Analisis Bobot Komponen Penyusun Karkas dan Non Karkas pada Landak Jawa (Hystrix javanica)

ANA
ALISIS BOBOT
B
K
KOMPON
NEN PENY
YUSUN K
KARKAS
S
DAN NON
N
KAR
RKAS PA
ADA LAND
DAK JAW
WA
(H
Hystrix ja
avanica)

ASH

HLEY MAR
RUYAMA

FAKULTAS KEDOK
F
KTERAN HEWAN
H
INSTITU
UT PERTA
ANIAN BOG
GOR
BOGO
OR
2014
4
 


 
 


 

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
 

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Bobot
Komponen Penyusun Karkas dan Non Karkas pada Landak Jawa (Hystrix
javanica) adalah benar karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari Penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Ashley Maruyama
NIM B04088004



 

ABSTRAK
ASHLEY MARUYAMA. Analisis Bobot Komponen Penyusun Karkas dan Non
Karkas pada Landak Jawa (Hystrix javanica). Dibimbing oleh SUPRATIKNO
dan SRIHADI AGUNGPRIYONO.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bobot komponen penyusun
karkas dan non karkas pada landak Jawa. Penelitian ini menggunakan empat
sampel landak Jawa terdiri dari tiga ekor jantan dan satu ekor betina. Data yang
dikumpulkan adalah bobot potong, bobot karkas serta persentase karkas dan
komponen non karkas. Data hasil yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa rataan bobot karkas dan non karkas adalah
4.627,62 gram dan 2.491,22 gram sedangkan rataan persentase karkas dan non
karkas adalah masing-masing 64,98 % dan 35,02 %. Proporsi terbesar dari
komponen non karkas adalah kepala (6,46 %), duri (5,93 %), lambung (5,72 %),
dan darah (2,98 %) sedangkan proporsi terkecil dari komponen non karkas adalah
esophagus (0,13 %), pankreas (0,13 %), dan limpa (0,12 %). Berdasarkan
penelitian ini, bobot karkas pada landak Jawa relatif tinggi karena daging landak
yang tebal ditambah dengan kulit dan ekor.

Kata kunci: karkas, landak Jawa, non karkas
ABSTRACT
ASHLEY MARUYAMA. Weight Analysis of Carcass and Non Carcass
Components in Javan Porcupine (Hystrix javanica). Under direction of
SUPRATIKNO and SRIHADI AGUNGPRIYONO.
The study was aimed to analyze the weight of carcass and non carcass
components in Javan porcupine. Four samples of Javan porcupines consisted of
three males and one female were used in this study. Data collected were slaughter
weight, weight and percentage of carcass and non-carcass components.  The
acquired data were descriptively analyzed. The result show that the average of
carcass and non-carcass weight were 4.627,62 gram and 2.491,22 gram while the
average of carcass and non-carcass percentage were 64,98 % and 35,02 %
respectively. The biggest proportion of non-carcass components were head (6,46
%), spine (5,93 %), stomach (5,72 %), and blood (2,98 %) while the smallest
proportion of non-carcass components were esophagus (0,13 %), pancreas (0,13
%), and spleen (0,12 %).  Based on this study, the average weight of carcass in
Javan porcupine was relatively high due to the thickness of porcupine meat
coupled with skin and tail. 
Keywords: carcass, Javan porcupine, non-carcass


ANALISIS BOBOT KOMPONEN PENYUSUN KARKAS DAN
NON KARKAS PADA LANDAK JAWA
(Hystrix javanica)

ASHLEY MARUYAMA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


 


Judul Skripsi : Analisis Bobot Komponen Penyusun Karkas dan Non Karkas
pada Landak Jawa (Hystrix javanica)
Nama
: Ashley Maruyama
NIM
: B04088004

Disetujui oleh

drh Supratikno, MSi, PAVet
Pembimbing I

Prof drh Srihadi Agungpriyono, PhD, PAVet (K)
Pembimbing II

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet
Wakil Dekan


Tanggal Lulus:

Judul Skripsi
Nama
NIM

Analisis Bo
Komponen Penyusun Karkas dan Non Karkas
pada Landak: :w (H.vstrixjavanica)
Ashley Maruyama
: B04088004

dゥウ

drh Supratikno, MSi, P AVet
Pembimbing I

Tanggal Lulus:

