Pengaruh Senam Otak Terhadap Peningkatan Daya Ingat Lansia Di Panti Werdha Karya Kasih Mongonsidi Medan

(1)

PENGARUH SENAM OTAK TERHADAP PENINGKATAN

DAYA INGAT LANSIA DI PANTI WERDHA KARYA KASIH

MONGONSIDI MEDAN

SKRIPSI

Oleh

Paula Angelina Situmorang

061101072

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Judul : Pengaruh Senam Otak terhadap Peningkatan Daya Ingat Lansia di Panti Werdha Karya Kasih Mongonsidi Medan

Peneliti : Paula Angelina Situmorang Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Nim : 061101072

Tahun : 2010

Tanggal Lulus : 1 Juli 2010

Pembimbing Penguji I

Iwan Rusdi, S. Kp, MNS Rika Endah Nurhidayah, S.Kp. MPd NIP. 19730909 200003 1 001 NIP. 19760120 200012 2 001

Penguji II

Ismayadi, S.Kep, NS

NIP. 19750629 200212 1 002

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara telah menyetujui skripsi ini sebagai bagian dari persyaratan kelulusan Sarjana Keperawatan (S.Kep).

Medan, 28 Juni 2010 Pembantu Dekan I

Erniyati, S.Kp, MNS


(3)

PRAKATA

Segala puji syukur, hormat, dan pujian penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah menyertai penulis untuk menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Pengaruh Senam Otak terhadap Peningkatan Daya Ingat Lansia di Panti Werdha Karya Kasih Mongonsidi Medan . Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan dan mencapai gelar sarjana di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, dan dukungan dalam proses penyusunan Skripsi ini, sebagai berikut:

1. Dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Erniyati, S.Kp, MNS sebagai PUDEK I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Iwan Rusdi ,S.Kp, MNS. selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang penuh keikhlasan dan kesabaran telah memberikan arahan, bimbingan, dan ilmu yang bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Ismayadi, S.Kep, Ns selaku dosen Penasehat Akademik saya sekaligus dosen penguji I dan Ibu Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS serta Ibu Rika Endah Nurhidayah, S.Kp selaku dosen penguji II yang dengan teliti memberikan masukan yang berharga dalam penyelesaian skripsi ini.


(4)

4. Seluruh Dosen Pengajar S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah banyak mendidik penulis selama proses perkuliahan dan staf non-akademik yang membantu memfasilitasi secara administratif.

5. Direktris Panti Werdha Karya Kasih Mongonsidi Medan yang telah memberikan izin penelitian.

6. Para responden yang telah bersedia berpartispasi selama proses penelitian berlangsung serta ikut mendukung penelitian ini.

7. Teristimewa kepada keluargaku tercinta (Papa saya Bapak L. Situmorang, Mama saya Ibu Nawati, Dini Maslena Situmorang (kakak), Djeki Nami Situmorang (abang), dan Agustine Leonora Situmorang (kakak) yang telah memberikan cinta, doa, dorongan serta membimbing, menghibur, dan memotivasi penulis.

8. Rekan-rekan mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, khususnya stambuk 2006 yang telah memberikan semangat dan masukan dalam penyusunan skripsi ini dan menemani penulis saat pengambilan data. Terkhusus kepada sahabat-sahabat saya di Fakultas Keperawatan yaitu Agnes Elisabeth Tamama Malau, Erika Emnina Sembiring, Merlyn Christine Siholda Napitupulu, Anna Ria Silaban, Evy Conny Maulissa Simanjuntak. Dan yang tidak saya lupakan Efelyna Nababan serta teman-teman satu bimbingan skripsi yaitu Desyi Prana Napitupulu, Nanda Masraini Daulay, Firdayani Ginting dan Heppy Sahara Nasution. Juga kepada sahabat saya yang ada di luar kampus yaitu Ria Permata Ayu Hutabarat, terima kasih


(5)

9. Semua pihak yang dalam kesempatan ini tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah banyak membantu peneliti baik dalam penyelesaian skripsi ini maupun dalam menyelesaikan perkuliahan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa dan penuh kasih melimpahkan berkat dan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat nantinya untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Juni 2010


(6)

DAFTAR ISI Halaman

Halaman Judul... i

Halaman Pengesahan ... ii

Prakata...iii

Daftar Isi... vi

Daftar Skema... ix

Daftar Tabel ... x

Abstrak... xi

Bab 1 Pendahuluan... 1

1. Latar Belakang... 1

2. Pertanyaan Penelitian... 4

3. Hipotesa Penelitian ... 4

3. Tujuan Penelitian ... 4

4. Manfaat Penelitian ... 4

Bab 2 Tinjauan Pustaka... . 6

1. Lanjut Usia... 6

1.1 Pengertian Lansia... 6

1.2 Klasifikasi Lansia... 6

1.3 Karakteristik Lansia ... 7

1.4 Perubahan-perubahan yang Terjadi pada Lansia ... 7

2. Ingatan Manusia... 8

2.1 Pengertian Ingatan ... 8

2.2 Klasifikasi Ingatan ... 9

2.3 Pengukuran Ingatan ... 13

3. Demensia... 19

3.1 Pengertian Demensia... 19

3.2 Penyebab Demensia ... 19

3.3 Kriteria Diagnosa Pikun... 23

3.4 Tahapan Gejala Demensia... 23

4. Senam Otak... 26

4.1 Pengertian Senam Otak... 26

4.2 Tiga Dimensi Otak menurut Edu-K... 27

4.3 Gerakan Senam Otak ... 29

Bab 3 Kerangka Penelitian... 34

1. Kerangka Konseptual... 34

2. Definisi Konseptual... 35

2.1 Daya Ingat... 35

2.2 Senam Otak... 35


(7)

Bab 4 Metodologi Penelitian... 37

1. Desain Penelitian... 37

2. Populasi, Sampel Penelitian dan Teknik Sampling... 38

2.1 Populasi... 38

2.2 Sampel Penelitian... 38

2.3 Teknik Sampling... 39

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39

4. Pertimbangan Etik Penelitian... 40

5. Instrumen Penelitian... 40

5.1 Data Demografi... 40

5.2 Kuesioner Tes Ingatan... 41

6. Alat dan Bahan... 41

7. Prosedur Pengumpulan Data ... 42

8. Analisa Data... 43

Bab 5 Pembahasan... 45

1. Hasil Penelitian ... 45

1.1 Karakteristik Demografi Responden... 45

1.2 Daya Ingat RespondenPredanPostSenam Otak... 46

1.3 Perbedaan Daya Ingat RespondenPredanPostSenam Otak ... 49

2. Pembahasan... 50

Bab 6 Kesimpulan dan Rekomendasi... 54

1. Kesimpulan ... 54

2. Rekomendasi... 54

2.1 Pendidikan Keperawatan... 54

2.2 Praktek Keperawatan ... 54

2.3 Penelitian Selanjutnya... 55

Daftar Pustaka... 56

Lampiran-lampiran... 59

1...I nformed Consent... 60

2...L embar Pernyataan Responden ... 62

3...J adwal Tentatif Penelitian... 63

4...R encana Anggaran Biaya Penelitian... 64

5...K uesioner Data Demografi ... 65

6...K uesionerMini-Mental State Examnation(MMSE) ... 66 7...D


(8)

8...P anduan Prosedur Pelaksanaan Senam Otak pada Lansia di Panti

Werdha Karya Kasih Mongonsidi Medan... 69 9...G

ambar Gerakan Senam Otak... 72 10...R

iwayat Hidup... 74

DAFTAR SKEMA

Skema 1. Kerangka penelitian pengaruh senam otak terhadap peningkatan daya ingat lansia di Panti Werdha Karya Kasih Mongonsidi Medan... 35


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbandingan dari Tiap Alat yang Digunakan untukScreen

Kerusakan Kognitif... 16 Tabel 2. Karakteristik Demografi Responden... 46 Tabel 3. Hasil Pengukuran Daya Ingat RespondenPredanPostSenam Otak ... 48 Tabel 4.Paired Sample t-testuntuk Menguji Perbedaan Daya Ingat


(10)

Judul : Pengaruh Senam Otak terhadap Peningkatan Daya Ingat Lansia di Panti Werdha Karya Kasih Mongonsidi Medan Nama Mahasiswa : Paula Angelina Situmorang

NIM : 061101072

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun : 2010

Abstrak

Seiring penuaan selain terjadi penurunan fungsi fisik, umumnya terjadi kemunduran daya ingat dan kecerdasan. Akibatnya, proses berpikir menjadi lamban, sulit konsentrasi, dan kemampuan daya ingat menurun. Pada lansia, penurunan kemampuan otak dan tubuh membuat tubuh mudah jatuh sakit, pikun, frustrasi. Salah satu cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan terus menstimulasi otak. Tujuan pada penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pengaruh senam otak terhadap peningkatan daya ingat lansia di Panti Werdha Karya Kasih Mongonsidi Medan. Desain penelitian dalam penelitian ini adalah pre-eksperimental dengan keseluruhan responden terdiri dari kelompok intervensi. Besar sampel dalam penelitian ini adalah 9 orang. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan menggunakan teknik purposive sampling. Instrumen penelitian yang digunakan berupa kuesioner Mini Mental State

Examination (MMSE). Hasil penelitian menunjukkan karakteristik responden

dengan jenis kelamin terbanyak adalah perempuan (88,9%). Responden berada pada rentang usia 65 80 tahun. Sebagian besar responden memiliki pendidikan terakhir pada tingkat Sekolah Dasar (33,3%) dengan suku bangsa terbanyak adalah Cina (77,8%). Responden pada penelitian ini sebagian besar menderita penyakit hipertensi (55,6%) dengan lama menderita penyakit selama 1 5 tahun terakhir (44,4%). Dan dari 9 orang responden yang menderita penyakit tertentu, sebanyak 7 orang responden masih menjalani pengobatan yang intensif. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji paired t-tes untuk membandingkan daya ingat responden sebelum dan sesudah dilakukan senam otak. Berdasarkan hasil analisa data uji paired t-test diketahui bahwa responden yang mengikuti kegiatan senam otak mengalami peningkatan daya ingat yang signifikan, nilai p=0,005 (p<0,05). Dengan demikian dapat dibuat kesimpulan bahwa ada pengaruh senam otak terhadap peningkatan daya ingat lansia. Dari hasil penelitian terbukti bahwa hipotesa alternatif (Ha) diterima, yaitu ada pengaruh senam otak terhadap peningkatan daya ingat lansia di Panti Werdha Karya Kasih Mongonsidi Medan. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah agar responden dibagi ke dalam kelompok intervensi dan kelompok kontrol agar dapat diketahui perbandingan pengaruh senam otak tersebut pada kelompok yang dilakukan intervensi. Selain itu, responden yang diambil sebagai sampel penelitian adalah lansia yang mengalami dimensia dan kerusakan ingatan berat agar dapat diidentifikasi sejauh mana senam otak ini mampu meningkatkan daya ingat pada


(11)

Judul : Pengaruh Senam Otak terhadap Peningkatan Daya Ingat Lansia di Panti Werdha Karya Kasih Mongonsidi Medan Nama Mahasiswa : Paula Angelina Situmorang

