BAB II KETENTUAN DAN BENTUK PERJANJIAN YANG DILAKUKAN ANTARA
DEVELOPER  DAN BANK CIMB NIAGA DALAM PEMBERIAN FASILITAS KREDIT PEMILIKAN RUMAH
A.  Ketentuan Tentang Perjanjian
1.   Pengertian Perjanjian Pengaturan tentang perjanjian dapat ditemui dalam Buku III Bab II Pasal 1313
KUHPerdata  yang  berbunyi  “Suatu  perjanjian  adalah  suatu  perbuatan  dengan  mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Menurut  Abdulkadir  Muhammad,  pengertian  Perjanjian  dalam  pasal  1313 KUHPerdata  tersebut  kurang  tepat,  karena  ada  beberapa  kelemahan  yang  perlu
dikoreksi adalah sebagai berikut :
62
1 Hanya menyangkut sepihak saja
Hal ini dapat diketahui dari rumusan kata kerja “mengikatkan diri”, sifatnya hanya  datang  dari  satu  pihak  saja,  tidak  dari  kedua  belah  pihak.  Seharusnya
rumusan  itu  ialah  “saling  mengikatkan  diri”  jadi  ada  konsensus  antara  dua pihak.
2 Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus
Dalam  pengertian  “perbuatan”  termasuk  juga  tindakan  penyelenggaraan kepentingan  zaakwaarneming,  tindakan  melawan  hukum  onrechtmatige
doad yang  tidak  mengandung  suatu  konsensus.  Seharusnya  dipakai  istilah
“pesetujuan”. 3
Pengertian perjanjian terlalu luas Pengertian  perjanjian  mencakup  juga  perjanjian  kawin  yang  diatur  dalam
bidang  hukum  keluarga.  Padahal  yang  dimaksud  adalah  hubungan  antara debitur  dan  kreditur  mengenai  harta  kekayaan.  Perjanjian  yang  diatur  dalam
buku  III  KUHPerdata  sebenarnya  hanya  bersifat  kebendaan,  bukan  bersifat kepribadian personal.
62
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal. 224-225.
Universitas Sumatera Utara
4 Tanpa menyebut tujuan
Dalam  rumusan  pasal  itu  tidak  disebutkan  tujuan  mengadakan  perjanjian, sehingga pihak-pihak mengikatkan diri itu tidak jelas untuk apa.
Demikian juga menurut Mariam Darus Badrulzaman, dkk menyatakan : Para  Sarjana  Hukum  Perdata  pada  umumnya  berpendapat  bahwa  defenisi
perjanjian  yang  terdapat  di  dalam  ketentuan  diatas  adalah  tidak  lengkap  dan pula terlalu luas. Tidak lengkap karena  yang dirumuskan itu hanya mengenai
perjanjian  sepihak  saja.  Defenisi  itu  dikatakan  terlalu  luas  karena  dapat mencakup  perbuatan  di  dalam  lapangan  hukum  keluarga,  seperti  janji  kawin
yang  merupakan  perjanjian  juga  tetapi  sifatnya  berbeda  dengan  perjanjian yang  diatur  dalam  KUHPerdata  Buku  III.  Perjanjian  yang  diatur  dalam
KUHPerdata  Buku  III  kriterianya  dapat  dinilai  secara  materiil,  dengan  kata lain dinilai dengan uang.
63
Berdasarkan alasan yang dikemukakan di atas maka perlu dirumuskan kembali apa yang dimaksud dengan perjanjian itu. Beberapa sarjana hukum yang memberikan
definisi mengenai perjanjian adalah : a.   R  Setiawan  :  “Persetujuan  adalah  suatu  perbuatan  hukum,  di  mana  satu  orang
atau  lebih  mengikatkan  dirinya  atau  saling  mengikatkan  dirinya  terhadap  satu orang atau lebih”.
64
b.   Subekti  :  “Suatu  perjanjian  adalah  suatu  peristiwa  dimana  seseorang  berjanji kepada  seorang  lain  atau  dimana  dua  orang  itu  saling  berjanji  untuk
melaksanakan sesuatu hal”.
65
63
Mariam  Darus  Badrulzaman,  dkk.,  Kompilasi  Hukum  Perikatan  Dalam  Rangka Memperingati Memasuki Masa Purna Bakti Usia 70 Tahun
, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal. 65.
64
R. Setiawan, Op.Cit,  hal. 49.
65
R. Subekti, Op.Cit, hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
Perjanjian  itu  menerbitkan  suatu  perikatan  antara  dua  orang  yang membuatnya.
66
Dalam  bentuknya,  perjanjian  itu  berupa  suatu  rangkaian  perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.
