BAB III PRAKTEK PENGHITUNGAN DAN PENGUKURAN ARAH KIBLAT
A. Metode Penentuan Arah Kiblat Serta Kelebihan Dan Kekurangannya
Kebutuhan masyarakat muslim dalam mengamalkan ajaran agamanya segera menyadarkan mereka akan pentingnya membangun sarana ibadah. Shalat yang
disebut-sebut sebagai tiang pokok agama, sering dijadikan ukuran sejauh mana tingkat keberagamaannya, pembangunan mushola maupun masjid menjadi kebutuhan
bersama. Hal terpenting dalam persiapan pembangunan mushola atau masjid adalah
letak mihrab. Di sebelah mana dan kearah mana ruang mihrab itu menghadap selalu menjadi perhatian utama, karena arah menghadapnya mihrab kelak menjadi patokan
orang-orang sekitar untuk mengenali kiblat shalat. Pada umumnya keberadaan bangunan mushola atau masjid terutama tata letak
mihrabnya, oleh kebanyakan orang dianggap telah mempresentasikan arah kiblat yang sebenarnya. Masyarakat seolah telah mempercayakan urusan arah kiblat
sepenuhnya menjadi tanggung jawab pendiri mushola atau masjid. Menyadari kecenderungan masyarakat seperti itu, maka pengukuran arah kiblat secara akurat
dalam rangka mendirikan mushola atau masjid haruslah dilakukan secara ekstra hati- hati. Berbicara tentang ketepatan arah kiblat, yang perlu ditelaah adalah bagaimana
cara pengukuran itu dilakukan. Dari hasil temuan lapangan maupun melalui referensi yang ada, terdapat beberapa model yang biasa dilakukan orang dalam melakukan
23
pengukuran arah kiblat. Ditinjau dari tata kerja pengukuran maupun dari hasil yang diperoleh dapat dibedakan menjadi dua macam :
1. Metode pengukuran taqribi menggunakan acuan perkiraan Model yang digunakan dalam metode ini biasanya mengambil bentuk cara-
cara yang sederhana. Data yang diperlukan cukup dengan mengetahui titik mata angin utama, yakni Barat, Timur, Utara dan Selatan. Biasanya yang melakukan
pengukuran telah memiliki pengetahuan dasar yang sederhana perihal posisi Ka’bah ditinjau dari tempat lokasi pengukuran. Dengan bekal pengetahuan arah
mata angin utama tersebut, dimana letak Ka’bah dari tempat pengukuran cukup dikenali apakah lurus, miring ke kanan, miring ke kiri. Soal seberapa besar angka
kemiringannya cukup ditentukan secara kira-kira belaka. Karena penggunaan data perkiraan atau rata-rata yang dijadikan acuan, maka pengukuran seperti ini
dimasukkan dalam kategori metode taqribi
1
. Untuk dapat menggunakan metode taqribi maka seseorang diharuskan mampu
dalam menentukan arah mata angin yang utama yaitu, Barat, Timur, Utara, dan Selatan. Metode dalam menentukan arah mata angin yang biasa dilakukan orang
adalah : a. Menggunakan Pisau Silet
b. Menggunakan Kompas c. Penggunaan Tongkat Istiwa
1
Sirril Wafa’, dkk., “Akurasi Arah Kiblat Masjid dan Mushola di Wilayah Ciputat” Laporan Penelitian Jakarta, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2002 , hal 16.
Tongkat istiwa adalah tongkat kayu atau besi yang ditancapkan tegak lurus terhadap bidang datar di halaman. Penempatan di halaman dimaksudkan agar dapat
membuat bayang-bayang dari sinar matahari secar langsung sebelum dan sesudah zawal saat matahari menempati titik kulminasi . Di sekeliling tongkat tersebut
dibuat lingkaran dengan titik pusat pada tongkat. Saat bayang-bayang ujung tongkat menyentuh garis lingkaran, sebelum kulminasi maka garis tersebut menunjukkan arah
Timur-Barat
2
. Penggunaan tongkat istiwa untuk menentukan arah mata angin lebih terjamin keakuratannya dibanding menggunakan pisau silet atau kompas.
