Pengaruh Pemberian Vitamin C Terhadap Jumlah Sel Leydig Dan Jumlah Sperma Mencit Jantan Dewasa ( Mus musculus, L. ) Yang Dipapari Monosodium Glutamate (MSG)

(1)

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP JUMLAH

SEL LEYDIG DAN JUMLAH SPERMA MENCIT JANTAN

DEWASA (Mus musculus, L.) YANG DIPAPARI

MONOSODIUM GLUTAMATE (MSG)

TESIS

Oleh

JULAHIR HODMATUA SIREGAR

077008002/BM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

Σ

Ε Κ

Ο Λ

Α Η

Π Α

Σ Χ

Α Σ Α Ρ ϑΑ

Ν Α


(2)

PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP JUMLAH

SEL LEYDIG DAN JUMLAH SPERMA MENCIT JANTAN

DEWASA (Mus musculus, L.) YANG DIPAPARI

MONOSODIUM GLUTAMATE (MSG)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan dalam Program Studi Ilmu Biomedik

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

JULAHIR HODMATUA SIREGAR

077008002/BM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

Judul Tesis : PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C TERHADAP JUMLAH SEL LEYDIG DAN JUMLAH SPERMA MENCIT JANTAN DEWASA (Mus musculus, L.) YANG DIPAPARI MONOSODIUM GLUTAMAT (MSG)

Nama Mahasiswa : Julahir Hodmatua Siregar Nomor Pokok : 077008002

Program Studi : Biomedik

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Drs. Syafruddin Ilyas, M.Biomed) (dr. Delyuzar, SpPA (K))

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(dr. Yahwardiah Siregar, PhD) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 29 Agustus 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Drs. Syafruddin Ilyas, M.Biomed Anggota : 1. dr. Delyuzar, SpPA (K)

2. Prof. Em. dr. Yasmeini Yazir


(5)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang pengaruh vitamin C terhadap jumlah sel Leydig dan Sperma mencit jantan yang dipapari dengan monosodium glutamate (MSG). Apakah pengaruh reaktif oksigen spseies (ROS) atau radikal bebas yang ditimbulkan pemberian MSG dapat ditangkal dengan pemberian vitamin C sebagai antioksidan. Penelitian ini memakai mencit jantan Mus musculus L sebanyak 25 ekor yang dibagi dalam 5 kelompok perlakuan. Kelompok pertama sebagai kontrol negatif yang diberi dengan NaCl 0,9% 0,5 cc selama 30 hari, kelompok kedua kontrol positif diberi MSG 4mg/gBB intraperitoneal (IP) dilarutkan dengan NaCl 0,9% 0,5cc selama 15 hari, 15 hari berikutnya diberi NaCl 0,9% 0,5cc, kelompok ketiga diberi MSG 4mg/gBB (IP) selama 30 hari, kelompok keempat diberi MSG 4mg/gBB 15 hari pertama dan dilanjutkan dengan pemberian vitamin C 0.2mg/gBB oral 15 hari berikutnya, kelompok kelima diberi MSH 4mg/gBB (IP) 15 hari pertama dilanjutkan dengan pemberian MSG 4mg/gBB ditambah vitamin C 0,2mg/gBB 15 hari berikutnya. Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari komite etik penelitian USU. Hasil yang didapat menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna secara statistik pada jumlah sel Leydig (P<0.05), sedangkan jumlah sperma tidak memberikan nilai yang berbeda bermakna secara statistik (P>0,05) walaupun menunjukkan adanya sedikit perbedaan. Jumlah sel Leydig yang berbeda bermakna dipengaruhi oleh pemberian MSG yang mengakibatkan pembentukan radikal bebas sehingga jumlah sel Leydig berubah. Sedangkan jumlah sperma yang tidak berbeda bermakna kemungkinan diakibatkan oleh tidak adanya perubahan pada kadar terstosteron intratestikular sehingga tidak mempengaruhi proses spermatogenesis.


(6)

ABSTRACT

The present study is aimed to investigate the effect of vitamin C to Leydig cell and the sperm concentration of mice (Mus musculus L.) which are induced by monosodium glutamate (MSG). Is there any effect on ROS after giving of MSG treatment? Is it possible vitamin C to reject ones throughout antioxidant?. Adult mice (n=5/group) are divided into five groups. The first group, as negative control which is given 0,5 cc of NaCl 0,9% intrapertoneal (IP) for 30 days. The second group, as a positive control which is given MSG 4mg/gBW (IP) for 15 days, then the next 15 days, the mice is given 0,5 cc of NaCl 0,9%. The third group is given MSG 4mg/gBW (IP) for 30 days. The fourth group is given MSG 4mg/gBW for 15 days and 15 days later they are given orally 0,2mg/gBW of vitamin C. The Fifth group is given MSG 4mg/gBW (IP) for 15 days and 15 days later the mice is given MSG 4mg/gBW (IP) and orally 0,2mg/gBW of vitamin C. All the experimental procedures and animal maintenance confirmed to the strict guidelines of institutional animal ethics committee. The amount of Leydig cell in experimental groups compared with control group significantly difference (P<0,05), whereas the amount of sperm is not significantly difference (P>0,05). MSG administration to increase free radical. It causes the formation of ROS which changes the Leydig cell. The sperm concentration insignificantly difference, because MSG does not decrease intratesticular testosterone, so it will not affect the process of spermatogenesis.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas berkat dan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul Pengaruh Pemberian Vitamin C terhadap Jumlah sel Leydig dan Jumlah Sperma Mencit Jantan Dewasa (Mus musculus.,L.) yang dipapari Monosodium Glutamat (MSG). Tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dilaksanakan penulis dalam rangka memenuhi persyaratan untuk meraih gelar Magister pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya tesis ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada:

1. Kedua Orang tua tercinta, Baginda Natorop Siregar dan Fatimah Harahap dan seluruh keluarga atas dukungan dan doa yang tulus mendukung penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pascasarjana USU Medan.

2. Bapak Dirjen Dikti yang telah memberikan bantuan dana berupa beasiswa selama mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana USU Medan.

3. Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, SpA(K) dan seluruh jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana USU Medan.

4. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, selaku Direktur Pascasarjana USU Medan, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Sekolah Pascasarjana USU Medan.

5. Ketua Program Studi Ilmu Biomedik, dr. Yahwardiah Siregar, PhD.

6. Dosen Pembimbing, Dr. Drs. Syafruddin Ilyas, M.Biomed dan dr. Delyuzar, SpPA(K) atas masukan dan dukungannya selama penelitian dan penyusunan tesis ini.


(8)

7. Dosen Pembanding, Prof. dr. Yasmeini Yazir dan Prof. Gusbakti Rusip, M.Sc, PKK.

8. Koordinator Kopertis Wilayah I yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program Magister Sekolah Pascasarjana USU Medan.

9. Rektor Universitas Islam Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran UISU, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program Magister Sekolah Pascasarjana USU Medan.

10.Terima kasih yang tulus kepada istriku tercinta, Anni Lovina Dalimunthe, atas semua dorongan dan semangat sehingga tesis ini dapat penulis selesaikan. 11.Terima kasih kepada mertua dan seluruh keluarga yang telah memberikan

dukungan moril selama penulis menjalani pendidikan di Sekolah Pascasarjana USU Medan.

12.Terima kasih kepada dr. Syaiful Batubara dan keluarga yang memberikan nasehat dan semangat kepada penulis.

13.Terima kasih tidak lupa penulis sampaikan kepada semua teman-teman seperjuangan, mahasiswa Sekolah Pascasarjana USU Program Studi Ilmu Biomedik angkatan 2007, atas dorongan semangat dan kerjasama yang baik dan kekompakan yang terjalin selama ini.

