Pengaruh Deferred Tax Liabilities, Deferred Tax Asset dan Akrual Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

(1)

SKRIPSI

PENGARUH DEFERRED TAX LIABILITIES, DEFERRED TAX ASSET DAN AKRUAL TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA

PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

OLEH

ELIDA KRISTIANI SIHOTANG 130522078

PROGRAM STUDI STRATA 1 AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul : ”Pengaruh Deferred Tax Liabilities, Deferred Tax Asset dan Akrual Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan yang berlaku.

Medan, Desember 2015 Yang membuat pernyataan,

Elida Kristiani Sihotang NIM : 130522078


(3)

ABSTRAK

PENGARUH DEFERRED TAX LIABILITIES, DEFERRED TAX ASSET DAN AKRUAL TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA

PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat Pengaruh Deferred Tax Liabilities, Deferred Tax Asset dan Akrual terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2013-2014 baik secara parsial maupun simultan. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deferred Tax Liabilities, Deferred Tax Asset dan Akrual sedangkan variabel dependennya adalah Manajemen Laba.

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2013-2014 sebanyak 143 perusahaan. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode purposive sampling dan diperoleh 20 perusahaan sampel yang menjadi objek penelitian dengan 40 unit analisis. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan Deferred Tax Liabilities, Deferred Tax Asset dan Akrual tidak memiliki pengaruh terhadap Manajemen Laba sedangkan secara parsial Deferred Tax Liabilities, Deferred Tax Asset dan Akrual juga tidak memiliki pengaruh terhadap Manajemen Laba.

Kata Kunci: Deferred Tax Liabilities, Deferred Tax Asset, Akrual, Manajemen Laba


(4)

ABSTRACT

THE EFFECT OF THE DEFERRED TAX LIABILITIES, DEFERRED TAX ASSET AND ACCRUAL IN MANUFACTURING COMPANY LISTED IN

INDONESIA STOCK EXCHANGE

This study aims to examine the factors that affect the company’s earning management. There are several factors used include the deferred tax liabilities, deferred tax asset and accrual in manufacturing companies listed in Indonesia stock exchange.

Population in this research are manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange (BEI) in the period from 2013 to 2014 as many as 143 companies. The sampling method used is purposive sampling method and acquired 20 companies sample which is the object of research are 40 units of analysis. The analysis technique used in this study is multiple regression analysis.

Results from this study showed simultaneously that Deferred Tax Liabilities, Deferred Tax Asset and Accrual have no significant effect on Earning Management while partially Deferred Tax Liabilities, Deferred Tax Asset and Accrual also have no significant effect on Earning Management.

Keyword: Deferred Tax Liabilities, Deferred Tax Asset, Accrual, Earning Management.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena berkat dan kasih-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan baik.

Skripsi ini berjudul “Pengaruh Deferred Tax Liabilities, Deferred Tax Asset dan Akrual Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Secara khusus dan teristimewa penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terimakasih yang sebesar-besarnya buat kedua orangtua, Ayahanda Master Sihotang, SE, dan Ibunda tercinta Dra. Lisderia Nahampun, M.PdK, yang telah mengasihi, mendoakan dan memberikan pengarahan serta semangat selama ini kepada penulis.

Dalam penyelesaian Skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik itu berupa saran maupun bimbingan. Melalui lembaran ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec, Ac, Ak selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS, Ak selaku Ketua Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU beserta Bapak Drs. H. Hotmal Ja’far, MM, Ak selaku Sekretaris Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU dan Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si,


(6)

Ak selaku Ketua Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU beserta Ibu Dra. Mutia Ismail, MM, Ak selaku Sekretaris Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU.

3. Bapak Drs. Abikusno Dharsuky, MM, Ak selaku Dosen Pembimbing yang telah memberi bimbingan, arahan, masukan dan motivasi kepada penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Drs. Sucipto, MM, Ak selaku Dosen Pembanding yang telah memberikan arahan, masukan dan motivasi kepada penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Drs. Arifin Lubis, MM, Ak selaku Dosen Penguji yang telah memberikan arahan, masukan dan motivasi kepada penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.

6. Adik-adikku Widya Hartati Sihotang, Suwarto Hartawan Sihotang dan Faldo H. Sihotang yang turut memberikan semangat dan doanya.

7. Semua teman-teman seperjuangan S1 Akuntansi Ektensi 2013 khusus buat Dwi Maya, Hadiatman Sinaga, Gito Manalu, Muhammad Rizky, Jahrianto Sitompul, Esmil Saleh dan semua yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas dukungan kalian.

8. Sahabat sejak SMP Veronika Togatorop, Elfreda Simbolon dan Canny Simarmata. Sahabat di Gereja Sitiara Manik, Rina Mey Susanti dan Putri Lubis. Terimakasih atas support kalian dan doanya.


(7)

9. Tri Puji, Dessy Adriana dan Tohiruddin Matondang terimakasih atas dukungan kalian selama ini kepada kami teman seperjuangan sejak Diploma 3 di Fakultas Ekonomi USU.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini bisa bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Desember 2015

Elida Kristiani Sihotang


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 10

1.3.2 Manfaat Penelitian... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1 Tinjauan Pustaka ... 12

2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) ... 12

2.1.2 Manajemen Laba... ... 16

2.1.3 Deferred Tax Liabilities ... 19

2.1.4 Deferred Tax Asset ... 22

2.1.5 Akrual ... 23

2.2 PSAK No.46 Tentang Akuntansi Pajak Penghasilan... 26

2.2.1 Tujuan Dari PSAK No.46... 26

2.2.2 Terminologi Yang Digunakan Dalam PSAK No.46 27

2.2.3 Akuntansi Pajak Penghasilan... 29

2.3 Penelitian Terdahulu ... 33


(9)

2.5 Penjelasan Kerangka Konseptual dan Hipotesis ... 36

2.5.1 Pengaruh Deferred Tax Liabilities terhadap Manajemen Laba ... 36

2.5.2 Pengaruh Deferred Tax Aset terhadap Manajemen Laba ... 38

2.5.3 Pengaruh Akrual terhadap Manajemen Laba ... 39

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

3.1 Jenis Penelitian... 40

3.2 Batasan Operasional... 40

3.3 Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 41

3.3.1 Variabel Dependen ... 41

3.3.2 Variabel Independen ... 41

3.3.2.1 Deferred Tax Liabilities... 42

3.3.2.2 Deferred Tax Asset... 42

3.3.2.3 Akrual... 43

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian ... 44

3.5 Jenis Data ... 52

3.6 Metode Pengumpulan Data ... 52

3.7 Teknik Analisis Data... 53

3.7.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 53

3.7.2 Uji Asumsi Klasik ... 53

3.7.2.1 Uji Normalitas ... 54

3.7.2.2 Uji Multikolonieritas ... 54

3.7.2.3 Uji Heteroskedastisitas ... 56

3.7.2.4 Uji Autokorelasi ... 57

3.7.3 Pengujian Hipotesis... 58


(10)

3.7.3.2 Uji Parsial... 59

3.7.3.3 Uji Simultan ... 59

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 61

4.1 Data Penelitian ... 61

4.2 Analisis Hasil Penelitian ... 61

4.2.1 Statistik Deskriptif ... 61

4.2.2 Uji Asumsi Klasik ... 63

4.2.2.1 Uji Normalitas... 63

4.2.2.2 Uji Multikolonieritas... 66

4.2.2.3 Uji Heteroskedastisitas... 67

4.2.2.4 Uji Autokorelasi ... 67

4.2.3 Pengujian Hipotesis... 68

4.2.3.1 Analisis Regresi Berganda ... 68

4.2.3.2 Uji Parsial (T-Test) ... 70

4.2.3.3 Uji Simultan ... 73

4.2.3.4 Uji Koefisien Determinasi (R2)... 74

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

5.1 Kesimpulan ... 77

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 77

5.3 Saran ... 78


(11)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

3.1 Operasional Variabel Indikator…….. ... 44

3.2 Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian Berdasarkan Kriteria ... 46

3.3 Daftar Sampel Penelitian ... 51

4.1 Descriptive Statistics ... 62

4.2 Uji Multikolonieritas ... 66

4.3 Uji Heteroskedastisitas ... 67

4.4 Uji Autokorelasi ... 68

4.5 Hasil Analisis Regresi Berganda ... 69

4.6 Uji T ... 71

4.7 Uji F ... 73


(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Kerangka Konseptual ... 36 4.1 Grafik Histogram ... 63 4.2 Normal P-Plot ... 64


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1 Daftar Nama Perusahaan Yang Menjadi Sampel ... 81 2 Daftar Hasil Pengumpulan Data Variabel Independen .... 82 3 Daftar Hasil Pengumpulan Data Variabel Dependen ... 84 4 Output Hasil Pengujian Data SPSS ... 85


(14)

ABSTRAK

PENGARUH DEFERRED TAX LIABILITIES, DEFERRED TAX ASSET DAN AKRUAL TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA

PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat Pengaruh Deferred Tax Liabilities, Deferred Tax Asset dan Akrual terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2013-2014 baik secara parsial maupun simultan. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deferred Tax Liabilities, Deferred Tax Asset dan Akrual sedangkan variabel dependennya adalah Manajemen Laba.

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2013-2014 sebanyak 143 perusahaan. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode purposive sampling dan diperoleh 20 perusahaan sampel yang menjadi objek penelitian dengan 40 unit analisis. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan Deferred Tax Liabilities, Deferred Tax Asset dan Akrual tidak memiliki pengaruh terhadap Manajemen Laba sedangkan secara parsial Deferred Tax Liabilities, Deferred Tax Asset dan Akrual juga tidak memiliki pengaruh terhadap Manajemen Laba.

Kata Kunci: Deferred Tax Liabilities, Deferred Tax Asset, Akrual, Manajemen Laba


(15)

ABSTRACT

THE EFFECT OF THE DEFERRED TAX LIABILITIES, DEFERRED TAX ASSET AND ACCRUAL IN MANUFACTURING COMPANY LISTED IN

INDONESIA STOCK EXCHANGE

This study aims to examine the factors that affect the company’s earning management. There are several factors used include the deferred tax liabilities, deferred tax asset and accrual in manufacturing companies listed in Indonesia stock exchange.