NIM : 061101072

Jurusan : Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Tahun : 2010

Abstrak

Seiring penuaan selain terjadi penurunan fungsi fisik, umumnya terjadi kemunduran daya ingat dan kecerdasan. Akibatnya, proses berpikir menjadi lamban, sulit konsentrasi, dan kemampuan daya ingat menurun. Pada lansia, penurunan kemampuan otak dan tubuh membuat tubuh mudah jatuh sakit, pikun, frustrasi. Salah satu cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan terus menstimulasi otak. Tujuan pada penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pengaruh senam otak terhadap peningkatan daya ingat lansia di Panti Werdha Karya Kasih Mongonsidi Medan. Desain penelitian dalam penelitian ini adalah pre-eksperimental dengan keseluruhan responden terdiri dari kelompok intervensi. Besar sampel dalam penelitian ini adalah 9 orang. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah dengan menggunakan teknik purposive sampling. Instrumen penelitian yang digunakan berupa kuesioner Mini Mental State

Examination (MMSE). Hasil penelitian menunjukkan karakteristik responden

dengan jenis kelamin terbanyak adalah perempuan (88,9%). Responden berada pada rentang usia 65 80 tahun. Sebagian besar responden memiliki pendidikan terakhir pada tingkat Sekolah Dasar (33,3%) dengan suku bangsa terbanyak adalah Cina (77,8%). Responden pada penelitian ini sebagian besar menderita penyakit hipertensi (55,6%) dengan lama menderita penyakit selama 1 5 tahun terakhir (44,4%). Dan dari 9 orang responden yang menderita penyakit tertentu, sebanyak 7 orang responden masih menjalani pengobatan yang intensif. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji paired t-tes untuk membandingkan daya ingat responden sebelum dan sesudah dilakukan senam otak. Berdasarkan hasil analisa data uji paired t-test diketahui bahwa responden yang mengikuti kegiatan senam otak mengalami peningkatan daya ingat yang signifikan, nilai p=0,005 (p<0,05). Dengan demikian dapat dibuat kesimpulan bahwa ada pengaruh senam otak terhadap peningkatan daya ingat lansia. Dari hasil penelitian terbukti bahwa hipotesa alternatif (Ha) diterima, yaitu ada pengaruh senam otak terhadap peningkatan daya ingat lansia di Panti Werdha Karya Kasih Mongonsidi Medan. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah agar responden dibagi ke dalam kelompok intervensi dan kelompok kontrol agar dapat diketahui perbandingan pengaruh senam otak tersebut pada kelompok yang dilakukan intervensi. Selain itu, responden yang diambil sebagai sampel penelitian adalah lansia yang mengalami dimensia dan kerusakan ingatan berat agar dapat diidentifikasi sejauh mana senam otak ini mampu meningkatkan daya ingat pada lansia yang mengalami dimensia dan kerusakan ingatan berat.


(12)

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (CONSTANTINIDES, 1994).

Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan (Nugroho, 2008). Proses menua dan usia lanjut memang proses alami (Yulianto, 2008). Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat, dan figure tubuh yang tidak proporsional (Nugroho, 2008).

WHO dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan bahwa umur 60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dengan kematian (Nugroho, 2008).

Secara demografis, berdasarkan sensus penduduk tahun 1971, jumlah penduduk berusia 60 tahun ke atas sebesar 5,3 juta (4,5%) dari jumlah penduduk.


(13)

jumlah penduduk dan pada tahun 1990, jumlah ini meningkat menjadi ±11,3 juta (6,4%). Pada tahun 2000, diperkirakan meningkat sekitar 15,3 juta (7,4%) dari jumlah penduduk, dan pada tahun 2005, jumlah ini diperkirakan meningkat menjadi ±18,3 juta (8,5%). Pada tahun 2005 2010, jumlah lanjut usia akan sama dengan jumlah anak balita, yaitu sekitar 19,3 juta jiwa (±9%) dari jumlah penduduk. Bahkan pada tahun 2020 2025, Indonesia akan menduduki peringkat Negara dengan struktur dan jumlah penduduk lanjut usia setelah RRC, India, dan Amerika Serikat, dengan umur harapan hidup di atas 70 tahun (Nugroho, 2008).

Saat menjadi tua, maka perlahan-lahan proses regenerasi jaringan akan hilang dan diikuti menurunnya fungsi dan struktur jaringan sehingga tidak lagi kuat menahan berbagai gangguan termasuk infeksi. Pada orang-orang usia lanjut, degenerasi organ seperti otot, tulang, jantung, pembuluh darah, dan sistem saraf menyebabkan penurunan keseimbangan (Yulianto, 2008). Di samping penurunan fungsi fisik, seiring penuaan umumnya terjadi kemunduran daya ingat dan kecerdasan. Menurut staf pengajar bagian Psikiatri FKUI/RSCM Jakarta, dr Suryo Dharmono SpKJ(K), volume otak menyusut sekitar 10 persen setelah manusia mencapai usia 80 tahun (Sinar Indonesia, 2008). dr Jumraini Tammase, SpS dari Bagian Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Unhas juga mengungkapkan bahwa pada usia 70 tahun, bagian otak yang rusak bisa mencapai 5-10 persen pertahun. Akibatnya, proses berpikir menjadi lamban, sulit konsentrasi, dan kemampuan daya ingat menurun. Pada lansia, penurunan kemampuan otak dan tubuh membuat tubuh mudah jatuh sakit, pikun, frustrasi (Tammase, 2009). Salah satu cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan terus menstimulasi otak. Saat ini mulai


(14)

diperkenalkan brain gym atau olahraga/senam otak. Sebuah penelitian yang dilakukan di Panti Werdha Dharma Bhakti, Surakarta, sudah membuktikan bahwa senam otak efektif mengembalikan keseimbangan kerja organ. Pada intinya, penting bagi orang tua untuk tetap bergerak, apapun bentuk gerakannya (Yulianto, 2008). Senam otak tidak saja akan memperlancar aliran darah dan oksigen ke otak, tetapi juga merangsang kedua belahan otak untuk bekerja. Senam otak ditemukan oleh dr Paul Dennison, ahli senam otak dari lembaga Educational Kinesiology, Amerika Serikat, 19 tahun silam (Tammase, 2009).

Ketua Umum Layanan Santun Lansia Balai Kesehatan Unpad, Sri M Sugana mengungkapkan bahwa senam otak pada lansia ini sudah dipopulerkan secara internasional sejak empat tahun lalu dalam sebuah kongres dokter mata di Jepang. Namun, di Indonesia sendiri, senam otak ini masih sulit berkembang (Arifah, 2008). Perlu sosialisasi lebih lanjut untuk mengembangkan senam otak di kalangan masyarakat, terutama lansia.

Mengingat semakin banyaknya lansia yang mengalami penurunan daya ingat dan hal ini mengganggu lansia dalam melakukan aktifitasnya, peneliti merasa tertarik untuk menyelidiki pengaruh senam otak pada lansia. Penelitian ini diharapkan akan dapat membantu lansia yang sudah mengalami kepikunan untuk dapat meningkatkan kemampuannya dalam mengingat. Secara khusus dalam hal ini, peneliti akan meneliti pengaruh senam otak terhadap peningkatan daya ingat lansia di Panti Werdha Karya Kasih Medan.


(15)

2. Pertanyaan Penelitian

2.1 Bagaimana pengaruh senam otak terhadap peningkatan daya ingat lansia?

3. Hipotesa Penelitian

Dari hasil penelitian terbukti bahwa hipotesa alternatif (Ha) diterima, yaitu ada pengaruh senam otak terhadap peningkatan daya ingat lansia di Panti Werdha Karya Kasih Mongonsidi Medan.

4. Tujuan Penelitian

4.1 Mengidentifikasi pengaruh senam otak terhadap peningkatan daya ingat lansia.

5. Manfaat Penelitian

5.1 Bagi Pendidikan Keperawatan

Sebagai informasi tambahan tentang pengaruh senam otak terhadap peningkatan daya ingat lansia, yang akan memperkaya ilmu pengetahuan khususnya di bidang keperawatan.

5.2 Bagi Praktek Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan akan digunakan oleh perawat di komunitas untuk menyosialisasikan senam otak ini pada lansia yang ada di komunitasnya untuk membantu meningkatkan daya ingat pada lansia.


(16)

5.3 Bagi Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan akan digunakan sebagai bahan penelitian selanjutnya, untuk meneliti pengaruh senam otak ini pada masalah lain yang dihadapi oleh lansia terkait dengan penurunan fungsi organ tubuhnya.


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 1. Lanjut Usia (Lansia)

1.1 Pengertian Lansia

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, lanjut usia meliputi:

1. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun 2. Lanjut usia (elderly) = antara 60 dan 70 tahun

3. Lanjut usia tua (old) = antara 70 dan 90 tahun

4. Usia sangat tua (very old) = di atas 90 tahun (Nugroho, 2000).

Menurut Budi Anna Keliat (1999) usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4), UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008).

1.2 Klasifikasi Lansia

Menurut Maryam (2008) lansia dapat diklasifikasikan ke dalam lima kelompok, antara lain:

1. Paralansia (prasenilis)

Seseorang yang berusia antara 45 59 tahun. 2. Lansia


(18)

3. Lansia resiko tinggi

Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).

4. Lansia potensial

Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003).

5. Lansia tidak potensial

Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada orang lain (Depkes RI, 2003).

1.3 Karakeristik Lansia

Budi Anna Keliat (1999) dalam Maryam (2008) mengungkapkan bahwa lansia memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU No. 13 tentang Kesehatan).

2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif.

3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi. 1.4 Perubahan-perubahan yang Terjadi pada Lansia

Pada saat menua, terjadi beberapa perubahan pada lansia, yaitu perubahan fisik, perubahan mental,dan perubahan pada psikososial lansia. Terkait dengan perubahan fisik, terjadi perubahan pada sistem persarafan lansia, yaitu berat otak


(19)

penuaan, dan hal ini berkurang setiap hari. Hal ini dikarenakan terjadinya penurunan jumlah sel otak serta terganggunya mekanisme perbaikan sel otak (Nugroho, 2000). Otak mengalami penyusutan, namun jumlah neuron yang hilang relatif kecil. Pengurangan volume dan massa otak pada penuaan yang normal tidak diakibatkan terutama oleh hilangnya jumlah neuron, melainkan karena adanya perubahan di dalam neuron: berkurangnya cabang-cabang neuron (spina dendrit), pengurangan kerapatan sinapsis, dan merosotnya lapisan myelin yang melapisi akson pada neuron (Nelson, 2008).

2. Ingatan Manusia 2.1 Pengertian Ingatan

Secara fisiologis, ingatan adalah hasil perubahan kemampuan penjalaran sinaptik dari satu neuron ke neuron berikutnya, sebagai akibat dari akivitas neural sebelumnya. Perubahan ini kemudian menghasilkan jaras baru atau jaras-jaras yang terfasilitasi untuk membentuk penjalaran sinyal-sinyal melalui lintasan neural otak. Jaras yang baru atau yang terfasilitasi disebut jejak-jejak ingatan (memory traces). Jaras-jaras ini penting karena begitu jaras-jaras ini menetap/ada, maka akan diaktifkan oleh benak pikiran untuk menimbulkan kembali ingatan yang ada (Guyton, 1997). Menurut Sternberg (2008) ingatan adalah cara-cara yang dengannya seseorang mempertahankan dan menarik pengalaman-pengalaman dari masa lalu untuk digunakan saat ini.


(20)

2.2 Klasifikasi Ingatan

Kemampuan mengingat sesuatu dapat berlangsung beberapa jam, berhari-hari atau bertahun-tahun. Secara umum, ingatan dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

1. Ingatan jangka pendek

Ingatan jangka pendek (short-term memory) dicirikan oleh ingatan seseorang mengenai 7 sampai 10 angka dalam nomor telepon (atau 7 sampai 10 kenyataan yang jelas lainnya) selama beberapa detik sampai beberapa menit pada saat tersebut, tetapi hanya akan menjadi berlangsung beberapa lama jika seseorang terus-menerus memikirkan tentang nomor-nomor atau kenyataan-kenyataan tersebut (Guyton, 1997).