14.Terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian sampai selesainya tesis ini.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan tesis ini. Demikian tesis ini disampaikan semoga dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Medan, 29 Agustus 2009 Penulis


(9)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Julahir Hodmatua Siregar

Tempat/Tanggal Lahir : Aektampang, 12 Desember 1977

Agama : Islam

Status : Menikah

Alamat : Jl. Bantan No. 26 B Medan

Pendidikan :

SD Negeri Situmba : 1984-1990

SMP Negeri Baringin : 1990-1993

SMA Negeri 2 P. Sidempuan : 1993-1996

Sarjana (S1) FK UISU : 1997-2004

Pascasarjana (S2) Biomedik USU : 2007-2009

Pekerjaan :

Dokter PTT : 2004-2005

Dosen Kopertis Wil I dpk Akbid RS Haji Medan : 2005-2006


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB 1. PENDAHULUAN………. 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Rumusan Masalah... 4

1.3. Kerangka Teori... 4

1.4. Tujuan Penelitian... 5

1.4.1. Tujuan Umum... 5

1.4.2 Tujuan Khusus... 6

1.5. Hipotesis... 6

1.6. Manfaat Penelitian... 6

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA... 7

2.1. Monosodium Glutamat (MSG)... 7

2.1.1. Kimia MSG... 7

2.1.2. Metabolisme MSG... 9

2.1.3. Efek Biologis MSG………... 9

2.1.4. Efek MSG terhadap Fungsi Reproduksi... 9

2.2. Asam Askorbat (Vitamin C)... 11

2.2.1. Sumber-sumber Asam Askorbat (Vitamin C)... 11

2.2.2. Biokimia Asam Askorbat (Vitamin C)... 12

2.2.3. Asam Askorbat (Vitamin C) dan Fertilitas... 14

2.3. Fisiologi Reproduksi Mencit Jantan... 15

2.3.1. Sistim Reproduksi Mencit Jantan... 15

2.3.2. Testis... 16

2.3.3. Sel Leydig... 16

2.4. Sistim Duktus... 17

2.5. Spermatogenesis... 17


(11)

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN... 19

3.1. Tempat dan Waktu... 19

3.2. Rancangan Penelitian... 19

3.3. Bahan dan Alat Penelitian... 20

3.3.1. Bahan Penelitian... 20

3.3.2. Alat-alat... 21

3.4. Variabel Penelitian... 21

3.4.1. Variabel Independen... 21

3.4.2. Variabel Dependen... 21

3.5. Pelaksanaan Penelitian dan Pengamatan... 21

3.5.1. Pemeliharaan Hewan Percobaan... 21

3.5.2. Pemberian Perlakuan... 22

3.5.3. Prosedur Pemeriksaan dan Pengamatan... 23

3.6. Analisis Data dan Pengujian Hipotesis... 27

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN... 28

4.1. Deskripsi Hasil Penelitian... 28

4.1.1. Pengambilan Organ... 28

4.2. Hasil Penelitian... 29

4.2.1. Berat Badan... 29

4.2.2. Jumlah Sel Sperma... 29

4.2.3. Jumlah Sel Leydig... 30

4.3. Pembahasan... 31

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN... 34

5.1. Kesimpulan... 34

5.2. Saran... 34


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Desain Perlakuan……… 23

4.1. Jumlah Sperma Mencit………... 30


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1. Kerangka Konsep... 5

2.1. Struktur Ikatan Kimia Asam Askorbat... 14

2.2. Sel Leydig... 17

3.1. Kamar Hitung Improved Neubauer... 27

4.1. Berat Badan Mencit Awal dan Akhir... 29


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Monosodium glutamate (MSG) adalah garam natrium dari asam glutamat (glutamic acid). MSG telah dikonsumsi secara luas di seluruh dunia sebagai penambah rasa makanan dalam bentuk L-glutamic acid (Geha et al, 2000). Asam amino tersebut pada hakekatnya banyak dijumpai dalam makanan alami, bahkan makanan tertentu bisa mengandung antara 5 - 20% dari total kandungan asam amino, baik dalam bentuk bebas maupun terikat dengan peptida ataupun protein (Geha et al, 2000; FDA, 1995). Glutamat dalam bentuk bebas didapat dari makanan seperti tomat, keju dan kecap yang merupakan hasil fermentasi (FDA, 1995). Secara alami glutamat yang ada dalam tubuh kita berasal dari makanan yang mengandung protein seperti keju, susu, daging, kacang kapri dan jamur (FDA, 1995).

Rata-rata konsumsi MSG diperkirakan sekitar 0,6 g/hari di Indonesia (Prawiroharjo et al, 2000) atau 0,3 - 1.0 g/hari di negara industri (Geha et al, 2000). Konsumsi tersebut bisa meningkat tergantung pada isi kandungan MSG dalam makanan dan juga tergantung pilihan rasa seseorang (Geha et al, 2000).

Penelitian yang dilakukan Ahluwalia (1996) dengan pemberian MSG secara subkutan pada menit jantan dewasa selama 6 hari dengan dosis 4 dan 8 mg/g BB menyebabkan peningkatan kadar glukosa eritrosit diikuti dengan peningkatan lipid peroksidasi. Kadar total glutation dan protein yang terikat glutation meningkat secara


(16)

signifikan dalam eritrosit, sementara glutation non protein menurun secara signifikan. Pemberian 4 dan 8 mg/g BB MSG meningkatkan aktivitas glutation reduktase (GR), glutathione-S-transferse (GST) dan glutation reductase (GRX). Hal ini menggambarkan bahwa pemberian MSG di atas 4mg/g BB menghasilkan stress oksdatif yang dilawan tubuh dengan meningkatkan aktivitas enzim metaboliknya (Ahluwalia, 1996).

Penelitian yang dilakukan Vinodini pada tikus jantan dengan pemberian MSG 4g/kgBB selama 15 hari (paparan jangka pendek) dan 30 hari (paparan jangka panjang) sangat berpengaruh. Berat testis, yang diukur menunjukkan penurunan pada kedua group percobaan. Kadar lipid peroksidasi meningkat pada kedua group. Sedangkan kadar asam askorbat pada testis terjadi penurunan (Vinodini, 2008).

Pada penelitian tikus jantan yang diberi MSG selama 15 hari (paparan jangka pendek) dan 30 hari (paparan jangka panjang) yang diberi 4gr/kgBB intraperitoneal memperlihatkan pengaruhnya berupa penurunan berat testis, jumlah sperma, dan kadar asam askorbat, dan peningkatan jumlah sperma yang rusak atau abnormal. Jumlah sperma yang normal pada tikus yang dipaparkan dengan MSG jangka pendek lebih sedikit dibanding dengan yang dipaparkan dengan jangka panjang (Nayatara, 2008).

Hal yang penting dari aerobic respiration adalah oksigen yang sangat penting untuk menghasilkan energi, tapi hal itu juga dapat menjadi penyebab terjadinya Reactive oksigen species (ROS). Ketika kadar ROS melampaui batas pertahanan


(17)

antioksidan tubuh, akan terjdi stress oksidative (OS). OS yang terus meningkat akan merusak sel, jaringan, dan organ.

Vitamin C merupakan antioksidan pemecah rantai utama dan terdapat pada cairan ekstrasel. Vitamin C menetralisir hidroksil, superoksid, dan radikal hydrogen peroksid dan mencegah aglutinsi sperma. Vitamin C ditemukan sedikit jumlahnya pada pria infertile. Vitamin C meningkatkan jumlah sperma secara invivo pada pria infertile dengan dosis 200-1000mg/hari (Agarwal, 2005).

Asam askorbat telah lama dihubungkan dengan fertilitas, yang berperan terhadap sintesis kolagen yang berperan pada hormon produksi, dan dapat melindungi sel dari radikal bebas. Asam askorbat terakumulasi di dalam testis dan ovarium.

Penelitian yang dilakukan oleh Yousef (2003) terhadap kelinci yang diberikan vitamin C dan E secara terpisah maupun kombinasi menunjukkan peningkatan libido, konsentrasi sperma, jumlah sperma dan konsentrasi fruktosa semen (Yousef, 2003).

Pemberian Vitamin C dengan dosis 0,2mg/g BB secara oral selama 36 hari yang dilakukan oleh Fauzi (2008) menunjukkan dapat menangkal efek senyawa radikal bebas yang disebabkan timbal (Fauzi, 2008).

Dari data-data yang sudah dipaparkan di atas terlihat bahwa pemberian MSG memberikan pengaruh terhadap kadar lipid peroksidasi dalam testis. Maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian vitamin C terhadap jumlah sel leydig dan jumlah sperma mencit yang dipapari MSG.


(18)

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh pemberian vitamin C terhadap jumlah sel leydig dan jumlah sperma mencit jantan dewasa yang dipapari MSG.

1.3. Kerangka Teori

Pemberian MSG dengan dosis 4mg/gBB menimbulkan stress oksidatif pada tikus yang ditandai dengan peningkatan kadar lipid peroksidasi dan penurunan kadar asam askorbat, yang akan berakibat terhadap penurunan berat testis dan jumlah sperma yang morfologinya normal dan juga kualitas sperma. Vitamin C sebagai anti okisidan akan dapat mencegah terjadinya stress oksidatif sehingga hal di atas tidak terjadi.


(19)

Gambar 1.1. Kerangka Konsep

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pemberian Vitamin C terhadap testis dan fungsi testis mencit jantan yang dipapari MSG.


(20)

1.4.2. Tujuan Khusus

Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pemberian Vitamin C terhadap jumlah sel leydig dan jumlah sperma mencit jantan dewasa (Mus musculus, L) yang dipapari MSG.

1.5. Hipotesis

Ho : a. Vitamin C tidak mempunyai pengaruh terhadap jumlah sel Leydig mencit jantan dewasa yang dipapari MSG.

b. Vitamin C tidak mempunyai pengaruh terhadap jumlah sperma mencit jantan dewasa yang dipapari MSG.

Ha : a. Vitamin C mempunyai pengaruh terhadap jumlah sel Leydig mencit jantan dewasa yang dipapari MSG.

b. Vitamin C mempunyai pengaruh terhadap jumlah sperma mencit jantan dewasa yang dipapari MSG.

