Boraks berupa hablur transparan tidak berwarna atau serbuk hablur putih dan tidak berbau. Larutannya bersifat basa terhadap fenoftalen. Pada
udara  kering  merapuh.  Hablur  sering  dilapisi  serbuk  warna  putih.  Larut dalam 20 bagian air, 0,6 bagian air mendidih dan 1 bagian gliserol, praktis
tidak  larut  dalam  etanol  Reynold,1982;  Farmakope  IV,1995;  Farmakope III,1979.
2.2.2  Sifat Farmakologi A.  Absorbsi
Boraks  diabsorpsi   secara   cepat  oleh  saluran  cerna,  kulit   yang terbakar  dan  pada  kulit  yang  terluka.  Namun  boraks  tidak  diabsorpsi
secara baik pada kulit  yang utuh. Boraks didistribusikan ke seluruh tubuh dan  memiliki  afinitas  yang  besar  terhadap  hati,  otak  dan  ginjal,  sehingga
dapat  terakumulasi  pada  organ  tersebut.  Goodman,1975;  Winarno,1994; Haddad et al,1990
Pada keadaan normal, konsentrasi boraks didalam serum sebesar 7 mgl, tetapi pada keracunan berat konsentrasinya 20–150 mgl. Sedangkan
pada   kasus   kematian   dapat  terjadi   pada   konsentrasi   200–15000   mgl Flanaga et al,1995.
B.  Ekskresi
Boraks  diekskresikan  sebagian  besar  melalui  ginjal.  Lebih  dari 50  dosis  oral  diekskresikan  tanpa  perubahan  melalui  ginjal  selama  24
jam dan 90 setelah 96 jam. Sebagian  kecil dikeluarkan melalui  kelenjar keringat.  Waktu  paruh  boraks  dilaporkan  bervariasi,  antara  5–21  jam
Haddad et al,1990.
9
C.  Toksisitas.
Keracunan boraks terjadi karena absorpsi yang berlangsung dengan segera  dari  saluran  pencernaan  makanan,  kulit  yang  terluka,  lecet,  atau
terbakar yang mendapat pengobatan secara berulang–ulang dengan serbuk atau  larutan  asam  borat.  Selain  itu,  ekskresi  boraks  yang  lambat  juga
memperbesar terjadinya akumulasi akibat penggunaan berulang. Pada bayi dan  anak-anak  keracunan  lebih  mudah  terjadi  dibanding  orang  dewasa,
dan  kematian  dapat  terjadi  setelah  penggunaan  topikal  dari  serbuk boraks untuk  mengobati  ruam.  Keracunan  dapat  bersifat  akut  maupun  kronis
dengan  manifestasinya  yang  utama  adalah  kulit  mengelupas, demam, dan anuria.
Gejala  keracunan boraks akut meliputi rasa mula, muntah-muntah, diare,  kejang perut, bercak–bercak pada kulit,  temperatur tubuh  menurun,
ruam  eritema  kulit  yang  menyerupai  campak  dan  kerusakan  pada  ginjal, gelisah,  dan  lemah  juga  dapat  terjadi,  kematian  terjadi  akibat  kolaps
pernapasan.   Sedangkan   pada   keracunan   kronik   dapat   menyebabkan demam, anoreksia, anuria, kerusakan ginjal, depresi dan bingung Haddad
et al ,1990; Dreisbach,1974; Gosselin et al.
Untuk  boraks  nilai  LD
50
Letal  Death  50    pada  tikus  melalui penggunaan oral adalah 3,0 gkg berat badan. Uji yang dilakukan terhadap
10  orang  dewasa  menunjukkan  bahwa  dengan  penyuntikan  20  g  boraks tidak   menimbulkan   kematian,   tetapi,   mengakibatkan   mual,   muntah–
muntah,  diare,  atau  gangguan  mental  selama  beberapa  hari.  Anak  kecil lebih  rentan  dari  orang  dewasa,  berdasarkan  pengujian  terhadap  11  bayi
10
yang  baru  lahir  yang  diberi  asam  borat  pada  makanannya,  karena  5  anak yang mendapatkan 4,5–14 g meninggal dalam waktu 2-3 hari, sedangkan 6
bayi lainnya mendapat 2–4,5 g dapat bertahan Winarno,Titi,1994.
2.3 Spektrofotometer UV –Vis