セ エオェゥ@


oleh

Prof drh Srihadi Agungpriyono, PhD, PA Vet (K)
Pembimbing II

27 JAN 2014


 

PRAKATA
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diseleseikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2013 ini ialah landak
Jawa, dengan judul Analisis Bobot Komponen Penyusun Karkas dan Non Karkas
pada Landak Jawa (Hystrix javanica)
Terima kasih Penulis ucapkan kepada Bapak drh Supratikno, MSi, PAVet
selaku Pembimbing Pertama dan Bapak Prof Dr drh Srihadi Agungpriyono, PhD,
PAVet (K) selaku Pembimbing Kedua atas segala waktu, pikiran, motivasi, saran,

bantuan, dan kesabaran yang telah diberikan selama penelitian ini berlangsung
sampai selesainya penulisan skripsi ini. Di samping itu, penghargaan Penulis
sampaikan kepada keluarga besar Labotarium Anatomi : Bapak Dr drh
Nurhidayat, MS, PAVet, Bapak Dr drh Heru Setijanto, PAVet (K), Ibu Dr drh
Chairun Nisa, MSi, PAVet, dan Ibu Dr drh Savitri Novelina, MSi, PAVet.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh
keluarga, atas segala doa, semangat dan kasih sayangnya. Terima kasih juga
Penulis sampaikan kepada Riri serta sahabat-sahabat Malaysia dan rakan-rakan
Avenzoar 45 atas segala dukungan yang diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2014
Ashley Maruyama 

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Landak
Deskripsi Hystrix javanica
Habitat Landak
Reproduksi Landak
Komponen Karkas dan Non Karkas
Penyembelihan Hewan dengan Menggunakan Restraining Box
METODE
Tempat dan Waktu
Bahan dan Alat Penelitian
Metode Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bobot Potong dan Bobot Karkas
Persentase Karkas dan Non Karkas
Bobot dan Persentase Komponen Non Karkas
Perbandingan Karkas Landak Jawa dengan Ternak Konvensional Lainnya
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

RIWAYAT HIDUP

vi
vi

1
1

2
2
2
2
3
3
4
4
4
4
5
5
5

6
7
9
11
11
11
11
14

10 

 

DAFTAR TABEL
1 Klasifikasi Landak
2 Rataan bobot potong, bobot karkas serta persentase karkas dan non
karkas landak Jawa
3 Rataan bobot dan persentase komponen non karkas landak Jawa
4 Rataan bobot potong, bobot karkas serta persentase karkas landak Jawa
dan hewan lainnya

2
6
8
10

DAFTAR GAMBAR
1 Karkas landak Jawa
2 Landak Jawa setelah kulit dikuakkan a) Tubuh utuh sebelah kanan b)
Paha bagian lateral
3 Situs viscerum landak Jawa

 