1.6. Manfaat Penelitian

Dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya akan dampak konsumsi MSG terhadap sistem reproduksi.


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Monosodium Glutamat (MSG) 2.1.1. Kimia MSG

MSG pertama sekali berhasil diisolasi oleh Dr. Kikunea Ikeda di Universitas Tokyo, pada tahun 1908, seorang ahli kimia berkebangsaan Jepang (George R, 1999), dengan rumus kimia C5H8O4NNaH2O. Dr. Ikeda mengisolasi asam glutamat tersebut dari rumput laut ‘κοmβυ ψανγ βιασα διγυνακαν δαλαm mασακαν ϑεπανγ. Dρ. Ικεδα

menemukan rasa lezat dan gurih dari MSG yang berbeda dengan rasa yang pernah dikenalnya oleh karena itu maka dia menyebut rasa itu dengan sebutan ‘υmαmι ψανγ

berasal dari bahasa jepang ‘umai ψανγ βεραρτι ενακ δαν λεζατ. MSG sendiri

sebenarnya sama sekali tidak menghadirkan rasa yang enak, bahkan sering menghadirkan rasa yang dideskripsikan sebagai rasa pahit, dan asin. Akan tetapi ketika MSG ditambahkan dengan konsentrasi rendah pada makanan yang sesuai maka rasa, kenikmatan dan penerimaan terhadap makanan tersebut akan meningkat (Halpern et al, 2002). Monosodium Glutamat (MSG) ini terdiri dari Natrium sebanyak 12%, Glutamat 78% dan Air 10%.

MSG merupakan metabolit antara yang penting dalam metabolisme asam amino dan sumber energi utama pada sel otot jantung. MSG ditambahkan dengan bentuk sediaan garam monosodium murni ataupun bentuk campuran komponen asam amino dan peptide yang berasal dari asam atau enzim hidrolisa protein (Geha et al,


(22)

2000). MSG dihasilkan secara fermentasi dan merupakan ramuan makanan yang umum di Asia (Prawiroharjo et al, 2000).

MSG kemudian menjadi bahan penambah rasa yang dipakai di seluruh dunia (Geha et al, 2000) dan menjadi bahan penambah rasa yang banyak dipakai di Asia Tenggara (Prawirohardjono et al, 2000). MSG bila larut dalam air ataupun saliva akan dengan cepat berdisosiasi menjadi garam bebas dan menjadi bentuk anion dari glutamat. kemudian ion glutamat ini akan membuka channel Ca2+ pada neuron yang terdapat taste bud sehingga memungkinkan ion Ca2+ bergerak ke dalam sel sehingga menimbulkan depolarisasi reseptor yang akan menimbulkan potensial aksi yang sampai ke otak lalu diterjemahkan sebagai rasa yang lezat.

Tahun 1995 Food and Drugs Administration (FDA, 1995) mengklasifikasikan MSG sebagai bahan yang aman, generally recognized as safe (GRAS) seperti bahan makan lainnya seperti garam, cuka dan baking powder (FDA, 1995). Sementara itu Prawiroharjo melakukan penelitian di Indonesia menyatakan tidak ada gejala yang signifikan antara orang yang sehat yang mengkonsumsi MSG dengan dosis 1,5 - 3,0 g perhari dan pada placebo (Prawiroharjo et al, 2000).

Federation of American Societies for Experimental Biology (FASEB) melaporkan bahwa mengkonsumsi MSG 3 gram satu jam setelah makan atau mengkonsumsi MSG dalam keadaan perut kosong akan mengakibatkan terjadinya MSG symptom complex; rasa terbakar di belakang leher, lengan dan dada, kebas di belakang leher, hangat dan lemah di muka, dan pundak, nyeri dada, sakit kepala,


(23)

2.1.2. Metabolisme MSG

Pada penelitian yang dilakukan dengan menggunakan marmut yang dilakukan oleh Lewis D et al, terlihat bahwa akan terjadi peningkatan kadar MSG diplasma 15 -30 menit setelah pemberian MSG yang dicampur dengan air dan kadarnya akan kembali turun setelah 120 menit. Peningkatan kadar MSG terlihat setelah 90 - 120 menit pemberian MSG dengan cara mencampurnya dengan makanan formula bayi babi, dan kadarnya akan turun setelah 4 jam dari pemberian awal (Lewis D, 1973).

2.1.3. Efek Biologis MSG

Federation of American Societies for Experimental Biology (FASEB) melaporkan bahwa mengkonsumsi MSG 3 gram satu jam setelah makan atau mengkonsumsi MSG dalam keadaan perut kosong akan mengakibatkan terjadinya MSG symptom complex; rasa terbakar di belakang leher, lengan dan dada, kebas di belakang leher, hangat dan lemah di muka, dan pundak, nyeri dada, sakit kepala, muntah denyut jantung cepat, bronchospasme, kelelahan (FDA, 1995).

2.1.4. Efek MSG terhadap Fungsi Reproduksi

Pemberian MSG dengan dosis 4 mg/g berat badan secara suntikan subkutan dapat menyebabkan terjadinya lesi neuron di nukleus arkuatus hipotalamus yang akan mengganggu aksis neuroendokrin reproduksi (Lamperti dan Pickard, 1984). Pada mencit baru lahir (usia 2 sampai 11 hari) yang disuntikkan MSG secara subkutan dengan dosis 4 mg/g berat badan dapat terjadi disfungsi sistem reproduksi yang manifestasinya akan muncul pada usia dewasa berupa berkurangnya fertilitas disertai penurunan berat testis (Pizzi et al, 1977, Miskowiak et al, 1993). Tikus baru lahir


(24)

yang diberikan MSG secara suntikan intraperitoneal dengan dosis 4 mg/g berat badan setiap dua hari sampai 10 hari, pada usia pubertas akan memperlihatkan penurunan berat testis, jumlah sel sertoli dan sel leydig per testis, peningkatan kadar leptin, penurunan kadar LH, FSH, testosteron dan T4 bebas, hal yang sama juga dijumpai pada tikus saat usia dewasa tapi jumlah sel leydignya tetap (Franca et al, 2006, Miskowiak et al, 1993).

Penelitian selanjutnya memperlihatkan bahwa salah satu mekanisme yang mungkin berperan dalam timbulnya efek toksik akibat pemberian MSG pada sistem reproduksi jantan mungkin diperantarai melalui efeknya dalam menurunkan kadar asam askorbat. Penelitan tersebut dilakukan terhadap tikus Wistar jantan dewasa yang disuntikkan MSG dengan dosis 4 g/kg berat badan selama 15 hari (kelompok jangka pendek) dan selama 30 hari (kelompok jangka panjang), memperlihatkan bahwa MSG menurunkan berat testis, jumlah sperma, kadar asam askorbat dalam testis dan meningkatkan jumlah sperma abnormal. Pada kelompok jangka pendek memperlihatkan penurunan jumlah sperma normal dan peningkatan jumlah sperma dengan ekor abnormal secara signifikan ketika dibandingkan dengan kelompok jangka panjang. Kadar asam askorbat dalam testis menurun secara signifikan pada kelompok jangka pendek ketika dibandingkan dengan kelompok jangka panjang (Nayanatara et al, 2008). Penelitian lanjutan yang dilakukan Vinodini et al (2008) memperlihatkan bahwa MSG dengan dosis 4 g/kg berat badan secara intra peritoneal selain menimbulkan terjadinya penurunan berat testis dan penurunan kadar asam


(25)

testis dan pada kelompok jangka pendek memperlihatkan kerusakan oksidatif yang lebih besar bila dibandingkan dengan kelompok jangka panjang.

2.2. Asam Askorbat (Vitamin C)

Asam askorbat adalah vitamin yang dapat larut dalam air dan sangat penting untuk biosintesa kolagen, karnitin dan berbagai neurotransmitter. Kebanyakan tumbuh-tumbuhan dan hewan dapat mensintesa asam askorbat untuk kebutuhannya sendiri. Akan tetapi manusia dan golongan primata lainnya tidak dapat mensintesa asam askorbat disebabkan karena tidak memiliki enzim gulonolactone oxidase, begitu juga dengan marmut dan kelelawar pemakan buah. Oleh sebab itu asam askorbat harus disuplai dari luar tubuh terutama dari buah, sayur atau tablet suplemen vitamin C. Banyak keuntungan di bidang kesehatan yang didapat dari fungsi asam askorbat, seperti fungsinya sebagai anti oksidan, anti atherogenik, imunomodulator dan mencegah flu (Naidu, 2003). Akan tetapi untuk dapat berfungsi dengan baik sebagai antioksidan, maka kadar asam askorbat ini harus terjaga agar tetap dalam kadar yang relatif tinggi di dalam tubuh (Yi Li, 2007).

2.2.1. Sumber-sumber Asam Askorbat (Vitamin C)

Asam askorbat banyak dijumpai di dalam buah-buahan dan sayuran segar. Buah yang banyak mengandung asam askorbat diantaranya adalah, jeruk, lemon, semangka, strawberi, mangga dan nenas. Sedangkan sayuran yang banyak mengandung asam askorbat diantaranya adalah sayuran yang berwarna hijau, tomat, brokoli dan kembang kol.


