is given 0,5cc of aquadest water,The third group is given 0,5 of tuak water in concentrate alcohol 20% ml/day/mice for 30 days,The fourth group is given 0,5 of tuak water in concentrate alcohol 20% ml/day/mice for 15 days,then the next 15 day,the mice is given orally 0,25mg/gBW of vitamin E,The fifth group given 0,5 of tuak water in concentrate alcohol 20% ml/day/mice for 15 days, then the next 15 day,the mice is together 0,5 of tuak water in concentrate alcohol 20% ml/day/mice with given orally 0,25mg/gBW of vitamin E,but the given interval one sixtin menute and The six group group given 0,5 of tuak water in concentrate alcohol 20% ml/day/mice together with given orally 0,25mg/gBW of vitamin E,but the given interval one sixtin menute for 30 days.All the experimental procedures and animal ethics maintenance confirm to the strict guidelines of institutional animal ethics committee.Result showed that there were significant changes increase osmotic erythrocyte fragility (p≤0,05) after the given of tuak water. given orally 0,25mg/gBW of vitamin E, to effect decrease osmotic erythrocyte fragility. Futher investigations using higer.
(18)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tuak merupakan hasil sadapan yang diambil dari mayang enau atau aren
(Arenga pinnata) sejenis minuman yang merupakan hasil fermentasi dari bahan
minuman/buah yang mengandung gula. Tuak telah dikenal di Indonesia sejak zaman
dahulu dan mengandung alkohol (etil alkohol), sehingga jika diminum terlalu banyak
dapat menyebabkan mabuk (Ikegami,1992).
Menurut Lailanita( 2002 ). minuman beralkohol dapat menyebabkan fragilitas
eritrosit tikus mengingat bahwa alkohol mempunyai sifat melarutkan lemak
sedangkan membran eritrosit sebagian besar tersusun atas lemak. Telah diketahui
bahwa eritrosit memiliki membran yang terdiri dari lemak lapis ganda (lipid bilayer’)
Gangguan hematologis yang terlihat pada peminum kronis berupa anemia ringan
yang diakibatkan oleh defisiensi asam folat terkait alkohol.
Penggunaan alkohol juga menyebabkan trombositopenia yang reversibel.
Jumlah platelet di bawah 20.000 jarang terjadi (Fleming et al., 2007). Alkohol juga
terlibat sebagai penyebab dari beberapa sindroma hemolitik, beberapa di antaranya
berkaitan dengan hiperlipidemia dan penyakit hati yang parah (Masters,
2002).Anemia kekurangan zat besi mungkin disebabkan oleh perdarahan
(19)
gastrointestinal (Masters, 2002). Anemia mikrositik dapat terjadi karena kehilangan
darah secara kronis dan defisiensi besi.
Fragilitas eritrosit merupakan reaksi membran eritrosit untuk melawan
tekanan osmosis media di sekelilingnya, untuk mengetahui berapa besar fragilitas
atau daya tegang dinding eritrosit dapat diketahui dengan menaruh eritrosit dalam
berbagai larutan (biasanya NaCl) dengan tekanan osmosis yang beragam. Konsentrasi
larutan dengan tekanan osmosis tertentu akan memecah eritrosit, inilah yang
menunjukkan fragilitas eritrosit tersebut. Darah mengandung berjuta-juta eritrosit
yang umurnya tidak sama. ( Senturk et al,2005)
Bila membran tidak kuat lagi menahan tekanan yang ada di dalam sel eritrosit
itu sendiri, maka sel akan pecah, akibatnya hemoglobin akan bebas ke dalam medium
sekelilingnya. Sebaliknya bila eritrosit berada pada medium yang hipertonis, maka
cairan eritrosit akan keluar menuju ke medium luar eritrosit (plasma), akibatnya
eritrosit akan keriput (krenasi). Keriput ini dapat dikembalikan dengan cara
menambahkan cairan isotonis ke dalam medium luar eritrosit ( Senturk et al,2005)
Hemolisis adalah pecahnya membran eritrosit, sehingga hemoglobin bebas ke
dalam medium sekelilingnya (plasma). Kerusakan membran eritrosit dapat
disebabkan oleh antara lain penambahan larutan hipotonis, hipertonis dalam darah,
penurunan tekanan permukaan membran eritrosit, zat/unsur kimia tertentu,
pemanasan dan pendinginan, rapuh karena ketuaan dalam sirkulasi darah dan
(20)
larutan NaCl hipotonis) medium tersebut (plasma dan larutan NaCl) akan masuk ke
dalam eritrosit melalui membran yang bersifat semipermiabel dan menyebabkan sel
eritrosit menggembung (Masters, 2002).
Radikal bebas adalah hasil oksidasi molekul di dalam tubuh. Sebenarnya, jika
diproduksi dalam jumlah yang sesuai, radikal bebas dibutuhkan bagi kesehatan dan
fungsi tubuh, yaitu untuk memerangi peradangan, membunuh bakteri merugikan serta
mengendalikan tonus otot polos pembuluh arah dan organ lain dalam tubuh. Tapi bila
diproduksi melebihi batas, radikal bebas dapat menyerang sel-sel tubuh.
Radikal bebas dapat mengganggu integritas sel dan dapat bereaksi dengan
komponen-komponen sel, baik komponen struktural (molekul-molekul penyusun
membran) maupun komponen fungsional (protein, enzim-enzim, DNA) dengan
merusak sel pada komponen protein, DNA dan membran sel (polyunsaturated fatty
acids), sehingga membran selnya rusak dan menyebabkan gangguan pada integritas
sel (Suhartono et al. 2007). Serangan radikal bebas juga mengakibatkan kerusakan sel
secara langsung, gangguan membran, metabolisme dan fungsi gen (Oski 1980 dan
Harman 1984, diacu dalam Hariyatmi 2004).
Aktivitas zat radikal bebas dalam tubuh bisa dicegah oleh zat antioksidan,
yang berfungsi menghentikan aktivitas radikal bebas dan melindungi sel yang sehat
dari kerusakan. Vitamin E merupakan suatu zat penyapu radikal bebas lipofilik dan
antioksidan paling banyak di alam. Vitamin E berada di dalam lapisan fosfolipid
membran sel dan berfungsi melindungi asam lemak jenuh ganda dan komponen
(21)
lipid dengan cara menyumbangkan satu atom hidrogen dari gugus OH pada cincinnya
ke radikal bebas, sehingga terbentuk radikal vitamin E yang stabil dan tidak merusak.
Vitamin E berfungsi sebagai pelindung terhadap peroksidasi lipid di dalam membran
(Suhartono et al. 2007).
Selain peningkatan radikal bebas, gejala kekurangan vitamin E dalam darah
yang sangat rendah, juga dapat menyebabkan rusaknya sel darah merah seperti sel
darah yang membelah. Proses pembelahan sel darah merah ini disebut hemolisis
eritrosit. Kondisi ini menyebabkan gangguan pada sistem syaraf dan otot. Gejala yang
dirasakan seperti kesulitan berjalan dan nyeri yang menetap pada otot betis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur eritrosit sangat berpengaruh
terhadap daya fragilitasnya. Dalam uji fragilitas darah di laboratorium mulai
terjadinya hemolisis awal (initial hemolysis) ditentukan sebagai titik awal fragilitas
eritrosit, sedangkan apabila semua sel eritrosit mengalami lisis (total hemolysis)
ditentukan sebagai fragilitas total, ketahanan eritrosit untuk lisis dapat diukur dengan
meningkatkan konsentrasi larutan NaCl atau yang dinamakan dengan uji fragilitas.
Ketahanan sel darah merah untuk lisis ini dipengaruhi oleh volume dari sel darah
merah (Evans ,2000)
Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui pengaruh pemberian vitamin E terhadap fragilitas osmotik eritrosit
(22)
1,2. Rumusan Masalah
Apakah pemberian vitamin E dapat menurunkan fragilitas osmotik eritrosit
mencit Mus musculus L.) jantan yang di papari tuak (alkohol)
1.3 Kerangka Teori
Pemberian tuak dengan dosis alkohol 5% secara terus menerus dapat
menaikkan fragilitas osmotik eritrosit. Eritrosit mudah terpengaruh oleh efek oksidasi
dari obat-obatan dan proses metabolismenya yang akan mengurangi fungsi dan masa
hidup sel. Vitamin E berfungsi sebagai antioksidan oksigen yang dapat menurunkan
radikal bebas terhadap fragilitas osmotik eritrosit.
Paparan Tuak ( Alkohol )
Radikal Bebas Ê Radikal Bebas Ë
Aktifitas Anti oksidan Vit.E
Stres oksidatif Ê Stres oksidatif Ë
Peroksidasi lipid Perosidasi lipid (-)
Fragilitas osmotik
eritrosit Ê Fragilitas osmotik
eritrosit Ë
Hemolisis eritrosit Hemolisis eritrosit Ë
(23)
1.4. Tujuan Penelitian 1.4. 1. Tujuan Umum
Untuk membuktikan bahwa vitamin E dapat menurunkan Fragiilitas
osmotik eritrosit mencit yang dipapari Tuak.
1.4.2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui kemampuan vitamin E dalam menurunkan fragiilitas osmotik
eritrosit , hemolisis dan krenasi (keriput ) mencit yang dipapari tuak.
b. Untuk mengetahui besarnya dosis vitamin E dapat menurunkan fragiilitas
osmotik eritrosit, hemolisis dan krenasi (keriput ) eritrosit mencit yang dipapari
tuak.
1.5. Hipotesis
a. Terdapat pengaruh pemberian vitamin E terhadap penurunan fragilitas osmotik
eritrosit mencit yang dipapari tuak.
b. Terdapat pengaruh pemberian vitamin E terhadap penurunan hemolisis eritrosit
mencit yang dipapari tuak.
