BAB II KETENTUAN DAN BENTUK PERJANJIAN YANG DILAKUKAN ANTARA
DEVELOPER DAN BANK CIMB NIAGA DALAM PEMBERIAN FASILITAS KREDIT PEMILIKAN RUMAH
A. Ketentuan Tentang Perjanjian
1. Pengertian Perjanjian Pengaturan tentang perjanjian dapat ditemui dalam Buku III Bab II Pasal 1313
KUHPerdata yang berbunyi “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Menurut Abdulkadir Muhammad, pengertian Perjanjian dalam pasal 1313 KUHPerdata tersebut kurang tepat, karena ada beberapa kelemahan yang perlu
dikoreksi adalah sebagai berikut :
62
1 Hanya menyangkut sepihak saja
Hal ini dapat diketahui dari rumusan kata kerja “mengikatkan diri”, sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya
rumusan itu ialah “saling mengikatkan diri” jadi ada konsensus antara dua pihak.
2 Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus
Dalam pengertian “perbuatan” termasuk juga tindakan penyelenggaraan kepentingan zaakwaarneming, tindakan melawan hukum onrechtmatige
doad yang tidak mengandung suatu konsensus. Seharusnya dipakai istilah
“pesetujuan”. 3
Pengertian perjanjian terlalu luas Pengertian perjanjian mencakup juga perjanjian kawin yang diatur dalam
bidang hukum keluarga. Padahal yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur mengenai harta kekayaan. Perjanjian yang diatur dalam
buku III KUHPerdata sebenarnya hanya bersifat kebendaan, bukan bersifat kepribadian personal.
62
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal. 224-225.
Universitas Sumatera Utara
4 Tanpa menyebut tujuan
Dalam rumusan pasal itu tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak mengikatkan diri itu tidak jelas untuk apa.
Demikian juga menurut Mariam Darus Badrulzaman, dkk menyatakan : Para Sarjana Hukum Perdata pada umumnya berpendapat bahwa defenisi
perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan diatas adalah tidak lengkap dan pula terlalu luas. Tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai
perjanjian sepihak saja. Defenisi itu dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup perbuatan di dalam lapangan hukum keluarga, seperti janji kawin
yang merupakan perjanjian juga tetapi sifatnya berbeda dengan perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata Buku III. Perjanjian yang diatur dalam
KUHPerdata Buku III kriterianya dapat dinilai secara materiil, dengan kata lain dinilai dengan uang.
63
Berdasarkan alasan yang dikemukakan di atas maka perlu dirumuskan kembali apa yang dimaksud dengan perjanjian itu. Beberapa sarjana hukum yang memberikan
definisi mengenai perjanjian adalah : a. R Setiawan : “Persetujuan adalah suatu perbuatan hukum, di mana satu orang
atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.
64
b. Subekti : “Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal”.
65
63
Mariam Darus Badrulzaman, dkk., Kompilasi Hukum Perikatan Dalam Rangka Memperingati Memasuki Masa Purna Bakti Usia 70 Tahun
, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 65.
64
R. Setiawan, Op.Cit, hal. 49.
65
R. Subekti, Op.Cit, hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya.
66
Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.
67
Perjanjian adalah sumber perikatan disampingnya sumber-sumber lain. Suatu perjanjian dinamakan persetujuan karena dua pihak itu setuju untuk melakukan
sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan perjanjian dan persetujuan itu adalah sama artinya.
68
Pasal 1233 KUHPerdata disebutkan bahwa “Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang”. Dengan kata lain
sumber perikatan itu ialah perjanjian dan undang-undang. Perikatan yang lahir dari perjanjian, memang dikehendaki oleh dua orang atau
dua pihak yang membuat suatu perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang diadakan oleh undang-undang diluar kemauan para pihak yang
bersangkutan.
69
Dengan demikian setelah menganalisis beberapa hal dalam beberapa pasal di Buku III KUHPerdata, mengenai hukum perikatan bahwa dapat dikatakan bahwa
perikatan itu sama dengan perjanjian, perjanjian itu merupakan perbuatan hukum antara beberapa pihak, sedikitnya dua orang yang menyatakan kesepakatan untuk
melakukan dan memenuhi suatu prestasi.
66
Ibid.
67
Ibid.