(26)

Kebanyakan tumbuhan dan hewan mensintesa asam askorbat dari glukosa-D atau galaktosa-D. Sebagian besar hewan memproduksi asam askorbat yang relatif tinggi dari glukosa yang terdapat di liver (Naidu, 2003).

Asam askorbat merupakan molekul yang labil, sehingga dapat hilang dari makanan pada saat dimasak. Asam askorbat sintetis tersedia dalam berbagai macam suplemen bentuknya bisa bermacam-macam baik dalam bentuk tablet, kapsul, tablet kunyah, bubuk kristal, dan dalam bentuk larutan. Baik asam askorbat yang alami maupun yang sintetis memiliki rumus kimia yang identik dan tidak terdapat perbedaan aktivitas biologi dan bioavailabilitasnya (Naidu, 2003).

2.2.2. Biokimia Asam Askorbat (Vitamin C)

Asam askorbat adalah merupakan 6 karbon lakton yang disintesa dari glukosa yang terdapat dalam liver. Nama kimia dari asam askorbat 2-oxo-threo-hexono-1,4-lactone-2,3-enediol. Bentuk utama dari asam askorbat yang dimakan adalah L-ascorbic dan dehydroL-ascorbic acid (Naidu, 2003). Kebanyakan spesies mamalia dapat mensintesa asam askorbat kecuali manusia dan primata lainnya, marmut dan kelelawar pemakan buah juga tidak dapat mensintesa asam askorbat (Luck, 1995). Hal ini disebabkan karena mereka tidak memiliki enzim gulonolakton oksidase yang sebenarnya sangat penting dalam mensintesa immediate precursor asam askorbat yaitu 2-keto-1-gulonolakton. DNA yang memberi kode untuk gulonolakton oxidase telah mengalami mutasi sehingga menyebabkan ketidakberadaan enzim yang berfungsi. Vitamin C merupakan donor elektron dan juga merupakan reducing agent.


(27)

ketiga dari 6 molekul karbon. Vitamin C disebut sebagai antioksidan karena dengan mendonorkan elektronnya ia mencegah zat zat komposisi yang lain teroksidasi. Bagaimanapun akibat dari reaksi ini secara alamiah vitamin C juga akan teroksidasi. Setelah vitamin C mendonorkan elektronnya setelah itu dia akan menghilang dan digantikan oleh radikal bebas semidehydroaskorbic acid atau radikal ascorbyl, yang merupakan zat yang terbentuk akibat asam askorbat kehilangan 1 elektronnya, bila dibandingkan dengan radikal bebas yang lain, radikal ascorbyl ini relatif stabildan tidak reaktif. Hal inilah yang menyebabkan asam askorbat menjadi antioksidan pilihan karena, radikal bebas yang reaktif dan berbahaya dapat berinteraksi dengan asam askorbat, lalu direduksi dan radikal ascorbyl yang kemudian terbentuk menggantikannya ternyata kurang reaktif bila dibandingkan dengan radikal bebas tersebut. Bila radikal ascorbyl dan dehydroascorbic acid sudah dibentuk maka dia akan dapat direduksi kembali menjadi asam askorbat sedikitnya dengan tiga jalur enzym yang terpisah dengan cara mereduksi komponen yang terdapat di sistem biologi seperti glutation, akan tetapi pada manusia hanya sebagian yang direduksi kembali menjadi asam askorbat yang lain tidak dapat direduksi kembali menjadi asam askorbat. Dehydroascorbic acid yang telah terbentuk kemudian dimetabolisme dengan cara hidrolisis.


(28)

.

Gambar 2.1. Struktur Ikatan Kimia Asam Askorbat 2.2.3. Asam Askorbat (Vitamin C) dan Fertilitas

Asam askorbat memiliki tiga aksi biologis dalam kaitannya untuk mempertahankan fungsi reproduksi, masing-masing tergantung pada perannya sebagai agent pereduksi yang diperlukan untuk proses biosintesa kolagen, hormon steroid dan hormon peptida.

Asam Askorbat dan Testis

Asam askorbat memberikan efek baik kepada integritas dari struktur tubular maupun terhadap fungsi sperma. Pada tubular dapat diasumsikan bahwa asam askorbat dibutuhkan untuk sekresi dan pemeliharaan lapisan kolagen tipe I dan IV, yang merupakan bagian utama dari kompleks lamina basalis. Pada endokrin asam askorbat menstimulasi sekresi oxitosin. Defisiensi asam askorbat telah lama dihubungkan dengan jumlah sperma yang rendah, peningkatan jumlah sperma yang abnormal, mengurangi motilitas dan aglutinasi. Pada beberapa penelitian telah


(29)

yang menguntungkan dari asam askorbat ini mungkin adalah hasil dari pemecahan radikal bebas yang sering timbul akibat polusi lingkungan dan metabolisme selular yang dapat menyebabkan kerusakan oksidatif dari DNA.

Kadar leptin meningkat beberapa lipat (2.41: 8,07) pada tikus prepubertal yang diberi MSG, pada tikus tersebut menunjukkan kadar plasma LH, FSH, T, dan FT menurun secara signifikan. Data-data tersebut menunjukkan bahwa perkembangan testis, proliferasi sel sertoly dan sel leydig terganggu dengan pemberian MSG selama prepubertas. Tikus dewasa yang diberi MSG menunjukkan peningkatan kadar leptin dan penurunan kadar LH, FSH, tetapi kadar T dan FT menunjukkan dalam keadaan normal dan juga tidak terlihat perubahan struktur testis. Pada tikus dewasa yang diberi MSG terlihat adanya penurunan jumlah sel sertoli yang signifikan. Dari penjelasan di atas mengindikasikan bahwa pemberian MSG pada tikus menunjukkan karakteristik hubungan perubahan Hypothalamus-pituitary-gonadal(HPG) gangguan proliferasi sel sertoli dan sel leydig, mengurangi jumlah sel sertoli, penurunan berat organ seksual, menunjukkan keadaan hyperleptinemia jangka panjang menjadi faktor utama rusaknya axis HPG pada tikus jantan yang diberi MSG (Franca et al, 2006).

2.3. Fisiologi Reproduksi Mencit Jantan 2.3.1. Sistim Reproduksi Mencit Jantan

Sistim reproduksi mencit jantan terdiri dari sepasang testis yang dibungkus skrotum, epididimis dan vassa deferens, kelenjar aksesoris, uretra dan penis (Rugh. R, 1967).


(30)

2.3.2. Testis

Pada mencit jantan Gonad sewaktu embrio berdifrensiasi menjadi testis yang akan dibungkus oleh skrotum. Fungsi testis ini untuk menghasilkan hormon seks jantan yang disebut androgen, dan juga menghasilkan gamet jantan yang disebut sperma. Di dalam testis terdapat 2 komponen penting, yaitu komponen spermatogenesis dan komponen interlobular. Komponen spermatogenesis terdiri dari sel germinal dan sel sertoli pada tubulus seminiferus. Komponen interlobular terdiri dari sel interstitial Leydig dan jaringan peritubular serta sistem vascular dan limfatik (Russel L D, 1990).

Lebih dari 90% testis terdiri dari tubulus seminiferus yang merupakan tempat menghasilkan sperma. Tubulus tersebut tersusun berliku-liku di dalam testis dan sangat panjang. Pada mencit jantan muda struktur tubulus terdiri dari epithelium lembaga yang menghasilkan sel-sel spermatogonia dan sel sertoly. Pada jantan yang lebih tua spermatogonia tumbuh menjadi spermatosit primer, yang setelah pembelahan meiosis pertama tumbuh menjadi spermatosid sekunder haploid. Spermatosid sekunder akan menjadi spermatid yang menjalani spermatogenesis, yang akhirnya akan menjadi sperma yang terdiri dari kepala tubuh dan ekor (Nalbandov, 1990, Robert R, 1967).

2.3.3. Sel Leydig

Sel instertisial Leydig merupakan sel yang memberikan gambaran mencolok untuk jaringan tersebut. Sel-sel Leydig letaknya berkelompok memadat pada daerah


(31)

besar, dengan sitoplasma sering bervakuol pada sajian mikroskop cahaya. Inti selnya mengandung butir-butir kromatin kasar dan anak inti yang jelas. Umumnya pula dijumpai sel yang memiliki dua inti. Sitoplasma sel kaya dengan benda-benda inklusi seperti titik lipid, dan pada manusia juga mengandung kristaloid berbentuk batang (Leeson et al, 1996).

Gambar 2.2. Sel Leydig (Guyton A C, Hall J E, 2008)

2.4. Sistem Duktus

Sistim duktus mencit jantan terdiri dari rete testis, epidimis (caput, corpus, caudal) dan duktus deferens.

2.5. Spermatogenesis

Langkah spermatogenesis mencit jantan dimulai dari perubahan spermatogonia menjadi spermatid dan akhirnya menjadi spermatozoa.


