1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Penyusunan laporan keuangan oleh manajemen bertujuan untuk menyampaikan informasi mengenai kondisi keuangan dan ekonomi suatu
perusahaan pada periode tertentu. Informasi tentang laba mempunyai peran yang sangat penting bagi pihak yang berkepentingan pada suatu perusahaan. Fenomena
yang terjadi adalah timbulnya masalah keagenan. Sulistiyanto dan Midiastuti dalam Birgita Deviana menyatakan bahwa manajemen perusahaan berusaha
untuk memberikan sinyal positif kepada pasar tentang perusahaan yang dikelolanya. Pihak internal dan eksternal perusahaan sering menggunakan laba
sebagai dasar pengambilan keputusan seperti pemberian kompensasi maupun bonus kepada manajer, ukuran prestasi atau kinerja manajemen dan dasar
penentuan besarnya pengenaan pajak. Oleh karena itu, kualitas laba menjadi pusat bagi investor, kreditor, pembuat kebijakan akuntansi dan pemerintah, dalam hal
ini adalah Direktorat Jenderal Pajak dalam Taufik Budiman. Oleh karena itu, manajer perusahaan kemudian berkeinginan untuk menaikkan laba yang
dilaporkan kepada pemegang saham ataupun pihak eksternal lainnya. Banyak manajer yang memanfaatkan untuk merekayasa angka laba pada perusahaannya
dengan rekayasa akrual untuk mempengaruhi hasil akhir dari berbagai keputusan antara lain motivasi bonus, dianggap kinerjanya lebih baik, atau meminimalkan
beban pajak penghasilan yang harus dibayarkan perusahaan Suranggane, 2007:526.
Universitas Sumatera Utara
2
Laba merupakan ukuran paling sederhana untuk menilai kinerja suatu perusahaan. Laba yang berkualitas adalah laba yang dapat mencerminkan
kelanjutan laba di masa depan, yang ditentukan oleh komponen akrual dan aliran kasnya. Manajemen laba yang dilakukan perusahaan dapat dilakukan dengan
memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi dan pemilihan metode akuntansi. SAK mengizinkan manajemen untuk melakukan
judgement
terhadap estimasi akuntansi, seperti estimasi piutang tak tertagih, masa manfaat aset tetap,
dan nilai sisa dari aset tetap tersebut serta kurun waktu amortisasi aset tak berwujud. Sedangkan dalam Peraturan Perpajakan, estimasi piutang tak tertagih
tidak diizinkan sebagai pengurang pendapatan dalam menghitung laba fiskal. Peraturan perpajakan juga sudah mengatur masa manfaat aset tetap dan aset tak
berwujud serta tarif penyusutannya yang dibedakan berdasarkan pengelompokan aset tersebut.
Perusahaan di Indonesia dalam membuat laporan keuangan berpedoman pada PSAK dan Peraturan Perpajakan. Dalam menyiapkan laporan keuangan,
manajemen membutuhkan penilaian dan perkiraan. Hal ini memberikan manajemen fleksibilitas dalam menyusun laporan keuangannya. Fleksibilitas
dalam menyusun laporan keuangan diatur dalam Pedoman Standar Akuntansi Keuangan PSAK No.1 tentang penyajian laporan keuangan dengan pendekatan
akrual
accrual basis.
Penelitian-penelitian mengenai manajemen laba menunjukkan bahwa penggunaan
discretiory accrual
menyebabkan terjadinya kesalahan dalam prediksi manajemen laba Bernard dan Skinner, 1996. Kesalahan tersebut
Universitas Sumatera Utara
3
disebabkan oleh kesalahan pengklasifikasian akrual total kedalam bentuk
discretionary accrual
dan
non-discretionary accrual
, sehingga penggunaan model akrual menjadi tidak tepat. Dechow 1995 menguji lima model akrual dan
menemukan bukti bahwa tidak ada di antara kelima model tersebut yang benar- benar tepat untuk mendeteksi manajemen laba. Kesalahan dalam memprediksi ada
tidaknya manajemen laba, menyebabkan kesalahan dalam menilai kualitas laba perusahaan sehingga menyebabkan bias dalam penilaian kinerja perusahaan.