68
Ibid
69
Ibid, hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
2. Subyek dan obyek perjanjian a. Subyek perjanjian
Subjek Hukum Perjanjian terdiri dari dua macam yaitu manusia pribadi dan badan hukum. Subyek perjanjian yang berupa seseorang manusia harus mematuhi
syarat umum untuk dapat melakukan sesuatu perbuatan hukum secara sah, yaitu harus sudah dewasa, sehat pikirannya dan oleh peraturan seseorang perempuan yang sudah
kawin, menurut pasal 108 KUHPerdata.
70
KUHPerdata membedakan dalam tiga golongan untuk berlakunya Perjanjian yaitu :
1 Perjanjian berlaku bagi para pihak yang membuat perjanjian Pada asasnya perjanjian yang dibuat hanya berlaku bagi para pihak yang membuat
perjanjian itu dan ini merupakan asas pribadi seperti apa yang tercantum dalam pasal 1315 juncto pasal 1340 KUHPerdata. Pasal 1315 KUHPerdata : ”Pada
umumnya tak seorang dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji dari pada untuk dirinya sendiri”. Selanjutnya dalam
pasal 1340 ayat 1 KUHPerdata disebutkan bahwa : ”Persetujuan-persetujuan hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya”. Selanjutnya dalam pasal
1340 ayat 2 KUHPerdata disebutkan bahwa : “Suatu perjanjian tidak dapat
70
A. Qirom Syamsudin Meliala, Pokok-pokok Hukum Perjanjian dan Perkembangannya, Liberty, Yogyakarta, 1985, hal. 14.
Universitas Sumatera Utara
membawa rugi kepada pihak-pihak ketiga, tak dapat pihak-pihak ketiga mendapat manfaat karenanya, selain dalam hal yang diatur dalam pasal 1317 KUHPerdata”.
Oleh karena itu apa yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak merupakan undang-undang bagi pihak tersebut. Setiap perubahan, pembatalan, atau
perbuatan-perbuatan hukum lainnya yang ada kaitannya dengan perjanjian itu harus mendapat persetujuan bersama dan sama sekali tidak diperkenankan
dilakukan secara sepihak. 2
Perjanjian berlaku bagi ahli waris dan mereka yang mendapat hak Apabila pihak-pihak mengadakan perjanjian maka pihak tersebut dianggap
mengadakan perjanjian bagi ahli warisnya dan atau orang-orang yang memperoleh hak dari padanya. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 1318 KUHPerdata.
3 Perjanjian berlaku bagi pihak ketiga.
Berlakunya perjanjian bagi pihak ketiga dalam arti adanya janji bagi kepentingan pihak ketiga. Pada dasarnya perjanjian berlaku bagi mereka yang membuat dan
merupakan asas pribadi. Namun dalam pasal 1340 ayat 2 KUHPerdata maka dimungkinkan menyimpang dari asas tadi, karena dalam pasal tersebut dijelaskan
persetujuan tidak boleh menguntungkan pihak ketiga juga tidak boleh merugikan pihak ketiga, kecuali mengenai apa yang telah diatur dalam pasal 1317
KUHPerdata
71
.
71
Pasal 1317 ayat 1 KUHPerdata menyebutkan bahwa : “Lagi pun diperbolehkan juga untuk minta ditetapkan suatu janji guna kepentingan seorang pihak ketiga, apabila suatu penetapan janji,
Universitas Sumatera Utara
Tetapi ketentuan itu tidak boleh diartikan secara letterlijk, karena maksud pasal 1340 ayat terakhir KUHPerdata itu ialah suatu perjanjian antara para pihak pada
umumnya tidak menimbulkan hak dan kewajiban bagi pihak ketiga. Untuk berlakunya perjanjian bagi pihak ketiga adalah suatu janji yang oleh para pihak
dinyatakan dalam suatu perjanjian dimana nantinya pihak ketiga akan mendapatkan hak dari suatu prestasi.
Lebih lanjut menurut pasal 1317 KUHPerdata suatu janji bagi kepentingan pihak ketiga hanya mungkin dalam dua hal :
1 jika seorang memberi sesuatu kepada orang lain, 2 jika seorang membuat janji demi kepentingan diri sendiri.
Untuk dapat menentukan timbulnya hak pihak ketiga dengan adanya janji bagi pihak ketiga terdapat beberapa pandangan atau teori, yaitu :
72
a Teori Penawaran.