(32)

2.6. Struktur Sel Spermatozoa

Sel sperma yang normal terdiri dari kepala, leher, bagian tengah dan ekor. Kepala ditutupi oleh tudung protoplasmic (galea kapitis). Galea kapitis biasanya larut bila sperma diberi pelarut lemak yang biasanya digunakan untuk pegecatan. Bila bergerak sperma berenang dalam cairan suspensinya seperti ikan dalam air. Bila mati sperma akan terlihat datar dengan permukaan. Pada mencit ujung kepala sperma berbentuk kait. Leher dan ekor tersusun dari flagellum tunggal yang padat tetepi tersusun dari 9 - 18 fibril yang dibungkus oleh satu selubung. Pada ujung ekor selubung menghilang, fibril menyembul dalam bentuk sikat yang telanjang (Nalbandov, 1990; Rugh, R, 1967).


(33)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Patologi Anatomi FK USU, Medan. Penelitian dilakukan selama ±2 (dua) bulan, 30 Mei - 22 Juli 2009.

3.2. Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan rancangan eksperimental dengan desain Rancangan Acak Lengkap (RAL). Mencit jantan (Mus musculus, L) strain DD Webster dewasa, sebanyak 25 ekor, dengan menggunakan rumus Frederer (Frederer, 1963) yaitu: (t-1) (n-1) ! 15

Di mana : t = jumlah perlakuan n = jumlah ulangan

yang dibagi dalam 5 kelompok perlakuan, yaitu 2 kelompok kontrol (kelompok kontrol pertama diberi aquadest selama 30 hari dan kelompok kontrol kedua diberi MSG selama 15 hari pertama dan 15 hari berikutnya pemberian MSG dihentikan dan diganti dengan pemberian aquadest dan 3 kelompok perlakuan (kelompok perlakuan pertama diberi MSG selama 30 hari, kelompok perlakuan kedua diberi MSG selama 15 hari pertama dan 15 hari berikutnya pemberian MSG dihentikan dan diganti dengan vitamin C dan kelompok perlakuan ketiga


(34)

diberi MSG selama 15 hari pertama dan 15 hari berikutnya ditambah dengan pemberian vitamin C), masing-masing terdiri atas 5 mencit jantan. Mencit ditempatkan ke dalam kelompok secara random.

3.3. Bahan dan Alat Penelitian 3.3.1. Bahan Penelitian

Bahan biologis. Bahan biologis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan (Mus musculus, L) strain DD Webster dewasa. Mencit jantan dewasa merupakan hasil perbanyakan hewan yang diperoleh dari Universitas Gajah Mada Yogyakarta, sebanyak 25 ekor mencit jantan dipilih dari hasil perbanyakan untuk keperluan penelitian. Sebelum dilakukan perlakuan, 25 ekor mencit jantan dewasa tersebut terlebih dahulu dilakukan uji fertilitas yaitu dengan cara mengawinkan masing-masing mencit jantan dewasa dengan satu mencit betina dewasa dan jika terjadi pembuahan yang ditandai dengan buntingnya mencit betina dewasa tersebut maka mencit jantan dewasa yang membuahinya dianggap fertil.

Bahan Kimia

a. Larutan fiksatif Bouin.

b. Alkohol 70%,80%,90%,96% dan alkohol absolut. c. Parafin.


(35)

3.3.2. Alat-alat

Alat utama yang digunakan dalam penelitian antara lain: jarum oval (Gavage), spuit 1 ml, bak bedah dan dissecting set, gelas arloji, cawan petri, batang pengaduk, kamar hitung Neubauer, mikroskop cahaya, objek glass, mikrotom, oven.

3.4. Variabel Penelitian 3.4.1. Variabel Independen

1. Monosodium Glutamate. 2. Vitamin C.

3.4.2. Variabel Dependen

1. Jumlah sel leydig. 2. Jumlah sperma.

3.5. Pelaksanaan Penelitian dan Pengamatan 3.5.1. Pemeliharaan Hewan Percobaan

Mencit ditempatkan di dalam kandang yang terbuat dari bahan plastik (ukuran 30x20x10 cm) yang ditutup dengan kawat kasa. Dasar kandang dilapisi dengan sekam padi setebal 0,5-1 cm dan diganti setiap tiga hari. Cahaya ruangan dikontrol persis 12 jam terang (pukul 06.00 sampai dengan pukul 18.00) dan 12 jam gelap (pukul 18.00 sampai dengan pukul 06.00), sedangkan suhu dan kelembaban ruangan dibiarkan berada pada kisaran alamiah. Pakan (pelet komersial) dan minum (air PAM) disuplai setiap hari.


(36)

3.5.2. Pemberian Perlakuan

Pemberian dosis MSG terlebih dahulu dilarutkan dalam aquades sebanyak 0,5ml. Aquades yang diberikan pada kelompok kontrol sebanyak 0,5 ml.

1. Kelompok 1 (P1) = Kelompok kontrol pertama terdiri 5 ekor mencit dewasa jantan yang diberi aquadest selama 30 hari.

2. Kelompok 2 (P2) = Kelompok kontrol kedua terdiri dari 5 ekor mencit dewasa jantan yang diberi MSG 4 mg/g berat badan secara intraperitoneal setiap hari selama 15 hari pertama dan 15 hari berikutnya pemberian MSG dihentikan dan diganti dengan pemberian aquadest.

3. Kelompok 3 (P3) = Kelompok perlakuan pertama terdiri dari 5 ekor mencit dewasa yang diberi MSG 4 mg/g berat badan secara intraperitoneal setiap hari selama 30 hari.

4. Kelompok 4 (P4) = Kelompok perlakuan kedua terdiri dari 5 ekor mencit dewasa yang diberi MSG 4 mg/g berat badan secara intraperitoneal setiap hari selama 15 hari pertama dan 15 hari berikutnya pemberian MSG dihentikan dan diganti dengan pemberian vitamin C 0,2 mg/g berat badan secara oral setiap hari.

5. Kelompok 5 (P5) = Kelompok perlakuan ketiga terdiri dari 5 ekor mencit yang diberi MSG 4 mg/g berat badan selama 15 hari pertama dan 15 hari berikutnya MSG tetap diberikan dan ditambah dengan pemberian vitamin C 0,2 mg/g berat badan secara oral setiap hari.


(37)

Mencit ditempatkan ke dalam kelompok secara random.

Tabel 3.1. Desain Perlakuan

3.5.3. Prosedur Pemeriksaan dan Pengamatan

Setelah perlakuan selama 30 hari, masing-masing hewan percobaan dikorbankan dengan cara dislokasi leher, selanjutnya dibedah.

1. Jumlah sel leydig

Cara Kerja

Pembuatan sediaan histologis testis

Pembuatan sediaan histologis menurut Suntoro, S.H, (1983) dengan metode parafin adalah: fiksasi, pencucian, dehidrasi, penjernihan, infiltrasi parafin, penanaman, pengirisan, penempelan, deparafinasi, pewarnaan, penutupan serta pemberian label.


(38)

Fiksasi

Organ testis yang telah dipotong-potong kemudian dimasukkan kedalam larutan fiksatif Bouin selama 2-10 jam.

Pencucian

Setelah proses fiksasi dilakukan pencucian dengan alkohol 70%.

Dehidrasi

Dilakukan secara bertahap, dengan alkohol 70% selama 10 menit, alkohol 80%,90%,96%, masing-masing selama 60 menit, kemudian dengan alkohol absolut selama 30 menit.

Penjernihan

Dilakukan segera setelah proses dehidrasi dengan menggunakan toluol murni.

Infiltrasi Parafin

Proses infiltarsi parafin dilakukan di dalam oven dengan suhu 560C. Organ testis dimasukkan kedalam campuran toluol-parafin denagn perbandingan 1:1 selama 30 menit. Kemudian berturut dimasukkan kedalam:

Parafin Murni I selama 60 menit Parafin Murni II selama 60 menit Parafin Murni III selama 60 menit

Penanaman

Sediaan dari Parafin murni III dimasukkan kedalam kotak kertas kecil sebagai cetakan yang telah berisi parafin cair, dan dibiarkan sampai parafin mengeras.


(39)

Pengirisan

Blok parafin testis yang telah mengeras ditempelkan pada holder kayu sampai melekat erat, kemudian dipasangkan pada mikrotom. Pengirisan dilakukan dengan ketebalan 6m.

Penempelan

Pada gelas benda diolesi dengan larutan albumin mayer dan ditetesi dengan aquadest. Kemudian beberapa pipa parafin diletakkan di permukaan akuades pada gelas benda dan dibiarkan beberapa saat, kemudian gelas benda dipindahkan ke meja pemanas hingga kering.