Metode taqribi dalam penentuan arah kiblat merupakan metode yang sederhana dan dapat dilakukan oleh semua orang tanpa harus menggunakan
perhitungan rumus-rumus yang cukup rumit, hanya dengan mengetahui arah mata angin yang utama maka seseorang dapat dengan mudah menentukan arah kiblat
mushalla yang akan dibangun. Akan tetapi dalam perkembangannya seiring dengan kemajuan teknologi yang
pesat serta ditemukannya ilmu ukur segitiga bola yaitu ilmu untuk mengukur sudut kemiringan arah kiblat suatu tempat maka penggunaan metode taqribi dalam
menentukan arah kiblat sangat rendah tingkat keakuratannya. Hal ini disebabkan dalam metode pengukuran taqribi hanya menggunakan perkiraan dalam menentukan
arah kiblat suatu mushalla.
2
Muhyiddin Khazin, hal 14-15.
2. Metode Pengukuran Tahqiqi Metode dikerjakan melalui perhitungan matematis dengan menggunakan
rumus-rumus ilmu ukur segitiga bola. Perhitungan dimaksudkan untuk mencari sudut arah kiblat, yakni sudut dari sebuah segitiga bola yang sisi-sisinya terbentuk
dari lingkaran-lingkaran besar yang saling berpotongan melalui titik Ka’bah, kotalokasi pengukuran, dan titik utara. Selanjutnya melalui modifikasi rumus,
untuk posisi Indonesia misalnya hasil yang diperoleh sudut arah kiblatnya bisa terbaca sekian derajat dari titik barat ke arah utara atau dari titik utara kea rah
barat. Besaran sudut arah kiblat yang dihasilkan dari perhitungan melalui rumus
ilmu ukur segitiga bola merupakan data terpenting dalam metode tahqiqi. Data pendukung yang diperlukan dalam penghitungan sudut arah kiblat ini adalah:
a. Lintang tempat b. Garis bujur tempat
c. Lintang Mekkah Ka’bah d. Garis bujur Mekkah Ka’bah
3
Keempat data ini bisa diperoleh melalui daftar koordinat kota-kota besar dunia atau kota-kota di Indonesia baik yang diterbitkan khusus untuk itu atau yang
dilampirkan pada buku-buku ilmu falak. Lintang Ka’bah menurut penelitian terakhir yang dilakukan oleh Departemem Agama RI adalah 21° 25 LU dan garis bujur
3
Susiknan Azhari, Ilmu Falak Teori dan Praktek, Yogyakarta : Lazuardi, 2001 , Cet 1, h. 55.
Ka’bah adalah 39° 50 BT
4
. Sudut arah kiblat yang dihitung dari titik utara ke kananpositif, searah putaran jarum jam merupakan azimuth kiblat. Azimuth bertanda
negative jika dihitung berlawanan dengan putaran jarum jam. Adapun rumus yang digunakan untuk mencari sudut arah kiblat adalah rumus
ilmu ukur segitiga bola spherical trigonometri : Cotan Q =
K -
tP tan
tP sin
K -
tP sin
K tan
tP cos
λ λ
φ λ
λ φ
φ
−
Error Bookmark not defined. Q = kiblat
φ tP = lintang tempat φ K = lintang ka’bah
tP
λ = bujur tempat
λK = Bujur ka’bah Hasil yang diperoleh dari rumus tersebut adalah sudut arah kiblat dihitung
dari titik utara kea rah barat berlawanan dengan arah putaran jarum jam, Jika hasilnya negatif maka dihitung dari titik selatan kea rah timur, berlawanan dengan arah
putaran jarum jam. Berbeda dengan metode taqribi, metode tahqiqi dalam penentuan arah kiblat
dapat lebih menjamin tingkat keakuratannya. Hal ini dikarenakan metode tahqiqi dikerjakan melalui perhitungan matematis dengan menggunakan rumus ilmu ukur
segitiga bola. Akan tetapi meskipun dalam penentuan arah kiblat metode tahqiqi dapat memberikan tingkat keakuratan yang tinggi tetap mempunyai kelemahan yaitu
dikarenakan metode tahqiqi menggunakan rumus yang cukup rumit dalam penghitungannya akan menyulitkan orang dalam menentukan arah kiblat suatu
4
Depag RI, Pedoman penentuan Arah Kiblat, Jakarta, Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama, 1994 , h. 16.
mushalla, terutama bagi orang yang awam terhadap ilmu falak terutama bagi mereka yang tinggal didaerah perkampungan.
B. Rumus Perhitungan Dan Hasil Perhitungan Arah Kiblat Di Bekasi Utara