Population in this research are manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange (BEI) in the period from 2013 to 2014 as many as 143 companies. The sampling method used is purposive sampling method and acquired 20 companies sample which is the object of research are 40 units of analysis. The analysis technique used in this study is multiple regression analysis.

Results from this study showed simultaneously that Deferred Tax Liabilities, Deferred Tax Asset and Accrual have no significant effect on Earning Management while partially Deferred Tax Liabilities, Deferred Tax Asset and Accrual also have no significant effect on Earning Management.

Keyword: Deferred Tax Liabilities, Deferred Tax Asset, Accrual, Earning Management.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Penyusunan laporan keuangan oleh manajemen bertujuan untuk menyampaikan informasi mengenai kondisi keuangan dan ekonomi suatu perusahaan pada periode tertentu. Informasi tentang laba mempunyai peran yang sangat penting bagi pihak yang berkepentingan pada suatu perusahaan. Fenomena yang terjadi adalah timbulnya masalah keagenan. Sulistiyanto dan Midiastuti (dalam Birgita Deviana) menyatakan bahwa manajemen perusahaan berusaha untuk memberikan sinyal positif kepada pasar tentang perusahaan yang dikelolanya. Pihak internal dan eksternal perusahaan sering menggunakan laba sebagai dasar pengambilan keputusan seperti pemberian kompensasi maupun bonus kepada manajer, ukuran prestasi atau kinerja manajemen dan dasar penentuan besarnya pengenaan pajak. Oleh karena itu, kualitas laba menjadi pusat bagi investor, kreditor, pembuat kebijakan akuntansi dan pemerintah, dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Pajak (dalam Taufik Budiman). Oleh karena itu, manajer perusahaan kemudian berkeinginan untuk menaikkan laba yang dilaporkan kepada pemegang saham ataupun pihak eksternal lainnya. Banyak manajer yang memanfaatkan untuk merekayasa angka laba pada perusahaannya dengan rekayasa akrual untuk mempengaruhi hasil akhir dari berbagai keputusan antara lain motivasi bonus, dianggap kinerjanya lebih baik, atau meminimalkan beban pajak penghasilan yang harus dibayarkan perusahaan (Suranggane,


(17)

Laba merupakan ukuran paling sederhana untuk menilai kinerja suatu perusahaan. Laba yang berkualitas adalah laba yang dapat mencerminkan kelanjutan laba di masa depan, yang ditentukan oleh komponen akrual dan aliran kasnya. Manajemen laba yang dilakukan perusahaan dapat dilakukan dengan memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi dan pemilihan metode akuntansi. SAK mengizinkan manajemen untuk melakukan judgement terhadap estimasi akuntansi, seperti estimasi piutang tak tertagih, masa manfaat aset tetap, dan nilai sisa dari aset tetap tersebut serta kurun waktu amortisasi aset tak berwujud. Sedangkan dalam Peraturan Perpajakan, estimasi piutang tak tertagih tidak diizinkan sebagai pengurang pendapatan dalam menghitung laba fiskal. Peraturan perpajakan juga sudah mengatur masa manfaat aset tetap dan aset tak berwujud serta tarif penyusutannya yang dibedakan berdasarkan pengelompokan aset tersebut.

Perusahaan di Indonesia dalam membuat laporan keuangan berpedoman pada PSAK dan Peraturan Perpajakan. Dalam menyiapkan laporan keuangan, manajemen membutuhkan penilaian dan perkiraan. Hal ini memberikan manajemen fleksibilitas dalam menyusun laporan keuangannya. Fleksibilitas dalam menyusun laporan keuangan diatur dalam Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 tentang penyajian laporan keuangan dengan pendekatan akrual (accrual basis).

Penelitian-penelitian mengenai manajemen laba menunjukkan bahwa penggunaan discretiory accrual menyebabkan terjadinya kesalahan dalam prediksi manajemen laba (Bernard dan Skinner, 1996). Kesalahan tersebut


(18)

disebabkan oleh kesalahan pengklasifikasian akrual total kedalam bentuk discretionary accrual dan non-discretionary accrual, sehingga penggunaan model akrual menjadi tidak tepat. Dechow (1995) menguji lima model akrual dan menemukan bukti bahwa tidak ada di antara kelima model tersebut yang benar-benar tepat untuk mendeteksi manajemen laba. Kesalahan dalam memprediksi ada tidaknya manajemen laba, menyebabkan kesalahan dalam menilai kualitas laba perusahaan sehingga menyebabkan bias dalam penilaian kinerja perusahaan.

Menurut IAI dalam PSAK No.46 diatur mengenai perlakuan akuntansi untuk pajak penghasilan dimana beban pajak tangguhan terdapat didalammnya. PSAK No. 46 terdapat beberapa pernyataan yang dapat memberikan kebebasan manajemen dalam menentukan pilihan kebijakan akuntansi dalam menentukan besaran pencadangan beban / penghasilan pajak tangguhan atas adanya perbedaan antara standar akuntansi dengan peraturan perpajakan. PSAK No.46 ini diterbitkan untuk memperbaiki kualitas pelaporan keuangan yang berkaitan dengan akuntansi pajak penghasilan. Penerapan PSAK No.46 bisa menimbulkan konsekuensi bagi reported net income perusahaan, dimana laporan keuangan suatu perusahaan akan disorot berbagai users terutama investor yang akan berinvestasi.

Pajak tangguhan (deferred tax) adalah efek pajak yang diakui pada saat diadakan penyesuaian dengan beban pajak penghasilan periode yang akan datang. Pengakuan pajak tangguhan (deferred tax) dalam laporan keuangan perusahaan adalah satu hal yang relatif baru dalam akuntansi Indonesia. Aset pajak tangguhan terjadi bila laba akuntansi lebih kecil dari laba fiskal akibat perbedaan temporer.


(19)

Lebih kecilnya laba akuntansi daripada laba fiskal mengakibatkan perusahaan dapat menunda pajak terutang tersebut pada periode mendatang. Namun, apabila laba fiskal tidak mungkin tersedia dalam jumlah memadai untuk dapat dikompensasi dengan saldo rugi fiskal yang dapat dikompensasi, atau bila dimungkinkan adanya realisasi manfaat pajak dimasa depan dengan probabilitas kurang dari 50%, maka aset pajak tangguhan tidak diakui dan perusahaan akan mencatat cadangan aset pajak tangguhan. Sedangkan, kewajiban pajak tangguhan terjadi bila laba akuntansi lebih besar dari laba fiskal akibat perbedaan temporer.

Manajemen laba adalah manipulasi data yang dilakukan oleh pihak manajemen untuk mencapai tujuan tertentu. Manipulasi tersebut dilakukan agar laba terlihat sebagaimana yang diharapkan. Selain itu, manipulasi juga dilakukan agar investor tetap tertarik dengan perusahaan tersebut. Sebenarnya perusahaan menghadapi suatu dorongan yang saling bertentangan pada saat melakukan manajemen laba. Pada satu sisi manajemen perusahaan ingin menampilkan kinerja keuangan yang baik dengan memaksimalkan laba yang dilaporkan kepada para pemegang saham dan pengguna eksternal lainnya. Namun demikian, disisi lain manajemen perusahaan juga menginginkan untuk meminimalkan laba kena pajak yang dilaporkan untuk keperluan pajak. Langkah yang kemudian diambil agar keduanya dapat dicapai adalah dengan memanipulasi laba menjadi lebih tinggi untuk pelaporan keuangan tetapi tidak untuk pelaporan pajaknya.

Beberapa peneliti mencoba mengatasi kelemahan model akrual dengan mencari faktor alternatif yang dapat digunakan untuk mendeteksi manajemen laba. Penelitian baru-baru ini menginvestigasi perbedaan antara laba akuntansi


(20)

dan laba fiskal (book-tax differences) sebagai indikator manajemen laba (Mills dan Newberry, 2001; Phillips et al., 2003; Ratmono, 2004; Yuliati, 2004). Penelitian-penelitian tersebut didasari oleh literatur akuntansi keuangan yang menegaskan bahwa book-tax differences dapat memberikan informasi tentang laba berjalan (current earnings). Logika yang mendasarinya adalah sedikitnya kebebasan yang diperbolehkan dalam pengukurun laba fiskal, menyebabkan book-tax differences memberikan informasi tentang management discretion dan proses akrual. Mills dan Newberry (2001) dan Phillips et al. (2003) berpendapat bahwa para manajer mempunyai banyak kebebasan dalam pelaporan keuangan dibanding pelaporan pajak, dan dapat memanfaatkan kebebasannya tersebut untuk menaikkan laba akuntansi dengan suatu cara tertentu tanpa menaikkan laba fiskal. Yuliati (2004) menemukan bahwa kedua pengukur manajemen laba (akrual dan beban pajak tangguhan) memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap probabilitas perusahaan melakukan manajemen laba untuk menghindari kerugian.

Aktivitas manajemen laba yang terdeteksi dalam book-tax differences, dapat dilakukan dengan menaikkan kewajiban pajak tangguhan bersih (yaitu kewajiban pajak tangguhan dikurangi aktiva pajak tangguhan bersih), dan mengakibatkan naiknya beban pajak tangguhan (deferred tax expense). Pendapat ini konsisten dengan Phillips et al. (2003) yang membuktikan bahwa beban pajak tangguhan (DTE), yang merupakan wakil empirik untuk book-tax differences, menghasilkan total akrual dan ukuran abnormal akrual dalam mendeteksi manajemen laba untuk menghindari laba menurun. Selanjutnya Phillips, Pincus, Rego dan Wan (2004), selanjutnya disebut PPRW, menggunakan


(21)

komponen-komponen perubahan dalam aktiva pajak tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan untuk mendeteksi manajemen laba untuk menghindari laba menurun

Penelitian ini berdasarkan pada hasil penelitian Phillips et al. (2003) yang menemukan bahwa beban pajak tangguhan yang dihasilkan dari selisih antara aktiva pajak tangguhan dan utang pajak tangguhan, dapat digunakan untuk mendeteksi manajemen laba. Selain itu, penelitian ini juga membuktikan bahwa komponen-komponen yang terkandung dalam perubahan atas aktiva pajak tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan dapat digunakan untuk menganalisis ada tidaknya praktik manajemen laba untuk menghindari laba menurun. Kedua penelitian tersebut didasarkan pada peraturan pajak yang berlaku di Amerika Serikat. Peraturan pajak yang berbeda antar negara di dunia menimbulkan pertanyaan apakah penelitian ini dapat diterapkan di negara-negara lain di luar Amerika Serikat, khususnya Indonesia. Dengan demikian penelitian ini menguji kemampuan beban pajak tangguhan yang dihasilkan dari selisih antara aktiva pajak tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan untuk mendeteksi manajemen laba dan menguji komponen-komponen yang terkandung dalam perubahan atas aktiva pajak tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan yang digunakan untuk mengelola laba.