Pewarnaan

Pewarnaan dengan hematoxylin_Eosin (H-E) melalui tahapan a. Preparat dideparafinasi dalam xylol sampai bebas parafin.

b. Dimasukkan dalam alkohol 96%, 90%, 80%, 70%, 50%, 30%, akuades. c. Dimasukkan dalam larutan hematoxylin Erlich selam 1 menit.

d. Dicuci dengan air mengalir, dicelupkan kedalam akuades, alkohol 30%, 50%, 70%.

e. Kemudian dimasukkan kedalam larutan Eosin 0,5% selama 1 menit.

f. Kemudian dimasukkan kedalam alkohol 70%, 80%, 90% dan alkohol absolut. g. Selanjutnya dimasukkan kedalam xylol.

Penutupan

Preparat ditutup dengan gelas penutup setelah ditetesi dengan canada balsem terlebih dahulu, lalu diberi label.


(40)

Penghitungan Jumlah Sel Leydig

Jumlah sel Leydig dihitung pada semua lapangan pandang, kecuali pada sediaan yang tubulus seminiferusnya terpotong lebih dari setengah. Tiap mencit dihitung jumlah sel Leydignya pada tiga (3) preparat yang kemudian diambil rata-rata dari ketiga preparat tersebut.

2. Penghitungan jumlah sperma.

Cara Kerja

Prosedur pengambilan sekresi cauda epididimis

Organ testis beserta epididimis diambil dan diletakkan kedalam cawan petri yang berisi NaCl 0,9%. Di bawah mikroskop bedah dengan pembesaran 400 kali. Cauda epididimis dipisahkan dengan cara memotong bagian proximal epididimis dan bagian distal vas deferns. Selanjutnya cauda epididimis dimasukkan kedalam gelas arloji yang berisi 1 ml NaCl 0,9% kemudian proximal cauda epididimis dipotong sedikit dengan gunting lalu kauda ditekan dengan perlahan hingga sekresi/cairan epididimis keluar dan tersuspensi dengan NaCl 0,9%.

Pengamatan Jumlah Sperma

Pengamatan jumlah sperma dilakukan menurut Soehadi dan Arsyad (1983). Suspensi spermatozoa yang telah diperoleh terlebih dahulu dihomogenkan. Selanjutnya diambil sebanyak 10 λ, σαmπελ διmασυκκαν κε δαλαm κοτακ καmαρ

hitung Improved Neubauer serta ditutup dengan kaca penutup. Dilihat di bawah mikroskop cahaya dengan pembesaran 400 kali. Hasil perhitungan dimasukkan


(41)

Jumlah Sperma = N/2 x 105 spermatozoa/ml suspensi N : jumlah sperma yang dihitung dalam kotak

Gambar 3.1. Kamar Hitung Improved Neubauer (Zaneveld et al, 1986)

3.6. Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

Semua data dipresentasikan dalam bentuk rata-rata ± σιmπανγαν βακυ (ρατ a-rata ± ΣD). Dilakukan uji normalitas dan homogenitas data SPSS 15.0. Dari hasil penelitian didapatkan data dengan distribusi normal dan homogen, sehingga dilakukan uji parametrik Anova.


(42)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskripsi Hasil Penelitian

Penelitian dimulai dari tanggal 30 Mei - 22 Juli 2009, hal ini lebih dari 30 hari dikarenakan adanya beberapa mencit yang mati sewaktu penelitian, dan ini mengganggu sampel, sehingga perlu diganti.

Selama pemeliharaan, berat badan dan aktivitas setiap hewan coba terus diperhatikan. Untuk membedakan setiap mencit diberi tanda spidol di badan mencit.

Pemberian MSG diberikan secara intraperitoneal, di mana dosisnya ditentukan sesudah berat badannya ditimbang lebih dulu setiap hari. Pemberian Vitamin C secara oral juga dilakukan setelah penimbangan berat badan dilakukan terlebih dahulu.

4.1.1. Pengambilan Organ

Pengambilan organ testis dan caudal epididimis dilakukan setelah dilakukan perlakuan selama 30 hari, dan hari ke-31 baru organ tersebut diambil dengan melakukan dislokasi dan laparotomi. Organ caudal epididimis dimasukkan ke piring petri, testis diambil dan dimasukkan ke tabung berisi larutan fiksatif.


(43)

4.2. Hasil Penelitian 4.2.1. Berat Badan

Berdasarkan data yang didapat dari hasil penimbangan berat badan mencit pada saat awal penelitian dan waktu ekskusi didapat berat badan mencit sebagai berikut.

Gambar 4.1. Berat Badan Mencit Awal dan Akhir 4.2.2. Jumlah Sel Sperma

Setelah dilakukan penghitungan terhadap jumlah sperma maka jumlah sperma dapat dilihat pada tabel di bawah ini:


(44)

Tabel 4.1. Jumlah Sperma Mencit

Jumlah Sperma (X106)/ml Suspensi

Mencit P1 P2 P3 P4 P5

1 10.3 8.05 7.45 4.3 3.95

2 5.75 3.35 7.4 7.35 5.75

3 5.8 3.05 6.9 3.9 4.4

4 8.85 6.5 8.3 7.6 5.7

5 8.7 8 12.6 9.7 4.25

Rata-rata 7.88 5.79 8.53 6.57 4.81

4.2.3. Jumlah Sel Leydig

Jumlah sel Leydig pada kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna seperti pada tabel di bawah.

Tabel 4.2. Jumlah Sel Leydig

Kelompok N Jumlah Sel Leydig

⋅ ± ΣD

P1 5 2177.4 ± 126.692a

P2 5 2068.4 ± 42.524a

P3 5 1787.4 ± 131.922b

P4 5 2030 ± 106.13a

P5 5 1779.4 ± 136.91b

Keterangan: Huruf-huruf yang sama pada kolom yang sama pada masing-masing perlakuan berbeda tidak signifikan pada taraf nyata 5% (huruf kecil).


(45)

Di bawah ini merupakan gambaran sediaan histologi dari testis mencit.

Gambar 4.2. Sel Leydig (Panah) dengan Perbesaran Mikroskop 400x

4.3. Pembahasan

Keamanan penggunaan MSG dalam makanan masih menjadi kontroversi, pada penelitian yang sudah dilakukan pemberian MSG memberikan pengaruh terhadap fungsi dari sistim reproduksi pria (Onakewhor J,U,E, 1998). MSG mempengaruhi sistim reproduksi pria melalui pembentukan ROS. Terbentuknya ROS dalam penelitian ini diimbangi dengan pemberian Vitamin C yang merupakan antioksidan. Vitamin C merupakan antioksidan yang hidrofilik dan berfungsi menangkap radikal bebas dan melindungi biomembran dari radikal bebas tersebut (Alturnas, I, 2002).


(46)

Dari hasil penelitian didapat bahwa pemberian MSG 4mg/grBB dan Vitamin C, memberikan hasil yang bermakna terhadap jumlah sel Leydig (Tabel 4.2), tetapi pada jumlah sel sperma memberikan hasil yang sebaliknya atau tidak bermakna. Sperma yang dihasilkan di testis dalam perkembangannya sangat dipengaruhi oleh kadar testosteron yang dihasilkan oleh sel Leydig (testosteron intratestikular). Sel Leydig sendiri dalam menghasilkan testosteron dipengaruhi oleh LH. Proliferasi sel leydig dipengaruhi oleh beberapa hormon yaitu: hormon pertumbuhan, hormon thyroid, LH, steroids, hormon anti-Mullerian, plateled-derived growth faktor-A, TGF〈/, IGF-I dan sitokin (Franca, 2006, Mendis-Handagama, 2001). Pada penelitian yang dilakukan Franca (2006) dengan memberikan MSG 4mgkgrBB menurunkan kadar FSH, LH, dan thyroid (Franca, 2006). Penurunan jumlah sel leydig akan mempengaruhi kadar testosteron yang dihasilkan sehingga dapat mempengaruhi proses spermatogensis. Testosteron dalam tubuh terbagi dua yaitu testosteron plasma/serum dan testosteron intratestikular, dan yang mempengaruhi spermatogenesis adalah testosteron intratesticular. Kadar kedua testosteron berbeda, dimana kadar testosteron intratesticular lebih tinggi dibanding kadar testosteron serum. Kadar testosteron intratsticular 3-kali lebih tinggi dibanding dengan kadar testosteron serum (Jarow.J.P, 2005). Dalam penelitian ini kadar testosteron intratesticular tidak dilakukan pengukurannya. Kemungkinan penurunan jumlah sel leydig dalam hal ini belum menurunkan kadar testosteron intratestikular sehingga tidak berpengaruh terhadap spermatogenesis, akhirnya jumlah sperma tidak


(47)

berpengaruh atau tidak ada perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol dan perlakuan (p>0,05).

Pemberian Vitamin C memberikan hasil yang baik dan mempengaruhi jumlah sel Leydig, yang bekerja sebagai antioksidan terhadap radikal bebas yang dihasilkan dari pemberian MSG. Sesuai dengan hasil penelitian terdahulu bahwa pemberian vitamin C dapat meningkatkan jumlah sel Leydig (Mishra, M, 2004).


