13
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada era globalisasi ini permasalahan remaja dan kenakalan remaja semakin meningkat dan semakin kompleks. Seperti adanya tawuran antar pelajar, mencuri,
merampas, melakukan pembunuhan, pemakaian obat obat terlarang, pemerkosaan, pelecehan seks, seks bebas, dan seks pranikah.
Berbagai bentuk kenakalan remaja yang terlihat dewasa ini telah menjadi permasalahan dalam masyarakat. Suatu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa
bertambah majunya suatu negara serta pesatnya perkembangan industrialisasi, ternyata membawa dampak negatif terhadap perkembangan kepribadian remaja.
Kartono,1998:35 berpendapat bahwa tipe kenalakan remaja semakin bertambah jumlahnya dengan semakin majunya industrialisasi dan laju urbanisasi.
Beberapa waktu yang lalu muncul beberapa video mesum yang dilakukan oleh oknum-oknum yang mirip artis,dimana video tersebut telah tersebar luas dikalangan
masyarakat, tak terkecuali para remaja. Hal ini menurut bebarapa kalangan seperti organisasi Forum Pembela Islam FPI yang menyatakan bahwa penyebaran video
porno tersebut dapat merusak generasi bangsa, hal ini dapat dilihat makin banyak tindakan asusila yang dilakukan remaja setelah melihat video tersebut, Ini semakin
didukung dari fakta yang di kemukakan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia KPAI , yang menyatakan setelah beredarnya video mesum mirip artis tingkat asusila
yang terjadi ditengah masyarakat meningkat, ini dilihat dari tingkat pelaporan tindakan asusila dimana dalam 10 hari ada 33 laporan yang di terima oleh KPAI. Pada tanggal
26 Juni 2010 pada jam 20.00 WIB dalam suatu acara yang tayang di stasiun televisi
Universitas Sumatera Utara
14 TVONE yang memaparkan sekitar 60 siswa yang ada di Indonesia tidak perawan
lagi. Perubahan dan perkembangan sering menimbulkan kegoncangan dalam diri
seorang remaja. Dalam pergaulan sehari-hari ia tidak diterima dalam dunia anak-anak, dipihak lain ia juga belum diakui sebagai anggota masyarakat dewasa. Di saat saat
demikian diperlukan bimbingan yang bijaksana dari orang tua dan guru, agar para remaja tidak canggung, tidak merasa ketakutan dan cemas untuk menjalani pengalaman
baru di dalam kehidupan yang penuh dengan hal-hal asing baginya. Hanifah 2002:27 mengatakan bahwa pacaran dianggap sebagai pintu masuk
hubungan seksual sebagai wujud kedekatan antar dua orang yang sedang jatuh cinta. Persoalannya, banyak remaja kurang terampil dalam berpacaran sehingga mudah
tergelincir dan terlibat dalam perilaku seksual pranikah. Hasil penelitian Damayanti dalam Siswa Cianjur Berhubungan seks pranikah ,
2007 terhadap 8.941 pelajar dari 119 SMA dan yang sederajat di Jakarta menunjukkan bahwa para remaja melakukan perilaku seksual pranikah karena alasan tuntutan
pergaulan dan longgarnya kontrol orang tua mengenai praktek perilaku seksual pranikah. Remaja yang tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga yang
kurang sensitif terhadap remaja lebih mudah masuk kedalam pengaruh teman sebaya yang negatif. Lingkungan keluarga yang negatif, penuh dengan konflik, dan kurangnya
komunikasi orangtua dan remaja juga akan membentuk remaja tidak mempunyai proteksi terhadap perilaku orang orang di sekelilingnya. Penelitian yang dilakukan
oleh Gerald Patterson dan rekan rekannya dalam santrock, 2003:180 juga menunjukkan bahwa pengawasan orangtua yang tidak memadai terhadap keberadaan
remaja, kurangnya perhatian terhadap aktivitas anak dan penerapan disiplin yang tidak
Universitas Sumatera Utara
15 efektif dan tidak sesuai membuat remaja menjadi lebih mudah jatuh pada perilaku
seksual pranikah. Lebih lanjut Kartono 1986:68 menyatakan bahwa penyebab dari kenakalan
remaja antara lain 1 Anak kurang mendapat perhatian dan kasih sayang terutama bimbingan ayah dan ibunya, karena masing masing sibuk mengurusi masalahnya
sendiri. 2 Konsekuensi dari kebutuhan tersebut kebutuhan fisik dan psikis anak dan remaja menjadi tidak terpenuhi, keinginan dan harapan remaja tidak bisa tersalurkan
dengan memuaskan atau tidak mendapat kompensasi. 3 Anak anak tidak pernah mendapat latihan fisik dan mental yang sangat diperlukan untuk hidup bermasyarakat,
karena tidak dibiasakan dengan disiplin dan kontrol diri yang baik. Berbagai bentuk kenakalan remaja dan permasalahan yang kompleks itu salah
satunya adalah penyimpangan perilaku hubungan heteroseksual, seperti: seks bebas, seks pranikah,pemerkosaan, kehamilan diluar hubungan pernikahan yang sering terjadi
di kota kota besar. Hubungan seks pranikah ini menjadi semakin persoalan saja. Salah satu faktor
penyebabnya adalah sikap acuh tak acuh dari orangtua dan masyarakat terhadap kasus kasus seks pranikah, sehingga perilaku seks pranikah dianggap suatu hal yang sudah
biasa dan bukan hal yang sakral yang hanya boleh dilakukan oleh individu dalam wadah pernikahan yang sah.