Penelitian Philip et al (2003) menemukan bahwa beban pajak tangguhan dapat digunakan untuk memprediksi praktik manajemen laba oleh manajemen dengan dua tujuan yaitu untuk menghindari laba dan menghindari kerugian.

Yulianti (2005) juga menemukan bukti empiris bahwa beban pajak tangguhan memiliki hubungan positif signifikan dengan probabilitas perusahaan


(22)

untuk melakukan manajemen laba guna menghindari kerugian perusahaan. Hubungan antara beban pajak tangguhan dengan akrual sangat erat dalam mendeteksi perilaku dari earning management yaitu untuk memaksimumkan bonus yang mereka dapatkan dengan merekayasa angka akrual dan berusaha meminimalkan pajak yang harus mereka bayarkan, dengan cara meningkatkan akrual untuk menjadikan angka laba lebih rendah. Pengakuan pajak tangguhan dapat mengakibatkan bertambah atau berkurangnya laba bersih karena adanya pengakuan beban pajak tangguhan atau manfaat pajak tangguhan. Pengakuan aset dan pajak tangguhan didasarkan pada fakta adanya kemungkinan pembayaran pajak pada periode mendatang menjadi lebih besar atau lebih kecil. Hal ini menjadi celah bagi manajemen untuk memanipulasi jumlah dari laba bersihnya sehingga bisa memperkecil jumlah pajak yang harus dibayar.

Sebagai contoh kasus pada PT. PLN (PERSERO) Distribusi Bali. Setelah dilakukan pemeriksaan pajak, didapatkan hasil berupa pajak penghasilan fiskal pada tahun 2003 Rp 616.206.533.565,- dan pada tahun 2004 sebesar Rp 120.344.177.465,-. Pajak tangguhan yang ada di PT. PLN (PERSERO) Distribusi Bali pada tahun 2003 untuk Aset Pajak Tangguhan 2003 Rp 184.861.966.070 dan Kewajiban Pajak Tangguhan Rp 65.002.051.320,-. Sedangkan pajak tangguhan yang asa di PT. PLN (PERSERO) Distribusi Bali pada tahun 2004 untuk Aset Pajak Tangguhan Rp 36.103.253.240 dan Kewajiban Pajak Tangguhan Rp 37.515.162.581,-. Pada saat diadakan Koreksi Fiskal atas Laporan Laba Rugi pada tahun 2003 ditemukan adanya selisih sebesar Rp 57.366.518.774,- lebih besar menurut fiskal daripada menurut Laporan Keuangan Perusahaan. Pada tahun 2004


(23)

juga ditemukan selisih lebih besar menurut fiskal daripada menurut Laporan Keuangan Perusahaan sebesar Rp 48.766.124.690,-. Hal ini menunjukkan bahwa pajak tangguhan dijadikan celah oleh manajemen untuk mempengaruhi besarnya pajak penghasilan yang seharusnya dibayarkan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suranggane (2007) yaitu yang menganalisis aktiva pajak tangguhan dan akrual sebagai prediktor manajemen laba: kajian empiris pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ, diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa variabel akrual berpengaruh signifikan pada terjadinya manajemen laba dengan tingkat signifikansi 5%, sedangkan cadangan aktiva pajak tangguhan tidak berpengaruh.

Dari uraian diatas dan banyaknya perbedaan hasil penelitian dari penelitian terdahulu, saya tertarik untuk menguji kembali penelitian yang telah ada. Adapun perbedaan penelitian ini dengan sebelumnya yaitu untuk melihat pengaruh pengaruh terhadap manajemen laba dalam suatu perusahaan, penulis menggunakan variabel deferred tax liabilities, variabel deferred tax asset, dan variabel akrual. Tahun yang digunakan pada penelitian sebelumnya yaitu tahun 2008 sampai tahun 2010. Pada penelitian ini tahun yang digunakan adalah tahun 2013 sampai tahun 2014.

Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu:

1. Penelitian ini menggunakan tahun yang lebih up-date yaitu tahun 2013 sampai tahun 2014.


(24)

2. Penelitian ini memasukkan deferred tax liabilities sebagai variabel independen. Variabel deferred tax asset dan akrual sebelumnya pernah diteliti oleh Suranggane (2007).

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang manajemen laba suatu perusahaan dengan judul: “Pengaruh Deferred Tax Liabilities, Deferred Tax Asset dan Akrual terhadap Manajemen laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek

Indonesia”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka masalah yang akan dikemukakan adalah:

1. Apakah ada pengaruh antara Deferred Tax Liabilities terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia? 2. Apakah ada pengaruh antara Deferred Tax Asset terhadap Manajemen Laba

pada Perusahaan Manufaktur yang terdaaftar di Bursa Efek Indonesia? 3. Apakah ada pengaruh antara Akrual terhadap Manajemen Laba pada

Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?

4. Apakah Deferred Tax Liabilities, Deferred Tax Asset dan Akrual berpengaruh secara simultan terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?


(25)

1.3 Tujuan & Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penelitian ini memiliki tujuan untuk: 1. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh Deferred Tax Liabilities

terhadap Manajemen Laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

2. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh Deferred Tax Asset terhadap Manajemen Laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

3. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh Akrual terhadap Manajemen Laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

4. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh Deferred Tax Liabilities, Deferred Tax Asset dan Akrual secara simultan terhadap Manajemen Laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

1.3.2 Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti

Dapat menjadi referensi dan sarana berpikir secara ilmiah untuk penelitian yang selanjutnya.


(26)

2. Bagi Kalangan Akademik

Dapat menjadi referensi dan sumbangan konseptual sebagai bahan pembelajaran dan menambah wawasan pengetahuan di bidang akuntansi perpajakan.

3. Bagi Manajemen

Temuan penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan kepada manajemen dalam meningkatkan persepsi positif para pengguna laporan keuangan terhadap kualitas laba akuntansi yang dilaporkan melalui pengelolaan perbedaan temporer.

4. Bagi Investor

Penelitian ini dapat digunakan oleh investor untuk mengetahui atau untuk memperoleh informasi apakah manajemen melakukan rekayasa laba dalam melaporkan keuangan.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)

Agency theory merupakan bidang yang populer akhir-akhir ini. “Teori ini menyebutkan bahwa perusahaan adalah tempat atau intersection point bagi hubungan kontrak yang terjadi antara manajemen, pemilik, kreditor, dan pemerintah (Harahap, 2013:532)”. Teori ini bercerita tentang monitoring berbagai macam biaya dan memaksakan hubungan diantara kelompok ini. Audit misalnya dianggap sebagai alat meyakinkan diri bahwa laporan keuangan harus tergantung pada pemeriksaan dari aspek pengawasan intern. Seandainya laporan hasil pemeriksaan akuntan adalah wajar, ini berarti bahwa penyajiannya telah sesuai dengan prinsip akuntansi. Dalam hal ini audit memberikan keyakinan pada pihak luar, pemilik, dan kreditor tentang pengelolaan perusahaan oleh manajemen sebagai agen.

Salah satu hipotesis dalam teori agency ini adalah bahwa manajemen akan mencoba memaksimalkan kesejahteraannya sendiri dengan cara meminimalisasi berbagai biaya agency. Hipotesis ini tidak sama artinya dengan hipotesis yang menyebutkan bahwa manajemen mencoba memaksimalkan nilai perusahaan (value of the firm). Oleh karena itu,


(28)

manajemen diasumsikan akan memilih prinsip akuntansi yang sesuai dengan tujuannya memaksimalkan kepentingannya.

Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham (stakeholder) sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Karena mereka dipilih, maka pihak manajemen harus mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya kepada pemegang saham.

Menurut Anthony dan Govindarajan (1995) dalam Suranggane (2007:80) “teori keagenan adalah economic rational man dan kontrak antar prinsipal dan agen dibuat berdasarkan angka akuntansi sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara prinsipal dan agen”.

Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal) memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta memberi wewenang kepada agen membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Jika kedua belah pihak tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan nilai perusahaan, maka diyakini agen akan bertindak dengan cara yang sesuai dengan kepentingan prinsipal. Masalah keagenan potensial terjadi apabila kepemilikan manajer atas saham perusahaan kurang dari seratus persen. Dengan proporsi kepemilikan yang hanya sebagian dari perusahaan membuat manajer cenderung bertindak untuk kepentingan pribadi dan


(29)

bukan untuk memaksimumkan perusahaan. Inilah yang nantinya menyebabkan biaya keagenan (agency cost).

Dalam suatu perusahaan, konflik kepentingan antara prinsipal dengan agen salah satunya dapat timbul karena adanya kelebihan aliran kas (excess cash flow). Kelebihan arus kas cenderung diinvestasikan dalam hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan utama perusahaan. Ini menyebabkan perbedaan kepentingan karena pemegang saham lebih menyukai investasi yang berisiko tinggi yang juga menghasilkan return tinggi, sementara manajemen lebih memilih investasi dengan risiko yang lebih rendah.

Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak untuk kepentingan mereka sendiri. Agen diasumsikan akan menerima kepuasaan tidak hanya dari kompensasi keuangan tetapi juga dari tambahan yang terlibat dari hubungan suatu agensi, seperti waktu luang yang banyak, kondisi kerja yang menarik, keanggotaan klub dan jam kerja yang fleksibel. Prinsipal (pemegang saham), dipihak lain diasumsikan hanya tertarik pada pengembalian keuangan yang diperoleh dari investasi mereka disuatu perusahaan.

Agen biasanya memiliki sebagian besar dari kekayaan mereka terikat dengan kekayaan perusahaan. Kekayaan ini terdiri baik dari kekayaan keuangan maupun modal manusia mereka. Modal manusia merupakan nilai manajer sebagaimana dipandang oleh pasar dan dipengaruhi oleh kinerja perusahaan. Karena semakin menurunnya utilitas


(30)

atas kekayaan dan besarnya jumlah modal agen yang bergantung pada perusahaan, agen diasumsikan akan bersikap enggan menghadapi risiko (risk averse). Sedangkan, prinsipal termotivasi untuk menyejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat sedangkan agen termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomis dan psikologisnya.