Ingatan jangka pendek seharusnya cepat berlalu. Perputarannya sangat tinggi karena ingatan jangka pendek yang baru terus-menerus akan menggantikan yang lama, dan hanya ada beberapa informasi yang dapat disimpan dalam pikiran pada saat yang bersamaan. Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar orang hanya dapat mempertahankan antara lima hingga sembilan potong informasi yang tidak berhubungan di dalam pikiran. Itulah sebabnya lebih mudah untuk mengingat nomor telepon tujuh digit dibandingkan nomor yang lebih panjang, misalnya nomor akun kartu kredit. Sifat dasar dari ingatan jangka pendek yang silih berganti sebenarnya menguntungkan. Karena, seseorang akan dapat lebih mudah membuang informasi yang tidak berguna. Jika seseorang menyimpan setiap ingatan jangka pendek, maka pikiran akan kelebihan beban oleh hal-hal


(21)

kecil sehingga orang tersebut akan kesulitan untuk mengingat kembali memori yang benar-benar penting (Nelson, 2008).

Selain memiliki kemampuan yang terbatas, sistem otak yang menangani ingatan jangka pendek juga rapuh secara fungsional. Ingatan jangka pendek mudah terganggu oleh interupsi. Jika saat seseorang (orang pertama) sedang berusaha untuk mengingat suatu nomor telepon dan masuk seseorang yang lain (orang kedua) dan bertanya kepada orang yang pertama, kemungkinan besar orang pertama akan lupa nomor telepon tersebut dan harus melihat catatannya lagi. Informasi tambahan tadi (pertanyaan yang diajukan) cukup untuk menghilangkan ingatan jangka pendek (Nelson, 2008).

2. Ingatan jangka panjang

Ingatan jangka panjang (long-term memory) terdiri dari potongan-potongan informasi yang disimpan di dalam otak manusia selama lebih dari beberapa menit dan yang dapat ditarik kembali ketika dibutuhkan. Dengan kata lain, ingatan jangka panjang adalah jumlah total dari apa yang kita ketahui misalnya ikhtiar dari data, mulai dari nama pribadi, alamat, dan nomor telepon serta nama-nama teman dan saudara hingga informasi yang lebih rumit seperti suara dan gambar dari kejadian yag terjadi bertahun-tahun yang lalu. Ingatan jangka panjang juga meliputi informasi rutin yang digunakan setiap hari, seperti cara membuat kopi, mengoperasikan komputer, dan menjalankan segala urutan perilaku rumit yang merupakan bagian dari pekerjaan di kantor atau di rumah (Nelson, 2008).


(22)

Perbedaan antara ingatan jangka pendek dan ingatan jangka panjang bukan hanya pada jangka waktu penyimpanannya saja, namun juga pada kapasitasnya seberapa banyak informasi yang dapat disimpan oleh otak. Walaupun otak hanya dapat mempertahankan beberapa ingatan jangka pendek pada saat yang bersamaan, kapasitasnya untuk menyimpan ingatan jangka panjang dapat dikatakan tak terbatas (Nelson, 2008).

Ingatan jangka panjang juga tidak serapuh ingatan jangka pendek, yang artinya ingatan jangka panjang kurang lebih menetap meskipun ada sesuatu yang mengganggu alur pemikiran seseorang. Tetapi tidak semua ingatan jangka panjang tersimpan selamanya, bahkan meskipun ada perubahan. Beberapa ingatan jangka panjang yang tidak dipakai atau menjadi tidak relevan menghilang sejalan dengan berjalannya waktu. Misalnya seseorang yang membaca buku tertentu yang disukai, namun setelah bertahun-tahun kemudian orang tersebut tidak lagi mengingat lebih banyak selain dari judulnya. Hal ini disebabkan karena orang tersebut tidak memikirkan lagi plot dan karakter di dalamnya dalam jangka waktu yang lama. Di sisi lain, beberapa ingatan jangka panjang tetap bertahan walaupun ingatan tersebut jarang digunakan. Misalnya pada orang-orang yang masih mampu mengingat detail-detail masa kecil yang pernah dialami, yang tanpa disadari masih terus dapat diingat walaupun hal tersebut jarang digunakan (Nelson, 2008).

Ingatan jangka panjang dapat dibagi ke dalam dua kategori umum yaitu ingatan deklaratif dan ingatan prosedural. Ingatan deklaratif lebih mudah


(23)

melemah akibat pengaruh usia dan juga penyakit otak (misalnya penyakit Alzheimer), dibandingkan dengan ingatan prosedural (Nelson, 2008).

a. Ingatan deklaratif

Ingatan deklaratif meliputi informasi yang mengharuskan melakukan usaha secara sadar untuk mengingat. Ada dua jenis ingatan deklaratif, yaitu ingatan episodik dan ingatan semantik. Ingatan episodik terkait dengan kejadian yang terjadi pada waktu dan tempat yang spesifik. Misalnya liburan yang dijalani musim panas yang lalu kejadian yang terkait dengan konteks waktu dan ruang tertentu. Ketika seseorang mencoba mengingat kembali suatu ingatan mengenai kejadian, orang tersebut akan mengingat informasi temporal (kapan hal itu terjadi) dan informasi ruang (di mana hal itu terjadi) yang terkait dengan kejadian tersebut. Ingatan semantik adalah pengetahuan faktual. Ingatan jenis ini sebagian besar terdiri dari informasi dasar yang dipelajari selama masa-masa sekolah misalnya berhitung. Berbeda dengan ingatan episodik, ingatan semantik tidak terkait dengan waktu atau tempat. Ketika seseorang mampu belajar berhitung, ia tidak akan mengingat kapan pertama kali ia mampu berhitung dan walaupun ia masih mampu mengingatnya, waktu tersebut tidaklah begitu penting bagi pengetahuan atau kenangan tentang fakta-fakta tersebut.

b. Ingatan prosedural

Ingatan prosedural merujuk kepada prosedural; keterampilan dan rutinitas yang muncul secara otomatis untuk melakukan tindakan seperti berpakaian atau mengendarai sepeda. Bukti tentang ingatan prosedural yang utuh terletak pada keakuratan performa suatu keterampilan atau perilaku. Meskipun untuk


(24)

menghadirkan ingatan prosedural secara relatif tanpa usaha, setiap ingatan tersebut membutuhkan usaha dan latihan agar dapat dipelajari. Namun setelah keterampilan yang terkait dapat dikuasai, seseorang dapat melakukannya tanpa perlu mengingat bagaimana cara mempelajarinya atau langkah-langkah yang terkait di dalamnya. Misalnya saat seseorang mengeluarkan sepeda untuk mengendarainya, ia tidak perlu mengingat kembali bagaimana cara ia berlatih mengendarai sepeda tersebut, Ia cukup menaiki sepeda tersebut dan pergi.

Ingatan prosedural tidak menghilang atau berubah seiring bertambahnya usia. Misalnya seseorang yang sudah lama tidak menaiki sepeda, ia tidak perlu mempelajari keterampilan tersebut dari awal. Dengan sedikit latihan dan keterampilan maka rutinitas tersebut akan muncul kembali. Bahkan penderita penyakit Alzheimer dapat melakukan banyak tugas rutin sampai tahap akhir dari penyakit tersebut. Para ilmuwan percaya ingatan prosedural dapat bertahan lama karena ingatan tersebut disimpan secara meluas di seluruh otak, dan karena ingatan tersebut tidak tergantung pada hipokampus, salah satu struktur ingatan di dalam otak yang secara khusus peka terhadap efek penuaan normal (Nelson, 2008).

2.3 Pengukuran Ingatan

Richardson-Klavehn dan Bjork (1988) dalam Hastjarjo (1994), membedakan cara-cara mengukur ingatan ke dalam dua golongan berdasarkan instruksi yang diberikan dalam tahap pengetesan ingatan yaitu (a) tes ingatan langsung, dan (b) tes ingatan tidak langsung. Sedangkan Roediger dkk (1989)


(25)

dalam Hastjarjo (1994) menggolongkan tes ingatan ke dalam (a) tes ingatan eksplisit dan (b) tes ingatan implisit.

A. Tes Ingatan Langsung/Eksplisit

Richardson-Klavehn dan Bjork (1988) merumuskan tes-tes ingatan langsung sebagai tugas-tugas yang perintahnya mengacu kepada peristiwa-peristiwa sasaran dalam sejarah pribadi subjek, yaitu yang menunjuk pada konteks ruang dan waktu (jam, tanggal, atau lingkungan di mana peristiwa tersebut terjadi). Peristiwa-peristiwa khas yang menjadi sasaran tersebut dapat berupa penyajian daftar kata-kata, penyajian daftar gambar-gambar, penyajian daftar kalimat-kalimat maupun bisa juga berupa peristiwa yang terjadi dalam sejarah kehidupan subjek.

Tes ingatan langsung dapat berbentuk (a) tes rekognisi (recognition) dan (b) tesrecall, baik yangfree-recallmaupuncued-recall.

1. Tes rekognisi

Dalam tes rekognisi, subjek diminta untuk membedakan antara stimulus yang ada pada saat terjadinya peristiwa sasaran dengan stimulus-stimulus yang tidak ada pada saat peristiwa berlangsung. Dengan kata lain, subjek diminta mengenali kembali apakah stimulus yang ada pada tahap pengetesan ingatan sama dengan stimulus yang ada pada tahap belajar. 2. Tesrecall

Dalam tes recall, subjek diminta untuk memproduksi stimulus-stimulus yang terdapat dalam peristiwa sasaran. Atau dengan kata lain, pada tahap pengetesan ingatan maka subjek diminta menghasilkan kembali


(26)

stimulus-stimulus yang telah disajikan dalam tahap belajar. Tes recall dapat dilakukan tanpa bantuan tanda-tanda (free-recall) maupun dengan bantuan tanda-tanda (cued-recall). Mengingat dapat dibantu oleh tanda-tanda. Tanda-tanda yang dipakai untuk membantu me-recall dapat merupakan bagian-bagian dari stimulus yang telah disajikan pada tahap belajar (intralist cues). Contohnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Shimamura dan Squire (1984) mengenai ingatan terhadap pasangan kata-kata pada penderita amnesia. Pada tahap belajar, dua belas pasangan kata-kata disajikan kepada 8 pecandu alkohol yang menderita sindrom Korsakoff. Salah satu pasangan kata tersebut misalnya STAIR-DIAMOND. Masing-masing pasangan kata disajkan dalam 3 detik. Antara dua sampai empat menit sesudah penyajian keduabelas pasangan kata selesai, kepada subjek disajikan kata STAIR dan mereka diminta mengingat kembali pasangan katanya. Tanda-tanda yang dipakai membantu mengingat bisa juga merupakan tanda-tanda yang berhubungan dengan stimulus yang disajikan pada tahap belajar (extralist cues). Hubungan antara tanda-tanda dengan stimulus sasaran dapat berdasarkan kesamaan makna (semantik), atau kemiringan tulisan serta bunyinya (graphemic).