Menurut IAI dalam PSAK No.46 diatur mengenai perlakuan akuntansi untuk pajak penghasilan dimana beban pajak tangguhan terdapat didalammnya.
PSAK No. 46 terdapat beberapa pernyataan yang dapat memberikan kebebasan manajemen dalam menentukan pilihan kebijakan akuntansi dalam menentukan
besaran pencadangan beban penghasilan pajak tangguhan atas adanya perbedaan antara standar akuntansi dengan peraturan perpajakan. PSAK No.46 ini
diterbitkan untuk memperbaiki kualitas pelaporan keuangan yang berkaitan dengan akuntansi pajak penghasilan. Penerapan PSAK No.46 bisa menimbulkan
konsekuensi bagi
reported net income
perusahaan, dimana laporan keuangan suatu perusahaan akan disorot berbagai
users
terutama investor yang akan berinvestasi.
Pajak tangguhan
deferred tax
adalah efek pajak yang diakui pada saat diadakan penyesuaian dengan beban pajak penghasilan periode yang akan datang.
Pengakuan pajak tangguhan
deferred tax
dalam laporan keuangan perusahaan adalah satu hal yang relatif baru dalam akuntansi Indonesia. Aset pajak tangguhan
terjadi bila laba akuntansi lebih kecil dari laba fiskal akibat perbedaan temporer.
Universitas Sumatera Utara
4
Lebih kecilnya laba akuntansi daripada laba fiskal mengakibatkan perusahaan dapat menunda pajak terutang tersebut pada periode mendatang. Namun, apabila
laba fiskal tidak mungkin tersedia dalam jumlah memadai untuk dapat dikompensasi dengan saldo rugi fiskal yang dapat dikompensasi, atau bila
dimungkinkan adanya realisasi manfaat pajak dimasa depan dengan probabilitas kurang dari 50, maka aset pajak tangguhan tidak diakui dan perusahaan akan
mencatat cadangan aset pajak tangguhan. Sedangkan, kewajiban pajak tangguhan terjadi bila laba akuntansi lebih besar dari laba fiskal akibat perbedaan temporer.
Manajemen laba adalah manipulasi data yang dilakukan oleh pihak manajemen untuk mencapai tujuan tertentu. Manipulasi tersebut dilakukan agar
laba terlihat sebagaimana yang diharapkan. Selain itu, manipulasi juga dilakukan agar investor tetap tertarik dengan perusahaan tersebut. Sebenarnya perusahaan
menghadapi suatu dorongan yang saling bertentangan pada saat melakukan manajemen laba. Pada satu sisi manajemen perusahaan ingin menampilkan kinerja
keuangan yang baik dengan memaksimalkan laba yang dilaporkan kepada para pemegang saham dan pengguna eksternal lainnya. Namun demikian, disisi lain
manajemen perusahaan juga menginginkan untuk meminimalkan laba kena pajak yang dilaporkan untuk keperluan pajak. Langkah yang kemudian diambil agar
keduanya dapat dicapai adalah dengan memanipulasi laba menjadi lebih tinggi untuk pelaporan keuangan tetapi tidak untuk pelaporan pajaknya.
Beberapa peneliti mencoba mengatasi kelemahan model akrual dengan mencari faktor alternatif yang dapat digunakan untuk mendeteksi manajemen
laba. Penelitian baru-baru ini menginvestigasi perbedaan antara laba akuntansi
Universitas Sumatera Utara
5
dan laba fiskal
book-tax differences
sebagai indikator manajemen laba Mills dan Newberry, 2001; Phillips
et al
., 2003; Ratmono, 2004; Yuliati, 2004. Penelitian-penelitian tersebut didasari oleh literatur akuntansi keuangan yang
menegaskan bahwa
book-tax differences
dapat memberikan informasi tentang laba berjalan
current earnings.