Janji bagi pihak ketiga dianggap sebagai suatu penawaran dari seseorang yang menjanjikan sesuatu untuk kepentingan pihak ketiga. Jadi selama pihak ketiga
belum menyatakan untuk menerima penawaran tersebut, penawaran itu masih dapat dicabut kembali. Janji hak pihak ketiga baru timbul sejak penawaran
diterima.
b Teori Pernyataan yang menentukan suatu hak. Hak pihak ketiga terjadi pada saat dibuatnya perjanjian antara pihak yang
menjanjikan sesuatu untuk kepentingan pihak ketiga dan pihak yang mempunyai kewajiban terhadap pihak ketiga. Janji tersebut masih dapat ditarik
yang dibuat oleh seorang untuk dirinya sendiri, atau pemberian yang dilakukannya kepada seorang lain, memuat suatu janji yang seperti itu”. Selanjutnya dalam ayat 2 disebutkan bahwa : “Siapa yang
telah memperjanjikan sesuatu seperti itu, tidak boleh menariknya kembali, apabila pihak ketiga tersebut telah menyatakan hendak mempergunakannya”.
72
R.Setiawan, Op.Cit, hal. 55.
Universitas Sumatera Utara
kembali dan ini akan menghapuskan hak pihak ketiga. Penerimaan oleh pihak ketiga meniadakan hak untuk mencabut janji tersebut.
b Teori Pernyataan yang memperoleh hak.
Hak pihak ketiga baru terjadi setelah pihak ketiga menyatakan kehendaknya untuk menerima janji tersebut.
b. Obyek perjanjian Obyek dalam perjanjian adalah hal yang diwajibkan kepada debitur dan hal
mana terhadap pihak kreditur mempunyai hak. Mengenai hal tersebut diatas, pasal 1234 KUHPerdata menentukan adanya tiga hal yaitu:
1 Untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu, misalnya sejumlah uang. 2 Untuk berbuat sesuatu atau melakukan perbuatan tertentu, misalnya
membangun rumah. 3 Untuk tidak berbuat sesuatu atau menurut perjanjian ia tidak boleh
melakukan sesuatu, misalnya membangun gedung yang tinggi. Pengertian memberikan sesuatu pasal 1235 KUHPerdata maksudnya
menyerahkan suatu barang, seperti dalam perjanjian jual-beli, sewa-menyewa, tukar menukar, dan lain-lain.
73
Pengertian berbuat sesuatu pasal 1239 KUHPerdata misalnya melaksanakan sesuatu perbuatan tertentu, membangun rumah atau membangun jalan, seperti dalam
perjanjian perborongan atau perjanjian kerja.
74
73
Djaja S Meliala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda dan Hukum Perikatan, Nuansa Aulia, Bandung, 2008, hal. 77.
74
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Pengertian tidak berbuat sesuatu pasal 1242 KUHPerdata, artinya tidak melaksanakan suatu pekerjaan tertentu, misalnya tidak membangun tembok yang
tinggi yang dapat mengganggu menghalangi pemandangan tetangga dan lain-lain.
75
Dalam pasal 1332 KUHPerdata disebutkan benda yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi obyek perjanjian. Sehingga benda yang tidak dapat
diperdagangkan tidak dapat menjadi obyek perjanjian. Sedangkan dalam pasal 1333 KUHPerdata menentukan syarat bagi benda agar dapat menjadi obyek suatu
perjanjian yaitu benda tersebut harus tertentu. Paling tidak mengenai jenisnya, sedangkan mengenai jumlahnya tak perlu ditentukan terlebih dahulu asal dikemudian
dapat ditentukan. 3. Syarat sahnya perjanjian
Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh undang-undang. Perjanjian yang sah diakui dan diberi akibat hukum
legaly concluded contract.
76
Menurut pasal 1320 KUHPerdata untuk syarat sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat sebagai berikut:
a. Sepakat mereka yang mengikat dirinya
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
c. Suatu hal tertentu
d. Suatu sebab yang halal
75
Ibid, hal. 78.
76
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal. 228.
Universitas Sumatera Utara
Dua syarat pertama, dinamakan syarat-syarat subyektif, karena mengenai orang-orangnya atau suyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat
yang terakhir dinamakan syarat-syarat obyektif, karena mengenai perjanjiannya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.