B. Tes Ingatan Tidak Langsung/Implisit

Tes ingatan tidak langsung dirumuskan sebagai tugas-tugas yang mengharuskan subjek melakukan kegiatan-kegiatan kognitif atau motorik, sementara perintah-perintah tes tersebut hanya mengacu pada tugas yang sedang


(27)

Bjork, 1988). Dalam tes ingatan tidak langsung, tugas-tugas yang harus diselesaikan tidak mengarahkan subjek untuk mengacu pada peristiwa yang sebelumnya dialami oleh subjek. Atau dengan kata lain, pada tahap pengetesan ingatan subjek tidak diinstruksikan untuk menggunakan tahapan belajar sebagai acuan.

Doerflinger (2007) mengungkapkan ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk melakukanscreeningkerusakan kognitif, antara lain:

Tabel 1. Perbandingan dari Tiap Alat yang Digunakan untukScreen Kerusakan Kognitif

Jenis Instrumen Deskripsi Skor Waktu

pelaksanaan Blessed

Dementia Scale

22 item yang mengukur perubahan aktivitas sehari-hari, perawatan diri, kepribadian dan perjalanannya.

0 (normal)

sampai 28

(kerusakan berat)

20 menit

Clinical

Dementia Rating

Wawancara dalam bentuk semi sruktur; penilaian kerusakan dibagi dalam lima skala poin dalam tiap enam domain fungsi kognitif: ingatan, orientasi,

keputusan dan

pemecahan masalah,

masalah dalam

komunitas; rumah dan

Tingkat kerusakan:

0 = tidak ada kerusakan;

0.5 =

dipertanyakan; 1 =mild(ringan);

2 = moderate

(sedang);

3 =severe(berat)


(28)

hobi, dan perawatan diri.

FROMAJE 7 item yang

berhubungan dengan

fungsi mental,

pemikiran/pertimbangan, orientasi, ingatan, aritmatika, keputusan, dan tingkat emosional.

Tiap tingkat item dibagi dalam tiga skala poin;

Jarak slor total dari 7 (ringan sampai tidak ada kerusakan)

sampai 21 (13 atau lebih, mengindikasikan dementia berat atau depresi

10 20 menit

Set Test Penyampaian secara

lisan beberapa hal yang mungkin (bisa sampai 10 hal) yang dibagi dalam empat kategori: warna, binatang, buah-buahan, dan kota.

10 merupakan skor sempurna

untuk tiap

kategori;

Total skor adalah 40; beberapa subjek memiliki skor dibawah 15

2 5 menit

Clock Drawing Test

Menggambar jam

dengan jarum jam menunjuk pada 11:10

Tidak ada

pembagian skor yang umum

2 5 menit

6-Item Cognitive Impairment Test (6CIT)

6 item singkatan pada Blessed-Information-Memory-Concentration Scale

0 (skor

sempurna)

sampai 28

(kerusakan

maksimum); skor


(29)

mengindikasikan kerusakan kognitif Mini-Mental State Examination (MMSE)

11 hal yang mengukur orientasi, registrasi,

perhatian dan

perhitungan, recall, dan bahasa

0 (buruk) sampai 30 (normal)

10 menit

7 Minute Screen Terdiri dari 4 tes:

orientasi, ingatan, menggambar jam, dan kelancaran verbal

0 (skor

sempurna)

sampai 113 (skor error maksimum); 0 (kerusakan maksimum) sampai 16 (skor sempurna), 0 7 (skor sempurna); dan sejumlah nama binatang dalam waktu 1 menit

7 10 menit

Dari kedelapan instrument di atas, Mini Mental State Examination (MMSE) merupakan instrumen yang paling umum digunakan untuk melakukan screening fungsi kognitif. Pemeriksaan ini tidak digunakan untuk mendiagnosa tetapi dapat digunakan untuk menunjukkan munculnya kerusakan kognitif, seperti seseorang dengan dementia atau cedera kepala. MMSE jauh lebih sensitif dalam


(30)

mendeteksi kerusakan kognitif daripada penggunaan pertanyaan-pertanyaan informal atau kesan keseluruhan dari orientasi pasien (Thomas, 2009).

3. Demensia

3.1 Pengertian Demensia

Demensia (pikun) berasal dari kata de yang berarti kehilangan dan kata mensiayang berarti jiwa. Namun, demensia (pikun) lebih umum diartikan sebagai penurunan intelektual karena menurunnya fungsi bagian luar jaringan otak (cortex). Di samping itu, pengertian lain menyebutkan bahwa pikun merupakan suatu penurunan kualitas intelektual yang disertai gangguan pengamatan, hingga menurunnya daya ingat yang sangat menggangu kemampuan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, kemampuan dalam berkomunikasi dan berbahasa, serta dalam pengendalian emosi (Yatim, 2003).

3.2 Penyebab Demensia

Yatim (2003) menyebutkan ada beberapa penyebab demensia antara lain: 1. Tumor

Orang yang bersangkutan didiagnosa menderita, antara lain:  Tumor pada jaringan otak

 Metastase tumor dari luar jaringan otak 2. Trauma


(31)

 Perdarahan kronis pada bawah selaput otak (chronic subdural hematoma)

 Pengaruh setelah trauma 3. Infeksi kronis

Orang yang bersangkutan didiagnosa terinfeksi, antara lain:  Penyakit Siphilis

 PenyakitCreutzfeld-Jacob(sapi gila)  Penyakit AIDS

4. Kelainan jantung dan pembuluh darah

Orang yang bersangkutan didiagnosa mengalami:

 Kematian jaringan di salah satu daerah jaringan otak (single infarction)

 Kematian jaringan otak di beberapa daerah (multiple infarction), terutama di daerah korteks otak

 Kematian jaringan otak yang luas (large infarction)

 Kematian jaringan otak di daerah lekukan (lacunar infarction) 5. Kelainan kongenital

Orang yang bersangkutan didiagnosa mengidap:  Penyakit Huntington (chorea)

 Penyakit Methachromatic leukodystrophy (kelainan dari bagian putih jaringan otak)


(32)

Pseudodementia (terjadi demensia yang berat tetapi intelektual tetap baik)

7. Kelainan faali

Orang yang bersangkutan didiagnosa mengidap:  Epilepsi (ayan)

 Penekanan dari cairan selaput otak (normal pressure hydrocephalus)

8. Kelainan metabolik

Orang yang bersangkutan didiagnosa menderita:  Kekurangan vitamin B12 dan B6 (asam folat)  Kelainan metabolik yang kronis

 Kekurangan oksigen yang kronis (chronic anoxic state)

 Kelainan hormon endokrin yang kronis (chronic endocrinophati) 9. Demensia karena kerusakan sel-sel otak (degenerative dementia)

Orang yang bersangkutan didiagnosa menderita, antara lain:  Penyakit Alzheimer

 Penyakit Pick

demensia karena kerusakan sel-sel otak di daerah frontal dan temporal, dan batang otak [daerah badan Pick].

 Penyakit Parkinson

 terjadi karena hipokinesia (kemampuan/ gerakan otot berkurang),


(33)

 otot-otot kaku (rigidity)  Progressive supra nuclear palsy:

 Kelumpuhan otot akibat kerusakan sel otak di daerah korteks

 Penyakit Fahr (pengendapan zat besi pada jaringan otak)  Penyakit Wilson:

 di samping penyakit hati juga terjadi kerusakan jaringan otak (hepatolenticular degeneration)

10. Hilangnya bungkus saraf (demyelinating)

Orang yang bersangkutan didiagnosa mengalami:

 Penyakit multiple sclerosis (penyakit yang pada sumsum tulang belakang dan otak terjadi bercak-bercak yang mengeras)

11. Obat-obatan dan racun

Orang yang bersangkutan didiagnosa terkontaminasi:  Alkohol

 Logam berat  Keracunan CO2

 Obat-obatan lain, seperti obat penenang (sedatif), obat anti-kejang, obat anti- depresi, dan obat untuk mengendalikan gangguan irama jantung (aritmia).


(34)

3.3 Kriteria Diagnosa Pikun

Yatim (2003) menetapkan beberapa kriteria diagnosa pikun (demensia), antara lain:

1. Kemampuan intelektual menurun sedemikian rupa sampai mengganggu pekerjaan dan lingkungannya.

2. Gangguan berpikir abstrak dan menganalisa masalah serta memberi pertimbangan, tidak mampu melakukan gerakan bertujuan meskipun tidak ada kelumpuhan (apraxia), sulit mengartikan rangsangan luar (agnosia) seperti suara, sentuhan sehingga penderita mengalami kesulitan menunjukkan dan mengenal objek, memperkirakan lamanya kejadian, dan menggambarkan yang dilihat.

3. Kesadaran tetap baik.

Kelompok yang paling beresiko pikun menurut Yatim (2003), yakni: 1. Orang tua usia > / = 65 tahun dan hidup sendiri.

2. Orang tua yang baru kehilangan keluarga.

3. Lanjut usia yang baru pulang dari perawatan sakit.

4. Lanjut usia yang kesehariannya memerlukan bantuan orang sekitarnya. 5. Lanjut usia yang karena suatu kondisi, tergantung pada orang lain. 3.4 Tahapan Gejala Demensia

Demensia memiliki beberapa karakteristik pada tiap tingkatannya dan saling tumpang-tindih dan tidak terpisah dari yang lain. Demensia dalam perkembangan penyakitnya dapat dibagi dalam beberapa tahapan gejala, yaitu:


(35)

1. Tahap Awal

Tahap ini ditandai dengan hilangnya memori terbaru yang menyebabkan sulitnya mendapatkan informasi baru. Selain itu, terdapat kesulitan dalam hal angka; membayar tagihan, menyeimbangkan buku cek, mengatur uang, dan menelepon dapat menjadi hal yang menyulitkan. Perubahan-perubahan kepribadian juga terjadi, misalnya seseorang yang tenang mulai menunjukkan ledakan emosi dan menjadi cemas dan gelisah. Terdapat kebingungan antara orientasi waktu dan jarak; seseorang dapat datang memenuhi janji pada waktu atau tempat yang salah,dan bahkan tidak dapat menemukan jalan pulang. Juga terjadianomia(kesulitan menyebutkan nama benda) (Stanley & Beare, 2006).

2. Tahap Pertengahan

Tahap ini ditandai dengan kemunduran kondisi seseorang yang semakin cepat, ingatan masa kini dan ingatan masa lampau memburuk, dengan konsekuensi adanya tingkah laku yang tidak pantas , keluyuran dengan atau tanpa tujuan, tingkah laku yang berulang (menggambarkan perilaku yang sia-sia). Selain itu, terjadi perubahan dalam kepribadian dan pada sebagian orang, terjadi ketidakmampuan yang lengkap dalam melakukan aktifitas sehari-hari tanpa bantuan. Dengan kata lain seseorang membutuhkan perawatan fisik pada tingkat yang tinggi. Bagaimanapun, kemunduran dalam kemampuan kognitif seperti seseorang yang tidak dapat mengingat lokasi toilet, atau bahkan meminta diantar ke toilet meski mereka sudah menemukan toilet. Kadang individu demensia tidak mengetahui arti toilet. Jika tidak mendapatkan toilet, mungkin mereka menganggap ruangan lain sebagai toilet (Watson,2003).


(36)

Perubahan makan juga merupakan konsekuensi kemunduran kognitif yang dihubungkan dengan demensia. Perubahan ini telah dinyatakan sebagai masalah demensia yang unik, meski saat diobservasi, perubahan makan ini tidak terlihat sebagai gangguan kognitif. Pada demensia tingkat dua, masalah ini menyebabkan nafsu makan seseorang menjadi hilang atau mulai makan berlebihan. Tingkah laku makan biasanya benar-benar tidak tepat dan dapat menyebabkan kegemukan atau kehilangan berat badan. Dalam masalah makan yang berlebihan, individu mungkin makan makanan aneh, misalnya makan asinan atau mungkin memakan makanan yang sebelumnya mereka tidak suka. Perilaku tersebut merupakan gangguan tingkah laku. Hal ini mengindikasikan bahwa klien demensia tidak bisa tinggal di rumah tanpa perawatan (Watson, 2003).