Logika yang mendasarinya adalah sedikitnya kebebasan yang diperbolehkan dalam pengukurun laba fiskal, menyebabkan
book- tax differences
memberikan informasi tentang
management discretion
dan proses akrual. Mills dan Newberry 2001 dan Phillips
et al.
2003 berpendapat bahwa para manajer mempunyai banyak kebebasan dalam pelaporan keuangan dibanding
pelaporan pajak, dan dapat memanfaatkan kebebasannya tersebut untuk menaikkan laba akuntansi dengan suatu cara tertentu tanpa menaikkan laba fiskal.
Yuliati 2004 menemukan bahwa kedua pengukur manajemen laba akrual dan beban pajak tangguhan memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap
probabilitas perusahaan melakukan manajemen laba untuk menghindari kerugian. Aktivitas manajemen laba yang terdeteksi dalam
book-tax differences
, dapat dilakukan
dengan menaikkan kewajiban pajak tangguhan bersih yaitu kewajiban pajak tangguhan dikurangi aktiva pajak tangguhan bersih, dan
mengakibatkan naiknya beban pajak tangguhan
deferred tax expense.
Pendapat ini konsisten dengan Phillips
et al.
2003 yang membuktikan bahwa beban pajak tangguhan DTE
,
yang merupakan wakil empirik untuk
book-tax differences,
menghasilkan total akrual dan ukuran abnormal akrual dalam mendeteksi manajemen laba untuk menghindari laba menurun. Selanjutnya Phillips, Pincus,
Rego dan Wan 2004, selanjutnya disebut PPRW, menggunakan komponen-
Universitas Sumatera Utara
6
komponen perubahan dalam aktiva pajak tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan untuk mendeteksi manajemen laba untuk menghindari laba menurun
Penelitian ini berdasarkan pada hasil penelitian Phillips
et al.
2003 yang menemukan bahwa beban pajak tangguhan yang dihasilkan dari selisih antara
aktiva pajak tangguhan dan utang pajak tangguhan, dapat digunakan untuk mendeteksi manajemen laba. Selain itu, penelitian ini juga membuktikan bahwa
komponen-komponen yang terkandung dalam perubahan atas aktiva pajak tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan dapat digunakan untuk menganalisis
ada tidaknya praktik manajemen laba untuk menghindari laba menurun. Kedua penelitian tersebut didasarkan pada peraturan pajak yang berlaku di Amerika
Serikat. Peraturan pajak yang berbeda antar negara di dunia menimbulkan pertanyaan apakah penelitian ini dapat diterapkan di negara-negara lain di luar
Amerika Serikat, khususnya Indonesia. Dengan demikian penelitian ini menguji kemampuan beban pajak tangguhan yang dihasilkan dari selisih antara aktiva
pajak tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan untuk mendeteksi manajemen laba dan menguji komponen-komponen yang terkandung dalam perubahan atas
aktiva pajak tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan yang digunakan untuk mengelola laba.