67
Perjanjian  adalah  sumber  perikatan  disampingnya  sumber-sumber  lain.  Suatu perjanjian  dinamakan  persetujuan  karena  dua  pihak  itu  setuju  untuk  melakukan
sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan perjanjian dan persetujuan itu adalah sama  artinya.
68
Pasal  1233  KUHPerdata  disebutkan  bahwa  “Tiap-tiap  perikatan dilahirkan  baik  karena  persetujuan,  baik  karena  undang-undang”.  Dengan  kata  lain
sumber perikatan itu ialah perjanjian dan undang-undang. Perikatan yang lahir dari perjanjian, memang dikehendaki oleh dua orang atau
dua  pihak  yang  membuat  suatu  perjanjian,  sedangkan  perikatan  yang  lahir  dari undang-undang  diadakan  oleh  undang-undang  diluar  kemauan  para  pihak  yang
bersangkutan.
69
Dengan  demikian  setelah  menganalisis  beberapa  hal  dalam  beberapa  pasal  di Buku  III  KUHPerdata,  mengenai  hukum  perikatan  bahwa  dapat  dikatakan  bahwa
perikatan  itu  sama  dengan  perjanjian,  perjanjian  itu  merupakan  perbuatan  hukum antara  beberapa  pihak,  sedikitnya  dua  orang  yang  menyatakan  kesepakatan  untuk
melakukan dan memenuhi suatu prestasi.
66
Ibid.
67
Ibid.
68
Ibid
69
Ibid, hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
2.   Subyek dan obyek perjanjian a.   Subyek perjanjian
Subjek  Hukum  Perjanjian  terdiri  dari  dua  macam  yaitu  manusia  pribadi  dan badan  hukum.  Subyek  perjanjian  yang  berupa  seseorang  manusia  harus  mematuhi
syarat umum untuk dapat melakukan sesuatu perbuatan hukum secara sah, yaitu harus sudah dewasa, sehat pikirannya dan oleh peraturan seseorang perempuan yang sudah
kawin, menurut pasal 108 KUHPerdata.
70
KUHPerdata  membedakan  dalam  tiga  golongan  untuk  berlakunya  Perjanjian yaitu :
1  Perjanjian berlaku bagi para pihak yang membuat perjanjian Pada asasnya perjanjian yang dibuat hanya berlaku bagi para pihak yang membuat
perjanjian  itu  dan  ini  merupakan  asas  pribadi  seperti  apa  yang  tercantum  dalam pasal  1315  juncto  pasal  1340  KUHPerdata.  Pasal  1315  KUHPerdata  :  ”Pada
umumnya  tak  seorang  dapat  mengikatkan  diri  atas  nama  sendiri  atau  meminta ditetapkannya  suatu  janji  dari  pada  untuk  dirinya  sendiri”.  Selanjutnya  dalam
pasal  1340  ayat  1  KUHPerdata  disebutkan  bahwa  :  ”Persetujuan-persetujuan hanya  berlaku  antara  pihak-pihak  yang  membuatnya”.  Selanjutnya  dalam  pasal
1340  ayat  2  KUHPerdata  disebutkan  bahwa  :  “Suatu  perjanjian  tidak  dapat
70
A.  Qirom  Syamsudin  Meliala,  Pokok-pokok  Hukum  Perjanjian  dan  Perkembangannya, Liberty, Yogyakarta, 1985, hal. 14.
Universitas Sumatera Utara
membawa rugi kepada pihak-pihak ketiga, tak dapat pihak-pihak ketiga mendapat manfaat karenanya, selain dalam hal yang diatur dalam pasal 1317 KUHPerdata”.
Oleh  karena  itu  apa  yang  telah  diperjanjikan  oleh  pihak-pihak    merupakan undang-undang  bagi  pihak  tersebut.  Setiap  perubahan,  pembatalan,  atau
perbuatan-perbuatan  hukum  lainnya  yang  ada  kaitannya  dengan  perjanjian  itu harus  mendapat  persetujuan  bersama  dan  sama  sekali  tidak  diperkenankan
dilakukan secara sepihak. 2
Perjanjian berlaku bagi ahli waris dan mereka yang mendapat hak Apabila  pihak-pihak  mengadakan  perjanjian  maka  pihak  tersebut  dianggap
mengadakan perjanjian bagi ahli warisnya dan atau orang-orang yang memperoleh hak dari padanya. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 1318 KUHPerdata.
3 Perjanjian berlaku bagi pihak ketiga.
Berlakunya perjanjian bagi pihak ketiga dalam arti adanya janji bagi kepentingan pihak  ketiga.  Pada  dasarnya  perjanjian  berlaku  bagi  mereka  yang  membuat  dan
merupakan  asas  pribadi.  Namun  dalam  pasal  1340  ayat  2  KUHPerdata  maka dimungkinkan menyimpang dari asas tadi, karena dalam pasal tersebut dijelaskan
persetujuan tidak boleh menguntungkan pihak ketiga juga tidak boleh merugikan pihak  ketiga,  kecuali  mengenai  apa  yang  telah  diatur  dalam  pasal  1317
KUHPerdata
71
.