1.6. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi ilmiah bagi ilmu
kedokteran untuk mencegah tejadinya hemolisis yang disebabkan oleh penambahan
(24)
7
eritrosit, zat/unsur kimia tertentu, pemanasan dan pendinginan, rapuh karena ketuaan
dalam sirkulasi darah terutama karena radikal bebas. Kemudian diharapkan penelitian
dapat memberikan masukan bagi peneliti selanjutnya yang berhubungan dengan
(25)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tuak
Tuak merupakan sejenis minuman yang berasal dari fermentasi nira aren dan telah menjadi minuman tradisi muda-mudi di Sumatera Utara khususnya penduduk yang
bersal dari daerah Batak Toba dan Simalungun. Di daerah lain, yang merupakan
penghasil nira aeran yang cukup banyak, masih terdapat minuman tuak yang
penjualannya diwarung-warung seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Tuak dibuat secara konvensional, sehingga tidak diketahui kadar alkohol dan
jumlah sel ragi Saccharomyces tuac di dalam tuak tersebut. Tuak yang merupakan
minuman beralkohol yang tidak jauh berbeda dengan miras (minuman keras) lainnya.
Air Tuak yang diminum secara terus menerus atau berkelanjutan akan mengganggu
kesehatan peminumnya. Nira Aren yang merupakan bahan dasar pembuatan tuak
mengandung alkohol dengan kadar 4 % (Sunanto, 1993). Menurut KepMenkes
No.151/A/SK/V/81 bahwa minuman atau obat tradisional yang tergolong dalam
miras (minuman keras) yang mengandung alkohol > 1% (Karsono dkk, 1994).
Pada penentuan kadar kandungan alkohol dalam tuak maka telah dilakukan
preliminari di Laboratorium FMIPA USU (unpublished data) dan sampel yang
digunakan nira aren asli, nira ditambah raru (Rapistrum rugosum L) ,tuak asli,dan
tuak yang dipasarkan. Dalam hal ini Peneliti menggunakan tuak yang dipasarkan
(26)
2.2. Alkohol (Etanol) 2.2.1. Defenisi
Alkohol adalah senyawa-senyawa dimana satu atau lebih atom hidrogen dalam
sebuah alkana digantikan oleh sebuah gugus -OH.Alkohol yang diperdagangkan
terdiri dari metanol, etanol dan butanol. Metanol atau metil alkohol diperoleh dari
hasil penyulingan serbuk gergaji kayu dan dalam proses pembuatan metanol
dihasilkan juga arang, asam asetat, dan aseton. Etanol atau etil alkohol dibuat dengan
cara fermentasi gula pada bahan pati dengan menggunakan mikroba. Etanol
mempunyai sifat tidak berwarna, mudah menguap dan dapat larut dengan air. Butanol
atau butil alkohol bersifat tidak berwarna, tetapi larut dengan baik pada eter.
Alkohol terutama dalam bentuk etanol telah mengambil tempat penting dalam
sejarah umat manusia paling sedikit selama 8000 tahun. Saat ini, alkohol dikonsumsi
secara luas. Sama seperti obat-obat sedatif-hipnotik lainnya, alkohol dalam jumlah
rendah sampai sedang bisa menghilangkan kecemasan dan membantu menimbulkan
rasa tenang atau bahkan euphoria. Akan tetapi, alkohol juga dikenal sebagai obat
yang paling banyak disalahgunakan di dunia, suatu alasan yang tepat atas kerugian
besar yang mesti ditanggung masyarakat dan dunia medis (Masters, 2002).
Kandungan alkohol minuman berkisar dari 4- 6 % (volume/volume) untuk bir,
10-15% untuk anggur, dan 40% dan lebih tinggi untuk spirit hasil distilasi. Proof
(kekuatan alkohol) minuman mengandung alkohol dua kali persen alkoholnya
(27)
DiAmerika Serikat, kira-kira 75% dari populasi dewasanya mengkonsumsi
minuman beralkohol secara teratur. Mayoritas dari populasi peminum ini bisa
menikmati efek memuaskan yang diberikan alkohol tanpa menjadikannya sebagai
risiko terhadap kesehatan. Bahkan fakta terbaru menunjukkan bahwa konsumsi etanol
secukupnya bisa melindungi beberapa orang terhadap penyakit kardiovaskular. Akan
tetapi, sekitar 10% dari populasi umum di Amerika Serikat tidak mampu membatasi
konsumsi etanol mereka, suatu kondisi yang dikenal sebagai penyalahgunaan alkohol.
Individu-individu yang terus meminum alkohol tanpa mempedulikan adanya
konsekuensi yang merugikan secara medis dan sosial yang berkaitan langsung dengan
konsumsi alkohol mereka tersebut akan menderita alkoholisme, suatu gangguan
kompleks yang nampaknya ditentukan oleh faktor genetis dan lingkungan (Masters,
2002).
Alkoholisme sulit untuk menentukan jumlah alkohol yang dikonsumsi tetapi
dapat diketahui jika kebiasaan tersebut dalam beberapa cara memengaruhi kehidupan
seseorang secara bertolak belakang. Alkoholisme menyebabkan gangguan fungsi
sosial dan pekerjaan, meningkatkan toleransi terhadap efek alkohol, dan
ketergantungan fisiologik (Chandrasoma dan Taylor, 2005).
2.2.2. Penggunaan
Alkohol juga dapat digunakan sebagai pengawet untuk hewan koleksi (yang
(28)
metanol dapat dibuat untuk membakar lebih bersih dibanding gasoline atau diesel.
Alkohol dapat digunakan sebagai antifreeze pada radiator. Untuk menambah
penampilan mesin pembakaran dalam, metanol dapat disuntikkan dalam mesin
Turbocharger dan Supercharger. Ini akan mendinginkan masuknya udara dalam pipa
masuk, menyediakan masuknya udara yang lebih padat.Dalam peristilahan umum,
"alkohol" biasanya adalah etanol atau grain alcohol.
Etanol dapat dibuat dari fermentasi buah atau gandum dengan ragi. Etanol
sangat umum digunakan, dan telah dibuat oleh manusia selama ribuan tahun. Etanol
adalah salah satu obat rekreasi (obat yang digunakan untuk bersenang-senang) yang
paling tua dan paling banyak digunakan di dunia. Dengan meminum alkohol cukup
banyak, orang bisa mabuk. Semua alkohol bersifat toksik (beracun), tetapi etanol
tidak terlalu beracun karena tubuh dapat menguraikannya dengan cepat.
2.2.3. Farmakokinetika etanol
Alkohol dapat meningkatkan depresi terhadap sistem saraf pusat. Alkohol
diserap oleh tubuh melalui berbagai cara, termasuk tuha melalui pernapasan.
Penyerapan terjadi setelah alkohol masuk ke dalam usus halus.Alkohol
didistribusikan ke jaringan tubuh dan dimetabolisasi menjadi asetaldehida, asam
(29)
paru-paru dan otot. Metabolisme tersebut kira-kira 8 gram tiap jam. Alkohol yang
tidak dimetabolisasi diekskresi melalui urin dan paru-paru.
Setelah pemberian oral, etanol diabsorpsi dengan cepat dari lambung dan usus
halus ke dalam aliran darah dan terdistribusi ke dalam cairan tubuh total (Fleming et
al. 2007). Tingkat absorpsi paling tinggi pada saat lambung kosong. Adanya lemak
di dalam lambung menurunkan tingkat absorpsi alkohol (Chandrasoma dan Taylor,
2005). Setelah minum alkohol dalam keadaan puasa, kadar puncak alkohol dalam
darah dicapai dalam waktu 30 menit. Distribusinya berjalan cepat, dengan kadar obat
dalam jaringan mendekati kadar di dalam darah. Volume distribusi dari ethanol
mendekati volume cairan tubuh total (0,5-0,7 l/kg) (Masters, 2002). Alkohol
didistribusikan di dalam tubuh (terutama dalam jaringan adiposa), menyebabkan efek
dilusi. Hal ini berkaitan dengan berat badan dan menerangkan mengapa orang obese
memiliki kadar alkohol yang lebih rendah daripada orang yang kurus untuk jumlah
alkohol yang sama (Chandrasoma dan Taylor, 2005)
Pada dosis oral ekuivalen dari alkohol, kaum wanita mempunyai konsentrasi
puncak lebih tinggi dibandingkan kaum pria, sebagian disebabkan karena wanita
mempunyai kandungan cairan tubuh total lebih rendah. Di dalam sistem saraf pusat,
konsentrasi ethanol meningkat dengan cepat karena otak menampung sebagian besar
aliran darah dan ethanol melewati membran biologi dengan cepat (Masters, 2002).
Lebih dari 90% alkohol yang digunakan dioksidasi di dalam hati, sebagian
(30)
alkohol di dalam urine dan udara yang dihembuskan biasanya sedikit, tetapi
berjumlah konstan yang berkorelasi dengan BAC(blood alcohol concentration).Hal
ini merupakan prinsip yang mendasari penggunaan pemeriksaan urin dan nafas pada
forensik di samping uji darah (Chandrasoma dan Taylor, 2005).
Proporsi alkohol yang konsisten lewat paru-paru juga dimanfaatkan untuk uji
alkohol lewat pernafasan (breath alcohol test) yang berfungsi sebagai dasar bagi
definisi legal dari “mengemudi di bawah pengaruh” (driving under influence) di
banyak negara. Orang dewasa tipikal dapat memetabolisme 7-10 g (150-220 mmol)
alkohol per jam, yang ekuivalen dengan kira-kira 10 oz bir, 3,5 oz anggur, atau 1 oz
minuman keras yang disuling dengan kadar murni 80 (Masters, 2002). Jalur utama
metabolisme alkohol menjadi asetal dehida telah diketahui, yakni sebagai berikut :
a. Alur Alcohol Dehydrogenase
Jalur utama bagi metabolisme alkohol meliputi alcohol dehydrogenase
(ADH), yaitu enzim sitosol yang mengatalisasi perubahan alkohol menjadi asetal
dehida Enzim ini terdapat terutama di dalam hati, tetapi juga ditemukan di dalam
organ-organ lain, misalnya otak dan perut (Masters, 2002).
