Manajemen Laba Tinjauan Pustaka

16

2.1.2 Manajemen Laba

Earning Management “ Earning Management dalam kamus akuntansi dikenal dalam berbagai istilah: ada yang menyebut “window dressing” atau “lipstick accounting” untuk menciptakan laporan keuangan lebih cantik Harahap, 2013:552”. Ada istilah cooked book atau income smoothing untuk mengatur laba dengan menu yang diinginkan sponsor. Semua istilah itu berkonotasi negatif karena ingin menciptakan angka laba yang distortif inflatif tidak sesuai dengan kenyataan. Akhirnya akuntansi dituduh tidak memberikan informasi yang akurat dan reliable lagi bahkan dinilai membingungkan. Upaya mengatur laba ini kadang bisa didukung oleh standar akuntansi yang dipakai. Artinya dengan menerapkan standar akuntansi yang diterima umum saat ini kita bisa mengatur laba supaya sesuai dengan keinginan sponsor. Sifat akuntansi yang banyak mengandung taksiran estimasi, pertimbangan judgment dan sifat accrual membuka peluang untuk bisa mengatur laba. Taksiran penyusutan, bad debts , nilai persediaan, pemilihan standar penilaian persediaan misalnya FIFO, LIFO, standar penyusutan misalnya straight line, double declining bisa mengubah angka laba. Sistem akrual bisa mempengaruhi alokasi waktu dari hasil dan biaya yang menimbulkan perubahan laba periodik. Praktik- praktik Earning Management di BEI menurut beberapa penelitian menunjukkan eksistensinya. Tetapi di Indonesia belum melihat dampak Universitas Sumatera Utara 17 dan regulasi yang mencoba untuk mengikat para pelaku untuk tidak melakukan earning management yang merugikan publik ini. Dikalangan akademisi sendiri sebenarnya ada upaya untuk keluar dari konvensi standar akuntansi yang ada sekarang. Menurut Tom Lee, menganjurkan “cash flow accounting” atau akuntansi berbasis kas yang tidak menggunakan basis akrual untuk menghindari manajemen laba melalui sistem akrual. Manajemen laba earning management merupakan bagian dari Teori Akuntansi Positif Positive Accounting Theory . Positive Accounting Theory merupakan teori yang membahas mengenai pemilihan prinsip akuntansi oleh manajer dan bagaimana manajer bereaksi atas standar akuntansi yang dianjurkan Scott, 2003 dalam Kusuma, 2014. Dalam perkembangannya, positive accounting theory mencoba menjelaskan dan memprediksikan praktik akuntansi yang dilakukan didalam perusahaan salah satunya adalah praktik earning management . Beberapa peneliti terdahulu mengartikan manajemen laba dengan bahasa berbeda-beda. Namun demikian pada intinya adalah sama yaitu menentukan laba sedemikian rupa dengan mempermainkan pos-pos pendapatan dan biaya dalam laporan laba rugi baik melalui pemanfaatan pemilihan alternatif metode maupun melalui operasi. Terdapat tiga hipotesis terkait dengan positive accounting theory , yang didasarkan pada pemikiran bahwa manajer akan memilih standar Universitas Sumatera Utara 18 akuntansi yang paling menguntungkan mereka sendiri. Ketiga hipotetis tersebut adalah: 1. Bonus Plan Hypothesis Hipotesis ini menyatakan bahwa manajer perusahaan dengan bonus plan yang didasarkan pada besarnya laba yang dicapai akan cenderung memilih standar akuntansi yang akan meningkatkan laba tahun berjalan atau melakukan perataan laba income smoothing . 2. Debt Covenant Hypothesis Hipotesis ini menyatakan bahwa perusahaan dengan debt covenant yang didasarkan pada angka-angka laporan keuangan, akan menghindari kondisi gagal bayar default dengan cara menggeser laba dimasa mendatang untuk dilaporkan sebagai laba tahun berjalan. 3. Political Cost Hypothesis Hipotesis ini menyatakan semakin besar political cost yang dihadapi perusahaan apabila melaporkan laba, manajer akan cenderung menunda pengakuan laba. Perusahaan-perusahaan besar atau perusahaan-perusahaan yang berada dalam industri tertentu memiliki kecenderungan untuk menarik perhatian publik dan pemerintah. Apabila perusahaan-perusahaan ini melaporkan profitabilitas yang tinggi, dapat menimbulkan kebijakan pemerintah baru yang akan mengurangi profitabilitasnya misalnya kebijakan dibidang pajak. Hal ini mendorong perusahaan-perusahaan tersebut untuk melakukan Universitas Sumatera Utara 19 kebijakan manajemen laba yang mengurangi laba income decreasing earnings management . 