6
7
9

1
 

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Landak Jawa atau dalam bahasa Inggris disebut Javan porcupine/Sunda
porcupine adalah satwa liar yang termasuk dalam ordo rodensia. Hewan ini
memiliki duri-duri tajam pada permukaan kulit tubuhnya yang sebenarnya
merupakan rambut tubuh yang mengeras. Di Indonesia, khususnya di Jawa
Tengah landak Jawa dianggap sebagai hama perusak tanaman pangan masyarakat.
Hewan ini merupakan salah satu satwa liar yang telah lama dimanfaatkan
dagingnya oleh penduduk lokal sebagai sumber protein hewani. Menurut
kepercayaan masyarakat di beberapa daerah, daging landak Jawa mempunyai
banyak khasiat, antara lain dipercaya dapat meningkatkan vitalitas laki-laki dan
menyembuhkan penyakit asma. Selain itu, daging landak mempunyai kadar lemak
yang lebih rendah dari pada daging sapi dan ayam, sehingga daging landak Jawa
dianggap cocok dikonsumsi oleh orang yang harus diet rendah lemak (Sulistya
2007).
Landak Jawa merupakan salah satu hewan yang potensial untuk
dibudidayakan dan dijadikan satwa harapan. Satwa harapan adalah satwa liar yang
mempunyai prospek baik dan dapat dimanfaatkan dengan cara ditangkarkan atau
dikembangbiakkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Pada tahun 2005 di
daerah Banting, Selangor, Malaysia sebuah peternakan landak Raya didirikan
yang merupakan pelopor dalam peternakan komersial di negara tersebut. Hal ini
menunjukkan bahwa landak memiliki prospek yang menjanjikan, karena daging
landak dapat dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan protein hewani (Farida et al.
2010).
Berat badan landak Jawa dewasa dapat mencapai 8-10 kg. Landak Jawa
berpotensi untuk dijadikan satwa harapan karena perdagingannya yang tebal,
dagingnya bertekstur lembut, seratnya halus, dan dipercaya memiliki khasiat obat
(Aripin & Mohammad 2008, Wardi et al. 2011). Di daerah Jawa Tengah
khususnya Tawangmangu telah berdiri warung-warung makan dengan menu
berbahan daging landak dan bagian-bagian tubuh dari landak Jawa. Duri-duri
landak Jawa juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan tangan yang
memiliki nilai jual dan kotorannya sendiri dapat dimanfaatkan sebagai pupuk
kandang (Findlay 1977).
Secara ekonomis hewan ini memiliki nilai yang tinggi karena landak
berpotensi menghasilkan persentase karkas yang tinggi. Landak Jawa memiliki
efisiensi pakan yang baik karena tidak membutuhkan pakan dalam jumlah yang
banyak. Pemberian suplementasi konsentrat tidak berpengaruh terhadap performa
landak Jawa (Farida et al. 2012). Sampai saat ini data-data mengenai landak Jawa
masih sangat terbatas sehingga dibutuhkan penelitian untuk menggali potensi
hewan ini sehingga masyarakat mau memelihara hewan ini sebagai hewan ternak.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menganalisis bobot dan persentase komponen
penyusun karkas dan non karkas pada landak Jawa.


 

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi biologi satwa liar di
Indonesia khususnya landak Jawa dan sebagai data dasar mengenai bobot karkas
dan non-karkas landak Jawa. Dengan adanya data mengenai potensi landak Jawa
diharapkan dapat menggugah masyarakat untuk mengembangkannya sebagai
satwa harapan Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Landak
Landak merupakan hewan mamalia yang bersifat soliter dan nokturnal.
Menurut Corbet & Hill (1992) landak termasuk ke dalam kelas Mamalia, ordo
Rodensia dan subordo Hystricomorpha dengan tiga genus yaitu seperti pada Tabel
1:
Tabel 1 Klasifikasi Landak
Genus
Hystrix

Atherurus
Trichys

Spesies
Hystrix cristata, Hystrix africaeaustralis, Hystrix indica, Hystrix
brachyura, Hystrix
javanica, Hystrix sumatrae, Hystrix
crassispinis, Hystrix pumila
Atherurus africanus, Atherurus macrourus
Trichys fasciculata

Landak mempunyai panjang badan antara 40 sampai dengan 91 cm dan
panjang ekor berkisar antara 6 sampai dengan 25 cm. Bobot landak secara normal
berada diantara 5,4 sampai dengan 16 kg (tergantung spesies). Landak memiliki
bentuk tubuh lonjong dan cenderung untuk bergerak secara lambat. Kebanyakan
orang mengira landak berhubungan dengan hedgehogs (Erinaceomorph) karena
tubuh mereka sama-sama ditutupi oleh duri. Padahal, landak dan hedgehogs
mempunyai hubungan kekerabatan filogenetik yang jauh (Vaughn et al. 2000).
Deskripsi Hystrix javanica
Genus Hystrix mempunyai ekor yang paling pendek diantara semua
subgenus Old World Porcupines. Hystrix memiliki duri berderak di bagian
ekornya. Hal ini menyebabkan adanya suara bederik ketika duri ekor bergerak
(Grzimek 1975). Gabungan duri pada ekor dengan penampakkan duri-duri di
punggung landak dapat menyebabkan hewan lain menjadi takut terhadap landak.
Hystrix cenderung hidup di sarang berupa lubang di tanah (Goodwin 1865).
Di Indonesia, terdapat 3 jenis Hystrix. Namun, ketiganya hanya dikenal
dengan satu nama yaitu “landak”. Ketiga jenis landak tersebut adalah Malayan
porcupine (Hystrix brachyura), Sunda porcupine atau Javan porcupine (Hystrix
javanica), dan Sumatran porcupine (Hystrix sumatre). Selain di Indonesia,
Malayan porcupine juga dapat ditemui di Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand,