71
Pasal 1317 ayat 1 KUHPerdata menyebutkan bahwa : “Lagi pun diperbolehkan juga untuk minta  ditetapkan  suatu  janji  guna  kepentingan  seorang  pihak  ketiga,  apabila  suatu  penetapan  janji,
Universitas Sumatera Utara
Tetapi  ketentuan  itu  tidak  boleh  diartikan  secara  letterlijk,  karena  maksud pasal 1340 ayat terakhir KUHPerdata itu ialah suatu perjanjian antara para pihak pada
umumnya  tidak  menimbulkan  hak  dan  kewajiban  bagi  pihak  ketiga.  Untuk berlakunya  perjanjian  bagi  pihak  ketiga  adalah  suatu  janji  yang  oleh  para  pihak
dinyatakan  dalam  suatu  perjanjian  dimana  nantinya  pihak  ketiga  akan  mendapatkan hak dari suatu prestasi.
Lebih  lanjut  menurut  pasal  1317  KUHPerdata  suatu  janji  bagi  kepentingan pihak ketiga hanya mungkin dalam dua hal :
1  jika seorang memberi sesuatu kepada orang lain, 2  jika seorang membuat janji demi kepentingan diri sendiri.
Untuk dapat menentukan timbulnya hak pihak ketiga dengan adanya janji bagi pihak ketiga terdapat beberapa pandangan atau teori, yaitu :
72
a Teori Penawaran.
Janji bagi pihak ketiga dianggap sebagai suatu penawaran dari seseorang yang menjanjikan sesuatu untuk kepentingan pihak ketiga. Jadi selama pihak ketiga
belum menyatakan untuk menerima penawaran tersebut, penawaran itu masih dapat  dicabut  kembali.  Janji  hak  pihak  ketiga  baru  timbul  sejak  penawaran
diterima.
b  Teori Pernyataan yang menentukan suatu hak. Hak  pihak  ketiga  terjadi  pada  saat  dibuatnya  perjanjian  antara  pihak  yang
menjanjikan  sesuatu  untuk  kepentingan  pihak  ketiga  dan  pihak  yang mempunyai kewajiban terhadap pihak ketiga. Janji tersebut masih dapat ditarik
yang  dibuat  oleh  seorang  untuk  dirinya  sendiri,  atau  pemberian  yang  dilakukannya  kepada  seorang lain,  memuat suatu janji  yang seperti itu”. Selanjutnya dalam ayat 2 disebutkan bahwa :  “Siapa  yang
telah  memperjanjikan  sesuatu  seperti  itu,  tidak  boleh  menariknya  kembali,  apabila  pihak  ketiga tersebut telah menyatakan hendak mempergunakannya”.
72
R.Setiawan, Op.Cit, hal. 55.
Universitas Sumatera Utara
kembali dan ini akan menghapuskan hak pihak ketiga. Penerimaan oleh pihak ketiga meniadakan hak untuk mencabut janji tersebut.
b Teori Pernyataan yang memperoleh hak.
Hak  pihak  ketiga  baru  terjadi  setelah  pihak  ketiga  menyatakan  kehendaknya untuk menerima janji tersebut.
b.   Obyek perjanjian Obyek  dalam  perjanjian  adalah  hal  yang  diwajibkan  kepada  debitur  dan  hal
mana  terhadap  pihak  kreditur  mempunyai  hak.  Mengenai  hal  tersebut  diatas,  pasal 1234 KUHPerdata menentukan adanya tiga hal yaitu:
1   Untuk memberikan atau menyerahkan sesuatu, misalnya sejumlah uang. 2   Untuk  berbuat  sesuatu  atau  melakukan  perbuatan  tertentu,  misalnya
membangun rumah. 3   Untuk  tidak  berbuat  sesuatu  atau  menurut  perjanjian  ia  tidak  boleh
melakukan sesuatu, misalnya membangun gedung yang tinggi. Pengertian  memberikan  sesuatu  pasal  1235  KUHPerdata  maksudnya
menyerahkan  suatu  barang,  seperti  dalam  perjanjian  jual-beli,  sewa-menyewa,  tukar menukar, dan lain-lain.
73
Pengertian berbuat sesuatu pasal 1239 KUHPerdata misalnya melaksanakan sesuatu perbuatan tertentu, membangun rumah atau membangun jalan, seperti dalam
perjanjian perborongan atau perjanjian kerja.