Teori keagenan menyatakan bahwa praktik manajemen laba dipengaruhi oleh adanya konflik kepentingan oleh agen dengan prinsipal yang timbul ketika setiap pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki. Prinsipal tidak memiliki informasi yang mencukupi mengenai kinerja agen, maka prinsipal tidak pernah merasa pasti bagaimana usaha agen memberikan kontribusi pada hasil aktual perusahaan. Dengan demikian prinsipal berada sebagai asimetri informasi karena agen lebih mengetahui kinerja dan aktivitas perusahaan dibandingkan prinsipal.

Adanya perbedaan kepentingan dan informasi antara prinsipal dan agen memacu agen untuk memikirkan bagaimana angka akuntansi yang dihasilkan dapat lebih memaksimalkan kepentingannya. Cara yang dapat dilakukan agen untuk mempengaruhi angka-angka akuntansi dapat berupa rekayasa laba atau manajemen laba dalam laporan keuangan.


(31)

2.1.2 Manajemen Laba (Earning Management)

Earning Management dalam kamus akuntansi dikenal dalam berbagai istilah: ada yang menyebut “window dressing” atau “lipstick accounting” untuk menciptakan laporan keuangan lebih cantik (Harahap, 2013:552)”. Ada istilah cooked book atau income smoothing untuk mengatur laba dengan menu yang diinginkan sponsor. Semua istilah itu berkonotasi negatif karena ingin menciptakan angka laba yang distortif inflatif tidak sesuai dengan kenyataan. Akhirnya akuntansi dituduh tidak memberikan informasi yang akurat dan reliable lagi bahkan dinilai membingungkan.

Upaya mengatur laba ini kadang bisa didukung oleh standar akuntansi yang dipakai. Artinya dengan menerapkan standar akuntansi yang diterima umum saat ini kita bisa mengatur laba supaya sesuai dengan keinginan sponsor. Sifat akuntansi yang banyak mengandung taksiran (estimasi), pertimbangan (judgment) dan sifat accrual membuka peluang untuk bisa mengatur laba. Taksiran penyusutan, bad debts, nilai persediaan, pemilihan standar penilaian persediaan misalnya FIFO, LIFO, standar penyusutan misalnya straight line, double declining bisa mengubah angka laba. Sistem akrual bisa mempengaruhi alokasi waktu dari hasil dan biaya yang menimbulkan perubahan laba periodik. Praktik-praktik Earning Management di BEI menurut beberapa penelitian menunjukkan eksistensinya. Tetapi di Indonesia belum melihat dampak


(32)

dan regulasi yang mencoba untuk mengikat para pelaku untuk tidak melakukan earning management yang merugikan publik ini.

Dikalangan akademisi sendiri sebenarnya ada upaya untuk keluar dari konvensi standar akuntansi yang ada sekarang. Menurut Tom Lee, menganjurkan “cash flow accounting” atau akuntansi berbasis kas yang tidak menggunakan basis akrual untuk menghindari manajemen laba melalui sistem akrual.

Manajemen laba (earning management) merupakan bagian dari Teori Akuntansi Positif (Positive Accounting Theory). Positive Accounting Theory merupakan teori yang membahas mengenai pemilihan prinsip akuntansi oleh manajer dan bagaimana manajer bereaksi atas standar akuntansi yang dianjurkan (Scott, 2003 dalam Kusuma, 2014). Dalam perkembangannya, positive accounting theory mencoba menjelaskan dan memprediksikan praktik akuntansi yang dilakukan didalam perusahaan salah satunya adalah praktik earning management.

Beberapa peneliti terdahulu mengartikan manajemen laba dengan bahasa berbeda-beda. Namun demikian pada intinya adalah sama yaitu menentukan laba sedemikian rupa dengan mempermainkan pos-pos pendapatan dan biaya dalam laporan laba rugi baik melalui pemanfaatan pemilihan alternatif metode maupun melalui operasi.

Terdapat tiga hipotesis terkait dengan positive accounting theory, yang didasarkan pada pemikiran bahwa manajer akan memilih standar


(33)

akuntansi yang paling menguntungkan mereka sendiri. Ketiga hipotetis tersebut adalah:

1. Bonus Plan Hypothesis

Hipotesis ini menyatakan bahwa manajer perusahaan dengan bonus plan yang didasarkan pada besarnya laba yang dicapai akan cenderung memilih standar akuntansi yang akan meningkatkan laba tahun berjalan atau melakukan perataan laba (income smoothing).

2. Debt Covenant Hypothesis

Hipotesis ini menyatakan bahwa perusahaan dengan debt covenant yang didasarkan pada angka-angka laporan keuangan, akan menghindari kondisi gagal bayar (default) dengan cara menggeser laba dimasa mendatang untuk dilaporkan sebagai laba tahun berjalan. 3. Political Cost Hypothesis

Hipotesis ini menyatakan semakin besar political cost yang dihadapi perusahaan apabila melaporkan laba, manajer akan cenderung menunda pengakuan laba. Perusahaan-perusahaan besar atau perusahaan-perusahaan yang berada dalam industri tertentu memiliki kecenderungan untuk menarik perhatian publik dan pemerintah. Apabila perusahaan-perusahaan ini melaporkan profitabilitas yang tinggi, dapat menimbulkan kebijakan pemerintah baru yang akan mengurangi profitabilitasnya (misalnya kebijakan dibidang pajak). Hal ini mendorong perusahaan-perusahaan tersebut untuk melakukan


(34)

kebijakan manajemen laba yang mengurangi laba (income decreasing earnings management).

2.1.3 Deferred Tax Liabilities (Kewajiban Pajak Tangguhan)

Dalam Akuntansi Pajak Pengahsilan (PPh), laba dibedakan antara laba akuntansi (accounting profit), laba komersial dengan laba fiskal (taxable profit), atau penghasilan kena pajak. Laba akuntansi adalah laba atau rugi bersih selama satu periode sebelum dikurangi beban pajak yang dihitung berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan lebih ditujukan untuk menilai kinerja ekonomi, sedangkan laba fiskal adalah laba/rugi selama satu periode yang dihitung berdasarkan Peraturan Perpajakan dan lebih ditujukan untuk menjadi dasar penghitungan PPh. Tahun 1998, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menerbitkan Penyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 46 (PSAK 46) mengenai akuntansi PPh. Penerapan PSAK 46 ini diharapkan dapat menjembatani antara Peraturan Perpajakan dengan ketentuan akuntansi (Sukrisno Agoes, 2007:197).

Aktiva pajak tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan adalah efek atau konsekuensi pajak periode mendatang dari perbedaan temporer. Kewajiban pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan terutang untuk periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak. Kewajiban pajak tangguhan berasal dari beda temporer kena pajak. Kewajiban pajak tangguhan (deferred tax liabilities) timbul apabila beda


(35)

waktu menyebabkan terjadinya koreksi negatif sehingga beban pajak menurut akuntansi lebih besar daripada beban pajak menurut peraturan perpajakan. Kewajiban pajak tangguhan ditimbulkan oleh beban pajak tangguhan (deferred tax expense).

Menurut Yulianti (2005), “beban pajak tangguhan timbul akibat perbedaan temporer antara laba akuntansi (yaitu laba dalam laporan keuangan untuk kepentingan pihak eksternal) dengan laba fiskal (laba yang digunakan sebagai dasar perhitungan pajak)”. Perbedaan antara laporan keuangan akuntansi dan fiskal disebabkan dalam penyusunan laporan keuangan dimana standar akuntansi lebih memberikan keleluasaan bagi manajemen dalam menentukan prinsip dan asumsi akuntansi dibandingkan dengan yang diperbolehkan oleh peraturan perpajakan. “Pengakuan pajak penghasilan dalam PSAK No.46, telah menetapkan metode akuntansi pajak penghasilan secara komprehensif dengan pendekatan aktiva kewajiban atau balance-sheet approach (Wijayanti, 2006 dalam Kusuma, 2014)”. Metode akuntansi pajak penghasilan yang berorientasi pada neraca mengakui kewajiban dan aktiva pajak tangguhan terhadap konsekuensi fiskal masa depan yang disebabkan oleh adanya perbedaan temporer dan sisa kerugian yang belum dikompensasikan. Untuk itu, perbedaan temporer yang dapat menambah jumlah pajak dimasa depan akan diakui sebagai utang pajak tangguhan dan perusahaan harus mengakui adanya biaya pajak tangguhan (deferred tax expense), yang berarti bahwa kenaikan utang pajak tangguhan konsisten dengan


(36)

perusahaan yang mengakui pendapatan lebih awal atau menunda biaya untuk pelaporan keuangan dibanding pelaporan pajak. Sebaliknya, perbedaan temporer yang dapat mengurangi jumlah pajak dimasa depan akan diakui sebagai aset pajak tangguhan dan perusahaan harus mengakui adanya keuntungan atau manfaat pajak tangguhan (deferred tax benefit), yang berarti bahwa kenaikan aset pajak tangguhan konsisten dengan perusahaan yang mengakui biaya lebih awal atau menangguhkan pendapatannya untuk tujuan pelaporan keuangan dibandingkan pelaporan pajak.

Yulianti (2005) menyatakan “bahwa semakin besar perbedaan antara laba yang dilaporkan perusahaan (laba komersial) dengan laba fiskal menunjukkan “red flag/bendera merah” bagi pengguna laporan keuangan”. Hal ini berarti pengguna laporan keuangan harus berhati-hati dalam menggunakan laporan keuangan tersebut dalam pengambilan keputusannya. Semakin besar persentase beban pajak tangguhan terhadap total beban pajak perusahaan menunjukkan pemakaian standar akuntansi yang semakin liberal (Yulianti, 2005).

Menurut Philips, Pincus and Rego (2003) mengatakan bahwa

Beban pajak tangguhan adalah beban yang timbul akibat perbedaan temporer antara laba akuntansi (yaitu laba dalam laporan keuangan untuk kepentingan pihak eksternal) dengan laba fiskal (laba yang digunakan sebagai dasar perhitungan pajak).