77
Lebih lanjut akan diuraikan satu persatu syarat-syarat perjanjian menurut ahli hukum, sebagai berikut:
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya Sepakat atau juga dinamakan perizinan, seia sekata antara pihak-pihak
mengenai pokok perjanjian yang dibuat. Sepakat merupakan suatu syarat yang logis, karena dalam perjanjian setidak-tidaknya ada dua orang yang saling berhadapan dan
mempunyai kehendak yang saling mengisi. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lainnya. Mereka menghendaki sesuatu yang
sama secara timbal balik.
78
Persetujuan harus berasal dari masing-masing pihak tanpa adanya paksaan maupun adanya satu bentuk penipuan atau ketakutan pasal 1321,
1322, dan 1328 KUHPerdata. Paksaan telah terjadi, apabila perbuatan itu sedemikian rupa hingga dapat
menakutkan seorang yang berpikiran sehat, dan apabila perbuatan itu dapat menimbulkan ketakutan pada orang tersebut bahwa dirinya atau kekayaannya
terancam dengan suatu kerugian terang dan nyata pasal 1324 KUHPerdata.
77
R. Subekti, Op.Cit, hal. 17.
78
J. Satrio, Op.Cit, hal. 6.
Universitas Sumatera Utara
Penipuan merupakan suatu alasan untuk pembatalan perjanjian, apabila tipu muslihat, yang dipakai oleh salah satu pihak, adalah sedemikain rupa hingga terang
dan nyata bahwa pihak yang lain tidak telah membuat perikatan itu jika tidak dilakukan tipu muslihat tersebut pasal 1328 KUHPerdata.
Sedangkan dikatakan tidak ada kekhilafan apabila kehendak seseorang pada waktu membuat persetujuan tidak dipengaruhi kesan atau pandangan yang palsu.
Kekhilafan harus sedemikian rupa sehingga seandainya tidak khilaf mengenai hal itu, ia tidak akan menyetujuinya.
“Kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya suatu perjanjian selain apabila kekhilafan itu terjadi mengenai hakikat barang yang menjadi
pokok perjanjian” pasal 1322 KUHPerdata. b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Orang yang membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum.
79
Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa atau akilbalik dan sehat pikirannya adalah
cakap menurut hukum.
80
Cakap berarti mengerti akan sesuatu yang dilakukan serta mengetahui dampak dari perbuatan yang dilakukannya, dengan kata lain sudah dapat
mengendalikan apa yang diperbuatnya serta mampu mempertanggungjawabkannya. Pada umumnya setiap orang dinyatakan cakap untuk membuat perjanjian
apabila ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tak cakap. Hal ini diatur dalam pasal 1329 KUHPerdata. Pengecualian atas prinsip yang ada dalam pasal 1329
79
R. Subekti, Op.Cit, hal. 17.
80
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
KUHPerdata yaitu ada dalam isi pasal 1330 KUHPerdata ditentukan orang-orang yang tidak cakap membuat perjanjian yaitu :
1 Orang yang belum dewasa Dalam pasal 1330 KUHPerdata dikatakan bahwa mereka yang belum genap
berumur 21 tahun dan tidak menikah adalah belum dewasa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dewasa adalah mereka yang telah berumur 21 tahun, telah
menikah termasuk mereka yang belum berusia 21 tahun, tetapi sudah menikah dan orang dewasa adalah orang yang pada dasarnya cakap untuk bertindak atau tidak
dilarang oleh undang-undang. Tetapi dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, batas kedewasaan seseorang berubah menjadi 18 tahun. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 47 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 yang mengatakan:
a Anak yang belum berumur 18 tahun dan belum menikah ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut kekuasaannya.
b Orangtua mewakili anak tersebut mengenai perbuatan hukum diluar dan di dalam pengadilan.
Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 delapan
belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 2 Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan
Adalah orang yang karena sifat pribadi dianggap tidak cakap untuk bertindak sendiri di dalam lalu lintas hukum. Orang yang termasuk dibawah pengampuan
Universitas Sumatera Utara
adalah orang yang sakit gila atau mata gelap, orang yang lemah akal dan orang yang pemboros. Pengampuan tidak pernah terjadi demi hukum akan tetapi selalu terjadi
karena adanya suatu permohonan kepada pengadilan negeri yang berada di daerah hukum di mana orang dimohonkan ditaruh dibawah pengampuan berada. “Segala
permintaan akan pengampuan, harus dimajukan kepada Pengadilan Negeri, yang mana dalam daerah hukumnya orang yang dimintanya pengampuannya, berdiam”
pasal 436 KUHPerdata. 3 Orang perempuan
Dalam pasal 108 KUHPerdata dikatakan bahwa seseorang istri apabila hendak menghadap dimuka hakim harus mendapat bantuan dari suaminya. Namun dengan
keluarnya Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974, maka kedudukan suami dan istri adalah sama, yang berarti seorang istri adalah cakap menurut hukum. Hal ini diatur
dalam pasal 31 ayat 1 berbunyi “Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami, dalam kehidupan rumah tangga dan dalam pergaulan
bersama dalam masyarakat”. Sehingga dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 maka pasal 108 dan pasal 110 KUHPerdata diatas tidak berlaku lagi.
c. Suatu hal tertentu Yaitu obyek yang tertentu, syarat-syarat ini perlu untuk dapat menetapkan
kewajiban debitur jika ada perselisihan. Dalam pasal 1333 KUHPerdata menentukan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai pokok suatu barang paling sedikit
ditentukan jenisnya. Selanjutnya dalam pasal tersebut ditetapkan bahwa diperbolehkan mengadakan perjanjian dimana pada waktu mengadakan perjanjian
Universitas Sumatera Utara
jumlah barang belum ditentukan asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung jo. pasal 1334 ayat 1 KUHPerdata. Menurut R.Subekti suatu perjanjian
harus mempunyai suatu hal tertentu, artinya apa yang diperjanjikan mengenai hak dan kewajiban para pihak jika timbul perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian.
81
d. Suatu sebab yang halal Yang dimaksud adalah sebab dari isi suatu perjanjian itu sendiri yang
menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh para pihak, bukan sebab dalam arti yang menyebabkan atau yang mendorong orang membuat perjanjian. Undang-undang
tidak memperdulikan apa yang menjadi sebab orang mengadakan perjanjian, yang diperhatikan adalah isi perjanjian itu menggambarkan tujuan yang hendak dicapai
tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan, hal ini terlihat jelas dalam pasal 1337 KUHPerdata yaitu “suatu sebab
adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”.
Sebab harus dibedakan dengan motif-motif adalah alasan yang mendorong batin seseorang untuk melakukan sesuatu hal tertentu. Motif merupakan hal yang
tidak penting dalam hukum, sedangkan sebab adalah tujuan dari perjanjian.
82
4. Asas-asas Perjanjian
81
Ibid, hal. 19.
82
R. Setiawan, Op.Cit, hal. 62.
Universitas Sumatera Utara
Asas-asas hukum dalam perjanjian menurut Sudikno Mertokusumo adalah pikiran dasar yang umum sifatnya, dan merupakan latar belakang dari peraturan
hukum yang kongkrit, yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan
mencari sifat-sifat dalam peraturan kongkrit tersebut.
83
Asas-asas hukum perjanjian meliputi : a. Asas kebebasan berkontrak
Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak adalah adanya paham individualisme yang secara embrional lahir pada zaman Yunani yang diteruskan
kaum Epicuristen dan berkembang pesat dalam zaman renaisans melalui antara lain ajaran-ajaran Hugo de Grecht, Thomas Hobbes, Jhon Locke, dan Rosseau. Menurut
paham individualisme, setiap orang bebas untuk memperoleh apa yang dikehendakinya.
84
Kebebasan berkontrak adalah refleksi dari perkembangan paham pasar bebas yang dipelopori oleh Adam Smith dengan teori ekonomi klasiknya
mendasarkan pemikirannya pada ajaran hukum alam. Hal yang sama menjadi dasar pemikiran Jeremy Bentham yang dikenal dengan utilitarianism. Utilitarianism dan
teori ekonomi klasik laissez faire dianggap saling melengkapi dan sama-sama menghidupkan pemikiran liberal modernsilistis.
85
83
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta, 1991, hal. 97.
84
Salim.,et.al., Perancangan Kontrak Memorandum of Understanding MoU, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal. 2.
