Faktor Risiko yang Berpengaruh Terhadap Gagal Ginjal Kronik

c. Ultrasound Ultrasound atau pemeriksaan USG menggunakan gelombang suara yang dipancarkan ke dalam tubuh untuk mendekati abnormalitas. Organ-organ dalam sistem urinarius akan menghasilkan gambar-gambar ultrasound yang khas. Pemeriksaan USG merupakan teknik noninvasif dan tidak memerlukan persiapan khusus. d. Pemeriksaan Sinar-X dan Pencitraan Lainnya Pemeriksaan ini digolongkan menjadi Kidney Ureter and Bladder KUB, pemindai CT dan Magnetic Resonance Imaging MRI, urogravi intravena, pielografi retrograd, sistogram, sistouretrogram, angiografi renal. e. Biopsi Ginjal Biopsi ginjal dilakukan dengan memasukkan jarum biopsi melalui kulit ke dalam jaringan renal atau dengan melakukan biopsi terbuka melalui luka insisi yang kecil di daerah pinggang. Pemeriksaan ini berguna untuk mengevaluasi penyakit ginjal dan mendapatkan spesimen bagi pemeriksaan mikroskopik elektron serta imunofluoresen, khususnya bagi penyakit glomerulus. Sebelum biopsi dilakukan, pemeriksaan koagulasi perlu dilakukan lebih dahulu untuk mengidentifikasi setiap risiko terjadinya perdarahan pascabiopsi.

2.2. Faktor Risiko yang Berpengaruh Terhadap Gagal Ginjal Kronik

GGK Faktor risiko digolongkan menjadi dua, yaitu faktor risiko yang dapat dirubah seperti faktor umur dan genetik, dan faktor risiko yang tidak dapat dirubah seperti merokok dan olahraga Bustan, 2007:30. Usia tua, ras dan etnis, jenis kelamin, berat badan lahir rendah, status ekonomi yang rendah, merokok, konsumsi alkohol, penyalahgunaan analgetik merupakan faktor resiko GGK McClelland dan Flanders, 2003. Usia tua, riwayat keluarga, etnis, jenis kelamin, diabetes mellitus, sindrom metabolik, status hiperfiltrasi tekanan darah 12575 mmHg, obesitas, diet tinggi protein, anemia, dislipidemia, nefrotoxin, penyakit ginjal primer, kelainan urologis obstruksi dan infeksi saluran kencing berulang dan penyakit kardiovaskular merupakan faktor prediktor inisiasi GGK Taal dan Brenner 2006. 2.2.1. Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dirubah a. Usia Fisiologi manusia semakin bertambah usia semakin menurun kualitas kerjanya, begitu juga ginjal yang secara jangka panjang akan mengalami penurunan jumlah nefrron dan LFG. Hal ini meningkatkan risiko terjadinya gagal ginjal kronik pada lansia. Sebagian besar usia responden pasien GGK di RS PKU Yogyakarta adalah usia lebih dari 45 tahun. Hal itu menunjukkan bahwa kejadian CKD di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta sudah dimulai dari usia muda. Insidensi CKD karena glomerulonefritis di Jepang mulai mengalami peningkatan sejak umur 25 tahun baik pada laki-laki maupun pada wanita, tetapi CKD karena diabetes nefropati diabetika mulai meningkat insidensinya pada umur 40 tahun Hidayati et al., 2008. b. Jenis Kelamin Setiap penyakit dapat menyerang laki-laki perempuan, tetapi beberapa penyakit terdapat perbedaan frekuensi antara laki- laki dan perempuan Budiarto Anggraeni, 2003:113. Proporsi jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibanding wanita, baik pada kelompok kasus maupun kontrol dengan rasio antara jenis kelamin pria dibanding wanita adalah 1,25. dan responden laki- laki mempunyai kualitas hidup lebih jelek dibandingkan perempuan Arsono, 2005. Penelitian Asriani 2012, penderita gagal ginjal kronik sebagian besar berjenis kelamin laki-laki yaitu 60 pada wanita dan 40 pada laki-laki. c. Pendidikan Pendidikan merupakan proses penyampaian materi pendidikan oleh pendidik kepada sasaran didik untuk mencaai perubahan tingkah laku tujuan. Tujuan dari pendidikan adalah perubahan tingkah laku dari yang merugikan atau tidak sesuai dengan norma kesehatan ke arah tingkah laku yang sesuai dengan norma kesehatan. Tingkat pendidikan berkaitan erat dengan pengetahuan yang dimiliki seseorang Notoatmodjo, 1993: 4. Semakin luas pengetahuan pasien, maka pasien akan semakin paham bahwa penderita gagal ginjal kronik dapat mempertahankan hidup mereka dengan cara melakukan cuci darah hemodilaisis atau transplantasi ginjal dan mereka harus bergantung pada mesin hemodialisa seumur hidup. Penelitian Hidayati et al. 2008, bahwa responden yang terkena gagal ginjal kronik sebagian besar memiliki tingkat pendidikan SMU. Penelitian Asriani 2014, responden gagal ginjal dengan tingkat pendidikan SMASMK sebanyak 43,3. d. Etnis Etnis yang dinilai memiliki progres penyakit gagal ginjal kronik sampai ke tahap akhir yaitu keturunan Afrika-Amerika. Penelitian Freedman BI et al pada tahun 2009 menunjukkan penurunan GFR ratarata lebih cepat pada ras kulit hitam di seluruh dunia. Selain itu, nefropati diabetik seringkali diderita oleh bangsa Asia Selatan. Mereka memiliki resiko dua kali lipat terkena komplikasi mikroalbuminuria dan proteinuria. e. Genetik Keturunan dibuktikan dapat meningkatkan faktor risiko seseorang menderita gagal ginjal kronik dibanding dengan klien yang tidak memiliki riwayat dalam keluarganya ada yang menderita gagal ginjal kronik. Kelainan kongenital ataupun jumlah nefron yang sudah sedikit sejak lahir dapat mengakibatkan intraglomerular hipertensi dan hiperfiltrasi pada nefron yang masih mampu bekerja yang nantinya dapat menambah jumlah nefron yang tidak bekerja yang pada akhirnya menderita pada gagal ginjal kronik tahap akhir Mardiana, 2013 2.2.2. Faktor Risiko yang Dapat Dirubah

a. Nutrisipola diet