3
 

Vietnam, Myanmar, Laos, China, Nepal, India, dan Bangladesh. Sedangkan kedua
jenis lainnya merupakan satwa endemik Jawa dan Hystrix sumatre satwa endemik
Sumatera.
Hystrix javanica atau biasa dikenal sebagai landak Jawa ekor pendek.
Landak Jawa ditemukan oleh F. Cuvier pada tahun 1823 di Jawa (Grzimek 1975).
Landak Jawa memiliki karakteristik sebagai berikut : berat rata-rata sekitar 8-10
kg dengan panjang tubuh sekitar 45,5 sampai dengan 73,5 cm. Panjang ekornya
berkisar antara 6 sampai dengan 13 cm. Susunan dan struktur duri landak Jawa
mirip subgenus Thecurus (Grzimek 1975)
Habitat Landak
Landak termasuk keluarga Hystricidae dan Erethizontidae. Landak
Hystricidae merupakan hewan terestrial, sedangkan landak Erethizontidae
sebagian besar hidup secara arboreal. Landak hidup secara nokturnal dan
merupakan binatang herbivora. Landak di Amerika Utara hidup dalam iklim
tropis dan sub tropis dengan suhu berkisar 21 sampai dengan 27 ˚C. Menurut
Bartos (2004), landak yang hidup di daerah tropis dapat hidup pada kelembapan
35% dengan kelembapan terbaik sekitar 45 sampai dengan 60%. Perubahan udara
yang direkomendasikan bergantung kepada ukuran kandang dan jumlah landak
(Bartos, 2004).
Menurut Kingdon (1984), semua landak aktif pada malam hari dan landak
yang dikandangkan mempunyai siklus cahaya yang aktif 13 sampai 14 jam pada
siang hari dan 10 sampai 11 jam pada malam hari. Meskipun landak termasuk
hewan nokturnal, landak dapat didorong untuk aktif pada siang hari dengan cara
menyembunyikan pakan landak untuk mendorong mencari makan. Landak
umumnya ditemukan di semua tipe hutan, perkebunan, area, bebatuan, padang
rumput, gunung, padang pasir dan tempat yang mempunyai ketinggian 3500 meter
di atas permukaan laut (Nowak et al. 1991). Landak Raya merupakan hewan
terestrial dan memerlukan area horisontal yang luas (Bartos 2004).
Landak biasanya hidup dalam suatu koloni yang terdiri dari 6 sampai 8
individu (Nowak et al. 1991). Landak Amerika Utara cenderung memiliki wilayah
individu. Landak betina memiliki wilayah eksklusif dibandingkan landak jantan.
Menurut Roze & Uldis (1989), landak keluarga Hystricidae memiliki ciri hidup
secara soliter, sedangkan landak keluarga Erethizontidae dan Hystrix
africaeaustralis hidup secara monogami (hidup dengan satu pasangan).
Reproduksi Landak
Landak jantan dan betina memiliki berat yang hampir sama sekitar 6-18 kg
saat dewasa (Van Aarde 1987). Landak betina bunting setiap satu tahun sekali
dengan panjang gestasi = 93 hari, anoestrus laktasional = 101 ± 37,8 hari dan
periode steril = 90-120 (Van Aarde 1987). Landak memiliki siklus estrus rata-rata
30-35 hari. Landak yang baru lahir memiliki berat 3% dari berat tubuh induknya.
Menurut Nowak et al. (1991), landak betina mencapai dewasa seksual pada umur
9-16 bulan, sedangkan jantan 8-18 bulan. Satu ekor landak rata-rata dapat
menghasilkan 3 ekor anak per tahun dalam satu kali kelahiran. Landak yang baru


 