2.1.3 Deferred Tax Liabilities Kewajiban Pajak Tangguhan Dalam Akuntansi Pajak Pengahsilan PPh, laba dibedakan antara laba akuntansi accounting profit , laba komersial dengan laba fiskal taxable profit , atau penghasilan kena pajak. Laba akuntansi adalah laba atau rugi bersih selama satu periode sebelum dikurangi beban pajak yang dihitung berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan lebih ditujukan untuk menilai kinerja ekonomi, sedangkan laba fiskal adalah labarugi selama satu periode yang dihitung berdasarkan Peraturan Perpajakan dan lebih ditujukan untuk menjadi dasar penghitungan PPh. Tahun 1998, Ikatan Akuntan Indonesia IAI menerbitkan Penyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 46 PSAK 46 mengenai akuntansi PPh. Penerapan PSAK 46 ini diharapkan dapat menjembatani antara Peraturan Perpajakan dengan ketentuan akuntansi Sukrisno Agoes, 2007:197. Aktiva pajak tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan adalah efek atau konsekuensi pajak periode mendatang dari perbedaan temporer. Kewajiban pajak tangguhan adalah jumlah pajak penghasilan terutang untuk periode mendatang sebagai akibat adanya perbedaan temporer kena pajak. Kewajiban pajak tangguhan berasal dari beda temporer kena pajak. Kewajiban pajak tangguhan deferred tax liabilities timbul apabila beda Universitas Sumatera Utara 20 waktu menyebabkan terjadinya koreksi negatif sehingga beban pajak menurut akuntansi lebih besar daripada beban pajak menurut peraturan perpajakan. Kewajiban pajak tangguhan ditimbulkan oleh beban pajak tangguhan deferred tax expense . Menurut Yulianti 2005, “beban pajak tangguhan timbul akibat perbedaan temporer antara laba akuntansi yaitu laba dalam laporan keuangan untuk kepentingan pihak eksternal dengan laba fiskal laba yang digunakan sebagai dasar perhitungan pajak”. Perbedaan antara laporan keuangan akuntansi dan fiskal disebabkan dalam penyusunan laporan keuangan dimana standar akuntansi lebih memberikan keleluasaan bagi manajemen dalam menentukan prinsip dan asumsi akuntansi dibandingkan dengan yang diperbolehkan oleh peraturan perpajakan. “Pengakuan pajak penghasilan dalam PSAK No.46, telah menetapkan metode akuntansi pajak penghasilan secara komprehensif dengan pendekatan aktiva kewajiban atau balance-sheet approach Wijayanti, 2006 dalam Kusuma, 2014”. Metode akuntansi pajak penghasilan yang berorientasi pada neraca mengakui kewajiban dan aktiva pajak tangguhan terhadap konsekuensi fiskal masa depan yang disebabkan oleh adanya perbedaan temporer dan sisa kerugian yang belum dikompensasikan. Untuk itu, perbedaan temporer yang dapat menambah jumlah pajak dimasa depan akan diakui sebagai utang pajak tangguhan dan perusahaan harus mengakui adanya biaya pajak tangguhan deferred tax expense , yang berarti bahwa kenaikan utang pajak tangguhan konsisten dengan Universitas Sumatera Utara 21 perusahaan yang mengakui pendapatan lebih awal atau menunda biaya untuk pelaporan keuangan dibanding pelaporan pajak. Sebaliknya, perbedaan temporer yang dapat mengurangi jumlah pajak dimasa depan akan diakui sebagai aset pajak tangguhan dan perusahaan harus mengakui adanya keuntungan atau manfaat pajak tangguhan deferred tax benefit , yang berarti bahwa kenaikan aset pajak tangguhan konsisten dengan perusahaan yang mengakui biaya lebih awal atau menangguhkan pendapatannya untuk tujuan pelaporan keuangan dibandingkan pelaporan pajak. Yulianti 2005 menyatakan “bahwa semakin besar perbedaan antara laba yang dilaporkan perusahaan laba komersial dengan laba fiskal menunjukkan “ red flag bendera merah” bagi pengguna laporan keuangan”. Hal ini berarti pengguna laporan keuangan harus berhati-hati dalam menggunakan laporan keuangan tersebut dalam pengambilan keputusannya. Semakin besar persentase beban pajak tangguhan terhadap total beban pajak perusahaan menunjukkan