Remaja banyak menerima informasi mengenai seks, tetapi sebenarnya mereka kurang memiliki pengertian dan pengetahuan mengenai masalah tersebut. Hal ini
menyebabkan para remaja salah dalam pergaulannya. Remaja sering berimajinasi yang sebenarnya belum waktunya yang membuat remaja semakin penasaran ingin tahu
pengertian seks sebenarnya. Oleh sebab itu, mereka mencoba coba untuk memasuki masa ini dan akibatnya banyak para remaja kehilangan masa remajanya.
Universitas Sumatera Utara
16 Secara etimologi, Adiwimarta dkk dalam kamus besar bahasa Indonesia, 1998
mengatakan bahwa pranikah adalah sebelum perkawinan, seks adalah sesuatu yang berhubungan dengan jenis kelamin yaitu laki laki dengan perempuan, sedangkan
perilaku adalah tingkah laku, perbuatan atau kelakuan. Jadi yang dimaksud dengan perilaku seks pra-nikah adalah tingkah laku yang berkaitan dengan pergaulan laki laki
dengan perempuan sebelum pernikahan. Masih banyak orangtua yang menganggap seks, terutama seks pra-nikah sebagai
sesuatu yang tidak dapat dibicarakan secara terbuka. hal ini memberikan dampak proses perkembangan remaja. Kebutuhan akan informasi dirasakan sangat penting bagi
remaja sedangkan orangtua membuat jarak dalam pembicaraan yang menyangkut tentang seks dan mengakibatkan remaja mencari informasi ditempat lain. Dampak
negatif dari kurangnya pengetahuan mengenai seks menyebabkan remaja melakukan berbagai aktivitas seks seperti perilaku seks pra-nikah yang hanya untuk memenuhi
rasa ingin tahunya sedangkan dampak positif adalah dengan memiliki pengetahuan mengenai kehidupan seks yaitu membuat remaja menjadi lebih pasti tentang bentuk
perilaku yang baik Dhaini, 1995:40. Remaja membutuhkan kawan bicara atau orang yang bersedia mendengarkan
segala persoalan tentang perubahan fisik dan penampilannya. Para remaja memerlukan perhatian yang jujur dari orangtua mengenai masalah masalah seks yang mereka
hadapi. Mereka mengharapkan orangtua yang setiap waktu senantiasa siap untuk mendengarkan mereka dengan sabar. Remaja perlu mendapat informasi tentang
perubahan perubahan fisik yang terjadi pada dirinya untuk memahami dan
mengarahkan dirinya dan perilakunya secara bertanggungjawab Achir, 1996:29. Pada kenyataannya remaja mendapat informasi yang berhubungan dengan
persoalan seks berasal dari teman teman atau bacaan yang mengungkapkan persoalan
Universitas Sumatera Utara
17 persoalan tentang seks, melalui jaringan internet dimana pada zaman sekarang ini tidak
terlalu sulit untuk mengakses internet dimana saja dan kapan saja, atau melalui cd dan dvd.
Para orangtua sering dihadapkan pada konflik antara pemberian informasi seperti yang mereka terima dengan kenyataan yang dihadapi dalam mendidik remaja dimana
orangtua diharapkan memberi bekal berupa pengetahuan seks kepada anak. Hal ini telah menimbulkan masalah dikalangan orangtua dalam menjalankan peran dan fungsi
sebagai pendidik, termasuk didalam pemberian informasi mengenai kehidupan seksual remaja Rinaldy, 1996:47.