Selama perubahan etanol menjadi asetal dehida, ion hydrogen ditransfer dari
alkohol pada nicotinamide adenine dinucleotide (NAD+) untuk membentuk NADH.
Sebagai hasil akhir, oksidasi alkohol menyebabkan penurunan ekuivalen yang
(31)
inilah nampaknya yang mendasari sejumlah gangguan metabolisme yang menyertai
alkoholisme kronis (Masters, 2002).
b. Sistem Oksidasi Etanol di Mikrosom (MEOS)
Sistem enzim ini, yang juga dikenal sebagai sistem oksidasi campuran,
menggunakan NADPH sebagai kofaktor dalam metabolisme etanol. Pada konsentrasi
dalam darah di bawah 100 mg/dL (22 mmol/L), sistem MEOS, yang memiliki Km
relatif tinggi untuk alkohol, memberikan sedikit pengaruh terhadap metabolisme
etanol. Akan tetapi, bila ethanol dalam jumlah besar dikonsumsi, sistem alcohol
dehydrogenase menjadi jenuh karena pengosongan jumlah kofaktor yang dibutuhkan
NAD+.. Bila konsentrasi etanol meningkat di atas 100 mg/dL, akan terjadi
peningkatan peran dari sistem MEOS, yang mana tidak mengandalkan NAD+ sebagai
kofaktor (Masters, 2002). Selama konsumsi alkohol secara kronis, aktivitas MEOS
meningkat. Induksi enzim ini dikaitkan dengan meningkatnya berbagai macam unsur
pokok retikulum endoplasma yang halus di dalam hati. Sebagai akibatnya, konsumsi
alkohol yang terus-menerus akan menyebabkan peningkatan yang berarti tidak hanya
dalam metabolisme etanol tetapi juga dalam klirens obat-obat lain yang dieliminasi
oleh sistem enzim mikrosomal hepatis (Masters, 2002).
c. Metabolisme Asetal dehida
Sebagian besar asetal dehida yang dibentuk dari alkohol tampaknya akan
dioksidasi di dalam hati. Sementara itu, beberapa sistem enzim mungkin bertanggung
(32)
nampaknya menjadi jalur utama bagi oksidasi acetaldehyde. Produk dari reaksi ini
adalah asetat yang mana selanjutnya mengalami metabolisme menjadi CO2 dan air.
Konsumsi alkohol kronis akan menurunkan kecepatan penurunan oksidasi asetal
dehidadalam mitikondria yang utuh (Masters, 2002).
2.2.4. Pengaruh alkohol terhadap darah
Pecandu alkohol kronis peka terhadap hilangnya protein dan plasma darah selama meminum alkohol, yang mungkin memberikan kontribusi terjadinya anemia
dan malnutrisi protein. Alkohol juga secara reversibel dapat merusak usus kecil,
menyebabkan diare, menurunkan berat badan dan defisiensi berbagai macam vitamin
(Masters, 2002).
Penggunaan alkohol dapat menyebabkan trombositopenia yang reversibel.
Jumlah platelet di bawah 20.000 jarang terjadi (Fleming et al., 2007). Alkohol juga
terlibat sebagai penyebab dari beberapa gangguan hematologis yang terlihat pada
peminum kronis berupa anemia ringan yang diakibatkan oleh defisiensi asam folat
terkait alkohol . Anemia kekurangan zat besi mungkin disebabkan oleh perdarahan
gastrointestinal (Masters, 2002). Anemia mikrositik dapat terjadi karena kehilangan
(33)
2.3. Fisiologi Darah
Darah merupakan cairan tubuh pada suatu jaringan yang beredar dalam sistem
pembuluh darah. Darah ikut serta dalam setiap fungsi utama dari badan,dalam setiap
organ dan dalam setiap jaringan Selanjutnya dijelaskan bahwa fungsi utama darah
adalah mengangkut zat-zat makanan dan oksigen ke segala macam bagian tubuh,
sebagai sarana dimana sisa hasil metabolisme tubuh diangkut dan dibuang,
mengangkut hormon-hormon dari kelenjar endokrin dan bahan-bahan entermedier
dari satu tempat ke tempat lain, fungsi darah yang lain adalah untuk menyeimbangkan
asam basa, menyeimbangkan tekanan osmotik, mendistribusi elektrolit dan panas
tubuh, berperan dalam sistem koagulasi darah dan mengandung antibodi untuk
pertahanan tubuh terhadap penyakit.
Sel darah merah seperti sel lain mampu mengkerut dalam larutan yang
mempunyai tekanan osmotik yang lebih tinggi dari tekanan osmotik plasma. Pada
larutan yang tekanan osmotiknya yang lebih rendah sel darah akan
membengkak.,menjadi cembung dan akan menghilang hemoglobinya. Hemolisisyang
larut dalam hemolisis plasma. Hemoglobin eritrosit yang hemolisis yang larut
dalamplasma, memberi warna merah pada plasma. Bila kerapuhan osmotiknya
normal, sel darah mulai hemolisis bila dimasukkan dalam larutan NaCl 0,48%, dan
pada larutanNaCl 0,33 % hemolisis adalah sempurna. Pada sverositosis herediter
sel-sel adalah sverositik dalam p;lasma nomal dan lebih banyak terjadi hemolisis dari
(34)
Berat darah kira-kira 5-10% dari berat hewan tergantung dari spesies hewan
tergantung pada gizinya. Darah terdiri dari beberapa komponen, yaitu plasma darah
atau serum dan komponen padat yang terdiri dari eritrosit, trombosit dan leukosit.
Leukosit terdiri dari granulosit yang terdiri dari neutrofil, eosofil basofil dan
agranulosit yang terdiri dari limfosit dan monosit. Komponen seluler darah sebesar
30-40%dan plasma sebesar 55-70%.
2.3.1. Eritrosit darah
Eritrosit adalah sel terbanyak di dalam darah. Sel ini mengandung senyawa
protein yaitu globin yang dikonjugasikan dengan pigmen hem membentuk
hemoglobin. Salah satu fungsi eritrosit yaitu sebagai transportasi oksigen ke
jaringan-jaringan tubuh. Sediaan apus darah memperlihatkan eritrosit sebagai sel bulat tidak
berinti. Bila dilihat tegak lurus eritrosit berbentuk bikonkaf dengan
diameter 7,2 mikrometer. Eritrosit mempunyai masa hidup dalam peredaran darah
tepi selama 100-120 hari, dan sebanyak 1% dari total eritrosit dalam setiap harinya
mengalami destruksi.
Eritrosit tersusun atas membran yang melingkupi hemoglobin. Membran
eritrosit dikelilingi plasmalema yang tersusun atas karbohidrat, protein, oligosakarida
dan lipid (fosfolipid, kolesterol, glikolipid). Fosfolipid merupakan lipid yang
jumlahnya paling banyak. Eritrosit dibatasi oleh membran selektif permeabel), yaitu
(35)
Membran eritrosit dapat ditembus air dan mudah dilalui ion H+, OH-, NH4, PO42-,
HCO3-, glukosa, asam amino, urea dan asam urat tetapi tidak dapat ditembus oleh
Na+, K+, Ca2+, Mg2+, fosfat organik, hemoglobin dan protein plasma. Beberapa
fungsi dari membran sel sebagai pembatas antara isi sel dengan lingkungannya,
mengendalikan pertukaran zat antara di luar dan di dalam sel, sebagai reseptor
terhadap hormon dan senyawa kimia lain, sebagai tempat melekatnya enzim tertentu
dan sebagai tempat reaksi kimia.
Komposisi molekuler eritrosit lebih dari setengahnya terdiri atas air (60%)
dan sisanya berbentuk substansi padat. Keseluruhan isi eritrosit merupakan substansi
koloid yang homogen, sehingga sel bersifat elastis dan lunak. Radikal bebas hanya
berdampak pada asam lemak terutama pada membran yang kaya fosfolipid sebagai
asam lemak tak jenuh dan juga protein yang dikenal sebagai peroksidasi lipid yang
menyebabkan terputusnya rantai asam lemak menjadi senyawa yang bersifat toksik
terhadap sel. ROS dapat mengakibatkan oksidasi pada biomakromolekul penyusun
membran eritrosit (Indera et al. 2006).
Peroksidasi lipid membran sel memudahkan sel eritrosit mengalami hemolisis,
yaitu terjadinya lisis pada membran eitrosit yang menyebabkan hemoglobin terbebas.
Selanjutnya protein berpresipitasi di dalam eritrosit, dan membentuk badan Heinz.
Badan Heinz ini merusak kelenturan membran dan merapuhkan bentuk membran.
Adanya badan Heinz menunjukkan bahwa eritrosit telah mengalami stres oksidatif.
Terbentuknya badan Heinz dan adanya lipid peroksidatif dalam membran sel,
(36)
2.3.2. Hemolisis
Terlepasnya hemoglobin kedalam plasma oleh karena pecahnya sel-sel darah
merah yang dapat disebabkan karena toksin bakteri, bisa ular, parasit darah ataupun
larutan hipotonik. sehingga pada plasma memberikan warna merah atau disebut
dengan hemoglobinemia.Hemolisis juga disebabkan oleh pecahnya dinding eritrosit
sebagai akibat dari menurunnya tekanan osmotik plasma darah yang akan berakibat
masuknya air ke dalam sel darah secara osmosis melalui dinding yang semipermeabel
sehingga sel darah merah akan membengkak.