(48)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Pada penelitian ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Pemberian MSG 4mg/gr bb IV, tidak memberikan hasil yang bermakna terhadap jumlah sperma, tetapi memberikan hasil yang bermakna terhadap jumlah sel Leydig.

2. Pemberian Vitamin C 0,2 mg/gr bb, tidak memberikan hasil yang bermakna terhadap jumlah sperma, tetapi memberikan hasil yang bermakna terhadap jumlah sel Leydig.

5.2. Saran

1. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan dosis yang lebih tinggi dan pemberian Vitamin C dengan waktu yang berbeda.

2. Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan terhadap kadar LH, testosteron intratesticular dan kadar testosteron serum.


(49)

DAFTAR PUSTAKA

Agarwal, A., Prabakaran, S. A. & Said, T. M. (2005), Prevention of oxidative stress injury to sperm. J Androl, 26, 654-60.

Ahluwalia, P., Tewari, K. & Choudhary, P. (1996), Studies on the effects of monosodium glutamate (MSG) on oxidative stress in erythrocytes of adult male mice. Toxicol Lett, 84, 161-5.

Alturnas, I., Deliba, N., Demieri, M., Deliba., Demiric, M., Klinc, I., Tamer, N. (2002), The effects of methidathion on lipid peroxidation and some liver enzymes:role of vitamin e and c.Arch.Toxicol, 76,470-3.

Lewis, D., Stegink, L., Filler Jr, l George, Baker (1973), Monosodium glutamate metabolism in the neonatal pig : effect of load plasma brain, muscle and spinal fluid free amino acid levels. J.nutr.103:1138-1145.

FDA (1995) FDA and monosodium gtamate (MSG).[cited 2008 july 11] avaiable at http://www.fda.gov/opacom/backgrounders/msg.html.

Fauzi, T.M (2008), Pengaruh pemberian timbal asetat dan vitamin c terhadap peroksidai lipid dan kualitas spermatozoa di dalam sekresi epididimis mencit jantan (mus musculus L) starin DD. Biomedic. Medan. Sumatera Utara. Franca, L. R., Suescun, M. O., Miranda, J. R., Giovambattista, A., Perello, M.,

Spinedi, E. & Calandra, R. S. (2006), Testis structure and function in a nongenetic hyperadipose rat model at prepubertal and adult ages. Endocrinology, 147, 1556-63.

Federer, W. (1963), Experimental design, theory and application, New York, Mac Millan.

Garattini, S. (2000), Glutamic Acid, Twenty Years Later. Journal of Nutrition, 130, 901S–909S.

Geha, R., Beiser, A., Ren, C., Patterson, R., Greenberger, P., Grammer, L., Ditto, A., Harris, K., Saughnessy, M., Yarnold, P., Corrent, J. & Saxon, A. (2000) Review of Alleged Reaction to Monosodium Glutamate and Outcome of a Multicenter Double-Blind Placebo-Controlled Study. The Journal of Nutrition, 130, 1058S1062S.


(50)

Guyton, A, C., Hall, J, E (2008), Fungsi reproduksi hormonal pria.in:Fisiologi kedokteran alih bahasa Irawati et all.ed 11. Jakarta; EGC.p.1055.

Halpern, B. (2002), What’ in a name ? Are MSG and umami the same ? Chemical

Sense.

Jarow, J, P., Chen, H., Rosner, W., trentacoste, S., Zirkin, B,R. (2001), Assesment of androgen environment within the human testis:minimally invasive method to obtain intratesticular fluid. Journal of Andrology,22,4,640-5.

Lamperti, A. A. & Pickard, G. E. (1984), Immunohistochemical localization of luteinizing hormone-releasing hormone (LHRH) in the hypothalamus of adult female hamsters treated neonatally with monosodium glutamate or hypertonic saline. Anat Rec, 209, 131-41.

Leeson, R, C., Lesoon, S, T., Paparo, A, A (1996), Sistim reproduksi pria.in: buku ajar histologi alih bahasa Siswojo, K., Tambojang, J., Wonodirekso, S at all. Jakarta: EGC; p.523.

Luck, R, M., Jeyaseelan, J., Scholes, A, R (1995), Ascorbic acid and fertility. Biol Repro, 52,262-66.

Mendis-Handagama, S, M., Ariyaratne, H, B. (2001), Diffrentistion of the adult Leydig cell population in the postnatal testis. Biol Reprod.63,660-71.

Miskowiak, B., Limanowski, A. & Partyka, M. (1993), Effect of perinatal administration of monosodium glutamate (MSG) on the reproductive system of the male rat. Endocrynol Pol, 44, 497-505.

Mishra, M., Acharya, U, R.(2004), Protective action of vitamins on the spermatogenesis in lead-treated swiss mice. Journal Of Trace Elements in Medicine and Biology,18,173-8

Nalbandov A V. (1990), Fisiologi reproduksi pada mamalia dan unggas. 3th. Universitas Indonesia, Jakarta. pp41-53.

Nayanatara, A., Vinodini, N., Damodar, G., Ahamed, B., Ramaswamy, C., Shabarinath & Bath, R. (2008), Role of ascorbic acid in monosodium glutamate mediated effect on testicular weight, sperm morphology and sperm count, in rat testis. Journal of Chinese Clinical Medicine, 3.


(51)

Onakewhor, J, U, E., Oforofuo, I, A, O, Singh, S, P. (1998), Chronic administration of monosodium glutamate induces oligozoospermia and glycogen accumulation in wister rat testes. Africa j reprod Health, 2,190-7.

Pizzi, W. J., Barnhart, J. E. & Fanslow, D. J. (1977), Monosodium glutamate administration to the newborn reduces reproductive ability in female and male mice. Science, 196, 452-4.

Prawirihardjono, W., Dwiprahasto, I., Astuti, I., Hadiwandowo, S., Kristin, E., Muhammad, M. & Kelly, M. (2000), The Administration to Indonesians of Monosodium L-Glutamate in Indonesian Foods: An Assessment of Adverse Reactions in a Randomized Double-Blind, Crossover, Placebo-Controlled Study. Journal of Nutrition, 130, 1074S1076S.

Rugh R, (1967), The mouse its repsoduction and development. Brgess Publising Company.pp.1-23.

Russell L.D., ettlin R.A., Hikim, A, P, S., legg E, D., Histological and histopathological evaluation of the testis. Cache river press.1-40.

Schwartz,G, R. ( 1999), In bad taste the msg symptom complex. Health press. Santa Fe, New Mexico.p.5.

Soehadi, K., Arsyad, K. M. (1983), Analisis sperma. Airlangga University Press. Surabaya.

Suntoro,S.H. (1983), Metode pewarnaan in Histologi dan histokimia. Bhratara Karya Aksara, Jakarta. 48.

Styrna J. (2008), Genetic control of gamete quality in the mouse-atribute to halina krazanwska. Int.J.Dev.Biol.52:195-9.

Vinodini, N., Nayanatara, A., Damodara, G., Ahamed, B., Ramaswamy, C., Shabarinath & Bhat, R. (2008), Effect of monosodium glutamat-induced oxidative damage on rat testis. Journal of Chinese Clinical Medicine, 3, 370-373.

Yi Li., Schellhorn H, E. (2007), New developments and novel therapeutic perspectives for vitamin c.J.nutr,137:2171-84.

Yousef, M. I., Addallah, G. A. & Kamel, K. I. (2003), Effect of ascorbic acid and Vitamin E supplementation on semen quality and biochemical parameters of male rabbits. Anim Reprod Sci, 76, 99-111.


(52)

Zaneveld, Polakoski. (1977), Techniques of human andrology: 160. Dalam : Zaneveld LJD, Fulgham DL (1986). Short course : Male reproduction/Andrology and non-hormonal contraception. Chicago, IL: 19.


(53)

Lampiran 1

Paired Samples Statistics

37.6140 25 4.11176 .82235

38.1720 25 2.84364 .56873

BB_awal BB_akhir Pair

1

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean

Paired Samples Correlations

25 .591 .002

BB_awal & BB_akhir Pair 1

N Correlation Sig.

Paired Samples Test

-.55800 3.34302 .66860 -1.93793 .82193 -.835 24 .412 BB_awal - BB_ak

Pair 1

Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean Lower Upper 95% Confidence Interval of the

Difference Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Tests of Normality

.258 5 .200* .866 5 .249

.241 5 .200* .825 5 .127

.339 5 .061 .739 5 .023

.226 5 .200* .911 5 .474

.285 5 .200* .825 5 .128

Kelompok P0 P1 P2 P3 P4 Sperma

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

This is a lower bound of the true significance. *.

Lilliefors Significance Correction a.


(54)

ANOVA Sperma

4.6E+013 4 1.145E+013 2.582 .069

8.9E+013 20 4.433E+012

1.3E+014 24

Between Groups Within Groups Total

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Tests of Normality

.191 5 .200* .951 5 .746

.343 5 .055 .822 5 .120

.201 5 .200* .937 5 .645

.212 5 .200* .930 5 .598

.186 5 .200* .943 5 .685

kelompok P1 P2 P3 P4 P5 sel_leydig

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

This is a lower bound of the true significance. *.