74
73
Djaja  S  Meliala,  Perkembangan  Hukum  Perdata  Tentang  Benda  dan  Hukum  Perikatan, Nuansa Aulia, Bandung, 2008, hal. 77.
74
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Pengertian  tidak  berbuat  sesuatu  pasal  1242  KUHPerdata,  artinya  tidak melaksanakan  suatu  pekerjaan  tertentu,  misalnya  tidak  membangun  tembok  yang
tinggi yang dapat mengganggu menghalangi pemandangan tetangga dan lain-lain.
75
Dalam pasal 1332 KUHPerdata disebutkan benda yang dapat diperdagangkan saja  yang  dapat  menjadi  obyek  perjanjian.  Sehingga  benda  yang  tidak  dapat
diperdagangkan  tidak  dapat  menjadi  obyek  perjanjian.  Sedangkan  dalam  pasal  1333 KUHPerdata  menentukan  syarat  bagi  benda  agar  dapat  menjadi  obyek  suatu
perjanjian  yaitu  benda  tersebut  harus  tertentu.  Paling  tidak  mengenai  jenisnya, sedangkan mengenai jumlahnya tak perlu ditentukan terlebih dahulu asal dikemudian
dapat ditentukan. 3.   Syarat sahnya perjanjian
Perjanjian  yang  sah  adalah  perjanjian  yang  memenuhi  syarat-syarat  yang ditetapkan oleh undang-undang. Perjanjian yang sah diakui dan diberi akibat hukum
legaly concluded contract.
76
Menurut pasal 1320 KUHPerdata untuk syarat sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat sebagai berikut:
a. Sepakat mereka yang mengikat dirinya
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
c. Suatu hal tertentu
d. Suatu sebab yang halal
75
Ibid, hal. 78.
76
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal. 228.
Universitas Sumatera Utara
Dua  syarat  pertama,  dinamakan  syarat-syarat  subyektif,  karena  mengenai orang-orangnya  atau  suyeknya  yang  mengadakan  perjanjian,  sedangkan  dua  syarat
yang  terakhir  dinamakan  syarat-syarat  obyektif,  karena  mengenai  perjanjiannya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.
77
Lebih lanjut akan diuraikan satu persatu syarat-syarat perjanjian menurut ahli hukum, sebagai berikut:
a.   Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya Sepakat  atau  juga  dinamakan  perizinan,  seia  sekata  antara  pihak-pihak
mengenai pokok perjanjian yang dibuat. Sepakat merupakan suatu syarat yang logis, karena dalam perjanjian setidak-tidaknya ada dua orang  yang saling berhadapan dan
mempunyai  kehendak  yang  saling  mengisi.  Apa  yang  dikehendaki  oleh  pihak  yang satu  juga  dikehendaki  oleh  pihak  yang  lainnya.  Mereka  menghendaki  sesuatu  yang
sama secara timbal balik.
78
Persetujuan harus berasal dari masing-masing pihak tanpa adanya  paksaan  maupun  adanya  satu  bentuk  penipuan  atau  ketakutan  pasal  1321,
1322, dan 1328 KUHPerdata. Paksaan  telah  terjadi,  apabila  perbuatan  itu  sedemikian  rupa  hingga  dapat
menakutkan  seorang  yang  berpikiran  sehat,  dan  apabila  perbuatan  itu  dapat menimbulkan  ketakutan  pada  orang  tersebut  bahwa  dirinya  atau  kekayaannya
terancam dengan suatu kerugian terang dan nyata pasal 1324 KUHPerdata.
77
R. Subekti, Op.Cit,  hal. 17.
78
J. Satrio, Op.Cit,  hal. 6.
Universitas Sumatera Utara
Penipuan  merupakan  suatu  alasan  untuk  pembatalan  perjanjian,  apabila  tipu muslihat,  yang  dipakai  oleh  salah  satu  pihak,  adalah  sedemikain  rupa  hingga  terang
dan  nyata  bahwa  pihak  yang  lain  tidak  telah  membuat  perikatan  itu  jika  tidak dilakukan tipu muslihat tersebut pasal 1328 KUHPerdata.
Sedangkan  dikatakan  tidak  ada  kekhilafan  apabila  kehendak  seseorang  pada waktu  membuat  persetujuan  tidak  dipengaruhi  kesan  atau  pandangan  yang  palsu.
Kekhilafan harus sedemikian rupa sehingga seandainya tidak khilaf mengenai hal itu, ia  tidak  akan  menyetujuinya.
“Kekhilafan  tidak  mengakibatkan  batalnya  suatu perjanjian selain apabila kekhilafan itu terjadi mengenai hakikat barang yang menjadi
pokok perjanjian” pasal 1322 KUHPerdata. b.   Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Orang  yang  membuat  suatu  perjanjian  harus  cakap  menurut  hukum.