Kondisi diatas mengakibatkan peregangan dinding eritrosit yang akhirnya
dinding eritrosit pecah dan hemoglobin larut dalam media sekelilingnya.
2.3.3. Fragilitas osmotik eritrosit
Fragilitas eritrosit adalah reaksi membran eritrosit untuk melawan tekanan
osmosis media di sekelilingnya, guna mengetahui berapa besar fragilitas atau daya
tegang dinding eritrosit dapat diketahui dengan menaruh eritrosit kedalam berbagai
larutan (biasanya NaCl) dengan tekanan osmose beragam. Konsentrasi larutan dengan
tekanan osmosis tertentu akan memecah eritrosit, yang menunjukkan fragilitas
eritrosit .Darah mengandung berjuta-juta eritrosit yang umurnya tidak sama. Umur
eritrosit sangat berpengaruh terhadap daya fragilitasnya. Dalam uji fragilitas darah di
(37)
titik awal fragilitas eritrosit, sedangkan apabila semua sel eritrosit mengalami lisis
(total hemolysis) ditentukan sebagai fragilitas total.
Membran sel pada eritrosit sangat fleksibel namun tidak elastis, yang berarti
bahwa sel dapat rusak (lisis) jika kemasukan air kedalam sel yang mendekati volume
yang kritis. Bahwa ketahanan eritrosit untuk lisis dapat diukur dengan meningkatkan
konsentrasi larutan NaCl atau yang dinamakan dengan test fragilitas. Ketahanan sel
darah merah untuk lisis ini dipengaruhi oleh volume dari sel darah merah.Uji
fragilitas darah ini dilakukan sehubungan dengan gangguan sistema hemopoitik
dikarenakan pada penyakit tertentu fragilitas pada eritrosit dapat menigkat atau
menurun (Dharmawan, 2002).
2.4. Vitamin E
2.4.1. Sifat Kimia Vitamin E
Vitamin E merupakan suatu zat penyapu radikal bebas lipofilik dan
antioksidan paling banyak di alam. Vitamin E terdiri dari struktur tokoferol, dengan
berbagai gugus metil melekat padanya dan sebuah rantai sisi fitil. Di antara struktur
tersebut α-tokoferol adalah antioksidan yang paling kuat.
Vitamin E berada di dalam lapisan fosfolipid membran sel dan berfungsi
melindungi asam lemak jenuh ganda dan komponen membran sel lain dari oksidasi
radikal bebas dengan memutuskan rantai peroksidase lipid dengan cara
(38)
sehingga terbentuk radikal vitamin E yang stabil dan tidak merusak. Vitamin E
berfungsi sebagai pelindung terhadap peroksidasi lipid di dalam membran (Suhartono
et al. 2007).
Vitamin E merupakan salah satu vitamin yang larut dalam lemak. Nama lain
dari vitamin E tokoferol, keaktifan vitamin E dalam beberapa senyawa tokoferol
berbeda. Dikenal ά-; -; dan δ- tokoferol menunjukkan keaktifan vitamin E yang paling tinggi. Struktur kimia tokoferol adalah sebagai berikut. Alfa –tokoferol alam
memutar bidang polarisasi ke kanan, sedangkan alfa-tokoferol buatan adalah resemik
(DL). Tokoferol lainnya (beta, gama, dan delta) kurang penting karena potensi
hayatinya rendah (Sudjadi dan Rohman, 2008)
2.4.2. Fungsi Fisiologi dan Farmakokinetik
. Vitamin E melindungi asam lemak tidak jenuh pada membran fosfolipid.
Vitamin E berperan sebagai antioksidan dan dapat melindungi aksi kerusakan
membran biologis akibat radikal bebas Radikal peroksil bereaksi 1000 kali lebih
cepat dengan vitamin E daripada asam lemak tidak jenuh, dan membentuk radikal
tokoferoksil (Gunawan, 2007).
Selanjutnya radikal tokoferoksil berinteraksi dengan lain antioksidan seperti
vitamin C, yang akan membentuk kembali tokoferol. Vitamin E misalnya paling
(39)
tidak jenuh ganda dari kerusakan akibat oksidasi. Vitamin E dapat menghambat
reaksi oksidasi dengan mengikat vitamin E radikal yang terbentuk pada proses
pemutusan reaksi radikal bebas oleh vitamin E menjadi vitamin E bebas yang
berfungsi kembali sebagai antioksidan. Asam askorbat dengan cepat mengelimasi
oksigen radikal dan mencegah proses oksidatif (Pavlovic et al. 2005).
Vitamin E berinteraksi secara langsung dengan radikal peroksi lipid sehingga
atom hidrogen lainnya berkurang dan menjadi tokoferil quinon teroksidasi sempurna.
Vitamin E mengendalikan peroksida lipid dengan menyumbangkan hidrogen kedalam
reaksi, menyekat aktivitas tambahan yang dilakukan oleh peroksida, sehingga
memutus reaksi berantai dan bersifat membatasi kerusakan, diacu dalam Hariyatmi
2004). Vitamin E radikal dapat mengalami regenerasi dengan adanya vitamin C atau
gluthathion yang merupakan antioksidan enzimatis
Selain itu vitamin E melindungi lipoprotein dalam sirkulasi LDL teroksidasi
yang ternyata memegang peranan penting dalam menyebabkan aterosklerosis. LDL
teroksidasi lebih mudah diambil oleh makropag dibandingkan LDL yang tidak
teroksidasi, selanjutnya membentuk sel busa (foam cells) yang berpengaruh buruk
pada sel endotel, dan mungkin dapat menyebabkan vasokonstriksi. Vitamin E dosis
besar (1600 mg/hari) melindungi LDL dari oksidasi. Di samping efek
antioksidannya, efek langsung terhadap endotel pembuluh darah, sel otot polos, atau
(40)
pembuluh darah, menyebabkan vasodilitasi dan menghambat baik aktivasi trombosit
maupun adhesi leukosit.
Vitamin E juga melindungi -kroten dari oksidasi (Gunawan, 2007), fungsi
utama vitamin E adalah sebagai antioksidan yang larut dalam lemak dan mudah
memberikan hidrogen dari gugus hidroksil (OH) pada struktur cincin ke radikal
bebas. Radikal bebas adalah molekul-molekul reaktif dan dapat merusak, yang
mempunyai elektron tidak berpasangan (Almatsier S, 2004).Beberapa zat yang
terdapat pada makanan misalnya selenium, asam amino yang mengandung sulfur,
koenzim Q dapat mengantikan vitamin E, (Gunawan, 2007).
2.4.3. Efek Kimia Vitamin E
Vitamin E berfungsi sebagai antioksidan yang larut dalam lemak dan mudah
memberikan hidrogen dari gugus hidroksil (OH) pada struktur cincin ke radikal
bebas. Radikal bebas adalah molekul-molekul reaktif dan dapat merusak, yang
mempunyai elektron tidak berpasangan (Gunawan, 2007).
Antioksidan adalah senyawa kimia yang memiliki kemampuan untuk
memberikan hidrogen radikal. Sebagai akibatnya, senyawa tersebut mampu
mengubah sifat radikal menjadi nonradikal dan terjadi perubahan oksidasi radikal
oleh antioksidan. Struktur molekul antioksidan bukan hanya memiliki kemampuan
(41)
sehingga tidak terjadi reaksi dengan lemak. Antioksidan terdiri atas antioksidan
endogen yang berupa enzim dan antioksidan eksogenus yang berupa vitamin
(Abdollahi et al. 2004). Beberapa antioksidan penting dalam mekanisme untuk
menghambat kerusakan oksidatif akibat radikal bebas, diantaranya gluthasion
peroksidase, vitamin C dan E.
Adanya penghambatan radikal bebas oleh vitamin C, E dan enzim antioksidan
endogen yaitu pertama radikal bebas akan ditangkap oleh vitamin E, akan tetapi
vitamin E kemudian berubah menjadi vitamin E yang bersifat radikal sehingga
memerlukan pertolongan vitamin C. Selain itu radikal bebas juga akan dinetralisir
oleh enzim antioksidan di dalam tubuh. Adanya suatu radikal yang masuk, pertama
kali akan dinetralisir oleh vitamin E, kemudian vitamin C dan dilanjutkan oleh
mekanisme oksidatif dari dalam tubuh yang dilakukan oleh enzim. Vitamin E sebagai
antioksidan dapat menghentikan reaksi berantai radikal bebas. Pertama vitamin E
akan menangkap radikal bebas, namun vitamin E kemudian berubah menjadi vitamin
E radikal sehingga memerlukan pertolongan vitamin C. Vitamin C bersama-sama
dengan Vitamin E dapat menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat vitamin E
radikal yang terbentuk pada proses pemutusan reaksi radikal bebas oleh vitamin E
menjadi vitamin E bebas yang berfungsi kembali sebagai antioksidan. Asam askorbat
dengan cepat mengelimasi oksigen radikal dan mencegah proses oksidatif (Pavlovic
et al. 2005). Vitamin C dalam eritrosit melindungi vitamin E melalui mekanisme
(42)
25
sebagai koantioksidan pada regenerasi bentuk radikal vitamin E menjadi vitamin E
tereduksi. Asam askorbat masuk sirkulasi untuk didistribusikan ke sel-sel tubuh.
(Pavlovic et al. 2005).
Pada penelitian yang dilakukan terhadap manusia yang merokok dengan
tujuan untuk menentukan efek vitamin E baik secara sendiri-sendiri maupun
kombinasi terhadap kadar lipid peroksidasi secara in vivo ditemukan bahwa
pemberian vitamin E secara sendiri-sendiri dapat mereduksi lipid peroksidasi
dengan kadar yang sama. Sedangkan pemberian vitamin C dan vitamin E dengan
cara kombinasi juga memberikan efek yang sama tidak lebih besar dari pada
pemberian secara sendiri-sendiri (Huang H et al. 2002).