(37)

Menurut Zain (2007) dalam Jayanto dan Kiswanto (2009):

Pajak tangguhan terjadi akibat perbedaan antara PPh terutang (pajak penghasilan yang dihitung berbasis pada penghasilan kena pajak yang sesungguhkan dibayar kepada pemerintah) dengan beban pajak penghasilan (pajak penghasilan yang dihitung berbasis penghasilan sebelum pajak) sepanjang menyangkut perbedaan temporer.

2.1.4 Deferred Tax Asset (Aset Pajak Tangguhan)

Aset pajak tangguhan disebabkan jumlah pajak penghasilan terpulihkan pada periode mendatang sebagai akibat perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dan sisa kompensasi kerugian (Purba, 2009:32). Besarnya aset pajak tangguhan dicatat apabila dimungkinkan adanya realisasi manfaat pajak dimasa yang akan datang. Oleh karena itu dibutuhkan judgement untuk menaksir seberapa mungkin aset pajak tangguhan tersebut dapat direalisasikan. Aset pajak tangguhan adalah aset yang terjadi apabila perbedaan waktu menyebabkan koreksi positif yang berakibat beban pajak menurut akuntansi komersial lebih kecil dibanding beban pajak menurut Undang-Undang Pajak.

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia, nilai tercatat Aset Pajak Tangguhan harus ditinjau kembali pada tanggal neraca. Perusahaan harus menurunkan nilai tercatat apabila laba fiskal tidak mungkin memadai untuk mengkompensasi sebagian atau semua aset pajak tangguhan. Penurunan tersebut harus disesuaikan kembali apabila besar kemungkinan laba fiskal memadai. Dengan adanya kewajiban untuk melakukan peninjauan kembali pada tanggal neraca, maka setiap tahun manajemen harus mebuat suatu penilaian untuk menentukan saldo aset pajak


(38)

tangguhan dan pencadangan aset pajak tangguhan, sedangkan penilaian manajemen untuk melakukan saldo cadangan aset pajak tangguhan tersebut bersifat subjektif (Suranggane, 2007:81).

Dengan diberlakukannya PSAK No.46 yang mensyaratkan para manajer untuk mengakui dan menilai kembali aset pajak tangguhan yang dapat disebut pencadangan nilai aset pajak tangguhan. Peraturan ini dapat memberikan kebebasan manajemen untuk menentukan kebijakan akuntansi yang digunakan dalam penilaian aset pajak tangguhan pada laporan keuangannya, sehingga dapat digunakan untuk mengiindikasikan ada tidaknya rekayasa laba atau manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan dalam laporan keuangan yang dilaporkan dalam rangka menghindari penurunan atau kerugian laba.

2.1.5 Akrual

Dalam buku Pengantar Akuntansi (Warren Reeve Fees Accounting), pada waktu akuntan menyiapkan laporan keuangan, mereka berasumsi bahwa umur ekonomi suatu bisnis dapat dibagi dalam beberapa periode waktu. Dengan menggunakan konsep periode akuntansi (accounting period concept) ini, akuntan harus menentukan dalam periode mana pendapatan dan beban bisnis akan dilaporkan. Untuk menentukan periode yang tepat, akuntan akan menggunakan akuntansi dasar kas atau akuntansi dasar akrual.


(39)

Pada dasar kas (cash basis), pendapatan dan beban dilaporkan dalam laporan laba rugi pada periode dimana kas diterima atau dibayar. Misalnya, penghasilan dicatat ketika kas diterima dari klien, dan upah dicatat ketika kas dibayarkan kepada karyawan. Laba (rugi) bersih merupakan selisih antara penerimaan kas (pendapatan) dan pengeluaran kas (beban).

Pada dasar akrual (accrual basis), pendapatan dilaporkan dalam laporan laba rugi pada periode saat pendapatan tersebut dihasilkan (earned). Misalnya pendapatan dilaporkan pada saat jasa diberikan kepada pelanggan tanpa melihat apakah kas telah diterima atau belum dari pelanggan selama periode ini. Konsep yang mendukung pelaporan pendapatan ini disebut konsep pengakuan pendapatan (revenue recognition concept). Pada dasar akrual, beban dan pendapatan yang saling terkait dilaporkan pada periode yang sama. Sebagai contoh, upah karyawan dilaporkan sebagai beban pada periode dimana karyawan memberikan jasa bukan pada saat upah dibayarkan. Pada buku Akuntansi Intermediate (Kieso Weygandt Warfield, 2008) dijelaskan bahwa sebagian besar perusahaan menggunakan akuntansi dasar akrual dimana perusahaan itu mengakui pendapatan ketika dihasilkan dan mengakui beban pada periode terjadinya, tanpa memperhatikan waktu penerimaan atau pembayaran kas. Namun, sejumlah perusahaan kecil dan pembayar pajak individu rata-rata menggunakan pendekatan dasar kas murni atau yang telah dimodifikasi. Menurut akuntansi dasar kas murni (strict cash basis), pendapatan hanya


(40)

diakui pada saat kas diterima dan beban hanya diakui pada saat kas dibayarkan. Penentuan laba menurut dasar kas tergantung pada penagihan pendapatan serta pembayaran beban. Dasar kas mengabaikan prinsip pengakuan pendapatan serta prinsip penandingan. Akibatnya, laporan keuangan dasar kas tidak sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum. Sehingga, tidak jarang laporan keuangan dengan dasar kas dikonversi menjadi laporan keuangan dasar akrual untuk tujuan penyajian kepada para investor dan kreditor. Akuntansi dasar akrual secara teoritis lebih disukai karena menyediakan informasi tentang arus kas masuk dan arus kas keluar yang berhubungan dengan aktivitas operasi sepanjang arus kas ini dapat diestimasi dengan tingkat kepastian yang memadai.

Menurut PSAK, Laporan keuangan disusun berdasarkan akrual. Dengan dasar ini pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat kejadian (dan bukan pada saat kas dan setara kas diterima atau dibayar) dan dicatat dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada periode yang bersangkutan. Konsep Akrual dibedakan menjadi 2 yaitu:

1. Discretionary Accrual

Adalah pengakuan akrual laba atau beban yang bebas tidak diatur dan merupakan pilihan kebijakan manajemen.

2. Non Discretionary Accrual

Adalah sebaliknya, pengakuan akrual laba yang wajar yang tunduk suatu standard atau prinsip akuntansi yang berlaku umum.


(41)

Model yang digunakan untuk menghitung total akrual yaitu Modified Jones Model dengan formula:

TAit = NIit– CFOit Dimana: TA = Total Akrual

NIit = Laba bersih perusahaan i dalam periode t CFOit = Arus kas operasi perusahaan i dalam periode t

2.2 PSAK No.46 Tentang Akuntansi Pajak Penghasilan 2.2.1 Tujuan Dari PSAK No.46

Tujuan dari dikeluarkannya PSAK No.46 tentang akuntansi pajak penghasilan antara lain:

1. Mengatur perlakuan akuntansi pajak penghasilan

2. Dalam akuntansi pajak penghasilan, agar dilakukan pengakuan (recognition) terhadap future tax effect yang timbul sebagai akibat adanya transaksi dan peristiwa yang telah diakui dalam laporan keuangan dan SPT. Disamping itu agar dilakukan pengakuan terhadap future tax effect dari kompensasi kerugian fiskal yang belum digunakan apabila persyaratan tertentu terpenuhi.

3. Pengakuan future tax effect dilakukan dengan mengakui adanya aset pajak tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan dalam PSAK No.46 dilakukan dengan menggunakan Balance Sheet Liability Method. 4. Mengatur tentang penyajian pajak penghasilan pada laporan keuangan


(42)

2.2.2 Terminologi Yang Digunakan Dalam PSAK No.46

Dalam PSAK No.46 terdapat istilah baru yang digunakan, antara lain:

1. Pajak penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan pajak ini dikenakan atas penghasilan kena pajak perusahaan.

2. Pajak penghasilan final adalah pajak penghasilan yang bersifat final, yaitu bahwa setelah pelunasannya, kewajiban pajak telah selesai dan penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan final tidak digabungkan dengan jenis penghasilan lain yang terkena pajak penghasilan yang bersifat tidak final. Pajak jenis ini dapat dikenakan terhadap jenis penghasilan, transaksi atau usaha tertentu.

3. Laba akuntansi adalah laba atau rugi bersih selama satu periode sebelum dikurangi beban pajak.

4. Penghasilan kena pajak atau laba fiskal (taxable profit) atau rugi pajak (tax loss) adalah laba atau rugi selama satu periode yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan yang menjadi dasar perhitungan pajak penghasilan.

5. Beban pajak (tax expense) atau penghasilan pajak (tax income) adalah jumlah agregat pajak kini (current tax) dan pajak tangguhan (deferred tax) yang dihitung dalam laba atau rugi satu periode. .

6. Pajak kini (current tax) adalah jumlah pajak penghasilan terutang atas penghasilan kena pajak satu periode.


(43)

7. Kewajiban pajak tangguhan (deferred tax liabilities) adalah jumlah pajak penghasilan terutang (payable) untuk periode mendatang akibat adanya perbedaan temporer kena pajak.

8. Aset pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan terpulihkan (recoverable) pada periode mendatang sebagai akibat adanya:

a. Perbedaan temporer yang boleh dikurangkan b. Sisa kompensasi kerugian

9. Perbedaan temporer adalah perbedaan antara jumlah tercatat aset atau kewajiban dengan DPP-nya. Perbedaan temporer dapat berupa:

a. Perbedaan temporer kena pajak (taxable temporary differences) adalah perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah kena pajak dalam penghitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aset dipulihkan atau nilai tercatat kewajiban tersebut dilunasi.

b. Perbedaan temporer yang boleh dikurangkan (deductible temporary differences) adalah perbedaan temporer yang menimbulkan suatu jumlah yang boleh dikurangkan (deductible amounts) dalam perhitungan laba fiskal periode mendatang pada saat nilai tercatat aset dipulihkan atau nilai tercatat kewajiban dilunasi.

10. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) aset atau kewajiban adalah nilai aset atau kewajiban yang diakui oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam penghitungan laba fiskal.