Penelitian Philip
et al
2003 menemukan bahwa beban pajak tangguhan dapat digunakan untuk memprediksi praktik manajemen laba oleh manajemen
dengan dua tujuan yaitu untuk menghindari laba dan menghindari kerugian. Yulianti 2005 juga menemukan bukti empiris bahwa beban pajak
tangguhan memiliki hubungan positif signifikan dengan probabilitas perusahaan
Universitas Sumatera Utara
7
untuk melakukan manajemen laba guna menghindari kerugian perusahaan. Hubungan antara beban pajak tangguhan dengan akrual sangat erat dalam
mendeteksi perilaku dari
earning management
yaitu untuk memaksimumkan bonus yang mereka dapatkan dengan merekayasa angka akrual dan berusaha
meminimalkan pajak yang harus mereka bayarkan, dengan cara meningkatkan akrual untuk menjadikan angka laba lebih rendah. Pengakuan pajak tangguhan
dapat mengakibatkan bertambah atau berkurangnya laba bersih karena adanya pengakuan beban pajak tangguhan atau manfaat pajak tangguhan. Pengakuan aset
dan pajak tangguhan didasarkan pada fakta adanya kemungkinan pembayaran pajak pada periode mendatang menjadi lebih besar atau lebih kecil. Hal ini
menjadi celah bagi manajemen untuk memanipulasi jumlah dari laba bersihnya sehingga bisa memperkecil jumlah pajak yang harus dibayar.
Sebagai contoh kasus pada PT. PLN PERSERO Distribusi Bali. Setelah dilakukan pemeriksaan pajak, didapatkan hasil berupa pajak penghasilan fiskal
pada tahun 2003 Rp 616.206.533.565,- dan pada tahun 2004 sebesar Rp 120.344.177.465,-. Pajak tangguhan yang ada di PT. PLN PERSERO Distribusi
Bali pada tahun 2003 untuk Aset Pajak Tangguhan 2003 Rp 184.861.966.070 dan Kewajiban Pajak Tangguhan Rp 65.002.051.320,-. Sedangkan pajak tangguhan
yang asa di PT. PLN PERSERO Distribusi Bali pada tahun 2004 untuk Aset Pajak Tangguhan Rp 36.103.253.240 dan Kewajiban Pajak Tangguhan Rp
37.515.162.581,-. Pada saat diadakan Koreksi Fiskal atas Laporan Laba Rugi pada tahun 2003 ditemukan adanya selisih sebesar Rp 57.366.518.774,- lebih besar
menurut fiskal daripada menurut Laporan Keuangan Perusahaan. Pada tahun 2004
Universitas Sumatera Utara
8
juga ditemukan selisih lebih besar menurut fiskal daripada menurut Laporan Keuangan Perusahaan sebesar Rp 48.766.124.690,-. Hal ini menunjukkan bahwa
pajak tangguhan dijadikan celah oleh manajemen untuk mempengaruhi besarnya pajak penghasilan yang seharusnya dibayarkan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suranggane 2007 yaitu yang menganalisis aktiva pajak tangguhan dan akrual sebagai prediktor manajemen
laba: kajian empiris pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ, diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa variabel akrual berpengaruh signifikan
pada terjadinya manajemen laba dengan tingkat signifikansi 5, sedangkan cadangan aktiva pajak tangguhan tidak berpengaruh.
Dari uraian diatas dan banyaknya perbedaan hasil penelitian dari penelitian terdahulu, saya tertarik untuk menguji kembali penelitian yang telah ada. Adapun
perbedaan penelitian ini dengan sebelumnya yaitu untuk melihat pengaruh pengaruh terhadap manajemen laba dalam suatu perusahaan, penulis
menggunakan variabel
deferred tax liabilities
, variabel
deferred tax asset
, dan variabel akrual. Tahun yang digunakan pada penelitian sebelumnya yaitu tahun
2008 sampai tahun 2010. Pada penelitian ini tahun yang digunakan adalah tahun 2013 sampai tahun 2014.
Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu: 1.
Penelitian ini menggunakan tahun yang lebih
up-date
yaitu tahun 2013 sampai tahun 2014.
Universitas Sumatera Utara
9
2. Penelitian ini memasukkan
deferred tax liabilities
sebagai variabel independen. Variabel
deferred tax asset
dan akrual sebelumnya pernah diteliti oleh Suranggane 2007.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang manajemen laba suatu perusahaan dengan judul:
“Pengaruh
Deferred Tax Liabilities
,
Deferred Tax Asset
dan Akrual terhadap Manajemen laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia”.
1.2 Rumusan Masalah