2.4.4. Efek Vitamin E Terhadap fragilitas osmotik eritrosit.
Vitamin E merupakan antioksidan pemecah rantai utama dan terdapat pada
cairan ekstrasel dan garis pertahanan pertama melawan peroksidasi membran
fosfolipid yang disebabkan oleh stres oksidatif.(Suyono,2004).Penelitian terhadap
kadar MDA Plasma dan fragilitas eritrosit pada tikus jantan yang diberikan vitamin E
dan minuman suplemen atau kombinasinya dapat menurunkan fragilitas eritosit dan
(43)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu
Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia/Kimia Bahan Makanan
(KBM) Universitas Sumatera Utara, Laboratorium FMIPA Biologi Universitas
Sumatera Utara dan Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara, Medan. Penelitian dilakukan selama ± 2 (dua) bulan yaitu bulan
juni-juli 2010.
3.2. Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan rancangan eksperimental dengan desain
Rancangan Acak Lengkap (RAL). Mencit jantan (Mus musculus, L) strain DD
Webster dewasa, sebanyak 30 ekor, dengan menggunakan rumus penghitungan
Frederer (Frederer, 1963) yaitu: (t-1)(n-1) ≥ 15. Dimana: t adalah jumlah perlakuan (dalam penelitian ini ada 6 kelompok perlakuan) dan n adalah jumlah ulangan
perkelompok, maka jumlah n yang diharapkan secara teoritis adalah 5 (6-1), sehingga
jumlah keseluruhan hewan coba yang diperlukan dalam penelitian ini adalah 30 ekor
mencit jantan dewasa yang dipilih dari hasil perbanyakan untuk keperluan penelitian.
(44)
3.3. Bahan dan Alat Penelitian 3.3.1. Bahan Penelitian
Hewan coba yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan (Mus
musculus, L) strain DD Webster dewasa sehat yang berumur 8 - 11 minggu dengan
berat 20-35 gram. Mencit jantan dewasa merupakan hasil pengembangan hewan yang
diperoleh dari Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Biologi
Universitas Sumatera Utara Medan, sebanyak 30 ekor mencit jantan dewasa yang
dipilih dari hasil perbanyakan untuk keperluan penelitian.
Bahan Kimia yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah, antara lain:
Sediaan Vitamin E murni (Merck), NaCl fisiologis, NaCl 3 %, NaCl 0,9 % larutan
ureum 1,8 % dalam NaCl 0,9 %, larutan ureum 1,8 % dalam aquades ,antikoagulans
(EDTA),
3.3.2. Alat-alat Penelitian
Alat utama yang dipergunakan dalam penelitian ini, antara lain: Jarum oval
(Gavage), spuit 1 ml, bak bedah dan dissecting set, gelas arloji, timbangan, vertex
mixer, labu ukur, labu Erlen Meyer, buret, objek glas, mikroskop cahaya,tabung
reaksi beserta raknya,
3.3.3. Air Tuak dan Penghitungan Kadar Alkohol
Air tuak didapat dari daerah Pancurbatu dengan cara mengambil air nira dari
(45)
yaitu: nira aren asli, nira ditambah raru (Rapistrum rugosum L), tuak asli, tuak yang
siap dipasarkan, masing-masing sebanyak 2 liter. Kemudian dibawa ke Laboratorium
Biokimia/Kimia Bahan Makanan Universitas Sumatera Utara untuk ditentukan kadar
alkohol yang dikandungnya.
3.4. Variabel Penelitian 3.4.1. Variabel Independen
1. Tuak (alkohol 20%)
2. Vitamin E (Merck)
3.4.2. Variabel Dependen
1. Fragilitas osmotik eritrosit
2. Hemolisis dan krenasi (keriput)
3.5. Pelaksanaan Penelitian dan Pengamatan 3.5.1. Pelaksanaan Penelitian
Mencit ditempatkan di dalam kandang yang terbuat dari bahan plastik dengan
ukuran 30 x 20 x 10 cm yang ditutup dibagian atasnya dengan kawat kasa. Dasar
kandang dilapisi dengan sekam padi setebal 0,5 s.d 1 cm dan diganti setiap 3 hari.
Cahaya ruangan dikontrol persis 12 jam terang (pukul 06.00 s.d 18.00 wib) dan 12
jam gelap (pukul 18.00 s.d 06.00 wib). Pakan (pelet komersial) dan minuman air
(46)
3.5.2. Etika Penggunaan
Penggunaan dan penanganan hewan dilaboratorium penelitian dilakukan dengan
aturan etika penelitian hewan. Penelitian hewan yang diatur dalam Deklarasi Helsinki
untuk memperoleh “ethical clearance” dari komite etika dan komite ilmiah
penelitian FMIPA Biologi Universitas Sumatera Utara Medan.
3.5.3. Pemberian Perlakuan
Penelitian ini terdiri atas 6 kelompok perlakuan, yaitu:
1. Kelompok 1 (K0) = Kelompok kontrol pertama, terdiri dari 5 ekor mencit
jantan dewasa tanpa perlakuan selama 30 hari.
2. Kelompok 2 (P1) = Kelompok perlakuan pertama, terdiri dari 5 ekor mencit
jantan dewasa yang diberi tuak (alkohol 20%) sebanyak 0,5 ml/hari/ekor
secara oral setiap hari selama 15 hari pertama dan 15 hari berikutnya
pemberian tuak dihentikan dan diganti dengan pemberian aquades 0,5 ml
secara oral.
3. Kelompok 3 (P2) = Kelompok perlakuan kedua, terdiri dari 5 ekor mencit
jantan dewasa yang diberi tuak (alkohol 20%) sebanyak 0,5 ml/hari/ekor
secara oral selama 30 hari.
4. Kelompok 4 (P3) = Kelompok perlakuan ketiga, terdiri dari 5 ekor mencit
jantan dewasa yang diberi tuak (alkohol 20%) sebanyak 0,5 ml/hari/ekor
secara oral selama 15 hari pertama dan 15 hari berikutnya tuak dihentikan dan
(47)
5. Kelompok 5 (P4) = Kelompok perlakuan keempat, terdiri dari 5 ekor mencit
jantan dewasa yang diberi tuak (alkohol 20%) sebanyak 0,5 ml/hari/ekor
secara oral selama 15 hari pertama dan 15 hari berukutnya pemberian tuak
dengan pemberian vitamin E sebanyak 25 mg/hari/ekor secara oral.
6. Kelompok 6 (P5) = Kelompok perlakuan kelima, terdiri dari 5 ekor mencit
jantan dewasa yang diberi tuak (alkohol 20%) sebanyak 0,5 ml/hari/ekor
secara oral dan pemberian vitamin E sebanyak 25 mg/hari/ekor secara oral
selama 30 hari.
Tabel 1: Desain Perlakuan
P5
Tuak (alkohol 20%) sebanyak 0,5 ml/hari/ekor + vitamin E sebanyak 25 mg, secara oral
Tuak (alkohol 20%) sebanyak 0,5 ml/hari/ekor + vitamin E sebanyak 25 mg, secara oral
P4
Tuak (alkohol 20%) sebanyak 0,5 ml/hari/ekor, secara oral
Tuak (alkohol 20%) sebanyak 0,5 ml/hari/ekor, secara oral + vitamin E sebanyak 25 mg/hari/ekor secara oral
P3
Tuak (alkohol 20%) sebanyak 0,5 ml/hari/ekor, secara oral
Vitamin E sebanyak 25 mg/hari/ekor secara oral
P2
Tuak (alkohol 20%) sebanyak 0,5 ml/hari/ekor, secara oral
Tuak (alkohol 20%) sebanyak 0,5 ml/hari/ekor, secara oral
P1
Tuak (alkohol 20%) sebanyak 0,5 ml/hari/ekor, secara oral
Aquades sebanyak 0,5 ml/hari/ekor
K0
Tanpa perlakuan Tanpa perlakuan
(48)
3.5.4. Prosedur Pemeriksaan dan Pengamatan
Setelah perlakuan selama 30 hari, masing-masing hewan percobaan dikorbankan
dengan cara dislokasi leher, selanjutnya dibedah dan pengambilan sampel dara,.
kemudian dilakukan pengamatan sebagai berikut:
1.Test fragilitas
Diambil 6 buah tabung reaksi yang bersih lalu diberi kanta penomoran yaitu
nomor 1 sampai 6,kemudian dimaasukkan kedalam masing -masing tabung reaksi
tersebut larutan NaCl 5% sebanyak 0.8; 0,7; 0.6; 0.5; 0.4; dan 0.3 mldengan memakai
pipet hisap kap. 1 ml.3., lalu aquadest ditambahkan ke masing-masing tabung reaksi
4.2; 4.3; 4.4; 4.5; 4.6; dan 4.7 ml yang menggunakan pipet hisap kap. 5 ml,.sehingga
volume larutan dalam tiap tabung masing-masing menjadi 5 ml. Selanjutnya
dihomogenkan sehingga tercampur dengan baik,kemudian ditempatkan di rak tabung.
kadar NaCl dalam tiap tabung dihitung, Selanjutnya meneteteskan darah mencit
sebanyak 3 tetes ke dalam setiap tabung yang menggunakan pipet kap. 1 ml atau pipet
dropping. Lalu dihomogenkan sehingga tercampur dengan baik, tempatkan di rak
tabung (jangan sampai terjadi goncangan pada tabung) ditunggu sampai 1 jam,,untuk
mengamati pada lapis atas di setiap tabung. Jika ditemukan pada tabung no. 1 lrt.
Tampak 2 lapis, dimana lapis atas berwarna jernih (ini berarti darah tidak mengalami
pecah membran/tidak hemolisis). Selanjutnya diamati pada tabung mana yang lapis
atas mulai berwarna merah (disinilah mulai terjadinya pecah membran = titik
(49)
merah transparan pada semua bagian,selanjutnya tentukan kadar fragilitas eritrosit
(Dharmawan,2002).