(44)

11. Surat Ketetapan Pajak adalah surat yang diterbitkan oleh DJP yang dapat berupa:

a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat keputusan yang menentukan besar jumlahnya pajak terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar.

b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.

c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang.

d. Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pajak terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. 12. Surat Tagihan Pajak adalah surat yang diterbitkan oleh DJP untuk

melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga atau denda.

2.2.3 Akuntansi Pajak Penghasilan

Masalah timbul ketika adanya perbedaan-perbedaan antara laba kena pajak (taxable income) sebagaimana yang ditentukan oleh DJP


(45)

dengan laba sebelum kena pajak yang ditentukan berdasarkan SAK, apakah perlu diadakan alokasi pajak penghasilan terhadap pengaruh pajak (tax effects) atas perbedaan-perbedaan tersebut. Disini muncul dua pendapat berbeda diantara para akuntan. Beberapa menyatakan bahwa pajak yang dilaporkan dalam laporan keuangan adalah pajak yang benar-benar terjadi atau dikenakan pada tahun yang bersangkutan. Sehingga tidak perlu adanya pengakuan secara akuntansi atau pengakuan terhadap tax effects atas perbedaan-perbedaan tersebut. Pendapat ini merupakan dukungan terhadap nonallocation method (flow-through).

Di pihak lain kelompok kedua menyatakan perlu adanya alokasi pajak penghasilan atas perbedaan-perbedaan tersebut, dengan argumen-argumen sebagai berikut:

1. Pajak penghasilan berasal dari transaksi atau kejadian yang terjadi akibatnya, beban pajak penghasilan harus berdasarkan hasil dari transaksi atau kejadian yang dimasukkan dalam laba akuntansi keuangan.

2. Pajak penghasilan adalah beban dalam melakukan usaha, dan seharusnya dimasukkan konsep akrual, penangguhan dan estimasi yang sama yang diterapkan dalam beban-beban lainnya.

3. Perbedaan waktu pengakuan beban dan pendapatan yang berakibat pada perbedaan temporer akan berbalik dimasa depan. Peluasan usaha, bisnis yang berkembang sehingga meningkatkan saldo aset dan liabilities.


(46)

Aset lama diterima, kewajiban lama dilunasi dan yang baru digantikan. Pajak tangguhan pun bertambah dengan cara yang sama.

4. Alokasi pajak interperiode membuat net income perusahaan lebih berguna sebagai dasar pengukuran long-term earning power dan mencegah adanya periodik yang berasal dari peraturan pajak penghasilan.

5. Non-alokasi atas beban pajak penghasilan menyulitkan prediksi arus kas masa depan. Contohnya, arus kas masuk masa depan perusahaan dari pelunasan penjualan kredit biasanya akan dihapuskan oleh arus kas keluar untuk pajak.

6. Business entity diharapkan untuk berkelanjutan dalam going concern basic dan pajak penghasilan yang kini ditangguhkan akhirnya akan dilunasi.

7. Pengakuan atas pajak tangguhan diperlukan untuk melaporkan pajak yang dimasa depan diharapkan dilunasi atau dipulihkan karena perlakuan tax return untuk berbagai item berbeda dengan perlakuan dalam laporan keuangan.

Pada akhirnya, argumen mengenai alokasi pajak interperiodelah yang paling tepat. Lalu muncul dua konsep berkenaan dengan masalah pengalokasian itu sendiri. Konsep tersebut adalah comprehensive basic dan partial basic. Dalam comprehensive allocation, beban pajak penghasilan yang dilaporkan dalam satu periode akuntansi dipengaruhi oleh semua transaksi dan kejadian yang termasuk dalam penentuan laba akuntansi sebelum pajak pada periode yang bersangkutan.


(47)

Comprehensive allocation berakibat pada penyertaan konsekuensi pajak dari semua perbedaan temporer yang terdapat dalam aset dan kewajiban pajak tangguhan.

Sebaliknya, dalam partial allocation, beban pajak penghasilan yang dilaporkan dalam periode akuntansi tidak dipengaruhi oleh perbedaan temporer yang diharapkan tidak berbalik dimasa depan. Akibatnya, pengakuan pajak penghasilan tangguhan dianggap tidak tepat untuk perbedaan temporer yang pasti akan selalu ada dan akan menimbulkan perbedaan dimasa depan yang nantinya akan saling hapus perbedaan yang berbalik, mengakibatkan penundaan yang tidak terbatas dari konsekuensi pajak tangguhan. Jadi perbedaan temporer tidak jauh berbeda dengan perbedaan tetap. Selain itu konsep ini juga berpendapat bahwa beban pajak yang dilaporkan pada suatu periode harus sama dengan pajak yang terutang pada periode tersebut.


(48)

2.3 Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian

Persamaan Perbedaan

Philips, Pincus dan Rego (2003)

Earning Management: New Evidence Based on Deferred Tax Expense

Variabel:

Earning Management (Y)

Beban Pajak Tangguhan (X1)

Akrual (X2) Objek Penelitian: Publicly available sources

Alat uji: Pooled Regression

Variabel:

Kewajiban Pajak Tangguhan

Aset Pajak Tangguhan Objek Penelitian: Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Alat uji: Regresi Logistik

Beban Pajak Tangguhan dan Akrual berpengaruh secara signifikan dapat Mendeteksi Manajemen Laba.

Yulianti (2005) Kemampuan Beban Pajak Tangguhan dalam Mendeteksi Manajemen Laba

Variabel:

Manajemen Laba (Y) Beban Pajak Tangguhan (X1)

Akrual (X2) Objek Penelitian: Perusahaan yang Terdaftar di BEJ

Variabel:

Kewajiban Pajak Tangguhan

Aset Pajak Tangguhan Objek Penelitian: Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI

Beban Pajak Tangguhan dan Akrual signifikan, dan berpengaruh positif terhadap Probabilitas Perusahaan dalam Melakukan Manajemen Laba.


(49)

Alat uji: Regresi Logistik

Suranggane (2007) Analisis Aktiva Pajak Tangguhan Akrual sebagai Prediktor Manajemen Laba

Variabel:

Manajemen Laba (Y) Aktiva Pajak Tangguhan (X1)

Akrual (X2) Objek Penelitian: Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEJ Alat Uji: Regresi Logistik Variabel: Kewajiban Pajak Tangguhan Objek Penelitian: Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI

Akrual Memiliki Hubungan Positif Terhadap Manajemen Laba, sedangkan Aktiva Pajak Tangguhan Memiliki Hubungan Negatif Terhadap Manajemen Laba.

Wiryandari dan Yulianti (2009)

Hubungan Laba Akuntansi dan Laba Pajak dengan Perilaku Manajemen Laba dan Persistensi Laba

Variabel :

Manajemen laba (Y) Beban pajak tangguhan (X1)

Akrual (X2) Objek Penelitian: Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Alat Uji : Regresi Logistik.

Variabel:

Aset Pajak Tangguhan

Beban Pajak Tangguhan dan Akrual secara signifikan tidak berpengaruh terhadap Manajemen Laba.

Jayanto dan Kiswanto (2009)

Deffered Tax and Accruals dalam

Variabel :

Manajemen laba (Y)

Variabel:

Aset Pajak Tangguhan

Beban Pajak Tangguhan dan Akrual secara


(50)

memprediksi Earnings Managements

(Penelitian Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI).

Beban pajak tangguhan (X1)

Akrual (X2) Objek Penelitian: Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Alat Uji : Regresi Logistik. Kewajiban Pajak Tangguhan signifikan tidak berpengaruh dalam Mendeteksi Manajemen Laba.

Kusuma (2014) Analisis Beban Pajak Tangguha dalam

Mendeteksi Probabilitas Manajemen Laba

Variabel:

Manajemen Laba (Y) Beban Pajak Tangguhan (X1)

Objek Penelitian: Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Alat Uji: Regresi Logistik

Variabel:

Kewajiban Pajak Tangguhan

Aset Pajak Tangguhan Akrual

Beban Pajak Tangguhan (Deferred Tax Expense) tidak Berpengaruh Signifikan Terhadap Probabilitas Perusahaan Melakukan Manajemen Laba.


(51)

2.4 Kerangka Konseptual

H1

H2

H3

H4

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.5 Penjelasan Kerangka Konseptual dan Hipotesis

2.5.1 Pengaruh Deferred Tax Liabilities Terhadap Manajemen Laba Semakin besar perbedaan antara laba yang dilaporkan perusahaan (laba komersial) dengan laba fiskal menunjukkan bendera merah bagi pengguna laporan keuangan. Manajer menggunakan keleluasaannya untuk mengalihkan pendapatan dari periode mendatang untuk periode saat ini dalam rangka melaporkan pertumbuhan penghasilan yang konsisten.

Deferred Tax Asset (X2)

Akrual (X3)

Deferred Tax Liabilities (X1)

Manajemen Laba (Y)


(52)

“Beban pajak adalah salah satu akun terakhir sebelum laba bersih yang disajikan dalam laporan laba rugi komprehensif. Beban pajak ini digunakan sebagai upaya terakhir untuk melakukan manajemen laba (Dhaliwal et al., 2004 dalam Indriani)”. Peningkatan deferred tax liabilities terjadi karena beban pajak lebih besar daripada pajak kini. Kenaikan deferred tax liabilities akan meningkatkan beban pajak tangguhan dan secara total akan meningkatkan beban pajak penghasilan. Peningkatan beban pajak tangguhan ini terjadi karena aktivitas manajemen laba yang meningkatkan laba perusahaan. Semakin besar persentase beban pajak tangguhan terhadap total beban pajak perusahaan menunjukkan standar akuntansi yang semakin liberal. Dan perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal memiliki hubungan yang positif dengan insentif pelaporan keuangan seperti financial distress dan pemberian bonus, dengan adanya hal tersebut maka dimungkinkan manajer dapat melakukan rekayasa laba atau manajemen laba dengan memperbesar atau memperkecil jumlah deferred tax expense yang diakui dengan laporan laba rugi. Beban yang besar akan menurunkan tingkat laba yang diperoleh suatu perusahaan, begitu pula sebaliknya beban yang sedikit akan menaikkan tingkat laba yang diperoleh perusahaan. Dari penjelasan diatas dapat terjadi rekayasa laba atau manajemen laba dengan menaikkan atau menurunkan jumlah beban pajak tangguhan yang diakui dalam laporan laba rugi.