dilahirkan dapat mengkonsumsi pakan secara normal setelah berumur 2-3 minggu
(Nowak et al. 1991).
Komponen Karkas dan Non Karkas
Karkas dan potongan karkas dapat diuraikan secara fisik menjadi
komponen jaringan daging tanpa lemak (lean), lemak, tulang dan jaringan ikat
(fascia). Proporsi komponen karkas dan potongan karkas yang dikehendaki
konsumen adalah karkas atau potongan karkas yang terdiri atas proporsi daging
tanpa lemak yang tinggi, tulang yang rendah dan lemak yang optimal. Karkas
adalah bagian tubuh yang telah dipotong dikurangi darah, kepala, keempat kaki
bagian bawah, kulit, hati, ekor, saluran pencernaan beserta isinya, dan isi rongga
dada, kecuali ginjal (Rao et al. 1978). Menurut Kebede et al (2008) produksi
karkas hewan dipengaruhi oleh faktor umur dan bobot potong hewan. Komponen
non karkas menurut Lawrie (2003) adalah darah, kepala, kaki, kulit, saluran
pencernaan, kantong urin, jantung, trakea, paru-paru, ginjal, limpa, hati dan
jaringan lemak (yang melekat pada bagian tubuh tersebut).
Penyembelihan Hewan dengan Menggunakan Restraining Box
Penyembelihan hewan adalah usaha pemotongan hewan, umumnya hewan
yang diternakkan untuk dijadikan bahan pangan. Menurut DITJEN PKH (2009)
tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, kesejahteraan hewan adalah segala
urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut
ukuran perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk
melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap hewan
yang dimanfaatkan manusia. Penanganan yang baik dan memenuhi kaidah-kaidah
kesejahteraan hewan sebelum dan sesaat hewan hendak disembelih merupakan hal
yang terpenting yang harus dipertimbangkan mengingat akan berpengaruh
terhadap kualitas daging yang akan dihasilkan. Penanganan ini dilakukan untuk
memudahkan penanganan hewan dan mengurangi rontaan saat pemotongan, maka
sebaiknya hewan dipingsankan atau difiksasi menggunakan restraining box
(Hermansyah 2008). Restraining box adalah sebuah alat fiksasi yang berfungsi
mengendalikan hewan sesaat sebelum dipotong agar dapat mengurangi tingkat
stress pada hewan.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-September 2013 di
Laboratorium Anatomi, Bagian Anatomi Histologi dan Embriologi, Departemen
Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut
Pertanian Bogor.

5
 

Bahan dan Alat Penelitian
Penelitian ini menggunakan empat ekor landak Jawa yang berasal dari
Tawangmangu yang terdiri dari tiga ekor jantan dan satu ekor betina yang
memiliki bobot badan antara 6-8 kg. Alat-alat yang digunakan antara lain pisau,
skapel, alat timbangan digital, sarung tangan, restraining box, dan kandang.
Metode Penelitian
Sebelum pemotongan, landak Jawa dipuasakan terlebih dahulu selama 12
jam, tetapi air minum diberikan ad libitum. Empat ekor landak Jawa tersebut
ditimbang dan didapatkan bobot potong (slaughter weight) untuk pengamatan
bobot karkas dan non karkas. Sebelum disembelih, landak Jawa dikeluarkan dari
kandang dan dimasukkan ke dalam restraining box (kandang jepit). Pada ujung
dari restraining box terdapat lubang untuk kepala landak Jawa sehingga pada saat
landak disembelih hanya kepala landak Jawa yang diluar sedangkan badan landak
Jawa di dalam.
Penyembelihan dilakukan dengan pemotongan pada bagian leher landak
Jawa dengan memutuskan vena jugularis, arteri carotis, eosophagus, dan trachea.
Darah yang keluar ditampung dengan wadah kemudian ditimbang. Kemudian
landak Jawa digantung pada kedua kaki belakang untuk dicabut durinya dan
diambil organ pencernaan (organ visceral) dan organ lainnya, dipotong bagian
kepala, dan keempat kaki batas metacarpus/metatarsus. Karkas yang digunakan
untuk pengamatan komponen non karkas menggunakan karkas kiri. Selanjutnya
ditimbang bobot karkas dan non karkas. Komponen non karkas yang ditimbang
adalah darah, kepala, keempat kaki bagian bawah, duri dan organ-organ visceral.
Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif dengan mengukur rataan
bobot potong, bobot karkas serta persentase karkas dan non karkas untuk
mengetahui komponen penyusun karkas dan non karkas pada landak Jawa.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Bobot Potong dan Bobot Karkas
Rataan bobot potong, bobot karkas serta persentase karkas dan non karkas
landak Jawa dapat dilihat pada Tabel 2.  Bobot hidup landak Jawa sangat
berhubungan dengan karkas yang akan dihasilkan. Bobot potong yang optimal
mempunyai hubungan korelasi positif dengan proporsi karkas yang akan
dihasilkan (Soeparno 2005). Bobot potong pada keempat landak berkisar 6-8 kg
dan memiliki rataan bobot potong sebesar 7.118,84 gram. Bobot potong landak
yang paling tinggi adalah pada landak jantan dua yaitu 7.630,54 gram sedangkan
yang paling rendah pada landak jantan satu yaitu 6.449,03 gram. Keempat ekor
landak ini didapatkan dari tangkapan alam sehingga tidak dapat melihat
pertumbuhan bobot badan dan konsumsi pakan landak. Perbedaan bobot potong
dapat disebabkan perbedaan faktor fisiologis tubuh pada masing-masing hewan
(Prabowo 2013).