2.Hemolisis dan keriput
.Diambil 3 tabung reaksi lalu dibuat label A, B, dan C, masing-masing tuangi 0,5 ml
darah mencit kemudian tambahkan pada tabung B : 3 ml NaCl 3 %; C 3 ml aquades,
homogenkan hingga tercampur rata (perhatikan warna darah sekarang) dan tabung A
dibiarkan sebagai kontrol,tuangkan dari tabung A, B, dan C masing-masing 1 ml. ke
dalam 3 buah gelas arloji, tempatkan di atas benda hitam ( gelas arloji mana yang
benda hitam tadi tampak). Selanjutnya tempatkan diatas benda putih (kertas yang ada
tulisannya), perhatikan gelas arloji mana yang tulisannya bisa dibaca, masing-masing
setetes contoh darah diambil dengan lidi dari gelas arloji tadi di atas gelas benda dan
tutup dengan gelas cover. Lihat di bawah mikroskop dengan pembesaran 400X, lalu
perhatika hasilny (tidak ada eritrosit, keriput dan atau terlihat normal, dan
gambar)Selanjutnya. darah diambildari tabung B 0,3 ml tempatkan di tabung reaksi
yang baru (kosong), tambah dengan aquades 3 ml homogenkan, darah diambil dari
tabung C, tempatkan pada tabung kosong 0,3 ml, tambah 3 ml NaCl 3%, homogenkan
sehingga tercampur dengan baik,selanjutnya tempatkan diatas benda hitam dan
putih.kemudian seediakan 2 tabung reaksidengan label D dan E, masing-masing 0,3
ml darah m lalu tabung D tambahkan 3 ml larutan ureum 1.6% dalam aquades dan
(50)
3.6. Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
Semua data dipresentasikan dalam bentuk rata-rata ± simpangan baku (rata-rata ±
SD). Dilakukan uji normalitas dan homogenitas dari hasil penelitian didapatkan data
dengan distribusi normal dan homogen maka dilakukan uji parametrik Anova. Bila
terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji Post Hoc analisa Benferroni
taraf 5% untuk melihat perbedaan antara kelompok kontrol dari masing-masing
perlakuan.
Jika distribusi data tidak normal dan tidak homogen maka dilakukan trasformasi
data. Kemudian diuji lagi normalitas dan homogenitas data. Apabila masih tidak
normal distribusinya dan data tidak homogen maka dilakukan uji Mann Whitney
untuk membandingkan antara 2 kelompok perlakuan (kontrol vs perlakuan). Pada
kelompok data lebih dari 2 kelompok maka dilakukan uji Friedman.
3.7. Jadual Penelitian
Keseluruhan kegiatan penelitian ini, mulai dari persiapan sampai pada penulisan
hasil penelitian adalah lebih kurang selama delapan (8) minggu. Urutan kegiatan dan
(51)
34
Tabel 2: Jadual Penelitian
MINGGU KE NO. KEGIATAN
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Persiapan V
2. Pelaksanaan V V V V
3. Analisis Data V V
(52)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. HASIL PENELITIAN
Pada BAB 1V ini ditampilkan beberapa grafik histogram dari rata-rata data
hasil analisis yang berdasarkan hipotesis dan tujuan penelitian yang dilakukan selama
30 hari. Urutan tampilan hasil dan pembahasan dari penelitian ini adala; (1) Tekanan
osmotik eritrosit (test fragilitas) atau hemolisis karena fragilitas membran dan (2)
Hemolisis karena keriput (krenasi).
4.1.1. Tekanan osmotik eritrosit (test fragilitas) atau hemolisis karena fragilitas membran.
Hasil rata-rata persentase darah yang mengalami hemolisis karena pengaruh
fragilitas membran sel dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 54 Setelah dilakukan
uji normalitas dan homogenitas data hemolisis karena fragilitas, maka didapatkan
bahwa data tidak berdistribusi normal meskipun variansi data homogen (Lampiran 3
halaman 54). Setelah dilakukan transformasi data, maka data tetap berdistribusi tidak
normal. Oleh sebab itu data tersebut diuji dengan analisis non parametrik Kruskal
Wallis karena data bersifat independen dan lebih dari dua perlakuan. Hasilnya
menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (p<0,05; lampiran 3 halaman 55)
antara perlakuan dalam penelitian (P0, P1, P2, P3, P4, dan P5). Sehingga dilakukan
(53)
uji lanjut Mann-Whitney untuk melihat perbedaan masing-masing perlakuan
penelitian. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.
a
bc
bd
a
bc
abd
Gambar 1. Rata-rata hemolisis karena fragilitas darah mencit jantan dewasa. Grafik histogram pada perlakuan berbeda yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata pada taraf uji 5%. P0= aquadest 30 hari; P1=tuak (20%) selama 15 hari, selanjutnya aquadest sampai 30 hari; P2= tuak (20%) sampai 30 hari; P3=tuak (20%) 15 hari, selanjutnya vitamin E (25mg) sampai 30 hari; P4= tuak (20%) 30 hari, vitamin E (25mg) dari hari ke 16 sampai 30 hari. P5= Tuak (20%) dan vitamin E selama 30 hari. ┬ = standar deviasi (SD).
4.1.2. Hemolisis karena keriput (krenasi).
Rata-rata data hemolisis karena pengaruh krenasi (keriput) dapat di lihat pada
Lampiran 4 halaman 62 Data hemolisis (krenasi) merupakan data ordinal (peringkat
atau kategorik), sehingga data dapat langsung dianalisis dengan non parametrik
Kruskal Wallis (data independen dan lebih dari 2 perlakuan) (Lampiran 4 halaman
62). Hasilnya menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata (p<0,05; lampiran 4
(54)
Sehingga dilakukan uji lanjut Mann-Whitney untuk melihat perbedaan
masing-masing perlakuan penelitian (Lampiran 4 halaman 65). Hasilnya dapat dilihat pada
Gambar 2 di bawah ini.
b
d
ab
b
a
c
Gambar 2. Rata-rata hemolisis karena krenasi pada darah Mencit Jantan Dewasa. Grafik histogram pada perlakuan berbeda yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata pada taraf uji 5%. P0= aquadest 30 hari; P1=tuak (20%) selama 15 hari, selanjutnya aquadest sampai 30 hari; P2= tuak (20%) sampai 30 hari; P3=tuak (20%) 15 hari, selanjutnya vitamin E (25mg) sampai 30 hari; P4= tuak (20%) 30 hari, vitamin E (25mg) dari hari ke 16 sampai 30 hari. P5= Tuak (20%) dan vitamin E selama 30 hari. ┬ = standar deviasi (SD).
(55)
4.2. PEMBAHASAN
4.2.1. Tekanan osmotik eritrosit (test fragilitas) atau Hemolisis karena fragilitas membran.
Pada Gambar 1 di atas, hemolisis yang disebabkan oleh fragilitas membran
berbeda antara satu perlakuan dengan perlakuan lain. Hemolisis yang paling tinggi
terjadi pada P2 (93,33±10,33%), berbeda tidak nyata dengan P1 (66,67±27,33%), P4
(60,00±12,65%) dan P5 (53,33±16,33%), tetapi berbeda nyata dengan P3
(33,33±10,33%) dan P0 (23,33±32,04%). Ini terjadi kemungkinan karena pengaruh
tuak yang di dalamnya terkandung alkohol, sehingga menimbulkan gangguan struktur
membran dari eritrosit mencit. Membran sel eritrosit terdiri dari lipid bilayer dan
ditemukan protein integral yang berfungsi sebagai protein channel atau pore bagi
ion-ion yang dibutuhkan oleh sel eritrosit. Seperti yang dinyatakan Lailanita (2002),
minuman beralkohol dapat menyebabkan fragilitas eritrosit tikus mengingat bahwa
alkohol mempunyai sifat melarutkan lemak sedangkan membran eritrosit sebagian
besar tersusun atas lemak.
Persentase hemolisis terendah akibat konsumsi tuak pada mencit didapatkan
pada P0 (23,33±32,04%) yang berbeda tidak nyata dengan P3 (33,33±10,33%) dan
P5 (53,33±16,33%), tetapi berbeda nyata dengan P1 (66,67±27,33%), P2
(93,33±10,33%), dan P4 (60,00±12,65%). Kemungkinan hal ini terjadi karena mencit
hanya menerima asupan aquadest selama 30 hari (tanpa penambahan tuak). Meskipun
terjadi hemolisis, tetapi persentasenya tidak mengakibatkan kelainan fisiologis dari
(56)
P3 atau asupan tuak (20% alkohol) selama 15 hari pertama dan hari ke 16 berikutnya
diberikan vitamin E (25mg) sampai 30 hari. Keadaan ini membuktikan adanya
pengaruh kuratif atau terapi dari vitamin E pada eritrosit mencit sehingga adanya
penurunan persentase hemolisis yang terjadi yaitu dari 93,33±10,33% pada P2
menjadi 33,33±10,33% pada P3. Kemungkinan hal ini terjadi karena adanya aktivitas
antioksidan dari vitamin E sehingga oksidan atau radikal bebas yang timbul karena
adanya kandungan alkohol pada tuak dapat ditekan atau terjadi penekanan aktivitas
peroksidasi lipid pada membran sel eritrosit. Seperti pernyataan Wahyuningsih
(2009), bahwa vitamin E memiliki kemampuan untuk menghentikan peroksidasi lipid dengan cara menyumbangkan satu atom hidrogennya dari gugus OH kepada lipid peroksil yang bersifat radikal sehingga menjadi vitamin E yang kurang reaktif dan tidak merusak. Oleh karena membran sel eritrosit kaya akan lipid yang peka tehadap serangan radikal bebas yang disebabkan oleh alkohol dalam tuak, maka yang lebih berperan untuk meminimalisir dampak dari (ROS ) Reactive Oxygen System adalah vitamin E.