(53)

H1 : Deferred Tax Liabilities berpengaruh terhadap Manajemen laba

2.5.2 Pengaruh Deferred Tax Asset terhadap Manajemen Laba Selisih positif antara laba akuntansi dengan laba fiskal mengakibatkan terjadinya koreksi positif yang menimbulkan terjadinya aset pajak tangguhan (Suranggane, 2007:78). Aset pajak tangguhan terjadi bila laba akuntansi lebih kecil daripada laba fiskal akibat temporer. Lebih kecilnya laba akuntansi dari laba fiskal mengakibatkan perusahaan menunda pajak terutang periode mendatang. Berdasarkan penelitian Suranggane (2007) bahwa aset pajak tangguhan dijadikan proksi sebagai indikator dari praktik manajemen laba yang dilakukan perusahaan. Aset pajak tangguhan yang jumlahnya diperbesar oleh manajemen dimotivasi adanya pemberian bonus, beban politis atas besarnya perusahaan dan minimalisasi pembayaran pajak agar tidak merugikan perusahaan.

Mengacu pada pernyataan tersebut, maka diekspektasikan adanya peranan antara aset pajak tangguhan yang dimungkinkan dapat digunakan sebagai indikator adanya manajemen laba. Jika jumlah aset pajak tangguhan semakin besar maka semakin tinggi manajemen melakukan manajemen laba, untuk itu dibuat hipotetis sebagai berikut:


(54)

2.5.3 Pengaruh Akrual terhadap Manajemen Laba

Penyusunan laporan keuangan dengan metode akrual ini digunakan oleh para manajer dengan memanipulasi laba sedemikian rupa untuk mempengaruhi keputusan stakeholder. Oleh karena itu, ada kecenderungan para manajer untuk mengatur laba sedemikian rupa dengan menerapkan income-increasing discretionary accruals (usaha untuk merekayasa laba dengan menurunkan tingkat laba pada tingkat tertentu untuk membalikkan kebijakan akrual yang dilakukan sebelumnya).

H3 : Akrual berpengaruh terhadap Manajemen Laba

H4: Deferred Tax Liabilities, Deferred Tax Asset dan Akrual berpengaruh terhadap Manajemen Laba


(55)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan yaitu jenis penelitian eksplanatif (explanative research) yang berguna untuk menjelaskan hubungan antar suatu fenomena atau variabel. Hubungan tersebut bisa berupa hubungan korelasional atau saling berhubungan, sumbangan atau kontribusi suatu variabel ke variabel lainnya. Desain penelitian yang digunakan yaitu desain kausal yang berguna untuk menganalisis hubungan sebab akibat antara satu variabel dengan variabel lainnya, dalam hal ini yaitu antara variabel independen dengan variabel dependen. Adapun yang menjadi variabel independen dalam penelitian ini yaitu deferred tax liabilities, deferred tax asset dan akrual. Sedangkan variabel dependennya yaitu manajemen laba.

3.2 Batasan Operasional

Batasan operasional yaitu penarikan batasan yang menjelaskan ciri-ciri spesifik dengan lebih substantif dari suatu konsep. Hal ini bertujuan untuk mencapai suatu alat ukur yang sesuai dengan hakikat variabel yang sudah didefinisikan konsepnya. Adapun yang menjadi batasan operasional dalam penelitian ini adalah data yang digunakan adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2013-2014, dengan metode pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling.


(56)

3.3 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

“Definisi operasional adalah penentuan construct sehingga menjadi variabel yang dapat diukur (Indriantoro dan Supomo : 69)”. Definisi operasional menjelaskan cara tertentu yang digunakan oleh peneliti dalam mengoperasionalisasikan construct, sehingga memungkinkan bagi peneliti yang lain untuk melakukan replikasi pengukuran dengan cara yang sama atau mengembangkan cara pengukuran construct yang lebih baik. Variabel adalah construct yang diukur dengan berbagai macam nilai untuk memberikan gambaran yang lebih nyata mengenai fenomena-fenomena. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 macam, yaitu:

3.3.1 Variabel Dependen

Variabel dependen adalah tipe variabel yang dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah manajemen laba. Manajemen laba dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan menggunakan rumus sebagai berikut:

= −

− � � −

Market Value Equity dihitung dengan formula sebagai berikut:

� − = � ×

3.3.2 Variabel Independen

Variabel independen adalah tipe variabel yang menjelaskan atau mempengaruhi variabel yang lain. Variabel independen dinamakan pula dengan variabel yang diduga sebagai sebab (presumed cause variable) dari


(57)

variabel independen, yaitu variabel yang diduga sebagai akibat (presumed effect variable). Variabel independen juga dapat disebut sebagai variabel yang mendahului (antecedent variable) dan variabel dependen sebagai variabel konsekuensi (consequent variable).

3.3.2.1 Deferred Tax Liabilities

“Deferred tax liabilities adalah jumlah pajak penghasilan terutang untuk periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak (Purba, 2009:32)”. Deferred tax liabilities berasal dari beda temporer kena pajak. Deferred tax liabilities dihitung dengan formula sebagai berikut:

= ∆ �

� −

3.3.2.2 Deferred Tax Asset

Deferred tax asset adalah jumlah pajak penghasilan yang terpulihkan pada periode-periode yang akan datang sebagai akibat adanya perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dan adanya sisa kompensasi kerugian (Purba, 2009:32)”.

Dengan diberlakukannya PSAK No.46 yang mensyaratkan para manajer untuk mengakui dan menilai kembali aset pajak tangguhan yang dapat disebut pencadangan nilai aset pajak tangguhan (deferred tax assets valuation allowance) maka peraturan ini dapat memberikan kebebasan bagi manajemen untuk menentukan kebijakan akuntansi yang digunakan dalam penilaian


(58)

aset pajak tangguhan pada laporan keuangan, sehingga dapat digunakan untuk mengindikasikan ada tidaknya rekayasa laba atau manajemen laba.

Cadangan aset pajak tangguhan adalah merupakan selisih antara aset pajak tangguhan periode sekarang dengan periode yang lalu. Dalam penelitian ini, cadangan aset pajak tangguhan (CAPT) sebagai variabel bebas diukur dengan perubahan nilai aset pajak tangguhan pada periode t dengan t-1 dibagi dengan nilai aset pajak tangguhan pada periode akhir t-1. Dengan demikian Deferred tax asset dapat dihitung dengan formula:

= ∆

3.3.2.3 Akrual

Dalam akuntansi, dikenal dengan istilah basis kas dan basis akrual. Istilah akrual digunakan untuk menentukan penghasilan pada saat diperoleh dan untuk mengakui beban yang sepadan dengan revenue pada periode yang sama, tanpa memperhatikan waktu penerimaan kas dari penghasilan yang bersangkutan. Komponen akrual merupakan pengakuan kejadian non kas dalam laporan laba rugi namun diharapkan akan diterima atau dibayarkan biasanya dalam kas dimasa yang akan datang. Dalam penelitian ini variabel akrual diproksi dengan discretionary


(59)

accrual dari Modified Jones Model yang merupakan model terbaik untuk mendeteksi manajemen laba (Suranggane, 2008:85).

Tabel 3.1

Operasional Variabel Penelitian

No. Variabel Jenis

Variabel Indikator

Skala Pengukuran 1. X1 Deferred Tax Liabilities (DTL) Independen

pengurangan kewajiban pajak tangguhan periode sekarang dengan kewajiban pajak tangguhan periode sebelumnya dibagi dengan kewajiban pajak tangguhan periode sebelumnya.

Rasio 2. X2 Deferred Tax Asset (DTA) Independen

pengurangan aset pajak tangguhan periode sekarang dengan aset pajak tangguhan periode sebelumnya dibagi dengan aset pajak tangguhan periode sebelumnya. Rasio 3. X3 Akrual (ACC)

Independen pengurangan total akrual dengan non

discretionary accrual. Rasio

4.

Y

Manajemen Laba (EM)

Dependen

Pengurangan laba periode sekarang dengan laba periode sebelumnya dibagi dengan market value equity periode sebelumnya.

Rasio

3.4 Populasi dan Sampel

“Menurut Indriantoro dan Supomo, Populasi yaitu sekelompok orang, kejadian atau segala sesuatu yang mempunyai karakteristik tertentu”. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2013 hingga 2014.


(60)

“Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2010:174)”. Metode penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling yaitu dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Teknik ini biasanya dilakukan karena beberapa pertimbangan, dimana dalam teknik ini ada syarat-syarat yang harus dipenuhi yaitu:

a. Pengambilan sampel harus didasarkan atas ciri, sifat atau karakteristik tertentu, yang merupakan ciri-ciri pokok populasi.

b. Subjek yang diambil sebagai sampel benar-benar merupakan subjek yang paling banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi (key subjectis).

c. Penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan cermat di dalam studi pendahuluan.

Jadi sampel dipilih berdasarkan kriteria dan pertimbangan yang menurut peneliti mewakili dan sesuai dengan populasi yang diinginkan dalam penelitian yaitu:

1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode penelitian 2013 - 2014.

2. Perusahaan manufaktur yang menerbitkan Annual Report di BEI secara berturut-turut selama periode penelitian 2013-2014.

3. Annual Report yang telah diaudit oleh auditor independen selama periode penelitian 2013-2014.


(61)

5. Annual Report disajikan dalam Rupiah (Rp) selama periode 2013-2014.

6. Terdapat kelengkapan data laporan tahunan (Annual Report) yang dibutuhkan dalam penelitian berturut-turut tahun 2013-2014.

Berdasarkan kriteria penelitian sampel tersebut maka di dapat sampel perusahaan berjumlah 143 perusahaan dalam 2 tahun pengamatan, sehingga total sampel untuk 1 tahun adalah 20 sampel, dan total keseluruhan sampel pada 2 tahun periode penelitian adalah 40 sampel.