85
P. S. Atiyah, Hukum Kontrak, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1979, hal. 324.
Universitas Sumatera Utara
Asas kebebasan berkontrak secara tidak langsung diatur pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata, yang menegaskan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Menurut Absori,
menjelaskan bahwa dengan mendasarkan kata semua, maka berarti semua orang bebas untuk mengadakan perjanjian yang memuat apa saja dan
syarat-syarat perjanjian macam apapun menentukan secara bebas apa yang menjadi hak, kewajiban dan tanggung jawab sepanjang tidak melanggar ketertiban umum
adalah suatu asas yang menyatakan bahwa setiap orang pada dasarnya telah membuat kontrak perjanjian yang berisi dan macam apapun asalkan tidak bertentangan
dengan undang-undang dan ketertiban umum.
86
b. Asas konsensualisme Asas ini diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata yang memuat syarat sahnya
perjanjian yaitu kesepakatan para pihak untuk mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Menurut asas
konsensualitas, pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sah dilahirkan sejak terciptanya kesepakatan, dengan kata lain perjanjian itu sudah sah
apabila telah sepakat mengenal hal-hal yang pokok dan tidaklah perlu suatu
86
Absori, Hukum Ekonomi Indonesia Beberapa Aspek Pengembangan Pada Era Liberalisme Perdagangan
, Muhammadiyah University Press UMS, Surakarta, 2006, hal. 85.
Universitas Sumatera Utara
formalitas.
87
Jadi perjanjian para pihak terjadi hanya dengan kata sepakat tanpa memerlukan formalitas tertentu.
Pengecualian asas ini adalah perjanjian riil dan perjanjian formil, perjanjian riil misalnya perjanjian pinjam pakai yang menurut pasal 1740 KUHPerdata baru tercipta
dengan diserahkannya barang yang menjadi obyek perjanjian. Perjanjian formal misalnya perjanjian perdamaian yang menurut pasal 1851 ayat 2 KUHPerdata
kontrak perjanjian harus dituangkan secara tertulis. c. Asas Pacta Sunt Servanda
Asas ini menegaskan bahwa apabila seseorang membuat perjanjian secara sah memenuhi pasal 1320 KUHPerdata. Maka perjanjian itu berakibat bagi para pihak
yang membuatnya, yaitu perjanjian itu berlaku sebagai undang-undang bagi si pembuatnya oleh karenanya akibat atas asas pacta sunt servanda sebagaimana
disebutkan dalam pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata adalah: Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sekapat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh
undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Semua perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Dengan demikian pasal 1338 KUHPerdata berkenaan dengan asas pacta sunt servanda
mempunyai nama lain asas kepastian hukum. Sesuatu memperoleh jaminan bahwa apa yang telah disepakati dijamin pelaksanaannya, hal ini menimbulkan
kewajiban bagi pihak ketiga termasuk hukum untuk menghormati perjanjian yang
87
R Subekti, Op.Cit, hal. 15.
Universitas Sumatera Utara
telah dibuat oleh para pihak, artinya pihak ketiga tidak dapat mencampuri isi perjanjian dan harus mengakui adanya perjanjian.
d. Asas itikad baik Asas itikad baik berarti bahwa pelaksanaan perjanjian tidak boleh bertentangan
dengan kesusilaan dan keadilan. Dalam pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata dijelaskan bahwa persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Pasal tersebut
merupakan dasar dari asas itikad baik. 5. Macam-macam Perjanjian
Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara sehingga muncul bermacam-macam perjanjian, yaitu :
88
a. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan hak
dan kewajiban kepada kedua pihak yang membuat perjanjian. b.
Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan kewajiban pada salah satu pihak saja, seperti hibah, penitipan dengan cuma-
cuma, pinjam pakai, dan lain-lain. Menurut pasal 1245 KUH Perdata risiko dalam perjanjian sepihak ditanggung
oleh kreditur atau dengan kata lain debitur tidak wajib memenuhi prestasinya. c.
Perjanjian dengan percuma adalah perjanjian menurut hukum terjadi keuntungan pada salah satu pihak saja.
d. Perjanjian konsensuil, riil, dan formil
Perjanjian konsensuil adalah perjanjian dianggap sah jika telah terjadi konsensus atau sepakat antara para pihak yang membuat perjanjian.
Perjanjian riil adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi barangnya pun harus diserahkan.