79
Pada asasnya  setiap  orang  yang  sudah  dewasa  atau  akilbalik  dan  sehat  pikirannya  adalah
cakap  menurut  hukum.
80
Cakap  berarti  mengerti  akan  sesuatu  yang  dilakukan  serta mengetahui dampak dari perbuatan yang dilakukannya, dengan kata lain sudah dapat
mengendalikan apa yang diperbuatnya serta mampu mempertanggungjawabkannya. Pada  umumnya  setiap  orang  dinyatakan  cakap  untuk  membuat  perjanjian
apabila ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tak cakap. Hal ini diatur dalam pasal 1329  KUHPerdata.  Pengecualian  atas  prinsip  yang  ada  dalam  pasal  1329
79
R. Subekti, Op.Cit, hal. 17.
80
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
KUHPerdata  yaitu  ada  dalam  isi  pasal  1330  KUHPerdata  ditentukan  orang-orang yang tidak cakap membuat perjanjian yaitu :
1  Orang yang belum dewasa Dalam  pasal  1330  KUHPerdata  dikatakan  bahwa  mereka  yang  belum  genap
berumur  21  tahun  dan  tidak  menikah  adalah  belum  dewasa.  Sehingga  dapat disimpulkan  bahwa  dewasa  adalah  mereka  yang  telah  berumur  21  tahun,  telah
menikah  termasuk  mereka  yang  belum  berusia  21  tahun,  tetapi  sudah  menikah  dan orang  dewasa  adalah  orang  yang  pada  dasarnya  cakap  untuk  bertindak  atau  tidak
dilarang oleh undang-undang. Tetapi  dengan  berlakunya  Undang-Undang  Nomor  1  Tahun  1974  tentang
Perkawinan,  batas  kedewasaan  seseorang  berubah  menjadi  18  tahun.  Hal  ini  dapat dilihat dalam pasal 47 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 yang mengatakan:
a   Anak  yang  belum  berumur  18  tahun  dan  belum  menikah  ada  dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut kekuasaannya.
b  Orangtua mewakili anak tersebut mengenai perbuatan hukum diluar dan di dalam pengadilan.
Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak  menyatakan  bahwa  anak  adalah  seseorang  yang  belum  berusia  18  delapan
belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 2   Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan
Adalah orang  yang karena sifat pribadi dianggap tidak cakap untuk bertindak sendiri  di  dalam  lalu  lintas  hukum.  Orang  yang  termasuk  dibawah  pengampuan
Universitas Sumatera Utara
adalah orang yang sakit gila atau mata gelap, orang yang lemah akal dan orang yang pemboros.  Pengampuan  tidak  pernah  terjadi  demi  hukum  akan  tetapi  selalu  terjadi
karena  adanya  suatu  permohonan  kepada  pengadilan  negeri  yang  berada  di  daerah hukum  di  mana  orang  dimohonkan  ditaruh  dibawah  pengampuan  berada.  “Segala
permintaan  akan  pengampuan,  harus  dimajukan  kepada  Pengadilan  Negeri,  yang mana  dalam  daerah  hukumnya  orang  yang  dimintanya  pengampuannya,  berdiam”
pasal 436 KUHPerdata. 3   Orang perempuan
Dalam pasal 108 KUHPerdata dikatakan bahwa seseorang istri apabila hendak menghadap  dimuka  hakim  harus  mendapat  bantuan  dari  suaminya.  Namun  dengan
keluarnya  Undang-Undang  Nomor  1  tahun  1974,  maka  kedudukan  suami  dan  istri adalah  sama,  yang  berarti  seorang  istri  adalah  cakap  menurut  hukum.  Hal  ini  diatur
dalam pasal 31 ayat 1 berbunyi “Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak  dan  kedudukan  suami,  dalam  kehidupan  rumah  tangga  dan  dalam  pergaulan
bersama  dalam  masyarakat”.  Sehingga  dengan  keluarnya  Undang-Undang  Nomor  1 Tahun 1974 maka pasal 108 dan pasal 110 KUHPerdata diatas tidak berlaku lagi.
c.   Suatu hal tertentu Yaitu  obyek  yang  tertentu,  syarat-syarat  ini  perlu  untuk  dapat  menetapkan
kewajiban debitur jika ada perselisihan. Dalam pasal 1333 KUHPerdata menentukan bahwa  suatu  perjanjian  harus  mempunyai  pokok  suatu  barang  paling  sedikit
ditentukan  jenisnya.  Selanjutnya  dalam  pasal  tersebut  ditetapkan  bahwa diperbolehkan  mengadakan  perjanjian  dimana  pada  waktu  mengadakan  perjanjian
Universitas Sumatera Utara
jumlah barang belum ditentukan asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung  jo.  pasal  1334  ayat  1  KUHPerdata.  Menurut  R.Subekti  suatu  perjanjian
harus mempunyai suatu hal tertentu, artinya apa yang diperjanjikan mengenai hak dan kewajiban para pihak jika timbul perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian.