Setelah dilakukan teknik purposive sampling, maka emiten yang lolos uji adalah :

Tabel 3.2

Perusahaan yang Menjadi Sampel Penelitian Berdasarkan Kriteria

No. Nama Perusahaan Kode

Kriteria Penentuan

Sampel Sampel

1 2 3 4 5 6 Industri Semen

1 Indocement Tunggal Prakasa Tbk INTP √ X X X X X - 2 Semen Baturaja Persero Tbk SMBR √ X X X X X -

3 Holcim Indonesia Tbk SMCB √ √ √ √ √ √ Sampel 1

4 Semen Gresik Tbk SMGR √ X X X X X -

5 Wijaya Karya Beton Tbk WTON √ X X X X X - Keramik, Porselen dan Kaca

6 Asahimas Flat Glass Tbk AMFG √ √ √ √ √ √ Sampel 2

7 Arwana Citra Mulia Tbk ARNA √ X X X X X - 8 Inti Keramik Alam Asri Industri

Tbk IKAI √ √ √ X √ X -

9 Keramika Indonesia Assosiasi Tbk KIAS √ √ √ √ √ X -

10 Mulia Industrindo Tbk MLIA √ √ √ X √ √ -


(62)

Logam dan Sejenisnya

12 Alaska Industrindo Tbk ALKA √ √ √ √ √ X -

13 Alumindo Light Metal Industry

Tbk ALMI √ √ √ X √ X -

14 Beton Jaya Manunggal Tbk BTON √ √ √ √ √ X -

15 Citra Turbindo Tbk CTBN √ √ √ √ X X -

16 Gunawan Dianjaya Steel Tbk GDST √ √ √ X √ √ - 17 Indal Aluminium Industry Tbk INAI √ √ √ √ √ X - 18 Steel Pipe Industry of Indonesia

Tbk ISSP √ X X X X X -

19 Sumber Andalan Energi Tbk ITMA √ √ √ √ X X - 20 Jakarta Kyoei Steel Work LTD

Tbk JKSW √ X X X X X -

21 Jaya Pari Steel Tbk JPRS √ √ √ X √ √ -

22 Krakatau Steel Tbk KRAS √ √ √ X X √ -

23 Lion Metal Works Tbk LION √ √ √ √ √ X -

24 Lion Mesh prima Works Tbk LMSH √ √ √ √ √ X -

25 Hanson International Tbk MYRX √ X X X X X - 26 Pelat Timah Nusantara Tbk NIKL √ √ √ X X √ - 27 Pelangi Indah Canindo Tbk PICO √ X X X X X - 28 Tembaga Mulia Semanan Tbk TBMS √ √ √ X X √ - Kimia

29 Barito Pasific Tbk BRPT √ √ √ X X √ -

30 Budi Acid Jaya Tbk BUDI √ √ √ √ √ X -

31 Duta Pertiwi Nusantara DPNS √ √ √ √ √ X -

32 Ekadharma International Tbk EKAD √ √ √ √ √ X -

33 Eterindo Wahanatama Tbk ETWA √ √ √ X √ X -

34 Intan Wijaya International Tbk INCI √ √ √ √ √ X - 35 Sorini Agro Asia Corporindo Tbk SOBI √ X X X X X -

36 Indo Acitama Tbk SRSN √ √ √ √ √ X -

37 Chandra Asri Petrochemical TPIA √ √ √ √ X X -

38 Unggul Indah Cahaya Tbk UNIC √ √ √ √ X √ -

Plastik dan Kemasan

39 Alam Karya Unggul Tbk AKKU √ √ √ X √ √ -

40 Argha Karya Prima Industry Tbk AKPI √ √ √ √ √ √ Sampel 5

41 Asiaplast Industries Tbk APLI √ X X X X X -

42 Berlina Tbk BRNA √ √ √ √ X X -

43 Titan Kimia Nusantara Tbk FPNI √ √ X X X X - 44 Champion Pasific Indonesia Tbk IGAR √ √ √ √ √ √ Sampel 6 45 Impack Pratama Industri Tbk IMPC √ X X X X X -


(63)

46 Indopoly Swakarsa Industry Tbk IPOL √ √ √ √ X X -

47 Sekawan Intipratama Tbk SIAP √ √ √ X √ √ -

48 Siwani Makmur Tbk SIMA √ X X X X X -

49 Trias Sentosa Tbk TRST √ √ √ √ √ √ Sampel 7

50 Yana Prima Hasta Persada Tbk YPAS √ √ √ X √ √ - Pakan dan Ternak

51 Charoen Pokphand Indonesia Tbk CPIN √ √ √ √ √ √ Sampel 8 52 Japfa Comfeed Indonesia Tbk JPFA √ √ √ √ √ √ Sampel 9 53 Malindo Feedmill Tbk MAIN √ X X X X X - 54 Siearad Produce Tbk SIPD √ X X X X X - Kayu dan Pengolahanya

55 Sumalindo Lestari Jaya Tbk SULI √ X X X X X - 56 Tirta Mahakam Resources Tbk TIRT √ √ √ X √ √ - Pulp dan Kertas

57 Alkindo Naratama Tbk ALDO √ X X X X X - 58 Dwi Aneka Jaya Kemasindo Tbk DAJK √ X X X X X -

59 Fajar Surya Wisesa Tbk FASW √ √ √ X √ X -

60 Indah Kiat Pulp & paper Tbk INKP √ √ √ √ X X -

61 Toba Pulp Lestari Tbk INRU √ √ √ √ X X -

62 Kertas Basuki Rachmat Indonesia

Tbk KBRI √ √ √ X √ √ -

63 Surabaya Agung Industri Pulp & Kertas Tbk SAIP √ X X X X X -

64 Suparma Tbk SPMA √ √ √ X √ X -

65 Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk TKIM √ √ √ √ X √ -

Mesin dan Alat Berat

66 Grand Kartech Tbk KRAH √ X X X X X -

Otomotif dan Komponen

67 Astra International Tbk ASII √ X X X X X - 68 Astra Auto Part Tbk AUTO √ X X X X X -

69 Indo Kordsa Tbk BRAM √ X X X X X -

70 Goodyear Indonesia Tbk GDYR √ X X X X X -

71 Gajah Tunggal Tbk GJTL √ √ √ √ √ X -

72 Indomobil Sukses International

Tbk IMAS √ √ √ X √ √ -

73 Indospring Tbk INDS √ √ √ √ √ √ Sampel 9

74 Multi Prima Sejahtera Tbk LPIN √ X X X X X -

75 Multistrada Arah Sarana Tbk MASA √ X X X X X -

76 Nippres Tbk NIPS √ √ √ √ √ X -


(1)

Lampiran 3

VARIABEL DEPENDEN Manajemen Laba

Tahun 2013 dan 2014

No Kode Perusahaan 2013 2014

1 SMCB -0,39 -0,83

2 AMFG -0,02 0,26

3 TOTO 0,00 0,39

4 AKPI 2,77 -4,36

5 IGAR -0,48 0,61

6 TRST 8,09 -10,32

7 CPIN -0,06 -0,45

8 JPFA 0,70 -0,88

9 INDS -0,70 -2,24

10 KBLM -2,06 0,64

11 ICBP 0,00 0,09

12 INDF 0,12 -0,57

13 MLBI 631,10 -0,51

14 MYOR 266,67 -1,48

15 ULTJ -0,09 -0,15

16 GGRM 72,81 188,40

17 HMSP 92,68 -77,88

18 KLBF 0,12 0,06

19 TSPC 0,05 -0,12


(2)

LAMPIRAN 4

OUTPUT HASIL PENGUJIAN DATA SPSS ANALISIS REGRESI BERGANDA

Hasil Uji Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean

Std. Deviation

DTL 40 -.0041 .0358 .003037 .0092385

DTA 40 -.6510 47.7589 1.587642 7.5748361

ACC 40 -2.4604 .3564 -.581214 .3894426

EM 40 -77.8000 92.6800 1.725885 22.6823562 Valid N


(3)

(4)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardiz ed Residual

N 40

Normal Parametersa Mean .0000000

Std. Deviation 22.66247566 Most Extreme

Differences

Absolute .405

Positive .405

Negative -.325

Kolmogorov-Smirnov Z 2.562

Asymp. Sig. (2-tailed) .0845

a. Test distribution is Normal.

Hasil Uji Multikolonieritas

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients Collinearity Statistics B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 2.921 6.935

DTL 67.189 464.153 .027 .776 1.289

DTA -.053 .505 -.018 .974 1.027

ACC 2.264 10.899 .039 .792 1.263


(5)

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 12.275 9.214 1.332 .191

DTL -1.745 11.002 -.027 -.159 .875

DTA -1.518 6.170 -.043 -.246 .807

ACC -3.626 11.139 -.055 -.326 .747

EM -1.101 5.547 -.034 -.199 .844

a. Dependent Variable: AbsUt

Hasil Uji Autokorelasi Runs Test

Unstandardiz ed Residual

Test Valuea -1.79284

Cases < Test Value 20 Cases >= Test

Value 20

Total Cases 40

Number of Runs 18

Z -.801

Asymp. Sig.

(2-tailed) .423


(6)

Hasil Uji T (Parsial) Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) .600 .258 2.322 .026

DTL .090 .330 .045 .273 .786

DTA .252 .181 .227 1.394 .172

ACC -.023 .335 -.011 -.069 .945

a. Dependent Variable: EM

Hasil Uji F (Simultan)

ANOVAb

Model

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression .868 3 .289 .657 .584a

Residual 15.856 36 .440

Total 16.724 39

a. Predictors: (Constant), ACC, DTA, DTL b. Dependent Variable: EM

Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .228a .052 .027 .6636607

a. Predictors: (Constant), ACC, DTA, DTL b. Dependent Variable: EM


Dokumen yang terkait

Pengaruh Deferred Tax Liabilities, Deferred Tax Asset dan Akrual Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

2 20 104

Pengaruh Deferred Tax dan Tax to Book Ratio Terhadap Kinerja Perusahaan.

15 80 20

Pengaruh Deferred Tax terhadap Income Smoothing: Studi Empirik pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2012.

2 2 18

Pengaruh Corporate Governance dan Deferred Tax Expense terhadap Earnings Management pada Perusahaan Manufaktur di Indonesia.

0 0 19

Pengaruh Deferred Tax Liabilities, Deferred Tax Asset dan Akrual Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 13

Pengaruh Deferred Tax Liabilities, Deferred Tax Asset dan Akrual Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 2

Pengaruh Deferred Tax Liabilities, Deferred Tax Asset dan Akrual Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 11

Pengaruh Deferred Tax Liabilities, Deferred Tax Asset dan Akrual Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 28

Pengaruh Deferred Tax Liabilities, Deferred Tax Asset dan Akrual Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 2

Pengaruh Deferred Tax Liabilities, Deferred Tax Asset dan Akrual Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 9