Perubahan lain yang terjadi adalah agresi. Agresi adalah perilaku yang umum dalam demensia tingkat dua dan berhubungan dengan kemunduran kognitif (Page, 1992). Klien demensia mungkin mengalami kesalahan dalam menginterpretasi kegiatan orang lain. Dalam bayangannya, seolah-olah mereka adalah pengacau dan mungkin menuduh orang lain mencuri barangnya, padahal ia sendiri yang salah menyimpan barang itu atau ia memang tak pernah memilikinya. Salah satu ciri umum penyakit ini adalah penurunan kemampuan individu untuk beradaptasi dengan stres sehingga dapat menyebabkan kerusakan mental yang lengkap. Kadang-kadang, masalah yang sangat sederhana dan tidak menyusahkan orang lain sebelum individu menderita demensia berubah menjadi masalah yang dibesar-besarkan (Watson, 2003).


(37)

Sebenarnya, tidak ada ciri khas yang tampak pada saat terjadi transisi ke tingkat tiga demensia. Masalah yang terlihat di tingkat dua menjadi lebih buruk dan progresif sehingga banyak masalah yang termanifestasi (Watson, 2003).

3. Tahap Akhir

Tingkat akhir atau tingkat tiga ditandai oleh kehilangan kemampuan kognitif yang hampir total, yang menyebabkan apati yang ekstrem dan ketidakmampuan untuk berkomunikasi. Inkontinensia urine dan feses semakin memburuk dan klien akan kehilangan rasa ketertarikan terhadap makanan dan kehilangan nafsu makan. Masalah ini sering membuat individu bergantung penuh pada bantuan orang lain untuk semua aktivitas sehari-hari, termasuk makan. Terdapat kehilangan berat badan jika nutrisi tidak tercapai secara adekuat. Hal ini tidak perlu sepenuhnya dipermasalahkan karena klien demensia yang kehilangan berat badan disebabkan oleh asupan nutrisi yang relatif rendah untuk ukuran normal (Watson, 2003).

4. Senam Otak

4.1 Pengertian Senam Otak

Senam otak(Brain Gym)adalah serangkaian latihan gerak sederhana yang digunakan untuk memudahkan kegiatan belajar dan penyesuaian dengan tuntutan sehari-hari. Metode belajar dikembangkan oleh Paul E. Dennison, Ph.D bersama isterinya Gail E. Dennison yang merupakan pelopor pendidik di Amerika dalam penerapan penelitian otak. Keduanya adalah pemberi seminar, ceramah dan pelatihan mengenai Educational Kinesiology (Edu-K) di banyak negara dan telah


(38)

menulis beberapa buku tentang ilmu ini. KataEducationberasal dari bahasa Latin educare, yang berarti menarik keluar . Sedangkan kata Kinesiology dikutip dari bahasa Yunani kinesis, yang berarti gerakan dan merupakan pelajaran gerakan tubuh manusia. Edu-K adalah suatu sistem yang memberdayakan semua orang yang belajar, tanpa batas umur, dengan menggunakan aktivitas gerakan-gerakan untuk menarik keluar seluruh potensi seseorang (Dennison, 2008).

Senam otak (brain gym) adalah rangkaian latihan berbasis gerakan tubuh sederhana. Dapat dilakukan di mana saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Sebelum melakukan rangkaian gerakan senam otak dianjurkan terlebih dahulu meminum air, karena air adalah unsur pembawa energi listrik. Air mengandung mineral. Air putih bahkan membantu memperlancar peredaran darah dan oksigen ke seluruh tubuh. Kekurangan air akan membuat otot menegang sehingga tubuh tidak merasa nyaman (Tammase, 2009).

4.2 Tiga Dimensi Otak menurut Edu-K

Otak sebagai pusat kegiatan tubuh akan mengaktifkan seluruh organ dan sistem tubuh melalui pesan-pesan yang disampaikan melewati serabut saraf secara sadar maupun tidak sadar. Pada umumnya, otak bagian kiri bertanggung jawab untuk pergerakan bagian kanan tubuh dan sebaliknya otak bagian kanan bertanggung jawab untuk pergerakan bagian kiri tubuh (Fianti, 2007). Otak manusia terdiri dari tiga dimensi dengan bagian-bagian yang saling berhubungan sebagai satu kesatuan. Otak manusia memiliki tugas yang spesifik, di mana dalam aplikasi senam otak (brain gym) dipakai istilah dimensi lateralitas, dimensi


(39)

pemfokusan, dan dimensi pemusatan (Dennison, 2008). Dengan senam otak (brain gym), maka ketiga dimensi otak ini akan diaktifkan secara keseluruhan.

1. Dimensi Lateralitas (belahan otak kanan dan kiri)

Gerakan untuk menyeberang garis tengah, menyangkut sikap positif: mendengar, melihat, bergerak. Otak bagian kiri aktif jika sisi kanan tubuh digerakkan dan bagian kanan aktif apabila sisi kiri tubuh digerakkan. Gerakan menyeberang garis tengah, mengaktifkan kerjasama tersebut.

2. Dimensi Pemfokusan (bagian belakang otak/brainsteamdan bagian depan otak/frontal lobes

Gerakan meregangkan otot, menyangkut: konsentrasi, pengertian, dan pemahaman. Gerakan ini menunjang kesiapan untuk menerima hal baru dan mengekspresikan apa yang sudah diketahui. Apabila sulit memahami inti keseluruhan pelajaran atau tidak dapat berkonsentrasi, sebaiknya gerakan ini dilakukan agar otot lega dan semangat belajar meningkat.

3. Dimensi Pemusatan (sistem limbis/ midbrain dan otak besar/ cerebral cortex)

Gerakan untuk meningkatkan energi, menyangkut: mengorganisasi, mengatur, berjalan, tes atau ujian. Otak terdiri dari milyaran sel saraf kecil (neuron) yang jalurnya dihubungkan seperti kabel pada telepon. Bila gerakan-gerakan ini dibuat berarti hubungan elektrik jaringan dapat diaktifkan agar dapat berfungsi baik dalam memberikan informasi dari badan ke otak dan sebaliknya (Fianti, 2007).


(40)

4.3 Gerakan Senam Otak

Dennison (2008) menyatakan beberapa gerakan dasar senam otak yang dapat dilatih diantaranya adalah:

1. Gerakan Silang

Cara: Kaki dan tangan digerakkan secara berlawanan, seperti pada gerakan jalan di tempat, dapat pula dilakukan sambil menyentuhkan tiap tangan ke lutut yang berlawanan secara bergantian. Agar lebih ceria, bisa menyelaraskan gerakan dengan irama musik.

Manfaat: Merangsang bagian otak yang menerima informasi (receptive) dan bagian yang menggunakan informasi (expressive) sehingga memudahkan proses mempelajari hal-hal baru dan meningkatkan daya ingat.

2. Olengan Pinggul

Cara: Duduk di lantai. Posisi tangan ke belakang, menumpu ke lantai dengan siku di tekuk. Angkat kaki sedikit lalu oleng-olengkan pinggul ke kiri dan ke kanan dengan rileks. Bila tidak dapat melakukan di lantai, dapat dilakukan dengan menggunakan kursi, dengan cara berpegangan pada sisi-sisi kursi atau lengan-lengannya untuk menyangga badan sewaktu mengangkat kaki dan bergoyang. Manfaat: mengaktifkan otak untuk kemampuan belajar, melihat ke kiri dan ke kanan, kemampuan memperhatikan dan memahami. Manfaat yang lain yaitu fokus lebih baik; sikap tubuh yang lebih mengarah ke depan, mampu duduk tegak di kursi, koordinasi seluruh tubuh meningkat, peningkatan energi (mengurangi kelelahan mental).


(41)

3. Pengisi Energi

Cara: Duduk nyaman di kursi, kedua lengan bawah dan dahi diletakkan di atas meja. Tangan ditempatkan di depan bahu dengan jari-jari menghadap sedikit ke dalam. Ketika menarik napas, rasakan nafas mengalir ke garis tengah seperti pancuran energi, mengangkat dahi, kemudian tengkuk, dan terakhir punggung atas. Diafragma dan dada tetap terbuka dan bahu tetap rileks.

Manfaat: Mengembalikan vitalitas otak setelah serangkaian aktifitas yang melelahkan, mengusir stres, meningkatkan konsentrasi dan perhatian serta meningkatkan kemampuan memahami dan berpikir rasional.

4. Menguap Berenergi

Menguap merupakan refleks pernafasan alami yang meningkatkan peredaran udara ke otak dan merangsang seluruh tubuh. Sebaiknya menutup mulut pada saat menguap, tetapi jangan menahannya karena akan menimbulkan ketegangan rahang. Menguap baik dalam senam otak. Menguap sambil menyentuh tempat-tempat yang tegang di rahang menolong menyeimbangkan tulang tengkorak dan menghilangkan ketegangan di kepala dan rahang (Dennison, 2008).

Cara: Ketika seolah-olah menguap, tutup mata rapat-rapat dan pijat pipi setingkat geraham atas dan bawah. Otot yang terasa dekat geraham atas berperan membuka mulut, sedangkan pada geraham bawah berperan menutupnya. Ulangi gerakan ini tiga hingga enam kali.

Manfaat: Mengaktifkan otak untuk peningkatan oksigen agar otak berfungsi secara efisien dan rileks, meningkatkan perhatian dan daya penglihatan,


(42)

memperbaiki komunikasi lisan dan ekspresif serta meningkatkan kemampuan untuk memilah informasi.

5. Luncuran Gravitasi

Cara: Duduk di kursi dan silangkan kaki. Tundukkan badan dengan lengan ke depan bawah. Buang napas ketika turun dan ambil napas ketika naik. Ulangi tiga kali. Lakukan dengan posisi kaki berganti-ganti.

Manfaat: Mengaktifkan rasa keseimbangan dan koordinasi, meningkatkan kemampuan mengorganisasi dan meningkatkan energi.

6. Tombol Imbang

Tombol imbang dengan segera menyeimbangkan ketiga dimensi: kiri-kanan, atas-bawah, dan belakang depan. Tombol imbang terletak di belakang telinga, pada sebuah lekukan di batas rambut antara tengkorak dan tengkuk (4-5 cm ke kiri dan ke kanan dari garis tengah tulang belakang) dan persis di belakang tulang mastoid (Processus mastiodeus).

Cara: Sentuhkan dua jari ke belakang telinga, pada lekukan di belakang telinga sementara tangan satunya lagi menyentuh pusar selama ± 30 detik, lalu ganti dengan tangan yang satu untuk menyentuh Tombol Imbang yang lain.

Manfaat: memusatkan perhatian, berkonsentrasi, kepekaan indrawi untuk keseimbangan dan kesetimbangan (equilibrium).

7. Tombol Bumi

Cara: Ujung jari salah satu tangan menyentuh bawah bibir, ujung jari lainnya di pinggir atas tulang kemaluan (±15 cm di bawah pusar). Disentuh selama 30 detik


(43)

atau 4-6 kali tarikan napas penuh. Lakukan dengan benapas dengan perlahan dan dalam serta merasakan relaksasinya.