81
d.   Suatu sebab yang halal Yang  dimaksud  adalah  sebab  dari  isi  suatu  perjanjian  itu  sendiri  yang
menggambarkan  tujuan  yang  akan  dicapai  oleh  para  pihak,  bukan  sebab  dalam  arti yang menyebabkan atau yang mendorong orang membuat perjanjian. Undang-undang
tidak  memperdulikan  apa  yang  menjadi  sebab  orang  mengadakan  perjanjian,  yang diperhatikan  adalah  isi  perjanjian  itu  menggambarkan  tujuan  yang  hendak  dicapai
tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan,  hal  ini  terlihat  jelas  dalam  pasal  1337  KUHPerdata  yaitu  “suatu  sebab
adalah  terlarang,  apabila  dilarang  oleh  undang-undang,  atau  apabila  berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum”.
Sebab  harus  dibedakan  dengan  motif-motif  adalah  alasan  yang  mendorong batin  seseorang  untuk  melakukan  sesuatu  hal  tertentu.  Motif  merupakan  hal  yang
tidak penting dalam hukum, sedangkan sebab adalah tujuan dari perjanjian.
82
4.   Asas-asas Perjanjian
81
Ibid,  hal. 19.
82
R. Setiawan, Op.Cit,  hal. 62.
Universitas Sumatera Utara
Asas-asas  hukum  dalam  perjanjian  menurut  Sudikno  Mertokusumo  adalah pikiran  dasar  yang  umum  sifatnya,  dan  merupakan  latar  belakang  dari  peraturan
hukum  yang  kongkrit,  yang  terdapat  dalam  peraturan  perundang-undangan  dan putusan  hakim  yang  merupakan  hukum  positif  dan  dapat  diketemukan  dengan
mencari sifat-sifat dalam peraturan kongkrit tersebut.
83
Asas-asas hukum perjanjian meliputi : a.   Asas kebebasan berkontrak
Latar  belakang  lahirnya  asas  kebebasan  berkontrak  adalah  adanya  paham individualisme  yang  secara  embrional  lahir  pada  zaman  Yunani  yang  diteruskan
kaum  Epicuristen  dan  berkembang  pesat  dalam  zaman  renaisans  melalui  antara  lain ajaran-ajaran  Hugo  de  Grecht,  Thomas  Hobbes,  Jhon  Locke,  dan  Rosseau.  Menurut
paham  individualisme,  setiap  orang  bebas  untuk  memperoleh  apa  yang dikehendakinya.
84
Kebebasan  berkontrak  adalah  refleksi  dari  perkembangan  paham pasar  bebas  yang  dipelopori  oleh  Adam  Smith  dengan  teori  ekonomi  klasiknya
mendasarkan  pemikirannya  pada  ajaran  hukum  alam.  Hal  yang  sama  menjadi  dasar pemikiran  Jeremy  Bentham  yang  dikenal  dengan  utilitarianism.  Utilitarianism  dan
teori  ekonomi  klasik  laissez  faire  dianggap  saling  melengkapi  dan  sama-sama menghidupkan pemikiran liberal modernsilistis.
85
83
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta, 1991, hal. 97.
84
Salim.,et.al.,  Perancangan  Kontrak    Memorandum  of  Understanding  MoU,  Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal. 2.
85
P. S. Atiyah, Hukum Kontrak, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1979, hal. 324.
Universitas Sumatera Utara
Asas  kebebasan  berkontrak  secara  tidak  langsung  diatur  pasal  1338  ayat  1 KUHPerdata,  yang  menegaskan  bahwa  semua  perjanjian  yang  dibuat  secara  sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Menurut  Absori,
menjelaskan  bahwa  dengan  mendasarkan  kata  semua,  maka berarti  semua  orang  bebas  untuk  mengadakan  perjanjian  yang  memuat  apa  saja  dan
syarat-syarat perjanjian  macam apapun menentukan secara bebas apa  yang menjadi hak,  kewajiban  dan  tanggung  jawab  sepanjang  tidak  melanggar  ketertiban  umum
adalah suatu asas yang menyatakan bahwa setiap orang pada dasarnya telah membuat kontrak  perjanjian  yang  berisi  dan  macam  apapun  asalkan  tidak  bertentangan
dengan undang-undang dan ketertiban umum.
