Pengobatan Obat anti kusta yang paling banyak dipakai saat ini adalah DDS

2.1.6. Pemeriksaan 1. Pemeriksaan Bakterioskopik

Pemeriksaan bakterioskopik digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis dan pengamatan pengobatan. Sediaan dibuat dari kerokan kulit atau mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan terhadap basil tahan asam, antara lain dengan Ziehl Neelsen. Bakterioskopik negatif pada seorang penderita, bukan berarti orang tersebut tidak mengandung Mycobacterium Leprae Hiswani,2000.

2. Pemeriksaan Histopatologik

Gambaran histopatologik bagi tipe Tuberkuloid adalah tuberkel dan kerusakan saraf yang lebih nyata tidak ada basil atau hanya sedikit dan Nonsolid. Bagi Lepromatosa terdapat kelim sunyi subepidermal subepidermal clear zone, ialah suatu daerah langsung di bawah epidermis yang jaringannya tidak patologik, ada sel Virchow sel lepra dengan banyak basil. Bagi tip borderline, terdapat campuran unsur-unsur tersebut Hiswani, 2000.

2.1.7. Pengobatan Obat anti kusta yang paling banyak dipakai saat ini adalah DDS

Diaminodifenil Sulfon lalu Klofazimin, dan Rifampisin. DDS mulai dipakai sejak 1948 dan pada tahun 1952 di Indonesia. Kolfazimin dipakai sejak 1962 oleh Brown dan Hoogerzeil dan rifampisin sejak tahun 1970. pada tahun 1998 WHO menambahkan 3 obat antibiotika lain untuk pengobatan alternatif, yaitu Ofkloksasin, Minisiklin dan Klartromisin Kosasih,2003. DDS Dosis DDS ialah 1-2mgkg berat badan setiap hari. Efek samping yang mungkin timbul antara lain nyeri kepala, Erupsi obat, Anemia Hemolitik, Leukopenia, Insomnia, Neuropatia Perifer, sindrom DDS, Nekrolisis Epidermal Toksik, Hepatitis, Hipoalbuminemia, dan Methmoglobinemia Kosasih, 2003. Universitas Sumatera Utara Rifampisin Rifampisin adalah obat yang menjadi salah satu komponen kombinasi dengan DDS dengan dosisi 10mgkg berat badan; diberikan setiap hari atau setiap bulan. Rifampisin tidak boleh diberikan sebagai monoterapi, oleh karena memperbesar kemungkinan terjadinya resistensi, tetapi pada pengobatan kombinasi selalu ditakutkan, tidak boleh diberikan setiap minggu atau setiap 2 minggu mengingat efek sampingnya Kosasih,2003. Efek samping yang harus diperhatikan adalah hepatotoksik, nefrotoksik, gejala gastrointestinal, flu-like syndrom dan erupsi kulit Zalbawi,2005. Klofazimin lamprene Obat ini mulai dipakai sebagai obat kusta pada tahun 1962 oleh Brown dan Hoogerzeil. Dosis sebagai antikusta ialah 50 mg setiap hari, satau 100 mg selang hari, atau 3 x 100 mg setiap minggu. Juga bersifat anti-inflamasi sehingga dapat dipakai pada penanggulangan E.N.L. dengan dosis lebih tinggi. Resistensi pertama pada satu kasus dibuktikan pada tahun 1982 Kosasih,2003. Efek sampingnya ialah warna kecoklatan pada kulit, dan warna kekuningan pada sklera, sehingga mirip ikterus. Hal tersebut disebabkan karena Klofazimin ialah zat warna dan tertimbun ditempat tersebut. Obat ini menyebabkan pigmentasi kulit yang sering merupakan masalah dalam ketaatan berobat penderita. Efek sampingnya hanya terjadi dalam dosis tinggi, berupa gangguan gastrointestinal Nyeri Abdomen, Nausea, Diare, Anoreksi, dan Vomitus. Selain itu dapat terjadi penurunan berat badan. Dapat juga tertimbun dihati. Perubahan warna tersebut akan menghilang setelah obat dihentikan Zalbawi, 2005. Protionamidetionamid Dosisnya 5-10mgkg berat badan setiap hari, untuk Indonesia obat ini tidak atau jarang dipakai Kosasih, 2003. Universitas Sumatera Utara Obat alternatif Ofloksasin Ofloksasin merupakan turunan fluorokuinolon yang paling aktif terhadap Mycobacterium Leprae in vitro. Dosis optimal harian adalah 400 mg. Dosis tunggal yang diberikan dalam 22 dosis akan membunuh kuman Mycobacterium Leprae hidup sebesar 99.99 Kosasih,2003. Efek sampingnya adalah mual, diare, dan gangguan saluran cerna lainnya, berbagai gangguan susunan saraf pusat termasuk Insomnia, nyeri kepala, Dizziness, Nercousness dan halusinasi. Walaupun demikian hal ini jarang ditemukan dan biasanya tidak membutuhkan penghentian pemakaian obat Zalbawi, 2005. Minosiklin Termasuk dalam kelompok tetrasiklin. Efek bakterisidalnya lebih tinggi daripada klaritromisin, tetapi lebih rendah daripada rifampisin. Dosis stsandar harian 100mg. efek sampingnya adalah pewarnaan gigi bayi dan anak-anak, kadang-kadang mengenai kulit dan membran mukosa, berbagai simtom saluran cerna dan susunan saraf pusat, termasuk dizziness dan unsteadiness. Oleh sebab itu tidak dianjurkan untuk anak-anak atau selama kehamilan Zalbawi, 2005. Klaritromisin Merupakan kelompok antibiotika makrolid dan mempunyai aktivitas bakterisidal terhadap Mycobacterium Leprae pada tikus dan manusia. Pada penderita kusta lepromatosa dosis harian 500mg membunuh 99.9 dalam 56 hari. Efek sampingnya adalah Nausea, Vomitus dan diare yang terbukti sering ditemukan bila obat ini diberikan dengan dosis 2000mg Zalbawi, 2005. Universitas Sumatera Utara

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1.Kerangka Konsep Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah: KARAKTERISTIK KUSTA Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian. 3.2.Definisi Operasional a. Umur adalah Usia penderita pada saat pertama kali datang berobat di Rumah Sakit Kusta Pulau Sicanang Medan Belawan, yang dinyatakan dalam tahun dengan pengelompokan sebagai berikut: 1. 10- 20 tahun 2. 21-30 tahun 3. 31-40 tahun 4. 41-50 tahun 5. 51-60 tahun 6. 61-70 tahun b. Jenis Kelamin adalah Jenis Kelamin penderita Kusta sebagaimana yang tercatat dalam kartu status, yang dibedakan sebagai berikut: 1. Laki-laki 2. Perempuan Universitas Sumatera Utara