Manfaat: Meningkatkan koordinasi dan konsentrasi (melihat secara vertikal dan horizontal sekaligus tanpa keliru, seperti saat membaca kolom dalam tabel), mengurangi kelelahan mental (stres), mengoptimalkan jenis pekerjaan seperti organisasi, perancangan seni, pembukuan.

8. Kait Relaks

Kait relaks menghubungkan lingkungan elektris di tubuh, dalam kaitannya dengan pemusatan perhatian dan kekacauan energi. Pikiran dan tubuh relaks bila energi mengalir lagi dengan baik di daerah yang semula mengalami ketegangan. Pola angka 8 untuk tangan dan kaki (bagian 1) mengikuti garis aliran energi tubuh. Sentuhan ujung jari berpasangan (bagian 2) menyeimbangkan dan menghubungkan kedua bagian otak.

Cara: Pada posisi duduk, silangkan kaki kiri di atas kaki kanan, kemudian julurkan tangan ke depan, lalu silangkan pergelangan tangan kiri ke atas tangan kanan, kemudian kedua tangan saling menggenggam dan meletakkannya di dada. Pejamkan mata dan bernapas dalam dan rileks selama 1 menit, dan saat menarik napas, lidah ditempelkan ke langit-langit mulut dan lepaskan saat mengembuskan napas. Berikutnya, buka silangan kaki, dan ujung jari kedua tangan saling bersentuhan secara halus di dada atau di pangkuan, sambil mengambil napas dalam 1 menit lagi.


(44)

Manfaat: Meningkatkan koordinasi motorik halus dan pemikiran logis, dan pemusatan emosional. Mendengar aktif, berbicara lugas, menghadapi tes dan bekerja dengan papan ketik, pengendalian diri dan keseimbangan.


(45)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN 1. Kerangka Konseptual

Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Notoatmojo, 2002). Kerangka konseptual penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh senam otak terhadap peningkatan daya ingat lansia.

Salah satu fenomena yang paling dirasakan oleh lansia adalah penurunan daya ingat atau lebih sering disebut dengan kepikunan. Namun penurunan ini dapat dicegah dengan terus membuat otak tetap aktif. Untuk mengatasi masalah ini, banyak hal yang dapat dilakukan oleh lansia. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh lansia untuk mencegah dan mengatasi kepikunan ini adalah dengan melakukan senam otak.

Senam otak adalah serangkaian latihan gerak sederhana yang digunakan untuk memudahkan kegiatan belajar dan penyesuaian dengan tuntutan sehari-hari (Dennison, 2008). Senam otak ini dapat dilakukan sebanyak 3 kali dalam seminggu selama 2 bulan dengan durasi selama 15 30 menit.

Maka berdasarkan uraian konsep penelitian di atas dan tujuan penelitian maka dapat digambarkan kerangka penelitian sebagai berikut:


(46)

Skema 1. Kerangka penelitian pengaruh senam otak terhadap peningkatan daya ingat lansia di Panti Werdha Karya Kasih Mongonsidi Medan

2. Definisi Konseptual 2.1 Daya Ingat

Sternberg (2008) mengungkapkan bahwa ingatan adalah cara-cara yang dengannya kita mempertahankan dan menarik pengalaman-pengalaman dari masa lalu untuk digunakan saat ini.

2.2 Senam Otak

Senam otak(Brain Gym)adalah serangkaian latihan gerak sederhana yang digunakan untuk memudahkan kegiatan belajar dan penyesuaian dengan tuntutan sehari-hari (Dennison, 2008).

3. Definisi Operasional 3.1 Daya ingat

Daya ingat merupakan kemampuan yang dimiliki lansia di Panti Werdha Karya Kasih Mongonsidi Medan untuk menyimpan setiap informasi yang didengar, dilihat, maupun dipelajari di dalam memori otaknya untuk kemudian

Test Awal (Pre-test) Daya ingat Lansia

Diberikan intervensi berupa senam otak

pada lansia

Test Akhir (Post-test) Daya ingat Lansia


(47)

Daya ingat ini diukur dengan menggunakan lembar Mini-Mental State Examination (MMSE). MMSE menyediakan ukuran orientasi, registrasi (ingatan segera), perhatian dan perhitungan,recall, dan bahasa.

3.2 Senam Otak

Senam otak adalah adalah serangkaian latihan gerak sederhana yang tidak agresif yang dilakukan oleh lansia di Panti Werdha Karya Kasih Mongonsidi Medan, di mana senam otak ini menuntut kesinergisan gerakan anggota tubuh sebelah kiri dan kanan yang terdiri dari 8 gerakan inti yang dilakukan dalam waktu 15-30 menit dengan frekuensi 3 kali setiap minggu selama 2 bulan. Agar dalam pelaksanaannya peserta merasa nyaman, maka pada saat pelaksanaannya senam otak diberikan dengan menggunakan musik instrumen dari compact disc (CD).


(48)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN 1. Desain penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian pre-eksperimental dengan desain pra-pasca tes dalam satu kelompok (One Group Pretest-Postest) yaitu rancangan yang berupaya mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu kelompok subjek yaitu kelompok intervensi tanpa kelompok kontrol. Kelompok subjek diobservasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah intervensi (Nursalam, 2008). Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh senam otak terhadap peningkatan daya ingat lansia. Pada penelitian ini, intervensi yang dilakukan adalah pelatihan senam otak pada lansia.

Penelitian ini terdiri dari satu kelompok yang merupakan kelompok eksperimen yang diberikan intervensi berupa pelatihan senam otak kepada lansia. Pada kelompok diawali denganpre-testuntuk mengetahui sejauh mana daya ingat yang dimiliki oleh lansia sebelum diberikan senam otak. Kemudian dilakukan senam otak kepada lansia dan setelah itu akan dilakukan kembali post-test untuk mengetahui sejauh mana daya ingat lansia setelah diberikan senam otak. Pre-test

dan post-test dilakukan dengan menggunakan kuesioner Mini-Mental State

Examination (MMSE). Kuesioner ini diisi oleh lansia yang bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.


(49)

2. Populasi, Sampel Penelitian dan Teknik Sampling 2.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah lansia yang telah mengalami penurunan daya ingat di Panti Werdha Karya Kasih Mongonsidi Medan dengan jumlah 98 orang.

2.2 Sampel Penelitian

Menurut Nursalam (2008), untuk besar populasi < 1000, maka penentuan besarnya sampel dengan menggunakan rumus :

Keterangan:

n = perkiraan jumlah sampel N = perkiraan besar populasi

z = nilai standar normal untuk = 0,05 (1,96)

p = perkiraan proporsi, jika tidak diketahui dianggap 50% q = 1 p (100% - p)

d = Tingkat kesalahan ynag dipilih (d = 0,05) Didapatlah nilai n:


(50)

2.3 Teknik Sampling

Sampel dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel di antara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti, sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam, 2008).

Adapun kriteria inklusi sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Lansia dengan usia > 60 tahun.

2. Tidak mengalami sakit mental seperti demensia Alzheimer, penyakit Parkinson, penyakit Huntington.

3. Mampu melakukan perhitungan sederhana. 4. Tidak mengalami gangguan fisik.

5. Tidak mengalami penyakit yang mengakibatkan lansia tidak dapat bergerak normal, misalnyastroke.

6. Bersedia mengikuti kegiatan senam otak selama 15-30 menit setiap 3 kali/minggu dalam waktu dua bulan tanpa henti sesuai jadwal dan bila tidak hadir bersedia untuk menggantinya pada hari lain, dan tidak melakukan senam otak di luar jadwal yang dikontrol peneliti.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Panti Werdha Karya Kasih Mongonsidi Medan. Alasan peneliti memilih lokasi ini sebagai tempat penelitian karena di tempat ini banyak terdapat lansia, juga tempatnya mudah dijangkau peneliti


(51)

otak. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan yaitu dari bulan Januari sampai Maret 2010.

4. Pertimbangan Etik Penelitian

Penelitian dilakukan setelah mendapat persetujuan dari institusi pendidikan (Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara) dan persetujuan dari pimpinan Panti Werdha Karya Kasih Mongonsidi Medan. Penelitian ini mempertimbangkan etik penelitian yaitu dengan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari wakil responden (Kepala Panti Werdha Karya Kasih Mongonsidi Medan atau keluarga calon responden) kemudian peneliti memberi penjelasan tentang tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan prosedur pelaksanaan penelitian yaitu pelaksanaan senam otak. Wakil responden (Kepala Panti Werdha Karya Kasih Mongonsidi Medan atau keluarga calon responden) dipersilahkan untuk menandatangani informed consent. Wakil responden yang tidak bersedia berhak untuk menolak. Penelitian ini tidak menimbulkan resiko bagi individu yang menjadi responden. Kerahasiaan catatan mengenai data responden dijaga oleh peneliti dan data-data yang diperoleh dari responden hanya dipergunakan untuk kepentingan penelitian. Lembar persetujuan dalam penelitian ini dapat dilihat pada lampiran 1.

5. Instrumen Penelitian 5.1 Data Demografi

Data demografi meliputi nomor responden, usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, suku bangsa, penyakit yang diderita serta lamanya, dan


(52)

pengobatan yang dilakukan. Data demografi ini berguna untuk membantu peneliti mengetahui latar belakang dari responden yang bisa berpengaruh terhadap penelitian ini. Data demografi ini dapat dilihat pada lampiran 5.

5.2 Kuesioner Tes Ingatan

Untuk mengukur daya ingat responden, peneliti memberikan lembar tes ingatan kepada responden. Lembar tes ingatan ini menggunakan instrumen Mini Mental State Examination (MMSE). Pengujian ini telah disahihkan di dalam sejumlah populasi. Kuesioner Mini Mental State Examination (MMSE) menyediakan ukuran orientasi, registrasi (ingatan segera), perhatian dan perhitungan, recall, dan bahasa. Skor maksimal untuk tes orientasi 10 poin, untuk tes registrasi 3 poin, tes perhatian dan perhitungan 5 poin, tes recall 3 poin, dan tes kemampuan bahasa 9 poin. Jumlah skor seluruhnya adalah 30 poin. Skor 25 30 termasuk kategori ingatan normal; skor 18 24 mengindikasikan adanya kerusakan ingatan ringan sampai kerusakan ingatan sedang; skor 17 atau di bawahnya mengindikasikan kerusakan ingatan berat. Kuesioner Mini Mental State Examination(MMSE) dapat dilihat pada lampiran 6.

6. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi, pemutar CD (atau melalui laptop), CD yang berisi lagu instrumen untuk mendukung pelaksanaan senam otak, lembar protokol panduan senam otak.