86
b.   Asas konsensualisme Asas  ini  diatur  dalam  pasal  1320  KUHPerdata  yang  memuat  syarat  sahnya
perjanjian yaitu kesepakatan para pihak untuk mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Menurut asas
konsensualitas, pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sah dilahirkan  sejak  terciptanya  kesepakatan,  dengan  kata  lain  perjanjian  itu  sudah  sah
apabila  telah  sepakat  mengenal  hal-hal  yang  pokok  dan  tidaklah  perlu  suatu
86
Absori, Hukum Ekonomi Indonesia Beberapa Aspek Pengembangan Pada Era Liberalisme Perdagangan
, Muhammadiyah University Press UMS, Surakarta, 2006,  hal. 85.
Universitas Sumatera Utara
formalitas.
87
Jadi  perjanjian  para  pihak  terjadi  hanya  dengan  kata  sepakat  tanpa memerlukan formalitas tertentu.
Pengecualian asas ini adalah perjanjian riil dan perjanjian formil, perjanjian riil misalnya perjanjian pinjam pakai yang menurut pasal 1740 KUHPerdata baru tercipta
dengan  diserahkannya  barang  yang  menjadi  obyek  perjanjian.  Perjanjian  formal misalnya  perjanjian  perdamaian  yang  menurut  pasal  1851  ayat  2  KUHPerdata
kontrak perjanjian harus dituangkan secara tertulis. c.   Asas Pacta Sunt Servanda
Asas ini menegaskan bahwa apabila seseorang membuat perjanjian secara sah memenuhi pasal 1320  KUHPerdata. Maka perjanjian itu berakibat bagi para pihak
yang  membuatnya,  yaitu  perjanjian  itu  berlaku  sebagai  undang-undang  bagi  si pembuatnya  oleh  karenanya  akibat  atas  asas  pacta  sunt  servanda  sebagaimana
disebutkan dalam pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata adalah: Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan  sekapat  kedua  belah  pihak,  atau  karena  alasan-alasan  yang  oleh
undang-undang  dinyatakan  cukup  untuk  itu.  Semua  perjanjian  harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Dengan  demikian  pasal  1338  KUHPerdata  berkenaan  dengan  asas  pacta  sunt servanda
mempunyai nama lain asas kepastian hukum. Sesuatu memperoleh jaminan bahwa  apa  yang  telah  disepakati  dijamin  pelaksanaannya,  hal  ini  menimbulkan
kewajiban  bagi  pihak  ketiga  termasuk  hukum  untuk  menghormati  perjanjian  yang
87
R Subekti, Op.Cit, hal. 15.
Universitas Sumatera Utara
telah  dibuat  oleh  para  pihak,  artinya  pihak  ketiga  tidak  dapat  mencampuri  isi perjanjian dan harus mengakui adanya perjanjian.
d.   Asas itikad baik Asas itikad baik berarti bahwa pelaksanaan perjanjian tidak boleh bertentangan
dengan  kesusilaan  dan  keadilan.  Dalam  pasal  1338  ayat  3  KUHPerdata  dijelaskan bahwa  persetujuan  harus  dilaksanakan  dengan  itikad  baik.  Pasal  tersebut
merupakan dasar dari asas itikad baik. 5.   Macam-macam Perjanjian
Perjanjian  dapat  dibedakan  menurut  berbagai  cara  sehingga  muncul bermacam-macam perjanjian, yaitu :
88
a. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan hak
dan kewajiban kepada kedua pihak yang membuat perjanjian. b.
Perjanjian  sepihak  adalah  perjanjian  yang  dibuat  dengan  meletakkan kewajiban  pada  salah  satu  pihak  saja,  seperti  hibah,  penitipan  dengan  cuma-
cuma, pinjam pakai, dan lain-lain. Menurut pasal 1245 KUH Perdata risiko dalam perjanjian sepihak ditanggung
oleh kreditur atau dengan kata lain debitur tidak wajib memenuhi prestasinya. c.
Perjanjian  dengan  percuma  adalah  perjanjian  menurut  hukum  terjadi keuntungan pada salah satu pihak saja.
d. Perjanjian konsensuil, riil, dan formil
Perjanjian  konsensuil  adalah  perjanjian  dianggap  sah  jika  telah    terjadi konsensus atau sepakat antara para pihak yang membuat perjanjian.
Perjanjian  riil  adalah  perjanjian  yang  memerlukan  kata  sepakat  tetapi barangnya pun harus diserahkan.
Perjanjian  formil  adalah  perjanjian  yang  memerlukan  kata  sepakat  tetapi undang-undang mengharuskan perjanjian tersebut harus dibuat dengan bentuk
tertentu  secara  tertulis  dengan  akta  yang  dibuat  oleh  pejabat  umum  Notaris atau PPAT.
e.   Perjanjian bernama atau khusus dan perjanjian tak bernama.
88
Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, Jakarta, 2003, hal. 82-83.