Hal ini sesuai dengan pendapat Indera et al. (2006), bahwa ROS dapat mengakibatkan oksidasi pada biomakromolekul penyusun membran eritrosit dan begitu juga Suhartono et al. (2007) yang menyebutkan radikal bebas dapat mengganggu integritas sel dan dapat bereaksi dengan komponen-komponen sel, baik komponen struktural (molekul-molekul penyusun membran) maupun komponen fungsional (protein, enzim-enzim, DNA) dengan merusak sel pada komponen protein, DNA dan membran sel (poly unsaturated fatty acids), sehingga membran selnya rusak dan menyebabkan gangguan pada integritas sel.
(57)
Pemberian tuak yang terlalu lama menyebabkan peningkatan persentase
hemolisis akibat fragilitas membran eritrosit. Seperti yang terlihat pada P4
(60,00±12,65%), dimana tuak diberikan selama 30 hari pada mencit dan berbeda
tidak nyata dengan P5 (53,33±16,33%). Kemungkinan karena akumulasi alkohol
dalam tuak yang terlalu banyak dan umur eritrosit yang bertambah sesuai dengan
lamanya pemberian tuak (30 hari). Kemudian juga, lama pemberian tuak telah
melebihi siklus atau waktu paruh eritrosit dalam tubuh mencit, sehingga penggantian
eritrosit terganggu karena adanya tuak yang diberikan. Seperti hasil penelitian Evans
(2000), yang menunjukkan bahwa umur eritrosit sangat berpengaruh terhadap daya
fragilitasnya. Dalam uji fragilitas darah di laboratorium mulai terjadinya hemolisis
awal (initial hemolisis) ditentukan sebagai titik awal fragilitas eritrosit, sedangkan
apabila semua sel eritrosit mengalami lisis (total hemolisis) ditentukan sebagai
fragilitas total, ketahanan eritrosit untuk lisis dapat diukur dengan meningkatkan
konsentrasi larutan NaCl. Ketahanan sel darah merah untuk lisis ini dipengaruhi oleh
volume dari sel darah merah.
4.2.1. Hemolisis karena keriput (krenasi).
Pada Gambar 2 di atas, hemolisis yang disebabkan oleh krenasi (pengkerutan)
berbeda antara satu perlakuan dengan perlakuan lain. Hemolisis yang paling tinggi
terjadi pada P2 (2,9±0,04), berbeda nyata dengan P0 (1,9±0,10), P1 (1,9±0,00) dan
(58)
pengaruh alkohol di dalam tuak yang dapat menimbulkan gangguan susunan kimiawi
membran dari eritrosit mencit. Akumulasi kandungan alkohol akibat konsumsi tuak
berlebihan dapat menyebabkan tingginya tekanan (hipertonis) di dalam cairan darah
sehingga dapat menyebabkan keriputnya sel darah merah mencit. Seperti yang
dinyatakan Senturk et al., (2005), bahwa bila eritrosit berada pada medium yang
hipertonis, maka cairan eritrosit akan keluar menuju ke medium luar eritrosit
(plasma), akibatnya eritrosit akan keriput (krenasi). Keriput ini dapat dikembalikan
dengan cara menambahkan cairan isotonis ke dalam medium luar eritrosit.
Hemolisis karena krenasi darah yang terkecil didapatkan pada perlakuan P3
(1,7±0,06) yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya P0 (1,9±0,10), P1
(1,9±0,00), P2 (2,9±0,04), P4 (1,7±0,06), dan P5 (2,0±0,12). Kemungkinan karena
pemberian tuak yang hanya 15 hari dan kemudian penambahan vitamin E selanjutnya
sampai 30 hari, dapat menekan efek radikal bebas alkohol (kandungan tuak) sehingga
terjadi peroksidase lemak. Menurut Juwita (2009), penelitian mengenai karotenoid
dan vitamin E menunjukkan bahwa kedua zat tersebut dapat berfungsi mencegah
peroksidasi lemak. Mekanisme tersebut terjadi dengan cara menonaktifkan radikal
oksigen yang timbul.
Terjadinya stres oksidatif di dalam tubuh, akan terbentuk radikal bebas berikutnya. Apabila radikal bebas yang bersifat reaktif tidak dihentikan maka akan merusak membran sel eritrosit dan terjadi peroksidasi lipid. Adanya peroksidasi lipid membran sel memudahkan sel eritrosit mengalami hemolisis yang menyebabkan hemoglobin terbebas, sehingga jumlah hemoglobin semakin berkurang (Indera et al., 2006). Vitamin E berada di dalam lapisan fosfolipid membran sel dan berfungsi
(59)
42
melindungi asam lemak jenuh ganda dan komponen membran sel lain dari oksidasi
radikal bebas dengan memutuskan rantai peroksidase lipid dengan cara
menyumbangkan satu atom hidrogen dari gugus OH pada cincinnya ke radikal bebas,
vitamin E berfungsi sebagai pelindung terhadap peroksidasi lipid di dalam membran
(Suhartono et al., 2007).
Komposisi molekuler eritrosit lebih dari setengahnya terdiri atas air (60%) dan sisanya berbentuk substansi padat. Keseluruhan isi eritrosit merupakan substansi koloid yang homogen, sehingga sel bersifat elastis dan lunak. Radikal bebas hanya berdampak pada asam lemak terutama pada membran yang kaya fosfolipid sebagai asam lemak tak jenuh dan juga protein yang dikenal sebagai peroksidasi lipid yang menyebabkan terputusnya rantai asam lemak menjadi senyawa yang bersifat toksik terhadap sel. ROS dapat mengakibatkan oksidasi pada biomakromolekul penyusun membran eritrosit (Indera et al., 2006).
(60)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Pada penelitian ini ditemukan bahwa dengan pemberian tuak yang
mengandung alkohol 20% 0,5 ml/hari/ekor/oral, akan menyebabkan kecenderungan
terjadinya hemolisis darah baik melalui fragilitas maupun krenasi. Hal ini
disebabkan karena tuak yang dipasarkan dimasyarakat terdapat kandungan kadar
alkohol 20% dapat menyebabkan terjadinya gangguan hematologi. Tetapi pada
penelitian ini terbukti bahwa dengan pemberian vitamin E 0,25mg/gBB/hari/ oral
ditemukan terjadinya penurunan hemolisis melalui fragilitas dan krenasi eritrosit.
5.2. Saran
Untuk mencegah terjadinya peningkatan hemolisis darah baik melalui
fragilitas dan krenasi akibat radikal bebas maka perlu asupan antioksidan yang
memadai dalam tubuh dan diharapkan pada peneliti selanjutnya perlu adanya
pemberian vitamin E dengan dosis lebih tinggi dan pemberian vitamin dengan waktu
yang berbeda.
(61)
DAFTAR PUSTAKA
Abdollahi M, Ranjbar A, Shadnia S, Nikfar S & Rezale A. 2004. Pestiscides and Oxidative Stress : a review. Med sci.monit 10(6): 141-147.
Almaster, S. (2004), Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Gramedia Pustaka Utama.Jakarta.
Arief S. 2008. Radikal bebas. Bagian Ilmu Kesehatan Anak.Surabaya. On line at http://www.pediatrik.com/buletin/06224113752-x0zu6l.pdf [accessed 2 Februari 2008].
Chandrasoma, P dan Taylor, C. R. (2005), Ringkasan Patologi Anatomi, EGC. Jakarta.
Fleming, M., S. J. Mihic, dan R. A. Harris. (2007), Etanol Dasar Farmakologi Terapi, EGC. Jakarta.
Gunawan, S. G. (2008), Farmakologi dan Terapi, FKUI. Jakarta
Guyton & Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Terjemahan : Setiawan Irawati, Edisi Kesembilan. Jakarta : Penerbit EGC
Hariyatmi. 2004. Kemampuan Vitamin E Sebagai Antioksidan Terhadap Radikal Bebas Pada Lanjut Usia. Jurnal MIPA. 14 (1): 52 – 60
Huang H., Appel, L.J., Crot, K. D., Miller, E. R., Mori, T. A. & Puddley, I. B. (2002), Effects of vitamin C and E on in vivo lipid peroxidation: results of randomized controlled trial. Am J Clin Nutr, 76, 549-555.
.
Kay I. 2002. Pengantar Fisiologi Hewan. Terjemahan : Isnaeni W. Semarang : Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, UNNES..
Laurance dan Bachrach. 1964. Azas Umum Uji Toksikologi Dalam Petunnjuk Praktikum Toksiokologi. Editor imono Agro Donatus, Yogyakarta : Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi UGM, Hal.32.
Lautan J. 1997. Radikal Bebas pada Eritrosit dan Lekosit. Kopertis Wilayah-I dpk Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara, Medan: Cermin Dunia Kedokteran (116): 49-52.
(62)
Marianti A & Wulan C. 2006. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan. Semarang: Laboratorium Fisiologi Hewan Jurusan Biologi FMIPA UNNES.
Masters, S. B. (2002), Farmakologi Dasar dan Klinik katzung : Alkohol, Salemba Medika. Jakarta.
May J, Qu Z & Mendirat ta S. 1998. Protection and Recycling of alfa-Tocopherol in Human Erythrocytes by Intra Cellular Ascorbic Acid. .Arch. Biochem. Biophys.
349(2): 281-289.
Pavlovic V, Cekic S, Rankovic G & Stoiljkovic N. 2005. Antioxidant and Pro-oxidant Effect of Ascocbic Acid. Acta Medica Medianae. 44 (1): 65-69
.
Srivastava A, Srivastava M & Raizada R. 2005. Ninenty Day Toxicity And One Generation Reproduction Study In Rats Exposed To Allethrin Based Liquid Mosquito Repellent. Jurnal of Toxicological Sciences 31 (1): 1-7.