(53)

7. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan pertama-tama menjelaskan tujuan, manfaat, prosedur pengumpulan data pada calon responden. Kemudian peneliti memberikan informed consent kepada wakil responden. Peneliti kemudian menjelaskan jadwal kontrak kegiatan pada responden. Responden kemudian diminta mengisi kuesioner data demografi. Dengan pertimbangan usia responden yang sudah tua maka untuk memudahkan responden mengisi kuesioner ini peneliti akan mewawancarai responden. Kemudian kepada responden akan dilakukan tes ingatan dengan memberikan kuesionerMini-Mental State Examination (MMSE). Pengisian kuesioner ini dilakukan pada pertemuan pertama. Setelah itu, dilakukan senam otak selama 15-30 menit dengan frekuensi 3 kali seminggu selama 2 bulan. Responden mengikuti kegiatan hingga akhir penelitian. Tiap responden harus terpenuhi jadwal senamnya dari awal hingga akhir yaitu sebanyak 3 kali dalam seminggu selama 2 bulan, maka kegiatan senam otak dilakukan sebanyak 24 kali selama 8 minggu (2 bulan). Dan bila tidak hadir pada jadwal senam yang telah ditentukan, maka responden tersebut menggantinya pada hari yang lain di luar jadwal senam wajib. Namun, pada saat pelaksanaan kegiatan senam, terdapat kendala yang dihadapi oleh peneliti karena pada saat memasuki bulan kedua, responden yang mengikuti kegiatan senam otak semakin berkurang jumlahnya diakibatkan timbulnya rasa kebosanan mengikuti kegiatan senam (jumlah minimal pada saat dilakukan senam otak adalah 3 orang). Oleh karena jumlah yang semakin berkurang ini, kegiatan senam sempat tertunda


(54)

selama 1 minggu karena peneliti memerlukan waktu untuk melakukan pendekatan kembali dengan responden. Setelah dilakukan pendekatan kembali dengan responden, akhirnya responden yang mengikuti kegiatan senam bertambah kembali jumlahnya menjadi 9 orang. Dan oleh karena adanya kesepakatan kepada pihak panti untuk melaksanakan pada pagi hari dan adanya ketidaksesuaian teknis pelaksanaan dengan waktu yang telah ditentukan, maka akhirnya ketika memasuki bulan kedua kegiatan senam otak hanya dilakukan selama 2 kali dalam seminggu. Oleh sebab itu, untuk mencapai jumlah sebanyak 24 kali senam, maka diperlukan penambahan waktu dimana seharusnya kegiatan senam otak hanya dilakukan selama 2 bulan akhirnya kegiatan ini berlangsung selama 3 bulan. Kegiatan senam otak ini dilakukan di salah satu ruangan yang ada di Panti Werdha Karya Kasih. Di hari terakhir penelitian yaitu pada minggu yang terakhir, peneliti memberikan kembali kuesioner Mini-Mental State Examination (MMSE). Melalui kuesioner yang kedua ini dilihat pengaruh senam otak yang telah dilakukan selama 3 bulan terhadap peningkatan daya ingat lansia.

8. Analisa Data

Setelah dilakukan pengumpulan data, maka dilakukan analisa data. Data yang diperoleh dari setiap responden berupa data demografi yang merupakan hasil wawancara peneliti kepada lansia yang mengalami penurunan daya ingat dan data hasil pengukuran daya ingat yang diperoleh dari lembar tes ingatan responden yang diberikan sebelum dilakukan intervensi senam otak dan sesudah dilakukan


(55)

hipotesa penelitian sehingga diketahui pengaruh senam otak terhadap peningkatan daya ingat lansia.

Selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan menggunakan komputer SPSS versi 17. Statistik deskriptif digunakan untuk menyajikan data demografi responden di mana data tersebut akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase. Sedangkan statistik inferensial yang digunakan untuk menganalisis perbedaan daya ingat antara pre dan post senam otak adalah uji statistik Paired T-Test . Paired t-test digunakan untuk membandingkan daya ingat lansia sebelum dan sesudah dilakukan senam otak pada responden. Uji ini biasanya melibatkan pengukuran pada suatu variabel atas pengaruh atau perlakuan tertentu (Trihendradi, 2005). Sebelum dan sesudah pelatihan diberikan, variabel tersebut (daya ingat lansia) diukur, apakah terjadi perubahan yang signifikan atau tidak pada variabel dependen (daya ingat lansia). Uji paired t-test digunakan apabila data berdistribusi normal, namun bila datanya tidak terdistribusi normal maka dilakukan uji Wilcoxon (Dahlan, 2008).

Menurut Dahlan (2008) dari kedua uji tersebut akan diperoleh nilai p, yaitu nilai yang menyatakan besarnya peluang hasil penelitian. Peluang hasil penelitian selanjutnya akan dianalisa dengan membandingkannya dengan nilai alpha ( =0.05). Maka kesimpulan hasilnya diinterpretasikan dengan membandingkan nilai p dan nilai alpha ( = 0.05), maka ketentuannya:

- bila nilai p , maka keputusannya adalah Ho ditolak - bila nilai p > , maka keputusannya adalah Ho gagal ditolak


(56)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian serta pembahasan mengenai pengaruh senam otak terhadap peningkatan daya ingat lansia di Panti Werdha Karya Kasih Mongonsidi Medan.

1. Hasil Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di Panti Werdha Karya Kasih Mongosidi mulai dari tanggal 13 Januari 2010 sampai 29 Maret 2010. Hasil penelitian ini memaparkan karakteristik demografi responden, skor daya ingat responden pre dan postdilakukan senam otak, dan perbedaan daya ingat pre danpost dilakukan senam otak.

1.1 Karakteristik Demografi Responden

Deskripsi karakteristik demografi responden terdiri dari jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, suku bangsa, penyakit yang diderita, lama menderita penyakit, dan pengobatan yang dilakukan. Data ini diperoleh dari hasil wawancara peneliti dengan responden dan dari Kepala Panti Werdha Karya kasih Mongonsidi Medan.

Responden pada penelitian ini adalah lansia yang masih memiliki kekuatan fisik yang ada di Panti Werdha Karya Kasih Mongonsidi Medan yang bersedia mengikuti setiap kegiatan yang dilakukan oleh peneliti. Berdasarkan jenis kelamin, responden dalam penelitian ini hampir keseluruhannya adalah


(57)

responden berada pada rentang usia 60 80 tahun yang merupakan usia lanjut (Mean=74.22, SD=6.220), dengan usia minimal 65 tahun dan usia maksimal 80 tahun. Berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian besar responden memiliki pendidikan terakhir pada jenjang Sekolah Menengah Atas (44.4% ; n=4).

Berdasarkan suku bangsanya, sebagian besar responden dalam penelitian ini merupakan suku bangsa Cina (77.8% ; n=7). Adapun penyakit yang diderita oleh sebagian besar responden adalah penyakit hipertensi (55.6 % ; n=5) dan hanya ada 1 orang responden yang tidak menderita penyakit apapun (11.1%). Sebagian besar responden ini sudah menderita penyakit selama 1 5 tahun (44.4% ; n=4). Responden dalam penelitian ini rutin menjalani pengobatan sesuai dengan penyakit yang dideritanya untuk mempertahankan kesehatan jasmaninya (77.8 % ; n=7). Karakteristik demografi responden dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik Demografi Responden Karakteristik Demografi

Responden

Frekuensi (n) Persentase (%) 1. Jenis Kelamin

Perempuan Laki-laki 8 1 88.9 11.1 2. Usia (tahun)

60 70 70 80 3 6 33.3 66.7

(Mean= 74.22, SD = 6.220, min-max = 65 80) 3. Pendidikan Terakhir

Tidak Sekolah Sekolah Dasar

Sekolah Menengah Pertama

1 3 1 11.1 33.3 11.1


(58)

Sekolah Menengah Atas Perguruan Tinggi 4 -44.4 -4. Suku Bangsa

Batak Cina 2 7 22.2 77.8 5. Penyakit yang diderita

Tidak menderita penyakit Arthritis reumatoid Hipertensi

Katarak kiri

Reumatik, Maag ,Nyeri pinggang

1 1 5 1 1 11.1 11.1 55.6 11.1 11.1 6. Lama menderita penyakit

Tidak menderita penyakit < 1 tahun

1 5 tahun 5 10 tahun >10 tahun 1 1 4 1 2 11.1 11.1 44.4 11.1 22.2 7. Pengobatan yang Dilakukan

Tidak ada dilakukan pengobatan Ada dilakukan pengobatan

2 7

22.2 77.8

1.2 Daya Ingat RespondenPredanPost Senam Otak

Responden diukur daya ingatnya dengan menggunakan kuesioner Mini

Mental State Examination (MMSE). MMSE menyediakan ukuran orientasi,

registrasi (ingatan segera), perhatian dan perhitungan, recall, dan bahasa. Skor maksimal untuk tes orientasi 10 poin, untuk tes registrasi 3 poin, tes perhatian dan perhitungan 5 poin, tes recall 3 poin, dan tes kemampuan bahasa 9 poin. Jumlah


(59)

skor 18 24 mengindikasikan adanya kerusakan ingatan ringan sampai kerusakan ingatan sedang; skor 17 atau dibawahnya mengindikasikan adanya kerusakan ingatan berat. Kemudian hasil pengukuran kemampuan daya ingat responden tersebut dicatat dalam kuesioner dan dihitung jumlah keseluruhannya.

Tabel 3. Hasil Pengukuran Daya Ingat RespondenPredanPostSenam Otak Sampel

Penelitian

Skor Daya Ingat

Preintervensi Postintervensi Responden 1 Responden 2 Responden 3 Responden 4 Responden 5 Responden 6 Responden 7 Responden 8 Responden 9 Mean Std. Deviasi 19 17 23 27 26 24 20 23 24 22.56 3.283 23 22 27 27 27 24 24 25 26 25.00 1.871 Keterangan:

<17 = kerusakan ingatan berat

18 24 = kerusakan ingatan ringan sampai kerusakan ingatan sedang >24 = ingatan normal

Dari hasil pengukuran daya ingat dengan menggunakan kuesioner Mini

Mental State Examination (MMSE) sebelum dilakukan senam otak pada 9 orang

responden diperoleh hasil bahwa responden dengan kategori kerusakan ingatan berat (11.1%, n=1), responden dengan kategori kerusakan ingatan ringan sampai


(60)

n=2). Setelah dilakukan senam otak, diperoleh hasil bahwa dari 9 orang responden yang mengikuti senam otak terdapat peningkatan jumlah responden dengan kategori ingatan normal pada responden (55.6%, n=5), terjadi penurunan jumlah responden dengan kategori kerusakan ingatan ringan sampai berat (44.4%, n=4), serta tidak ada responden dengan kategori kerusakan ingatan berat. Dari tabel 3 juga didapat nilai rata-rata skor pre-test dilakukan senam otak adalah 22.56 dengan standar deviasi= 3.283 dan skor post-test dilakukan senam otak adalah 25.00 dengan standar deviasi= 1.871.

1.3 Perbedaan Daya Ingat RespondenPredanPostSenam Otak

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh bahwa terdapat peningkatan jumlah responden yang mengalami kerusakan ingatan ringan sampai sedang, juga responden dengan ingatan yang normal juga bertambah. Responden yang mengalami kerusakan berat juga sudah tidak ada lagi. Peningkatan jumlah responden ini diperoleh dari hasil pengukuran daya ingatpredanpostsenam otak dengan menggunakan uji paired t-test. Perbedaan daya ingat pre dan post dilakukan senam otak dapat dilihat pada tabel 4.


(61)

Tabel 4.Paired sample t-testuntuk menguji perbedaan daya ingatpredan postdilakukan senam otak pada responden

Paired Differences

Mean DeviationStd. ErrorStd. Mean

95% Confidence Interval of The Difference

Lower Upper t df (2-tailed)Sig. Pair 1 Skor pre test

skor post test -2.444 1.878 .626 -3.888 -1.001 -3.904 8 .005

Dari hasil uji paired t-testini diperoleh nilai t= -3.904,mean difference = -2.444 dan nilai p= 0.005,. Nilai t hitung (-3.904) menunjukkan bahwa nilai t negatif, hal ini berarti skor pre-test senam otak lebih kecil dari skor post-test senam otak. Dan diperoleh nilai mean difference = -2.444 dengan level of

significance = 0.005, hal ini menunjukkan bahwa daya ingat responden sebelum

dan sesudah intervensi memiliki perbedaan yang bermakna (p<0.05). Dari hasil tersebut maka diketahui bahwa senam otak efektif meningkatkan daya ingat lansia.

2. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti dapat menjawab mengenai pengaruh senam otak terhadap peningkatan daya ingat lansia.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan ini, diketahui bahwa sebagian besar lansia juga sudah lama menderita penyakit tertentu dengan waktu paling lama lebih dari 10 tahun. Dan rata-rata menderita penyakit hipertensi selama 1 7


(62)

hipertensi dan setelah dilakukan pengukuran daya ingat diketahui bahwa responden yang mengalami penyakit hipertensi tersebut tergolong ke dalam kategori kerusakan ingatan ringan sampai sedang. Hal ini sesuai dengan pendapat Nelson (2008) bahwa seseorang akan mengalami kerusakan ingatan bila seseorang tersebut memiliki tekanan darah tinggi dibandingkan dengan orang lain yang normal. Hipertensi diketahui mengganggu ingatan dengan merusak pembuluh darah kecil yang bermuara pada materi putih pada otak yaitu kumpulan akson yang mengirimkan pesan ke seluruh otak dan sistem saraf pusat. Penelitian menunjukkan bahwa hipertensi yang tidak ditangani dengan baik dapat menjadi awal dari demensia.

Penurunan daya ingat yang terkait dengan penuaan bukanlah penyakit namun lebih merupakan akibat dari perubahan struktur dan fungsi otak yang normal terjadi selama penuaan. Perubahan ini mempengaruhi seberapa baik seseorang berkonsentrasi, seberapa cepat seseorang memproses suatu informasi, seberapa efektif seseorang menyimpan ingatan, dan seberapa mudah seseorang mengeluarkan ingatan tersebut. Efek-efek tersebut menjadi sangat tampak pada sekitar usia 50 tahunan (Nelson, 2008). Menurut Stanley & Beare (2007), memori mungkin berubah dalam proses penuaan. Pada umumnya, memori untuk kejadian masa lalu lebih banyak diretensi dan lebih banyak diingat daripada informasi yang baru.

Dari hasil penelitian yang dianalisa dengan uji paired t-test, setelah dilakukan senam otak terjadi peningkatan skor hasil pengukuran daya ingat


(63)

bahwa secara signifikan terjadi peningkatan daya ingat responden. Hal ini didukung oleh pendapat Church (2007) bahwa peneliti-peneliti mengetahui bahwa gerakan merupakan hal yang penting untuk memacu perkembangan otak. Gerakan membantu dalam membangun hubungan antar sel otak, mengembangkan jaringan saraf dari otak besar (cerebellum) ke batang otak (brain stem) di sepanjanglimbic system dan di neocortex dan akhirnya sampai ke cortex bagian prefrontal (Church,2007). Kemampuan belajar paling tinggi tercapai jika kedua belah otak, dua mata, dan dua telinga aktif serta bisa bekerja sama dengan baik. Selain itu, gerak badan juga terkoordinasi dan seimbang. Pertemuan gerakan yang menyilang ini merupakan pusat dari senam otak (Elen, 2007).

Otak adalah pusat berpikir. emosi, konsentrasi, dan semua kondisi stres yang terjadi bisa berakar dari keseimbangan otak (Elen, 2007). Gerakan senam otak bisa membantu menyeimbangkan kedua belahan otak, mempertajam konsentrasi, bahkan meningkatkan kepercayaan diri (Church, 2007). Seperti halnya senam pada umumnya, dasar dari senam otak adalah gerakan. Akan tetapi gerakan-gerakan yang dilakukan dalam senam otak memiliki ritme yang cenderung lambat dan memiliki fungsi atau tujuan tertentu, seperti meningkatkan konsentrasi, meredakan ketegangan otot (relaksasi), dan mempertajam daya ingat. Senam otak (brain gym) bukanlah terapi, melainkan metode untuk membantu mengakses potensi otak. Prinsip dasarnya adalah bagaimana bergerak mampu menstimulasi otak (Elen, 2007).

Penelitian yang dilakukan oleh Raymond Dart mengungkapkan bahwa apabila seseorang menggunakan kedua anggota tubuh secara seimbang, maka


(64)

kedua belahan otak akan bekerja dengan seimbang juga. Raymond mengungkapkan bahwa koordinasi kedua sisi tubuh akan meningkatkan kesatuan dan keseimbangan penggunaan kedua belahan otak. Salah satu gerakan yang dapat meningkatkan keseimbangan penggunaan kedua belahan otak adalah dengan melakukan gerakan silang seperti yang terdapat pada gerakan senam otak. Gerakan ini disarankan oleh ahli kinesiology untuk memadukan kedua sisi otak (Musrofi, 2008).


(65)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengukuran daya ingat dengan menggunakan kuesioner Mini Mental State Examination (MMSE), diketahui bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada hasil pengukuran daya ingat responden sebelum dan sesudah dilakukan senam otak (sebelum dilakukan senam otak: Mean=22.56; Std.Deviasi=3.283. Setelah dilakukan senam otak: Mean=25.00; Std.Deviasi=1.871).

Berdasarkan hasil uji paired t-testterdapat perbedaan yang bermakna pada responden sebelum dan sesudah melakukan senam otak dengan nilai p<0,05 yaitu 0,005. Dari hasil uji ini dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh senam otak terhadap peningkatan daya ingat lansia.

2. Saran

2.1 Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang baru dalam penekanan materi untuk meningkatkan kemampuan fisik lansia dalam mengingat yang mulai mengalami penurunan di usia tua.

2.2 Praktek Keperawatan

Dari hasil penelitian ini diperoleh hasil bahwa senam otak mampu meningkatkan daya ingat lansia. Oleh karena itu, senam otak ini dapat digunakan oleh mahasiswa yang ada di komunitas untuk memperkenalkan kembali senam


(66)

otak ini di masyarakat dan mengembangkan senam otak ini serta mengajarkannya kepada lansia yang ada di komunitas sehingga lansia dapat meningkatkan kualitas hidupnya.

2.3 Penelitian Selanjutnya

Dalam penelitian pre-eksperimental One-Group Pretest Postest ini mempunyai kelemahan yaitu jumlah sampel yang sedikit, lama pelaksanaan senam otak juga kurang teratur, di mana seharusnya senam dilakukan sebanyak 3 kali seminggu akhirnya jadwal ini berubah dan dilakukan hanya sebanyak 2 kali seminggu. Maka untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat diambil jumlah sampel yang lebih besar dan sebaiknya jumlah itu tidak berkurang hingga akhir penelitian dan waktu pelaksanaan senam sebaiknya lebih teratur sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan agar hasil yang didapatkan lebih maksimal. Dan akan lebih baik lagi apabila kelompok penelitian tersebut dibagi ke dalam kelompok intervensi dan kelompok kontrol agar dapat diketahui perbandingan pengaruh senam otak tersebut pada kelompok yang dilakukan intervensi. Selain itu, responden yang diambil sebagai sampel penelitian adalah lansia yang sudah mengalami dimensia dan kerusakan ingatan berat agar dapat diidentifikasi sejauh mana senam otak ini mampu meningkatkan daya ingat pada lansia yang mengalami dimensia dan kerusakan ingatan berat.


(1)

Lampiran 8 PROSEDUR PANDUAN PELAKSANAAN SENAM OTAK PADA LANSIA

DI PANTI WERDA KARYA KASIH MONGONSIDI MEDAN 1. Lansia dalam keadaan rileks. Musik terdengar mengalun dariaudio player. 2. Gerakan I:

Lansia dalam posisi berdiri. Kaki dan tangan digerakkan secara berlawanan, seperti pada gerakan jalan di tempat, dapat pula dilakukan sambil menyentuhkan tiap tangan ke lutut yang berlawanan secara bergantian. Gerakan ini dilakukan selama 1 menit.

3. Gerakan II:

Duduk di lantai. Posisi tangan ke belakang, menumpu ke lantai dengan siku di tekuk. Angkat kaki sedikit lalu oleng-olengkan pinggul ke kiri dan ke kanan dengan rileks. Bila tidak dapat melakukan di lantai, dapat dilakukan dengan menggunakan kursi, dengan cara berpegangan pada sisi-sisi kursi atau lengan-lengannya untuk menyangga badan sewaktu mengangkat kaki dan bergoyang. Gerakan ini dilakukan sebanyak 6 kali hitungan.

4. Gerakan III:

Duduk nyaman di kursi, kedua lengan bawah dan dahi diletakkan di atas meja. Tangan ditempatkan di depan bahu dengan jari-jari menghadap sedikit ke dalam. Ketika menarik napas, rasakan nafas mengalir ke garis tengah seperti pancuran energi, mengangkat dahi, kemudian tengkuk, dan terakhir punggung atas. Diafragma dan dada tetap terbuka dan bahu tetap rileks. Lakukan gerakan ini sebanyak 6 kali hitungan.


(2)

79 5. Gerakan IV:

Dalam keadaan duduk, ketika seolah-olah menguap, tutup mata rapat-rapat dan pijat pipi setingkat geraham atas dan bawah. Otot yang terasa dekat geraham atas berperan membuka mulut, sedangkan pada geraham bawah berperan menutupnya. Ulangi gerakan ini tiga hingga enam kali.

6. Gerakan V:

Duduk nyaman di kursi dan silangkan kaki. Tundukkan badan dengan lengan ke depan bawah. Buang napas ketika turun dan ambil napas ketika naik. Ulangi tiga kali. Lakukan dengan posisi kaki berganti-ganti.

7. Gerakan VI:

Duduk di kursi. Sentuhkan dua jari ke belakang telinga, pada lekukan di belakang telinga sementara tangan satunya lagi menyentuh pusar selama ± 30 detik, lalu ganti dengan tangan yang satu untuk menyentuh Tombol Imbang yang lain.

8. Gerakan VII:

Dalam keadaan duduk, ujung jari salah satu tangan menyentuh bawah bibir, ujung jari lainnya di pinggir atas tulang kemaluan (±15 cm di bawah pusar). Di sentuh selama 30 detik atau 4-6 kali tarikan napas penuh. Lakukan dengan benapas dengan perlahan dan dalam serta merasakan relaksasinya.

9. Gerakan VIII:

Pada posisi duduk, silangkan kaki kiri di atas kaki kanan, kemudian julurkan tangan ke depan, lalu silangkan pergelangan tangan kiri ke atas tangan kanan, kemudian kedua tangan saling menggenggam dan meletakkannya di dada.


(3)

Pejamkan mata dan bernapas dalam dan rileks selama 1 menit, dan saat menarik napas, lidah ditempelkan ke langit-langit mulut dan lepaskan saat mengembuskan napas. Berikutnya, buka silangan kaki, dan ujung jari kedua tangan saling bersentuhan secara halus di dada atau di pangkuan, sambil mengambil napas dalam 1 menit lagi.


(4)

81 Lampiran 9 Gambar Gerakan Senam Otak

1. Gerakan Silang 2. Olengan Pinggul


(5)

5. Luncuran Gravitasi 6. Tombol Imbang


(6)

83 Daftar Riwayat Hidup

Nama : Paula Angelina Situmorang

Tempat Tanggal Lahir : Medan 26 Januari 1988

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jl. Rotan Raya No. 62 Perumnas Simalingkar Medan 20353

Riwayat Pendidikan :

1. TK Parulian 5 Medan (1993 1994) 2. SD Parulian 5 Medan (1994 2000)

3. SLTP Swasta Katolik Budi Murni 2 Medan (2000 2003) 4. SMA Swasta Dharma Pancasila Medan (2003 2006)