Universitas Sumatera Utara
Perjanjian  bernama  atau  khusus  adalah  perjanjian  yang  telah  diatur  dengan ketentuan  khusus  dalam  KUHPerdata  Bab  V  sampai  dengan  Bab  XVII.
Misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, hibah dan lain-lain. Perjanjian  tak  bernama  adalah  perjanjian  yang  tidak  diatur  secara  khusus
dalam undang-undang.
6.  Akibat Perjanjian Hukum Yang Sah Suatu  perjanjian  dibuat  secara  sah  adalah  perjanjian  yang  dibuat  berdasarkan
pasal 1320 KUHPerdata, yaitu berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya, tidak bisa ditarik lagi tanpa persetujuan kedua belah pihak  serta harus
dilaksanakan dengan itikad baik. Perjanjian  yang  dibuat  secara  sah  menurut  J.  Satrio  akan  mengakibatkan  hal-
hal sebagai berikut: a.   Perjanjian mengikat para pihak
Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata mengatur bahwa semua perjanjian yang dibuat secara  sah  berlaku  sebagai  undang-undang  bagi  mereka  yang  membuatnya.  Unsur
terpenting dalam perjanjian adalah isinya. Karena isi dari suatu perjanjian ditentukan sendiri  oleh  para  pihak.  Sehingga  para  pihak  telah  menentukan  sendiri  isinya  maka
para pihak tidak dapat membatalkan perjanjian secara sepihak. Apabila  salah  satu  pihak  ingin  perjanjian  itu  batal,  maka  harus  berdasarkan
pada  kemauan  kedua  belah  pihak  atau  berdasarkan  alasan  yang  cukup  menurut undang-undang.
89
Alasan-alasan yang cukup menurut hukum tersebut adalah :
90
89
J. Satrio, Op.Cit, hal. 357-364.
Universitas Sumatera Utara
1. Perjanjian yang bersifat terus menerus. Seperti dalam pasal 1571 KUHPerdata
tentang sewa-menyewa yang dibuat secara tidak tertulis yang dapat dihentikan dengan memberitahukan kepada penyewa.
2. Dalam pasal 1587 KUHPerdata tentang perjanjian sewa suatu rumah, setelah
masa sewa berakhir seperti ditentukan dalam perjanjian tetapi penyewa tetap menguasai  rumah  tersebut  tanpa  ada  teguran  dari  pemilik,  maka  penyewa
dianggap  meneruskan  perjanjian  sewa  dengan  ketentuan  sewa  sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian sewa menyewa tersebut maka ia harus
memberitahukannya kepada penyewa.
3. Perjanjian pemberian kuasa dimana si pemberi kuasa dapat menarik kuasanya
apabila ia menghendaki pasal 1814 KUHPerdata. 4.
Perjanjian pemberi kuasa dimana si penerima kuasa dapat membebaskan diri dari kuasanya diterimanya dengan melakukan pemberitahuan kepada pemberi
kuasa pasal 1817 KUHPerdata. b.   Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik
Dalam  pasal  1338  ayat  3  KUHPerdata  menyatakan  perjanjian  harus dilaksanakan dengan itikad baik. Dalam pasal ini yang harus diperhatikan mengenai
asas  itikad  baik  dalam  pelaksanaan  perjanjian.  Dalam  suatu  perjanjian  itikad  baik diwujudkan dengan mematuhi norma-norma kepatuhan dan kesusilaan  yang berlaku
dalam masyarakat. Mengenai  itikad  baik  dapat  dibedakan  menjadi  dua  macam,  yaitu  itikad  baik
subyektif  dan  itikad  baik  obyektif.  Itikad  baik  subyektif  dapat  diartikan  sebagai kejujuran  seseorang  dalam  melakukan  perbuatan  hukum  yaitu  apa  yang  terletak
dalam sikap batin seseorang pada saat melakukan perbuatan hukum. Sedangkan itikad
90
Abdul Kadir Muhammad, Op.Cit,  hal. 98.
Universitas Sumatera Utara
baik obyektif merupakan pelaksanaan suatu perjanjian harus didasarkan pada norma kepatuhan atau apa yang dirasakan sesuai dengan kebiasaan dalam masyarakat.
91
c.   Perjanjian tidak dibatalkan sepihak Diatur dalam pasal 1338 KUHPerdata ayat 2. Pasal ini merupakan suatu akibat
dari kalimat janji itu mengikat. Para pihak tidak dapat menarik diri dari akibat-akibat perjanjian  yang  dibuatnya  secara  sepihak.  Akan  tetapi  harus  dengan  persetujuan
kedua belah pihak.
B.  Ketentuan  Pemberian  KPR  melalui  Kerjasama  Developer  pada  PT.  Bank CIMB Niaga Tbk