Perjanjian formil adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi undang-undang mengharuskan perjanjian tersebut harus dibuat dengan bentuk
tertentu secara tertulis dengan akta yang dibuat oleh pejabat umum Notaris atau PPAT.
e. Perjanjian bernama atau khusus dan perjanjian tak bernama.
88
Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, Jakarta, 2003, hal. 82-83.
Universitas Sumatera Utara
Perjanjian bernama atau khusus adalah perjanjian yang telah diatur dengan ketentuan khusus dalam KUHPerdata Bab V sampai dengan Bab XVII.
Misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, hibah dan lain-lain. Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur secara khusus
dalam undang-undang.
6. Akibat Perjanjian Hukum Yang Sah Suatu perjanjian dibuat secara sah adalah perjanjian yang dibuat berdasarkan
pasal 1320 KUHPerdata, yaitu berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya, tidak bisa ditarik lagi tanpa persetujuan kedua belah pihak serta harus
dilaksanakan dengan itikad baik. Perjanjian yang dibuat secara sah menurut J. Satrio akan mengakibatkan hal-
hal sebagai berikut: a. Perjanjian mengikat para pihak
Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata mengatur bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Unsur
terpenting dalam perjanjian adalah isinya. Karena isi dari suatu perjanjian ditentukan sendiri oleh para pihak. Sehingga para pihak telah menentukan sendiri isinya maka
para pihak tidak dapat membatalkan perjanjian secara sepihak. Apabila salah satu pihak ingin perjanjian itu batal, maka harus berdasarkan
pada kemauan kedua belah pihak atau berdasarkan alasan yang cukup menurut undang-undang.
89
Alasan-alasan yang cukup menurut hukum tersebut adalah :
90
89
J. Satrio, Op.Cit, hal. 357-364.
Universitas Sumatera Utara
1. Perjanjian yang bersifat terus menerus. Seperti dalam pasal 1571 KUHPerdata
tentang sewa-menyewa yang dibuat secara tidak tertulis yang dapat dihentikan dengan memberitahukan kepada penyewa.
2. Dalam pasal 1587 KUHPerdata tentang perjanjian sewa suatu rumah, setelah
masa sewa berakhir seperti ditentukan dalam perjanjian tetapi penyewa tetap menguasai rumah tersebut tanpa ada teguran dari pemilik, maka penyewa
dianggap meneruskan perjanjian sewa dengan ketentuan sewa sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian sewa menyewa tersebut maka ia harus
memberitahukannya kepada penyewa.
3. Perjanjian pemberian kuasa dimana si pemberi kuasa dapat menarik kuasanya
apabila ia menghendaki pasal 1814 KUHPerdata. 4.
Perjanjian pemberi kuasa dimana si penerima kuasa dapat membebaskan diri dari kuasanya diterimanya dengan melakukan pemberitahuan kepada pemberi
kuasa pasal 1817 KUHPerdata. b. Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik
Dalam pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata menyatakan perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Dalam pasal ini yang harus diperhatikan mengenai
asas itikad baik dalam pelaksanaan perjanjian. Dalam suatu perjanjian itikad baik diwujudkan dengan mematuhi norma-norma kepatuhan dan kesusilaan yang berlaku
dalam masyarakat. Mengenai itikad baik dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu itikad baik
subyektif dan itikad baik obyektif. Itikad baik subyektif dapat diartikan sebagai kejujuran seseorang dalam melakukan perbuatan hukum yaitu apa yang terletak
dalam sikap batin seseorang pada saat melakukan perbuatan hukum. Sedangkan itikad
90
Abdul Kadir Muhammad, Op.Cit, hal. 98.
Universitas Sumatera Utara
baik obyektif merupakan pelaksanaan suatu perjanjian harus didasarkan pada norma kepatuhan atau apa yang dirasakan sesuai dengan kebiasaan dalam masyarakat.
91
c. Perjanjian tidak dibatalkan sepihak Diatur dalam pasal 1338 KUHPerdata ayat 2. Pasal ini merupakan suatu akibat
dari kalimat janji itu mengikat. Para pihak tidak dapat menarik diri dari akibat-akibat perjanjian yang dibuatnya secara sepihak. Akan tetapi harus dengan persetujuan
kedua belah pihak.
B. Ketentuan Pemberian KPR melalui Kerjasama Developer pada PT. Bank CIMB Niaga Tbk