Hubungan dalam keluarga yang baik, seperti minimnya konflik dalam keluarga, anggota keluarga yang saling menyayangi, saling pengertian, adanya komunikasi yang
efektif dalam keluarga, orangtua yang selalu membimbing dan mengarahkan perilaku anak tapi tidak memaksa, dan keluarga yang saling mendukung segala aktivitas, akan
mewujudkan keluarga yang harmonis Gunarsa, 2000:63. Gunarsa 2000:70 mengatakan bahwa suatu keluarga dikatakan harmonis
bilamana keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan, kekecewaan, dan puas terhadap seluruh keadaan dan keberadaan dirinya eksistensi,
aktualisasi diri yang meliputi aspek fisik, mental dan sosial. Hal ini sependapat dengan Sudirman 1990:56 juga menjelaskan keluarga yang harmonis ditandai dengan
adanya suasana rumah tangga yang teratur dimana setiap anggota keluarga menjalankan fungsinya sesuai perannya masing masing, tidak banyak konflik, dan peka terhadap
kebutuhan anggota keluarga. Keluarga yang harmonis merupakan tempat yang menyenangkan dan positif
untuk hidup, karena anggotanya telah belajar untuk saling memperlakukan dengan baik Nick, 2002:19 . Anggota keluarga dapat saling mendapatkan dukungan, kasih sayang
Universitas Sumatera Utara
18 dan loyalitas, serta dapat berbicara satu sama lain, mereka saling menghargai dan
menikmati keberadaan bersama. Kondisi-kondisi yang berlangsung dalam keluarga yang harmonis ini, akan menimbulkan rasa nyaman dan bahagia pada diri setiap
anggota keluarga. Sebenarnya sulit menemukan arti dari keharmonisan itu sendiri, namun dari
berbagai literature yang ada dapat di identifikasi ciri-ciri keluarga utuh dapat mewakili gambaran kondisi keluarga yang harmonis. Menurut Ahmadi 1991:28 keluarga utuh
merupakan suatu kesatuan sosial yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak. Nick 2002:27, menyatakan bahwa keluarga utuh menjadi keluarga memiliki kondisi yang
harmonis. Berdasarkan pernyataan itulah maka dapat di simpulkan bahwa keluarga yang utuh menjadi pilar bagi terbentuknya keluarga yang harmonis.
Kenyataanya keluarga yang harmonis terwujud tidak hanya bila perkawinan kedua orangtua tidak bercerai. Apabila hubungan dalam keluarga penuh konflik, tidak
adanya komunikasi, kasih sayang, saling pengertian, suasana keluarga yang tidak aman dan menyenangkan maka kehidupan keluarga yang harmonis tidak terwujud. Hal yang
paling penting adalah menciptakan hubungan yang demokratis di dalam keluarga sehingga remaja dapat menjalin interaksi yang baik dengan orangtua maupun saudara-
saudaranya. Namun Gunarsa 2003:36 menyatakan bahwa fakor perceraian orangtua dapat mengakibatkan hubungan kedua orangtua semakin lama semakin renggang,
masing-masing atau salah satu membuat jarak sedemikian rupa sehingga komunikasi tidak efektif bahkan terputus. Hubungan itu menunjukkan situasi keterasingan dan
keterpisahan yang semakin melebar dan menjauh kedalam dunianya sendiri, sehingga masing-masing merasa serba asing tanpa ada rasa kebertautan yang intim lagi. Hal
tersebut juga mengakibatkan tidak adanya perhatian, penerimaan, bantuan dan dukungan dari keluarga. Pengaruh suasana rumah yang kurang nyaman bagi remaja
Universitas Sumatera Utara
19 yang disebabkan perceraian orangtua akan membuat kondisi rumah tersebut menjadi
tidak stabil. Ketidakstabilan ini sangat terasa bagi perkembangan remaja. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sinuhaji 2006:57, menunjukkan bahwa
status perkawinan orangtua mempunyai pengaruh bagi perilaku seksual remaja. Remaja yang berasal dari keluarga yang orangtuanya bercerai ternyata lebih aktif secara seksual
daripada remaja yang mempunyai orangtua utuh atau tidak bercerai. Kenyataannya tidak semua remaja yang melakukan perilaku seksual pra-nikah dengan pasangannya
berasal dari keluarga yang kedua orangtuanya bercerai. Rudyanto dalam indra, 1997:42 mengatakan bahwa pertumbuhan dan
perkembangan anak membutuhkan uluran tangan dari kedua orangtuanya. Orangtua mempunyai tanggung jawab yang sangat besar dalam perkembangan keseluruhan
eksistensi anak, termasuk kebutuhan fisik maupun psikis, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang kearah kepribadian yang harmonis dan matang, serta hanya dengan
hubungan baik pula kegiatan pendidikan dapat dilaksanakan dengan efektif dan dapat menunjang terciptanya kehidupan yang harmonis. Gambaran hubungan kedua orangtua
berjalan baik serta harmonis, dan hubungan antar anggota keluarga juga terjalin harmonis.
Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul : Hubungan Keharmonisan Keluarga Dengan Perilaku Seks Remaja Pada
Siswa di SMA Dharmawangsa Medan.
B. Perumusan Masalah