Sudjadi dan Rohman, A. (2008), Analisis Kuantitatif Obat, Gadjah Mada Universitas Press. Yogyakarta
Suhartono E, Fachir H & Setiawan B. 2007. Kapita Sketsa Biokimia Stres Oksidatif Dasar dan Penyakit. Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin: Pustaka Banua.
Syamsulina & Revianti. 2003. Efek Proteksi Ekstrak Buah Merah (Pandanus Conoideus Lam) Terhadap Stres Oksidatif di Eritrosit Rattus norvegicus galur wistar yang Terpapar Asap Rokok Kretek. Penelitian eksperimental laboratories.
(63)
Lampiran 1 : PENENTUAN KADAR ALKOHOL SECARA KUALITATIF DAN KUANTITATIF DARI HASIL FERMENTASI
Fermentasi adalah perubahan kimia dalam bahan pangan yang disebabkan enzim.
Enzim yang berperan dapat dihasilkan oleh mikroorganisme atau telah ada dalam
bahan pangan.
Prinsip Pelaksanaan
Berdasarkan uji kualitatif dari alkohol yang mengalami reaksi oksidasi reduksi dimana alkohol dioksidasi menjadi aldehid dan dengan pemanasan terbentuk asam
karboksilat, dimana K2Cr2O7 sebagai oksidator mengalami reduksi dari Cr6+ menjadi
Cr3+ yang ditandai dengan terjadinya perubahan warna dari bening menjadi kuning
kehijauan dan dengan pemanasan terbentuk larutan biru.
Bahan yang akan di Destilasi
1. Nira aren asli rasa manis
2. Nira + Raru rasa manis
3. Tuak Asli adalah nira + raru kemudian dibuat sedikit di gelas lalu digantung
dipohon kemudian nira aren asli menetes-netes ketempat penampungan dan
menjadi tuak asli
(64)
Lanjutan lampiran 1
Prosedur Kerja Destilasi
1. Nira asli dimasukkan kedalam labu alas 500 ml.
2. Kemudian dipanaskan 70 s.d 100°C sampai mendidih dengan rentang waktu 30'
(pemanasan).
3. Setelah mendidih didinginkan sampai gelembung-gelembung air hilang ± 5'
kemudian dipanaskan kembali 10' (yang kedua) mendidih dan didinginkan selama
± 5', demikian seterusnya.
4. Setelah sampel selesai didestilasi kemudian diambil sebanyak 5 ml + 3 tetes
K2CrO7 dan dipanaskan sampai berubah warna, ternyata tidak ada perubahan
warna dan kesimpulan sementara : tidak ada etanol pada nira asli pada proses
destilasi (kualitas).
Prosedur Kerja dan Alat-alat I. Alat-alat terdiri dari :
Labu alas 500 ml, bunsen (lampu yang bahan bakarnya dari alkohol), kondensor,
penjepit tabung, tabung reaksi, termometer 360oC, erlen mayer, pipet tetes, elektro
mantel, plastik dan karet, statif dan klem, selang, cok sambung, ember plastik, teflon,
dlukol, labu ukur, buret, statik pen klem, tabung reaksi, aquadest, galass ukur , beaker
glass 500 ml, dan gabus karet.
II. Bahan
(65)
Lanjutan lampiran 1
III. Prosedur Kerja secara kualitas
1. Masukkan nira 500 ml ke dalam labu alas
2. Dirangkai alat destilasi
3. Didestilasi pada suhu 78°C
4. Destilasinya di bagi ke dalam 2 tabung reaksi:
Tabung I Tabung II
- ditambahkan 3 tetes K2CrO7 - diamati perubahan yang terjadi
- ditambahkan 3 tetes K2CrO7 - dipanaskan
- diamati perubahan yang terjadi (Lukum, 2006).
IV. Prosedur Kerja Secara kuantitas A. Tuak Asli
1. Ambil 5 ml tuak asli lalu masukkan ke dalam tabung reaksi
2. Encerkan dengan aquadest ke labu ukur sampai 100 ml
3. Setelah diencerkan diambil 1 ml masukkan ke tabung reaksi + 5 ml K2CrO7
dipanaskan sampai suhu 80°C selama 15' kemudian didinginkan sampai dingin
4. Masukkan sampel kedalam elmeyer + Ferosin 3 tetes sebagai indikator
5. Masukkan Aluminium Ferosulfat Fe(NH4)2 sebanyak 2,3 ml kedalam Buret
(66)
Lanjutan lampiran 1
B. Nira Campur Raru
1. Ambil 5 ml tuak asli lalu masukkan ke dalam tabung reaksi
2. Encerkan dengan aquadest ke labu ukur sampai 100 ml
3. Setelah diencerkan diambil 1 ml masukkan ke tabung reaksi + 5 ml K2CrO7
dipanaskan sampai suhu 80°C selama 15' kemudian didinginkan sampai dingin
4. Masukkan sampel kedalam elmeyer + Ferosin 3 tetes sebagai indikator
5. Masukkan Aluminium Ferosulfat Fe(NH4)2 sebanyak 7,5 ml kedalam Buret
sebatas tinggi pandangan mata, sampai berubah warna
C. Nira Asli
1. Ambil 5 ml tuak asli lalu masukkan ke dalam tabung reaksi
2. Encerkan dengan aquadest ke labu ukur sampai 100 ml
3. Setelah diencerkan diambil 1 ml masukkan ke tabung reaksi + 5 ml K2CrO7
dipanaskan sampai suhu 80°C selama 15' kemudian didinginkan sampai dingin
4. Masukkan sampel kedalam elmeyer + Ferosin 3 tetes sebagai indikator
5. Masukkan Aluminium Ferosulfat Fe(NH4)2 sebanyak 2,4 ml kedalam Buret
sebatas tinggi pandangan mata, sampai berubah warna
D. Tuak yang dipasarkan di masyarakat
(67)
Lanjutan lampiran 1
2. Encerkan dengan aquadest ke labu ukur sampai 100 ml
3. Setelah diencerkan diambil 1 ml masukkan ke tabung reaksi + 5 ml K2CrO7
dipanaskan sampai suhu 80°C selama 15' kemudian didinginkan sampai dingin
4. Masukkan sampel kedalam elmeyer + Ferosin 3 tetes sebagai indikator
5. Masukkan Aluminium Ferosulfat Fe(NH4)2 sebanyak 3,7 ml kedalam Buret
sebatas tinggi pandangan mata, sampai berubah warna
Demikianlah hal ini dilakukan selama 3 hari berturut-turut untuk mengetahui
konsentrasi etanol didalam nira aren asli, nira + raru, tuak asli dan tuak yang
dipasarkan di masyarakat.
Data : Volume Titrasi Larutan (NH4)2 Fe (SO4) 0,393 N
No. Sampel Hari I Hari II Hari III
1. Tuak Asli 2,3 ml 3,1 ml 3,9 ml 2. Nira + Raru 7,5 ml 7,7 ml 8,0 ml 3. Nira Asli 2,4 ml 3,5 ml 4,5 ml 4. Tuak di Pasarkan 3,7 ml 4,5 ml 4,9 ml
Data : Kadar Etanol Persen (%)
No. Sampel Hari I Hari II Hari III
1. Tuak Asli 12,07% 16,97% 21,88% 2. Nira + Raru 43,97% 45,20% 47,04% 3. Nira Asli 12,68% 19,43% 25,56% 4. Tuak di Pasarkan 20,66% 25,56% 28,02%
(1)
Test Statisticsb .000 15.000 -2.835 .005 .008a Mann-Whitney U Wilcoxon W Z
Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
krenasi
Not corrected for ties. a.
Grouping Variable: kelompok b.
Ranks
5 3.00 15.00
5 8.00 40.00
10 kelompok P1 P4 Total krenasi
N Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
.000 15.000 -2.795 .005 .008a Mann-Whitney U Wilcoxon W Z
Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
krenasi
Not corrected for ties. a.
Grouping Variable: kelompok b.
Ranks
5 4.50 22.50
kelompok P1 P5 krenasi
(2)
Lanjutan lampiran 4
Test Statisticsb
7.500 22.500 -1.181 .238 .310a Mann-Whitney U Wilcoxon W Z
Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
krenasi
Not corrected for ties. a.
Grouping Variable: kelompok b.
Ranks
5 8.00 40.00
5 3.00 15.00
10 kelompok P2 P3 Total krenasi
N Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
.000 15.000 -2.835 .005 .008a Mann-Whitney U Wilcoxon W Z
Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
krenasi
Not corrected for ties. a.
Grouping Variable: kelompok b.
Ranks
5 8.00 40.00
5 3.00 15.00
10 kelompok P2 P4 Total krenasi
(3)
Ranks
5 8.00 40.00
5 3.00 15.00
10 kelompok P2 P5 Total krenasi
N Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
.000 15.000 -2.795 .005 .008a Mann-Whitney U Wilcoxon W Z
Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
krenasi
Not corrected for ties. a.
Grouping Variable: kelompok b.
Ranks
5 3.00 15.00
5 8.00 40.00
10 kelompok P3 P4 Total krenasi
N Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
.000 15.000 -2.660 .008 .008a Mann-Whitney U Wilcoxon W Z
Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
krenasi
Not corrected for ties. a.
Grouping Variable: kelompok b.
Ranks
5 3.00 15.00
5 8.00 40.00
10 kelompok P3 P5 Total krenasi
(4)
Lanjutan lampiran 4
Ranks
5 7.10 35.50
5 3.90 19.50
10 kelompok
P4 P5 Total krenasi
N Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
4.500 19.500 -1.730 .084 .095a Mann-Whitney U
Wilcoxon W Z
Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
krenasi
Not corrected for ties. a.
Grouping Variable: kelompok b.
(5)
69
(6)