pemakaian standar akuntansi yang semakin liberal Yulianti, 2005. Menurut Philips, Pincus and Rego 2003 mengatakan bahwa Beban pajak tangguhan adalah beban yang timbul akibat perbedaan temporer antara laba akuntansi yaitu laba dalam laporan keuangan untuk kepentingan pihak eksternal dengan laba fiskal laba yang digunakan sebagai dasar perhitungan pajak. Universitas Sumatera Utara 22 Menurut Zain 2007 dalam Jayanto dan Kiswanto 2009: Pajak tangguhan terjadi akibat perbedaan antara PPh terutang pajak penghasilan yang dihitung berbasis pada penghasilan kena pajak yang sesungguhkan dibayar kepada pemerintah dengan beban pajak penghasilan pajak penghasilan yang dihitung berbasis penghasilan sebelum pajak sepanjang menyangkut perbedaan temporer. 2.1.4 Deferred Tax Asset Aset Pajak Tangguhan Aset pajak tangguhan disebabkan jumlah pajak penghasilan terpulihkan pada periode mendatang sebagai akibat perbedaan temporer yang boleh dikurangkan dan sisa kompensasi kerugian Purba, 2009:32. Besarnya aset pajak tangguhan dicatat apabila dimungkinkan adanya realisasi manfaat pajak dimasa yang akan datang. Oleh karena itu dibutuhkan judgement untuk menaksir seberapa mungkin aset pajak tangguhan tersebut dapat direalisasikan. Aset pajak tangguhan adalah aset yang terjadi apabila perbedaan waktu menyebabkan koreksi positif yang berakibat beban pajak menurut akuntansi komersial lebih kecil dibanding beban pajak menurut Undang-Undang Pajak. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia, nilai tercatat Aset Pajak Tangguhan harus ditinjau kembali pada tanggal neraca. Perusahaan harus menurunkan nilai tercatat apabila laba fiskal tidak mungkin memadai untuk mengkompensasi sebagian atau semua aset pajak tangguhan. Penurunan tersebut harus disesuaikan kembali apabila besar kemungkinan laba fiskal memadai. Dengan adanya kewajiban untuk melakukan peninjauan kembali pada tanggal neraca, maka setiap tahun manajemen harus mebuat suatu penilaian untuk menentukan saldo aset pajak Universitas Sumatera Utara 23 tangguhan dan pencadangan aset pajak tangguhan, sedangkan penilaian manajemen untuk melakukan saldo cadangan aset pajak tangguhan tersebut bersifat subjektif Suranggane, 2007:81. Dengan diberlakukannya PSAK No.46 yang mensyaratkan para manajer untuk mengakui dan menilai kembali aset pajak tangguhan yang dapat disebut pencadangan nilai aset pajak tangguhan. Peraturan ini dapat memberikan kebebasan manajemen untuk menentukan kebijakan akuntansi yang digunakan dalam penilaian aset pajak tangguhan pada laporan keuangannya, sehingga dapat digunakan untuk mengiindikasikan ada tidaknya rekayasa laba atau manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan dalam laporan keuangan yang dilaporkan dalam rangka menghindari penurunan atau kerugian laba.

2.1.5 Akrual

Dokumen yang terkait

Pengaruh Deferred Tax Liabilities, Deferred Tax Asset dan Akrual Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

2 20 104

Pengaruh Deferred Tax dan Tax to Book Ratio Terhadap Kinerja Perusahaan.

15 80 20

Pengaruh Deferred Tax terhadap Income Smoothing: Studi Empirik pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2012.

2 2 18

Pengaruh Corporate Governance dan Deferred Tax Expense terhadap Earnings Management pada Perusahaan Manufaktur di Indonesia.

0 0 19

Pengaruh Deferred Tax Liabilities, Deferred Tax Asset dan Akrual Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 13

Pengaruh Deferred Tax Liabilities, Deferred Tax Asset dan Akrual Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 2

Pengaruh Deferred Tax Liabilities, Deferred Tax Asset dan Akrual Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 11

Pengaruh Deferred Tax Liabilities, Deferred Tax Asset dan Akrual Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 28

Pengaruh Deferred Tax Liabilities, Deferred Tax Asset dan Akrual Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 2

Pengaruh Deferred Tax Liabilities, Deferred Tax Asset dan Akrual Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 9