Lilliefors Significance Correction a.

ANOVA sel_leydig

629787.4 4 157446.860 12.061 .000 261080.8 20 13054.040

890868.2 24 Between Groups

Within Groups Total

Sum of


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Agarwal, A., Prabakaran, S. A. & Said, T. M. (2005), Prevention of oxidative stress injury to sperm. J Androl, 26, 654-60.

Ahluwalia, P., Tewari, K. & Choudhary, P. (1996), Studies on the effects of monosodium glutamate (MSG) on oxidative stress in erythrocytes of adult male mice. Toxicol Lett, 84, 161-5.

Alturnas, I., Deliba, N., Demieri, M., Deliba., Demiric, M., Klinc, I., Tamer, N. (2002), The effects of methidathion on lipid peroxidation and some liver enzymes:role of vitamin e and c.Arch.Toxicol, 76,470-3.

Lewis, D., Stegink, L., Filler Jr, l George, Baker (1973), Monosodium glutamate

metabolism in the neonatal pig : effect of load plasma brain, muscle and spinal fluid free amino acid levels. J.nutr.103:1138-1145.

FDA (1995) FDA and monosodium gtamate (MSG).[cited 2008 july 11] avaiable at http://www.fda.gov/opacom/backgrounders/msg.html.

Fauzi, T.M (2008), Pengaruh pemberian timbal asetat dan vitamin c terhadap

peroksidai lipid dan kualitas spermatozoa di dalam sekresi epididimis mencit jantan (mus musculus L) starin DD. Biomedic. Medan. Sumatera Utara.

Franca, L. R., Suescun, M. O., Miranda, J. R., Giovambattista, A., Perello, M., Spinedi, E. & Calandra, R. S. (2006), Testis structure and function in a nongenetic hyperadipose rat model at prepubertal and adult ages.

Endocrinology, 147, 1556-63.

Federer, W. (1963), Experimental design, theory and application, New York, Mac Millan.

Garattini, S. (2000), Glutamic Acid, Twenty Years Later. Journal of Nutrition, 130, 901S–909S.

Geha, R., Beiser, A., Ren, C., Patterson, R., Greenberger, P., Grammer, L., Ditto, A., Harris, K., Saughnessy, M., Yarnold, P., Corrent, J. & Saxon, A. (2000) Review of Alleged Reaction to Monosodium Glutamate and Outcome of a Multicenter Double-Blind Placebo-Controlled Study. The Journal of


(2)

Guyton, A, C., Hall, J, E (2008), Fungsi reproduksi hormonal pria.in:Fisiologi kedokteran alih bahasa Irawati et all.ed 11. Jakarta; EGC.p.1055.

Halpern, B. (2002), What’ in a name ? Are MSG and umami the same ? Chemical

Sense.

Jarow, J, P., Chen, H., Rosner, W., trentacoste, S., Zirkin, B,R. (2001), Assesment of androgen environment within the human testis:minimally invasive method to obtain intratesticular fluid. Journal of Andrology,22,4,640-5.

Lamperti, A. A. & Pickard, G. E. (1984), Immunohistochemical localization of luteinizing hormone-releasing hormone (LHRH) in the hypothalamus of adult female hamsters treated neonatally with monosodium glutamate or hypertonic saline. Anat Rec, 209, 131-41.

Leeson, R, C., Lesoon, S, T., Paparo, A, A (1996), Sistim reproduksi pria.in: buku ajar histologi alih bahasa Siswojo, K., Tambojang, J., Wonodirekso, S at all. Jakarta: EGC; p.523.

Luck, R, M., Jeyaseelan, J., Scholes, A, R (1995), Ascorbic acid and fertility. Biol Repro, 52,262-66.

Mendis-Handagama, S, M., Ariyaratne, H, B. (2001), Diffrentistion of the adult Leydig cell population in the postnatal testis. Biol Reprod.63,660-71.

Miskowiak, B., Limanowski, A. & Partyka, M. (1993), Effect of perinatal administration of monosodium glutamate (MSG) on the reproductive system of the male rat. Endocrynol Pol, 44, 497-505.

Mishra, M., Acharya, U, R.(2004), Protective action of vitamins on the spermatogenesis in lead-treated swiss mice. Journal Of Trace Elements in

Medicine and Biology,18,173-8

Nalbandov A V. (1990), Fisiologi reproduksi pada mamalia dan unggas. 3th. Universitas Indonesia, Jakarta. pp41-53.

Nayanatara, A., Vinodini, N., Damodar, G., Ahamed, B., Ramaswamy, C., Shabarinath & Bath, R. (2008), Role of ascorbic acid in monosodium glutamate mediated effect on testicular weight, sperm morphology and sperm count, in rat testis. Journal of Chinese Clinical Medicine, 3.

Naidu, K. (2003), Vitamin C in human health and disease is still a mystery ? .


(3)

Onakewhor, J, U, E., Oforofuo, I, A, O, Singh, S, P. (1998), Chronic administration of monosodium glutamate induces oligozoospermia and glycogen accumulation in wister rat testes. Africa j reprod Health, 2,190-7.

Pizzi, W. J., Barnhart, J. E. & Fanslow, D. J. (1977), Monosodium glutamate administration to the newborn reduces reproductive ability in female and male mice. Science, 196, 452-4.

Prawirihardjono, W., Dwiprahasto, I., Astuti, I., Hadiwandowo, S., Kristin, E., Muhammad, M. & Kelly, M. (2000), The Administration to Indonesians of Monosodium L-Glutamate in Indonesian Foods: An Assessment of Adverse Reactions in a Randomized Double-Blind, Crossover, Placebo-Controlled Study. Journal of Nutrition, 130, 1074S1076S.

Rugh R, (1967), The mouse its repsoduction and development. Brgess Publising Company.pp.1-23.

Russell L.D., ettlin R.A., Hikim, A, P, S., legg E, D., Histological and

histopathological evaluation of the testis. Cache river press.1-40.

Schwartz,G, R. ( 1999), In bad taste the msg symptom complex. Health press. Santa Fe, New Mexico.p.5.

Soehadi, K., Arsyad, K. M. (1983), Analisis sperma. Airlangga University Press. Surabaya.

Suntoro,S.H. (1983), Metode pewarnaan in Histologi dan histokimia. Bhratara Karya Aksara, Jakarta. 48.

Styrna J. (2008), Genetic control of gamete quality in the mouse-atribute to halina

krazanwska. Int.J.Dev.Biol.52:195-9.

Vinodini, N., Nayanatara, A., Damodara, G., Ahamed, B., Ramaswamy, C., Shabarinath & Bhat, R. (2008), Effect of monosodium glutamat-induced oxidative damage on rat testis. Journal of Chinese Clinical Medicine, 3, 370-373.

Yi Li., Schellhorn H, E. (2007), New developments and novel therapeutic

perspectives for vitamin c.J.nutr,137:2171-84.

Yousef, M. I., Addallah, G. A. & Kamel, K. I. (2003), Effect of ascorbic acid and Vitamin E supplementation on semen quality and biochemical parameters of male rabbits. Anim Reprod Sci, 76, 99-111.


(4)

Zaneveld, Polakoski. (1977), Techniques of human andrology: 160. Dalam : Zaneveld LJD, Fulgham DL (1986). Short course : Male reproduction/Andrology and

non-hormonal contraception. Chicago, IL: 19.


(5)

Lampiran 1

Paired Samples Statistics

37.6140 25 4.11176 .82235

38.1720 25 2.84364 .56873

BB_awal BB_akhir Pair

1

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean

Paired Samples Correlations

25 .591 .002

BB_awal & BB_akhir Pair 1

N Correlation Sig.

Paired Samples Test

-.55800 3.34302 .66860 -1.93793 .82193 -.835 24 .412 BB_awal - BB_ak

Pair 1

Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean Lower Upper 95% Confidence Interval of the

Difference Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Tests of Normality

.258 5 .200* .866 5 .249

.241 5 .200* .825 5 .127

.339 5 .061 .739 5 .023

.226 5 .200* .911 5 .474

.285 5 .200* .825 5 .128

Kelompok P0 P1 P2 P3 P4 Sperma

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

This is a lower bound of the true significance. *.

Lilliefors Significance Correction a.


(6)

ANOVA

Sperma

4.6E+013 4 1.145E+013 2.582 .069

8.9E+013 20 4.433E+012

1.3E+014 24

Between Groups Within Groups Total

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Tests of Normality

.191 5 .200* .951 5 .746

.343 5 .055 .822 5 .120

.201 5 .200* .937 5 .645

.212 5 .200* .930 5 .598

.186 5 .200* .943 5 .685

kelompok P1 P2 P3 P4 P5 sel_leydig

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

This is a lower bound of the true significance. *.

Lilliefors Significance Correction a.

ANOVA

sel_leydig

629787.4 4 157446.860 12.061 .000 261080.8 20 13054.040

890868.2 24 Between Groups

Within Groups Total

Sum of