 

Bobot karkas
k
padaa penelitiann ini merup
pakan bobot karkas paanas tanpa
dilakkukan prosees pendinginnan (Gambaar 1).  Bobott karkas dappat digunakkan sebagai
evaluuasi dan ukuran
u
prodduktivitas karkas (M
Muhibbah 20007). Landdak betina
mem
miliki bobot karkas yanng tertinggi yaitu 4.964
4,20 gram seedangkan yyang paling
rendaah adalah landak
l
janttan satu sebbesar 4.075
5,10 gram. Bobot kaarkas yang
rendaah ini sesuaai dengan boobot potongg yang rendaah pula padda landak sattu. Rataan
boboot karkas pada keemppat landak tersebut
t
ad
dalah 4.627,62 gram ((64,98 %).
Menuurut Riantoo et al. (20006) mengaatakan semaakin tinggi bobot potoong, maka
akann diperoleh bobot karrkas yang semakin tiinggi pula.. Whittemoore (1980)
menggatakan bahhwa bobot karkas sanngat dipengaaruhi oleh bobot potong hewan,
tetappi dengan bobot potong yang tingggi tidak seelalu menghhasilkan boobot karkas
yangg tinggi. Bobbot karkas ini
i dapat dijjadikan sebaagai parameeter untuk m
mengetahui
perseentase daginng yang akkan dihasilkkan oleh hew
wan (Praboowo 2013). Keempat
ekor landak Jaw
wa tersebut mempunyaai bobot karrkas yang hampir
h
samaa sehingga
rbeda.
rataaan bobot karrkas yang diiperoleh tiddak jauh berb
Tabeel 2 Rataan bobot
b
potonng, bobot kaarkas serta persentase
p
k
karkas
dan nnon karkas
landak Jawa
J
Paraameter
Boboot potong (g)
Karkkas:
-Boobot (g)
-Peersentase (%)
Nonn Karkas
-Boobot (g)
-Peersentase (%)

Betiina
7.562,,49

Jenis kelamin
Jantaan satu
Jantan
J
dua
7.630,54
6.4449,03

Jantan tiga
6.833,30

Rataan
7.118,84

4.964,,20
65,,64

4.0075,10
63,19

4.920,10
64,48

4.551,07
66,60

4.627,62
64,98

2.598,,29
34,,36

2.3373,93
36,81

2.710,44
35,52

2.282,23
33,40

2.491,22
35,02

Gambar 1 Karkas laandak Jawa..
Perseentase Karrkas dan No
on Karkas
Hasil peenelitian inii memiliki rataan perssentase karkkas yang leebih tinggi
yaituu sebesar 64,98
6
% dibbanding deengan penellitian Faridda et al. (22012) yang
menyyatakan bahhwa rataann persentasee karkas laandak sebeesar 59,67 %. Pada
penelitian ini, kulit
k
dan ekor
e
dimasuukkan ke dalam
d
kom
mponen karkkas landak

7
 

karena terrdapat otott kulit yang sangat teebal yang sulit dipisaahkan dari kulit
(Gambar 2).
2 Demikiaan pula ekoor dimasukk
kan ke dalam
m komponeen karkas karena
k
sebagian otot kaki belakang
b
m
memiliki
origo pada ekor
e
landakk (Cahyo 2012).
2
Sedangkann pada pennelitian Farida
F
et al. (2012) kedua
k
kom
mponen ini tidak
dimasukkaan ke dalam kompoonen karkaas sehinggaa persentasse karkas pada
penelitian ini lebih tinnggi. 


b

kkan a) Tubbuh utuh sebbelah kanan
n b)
Gambar 2 Landak Jaawa setelah kulit dikuak
Paha bagian lateral (C
Cahyo 2012
2).
Daari Tabel 2 terlihat perrsentase non
n karkas yanng dihasilkkan pada maasingmasing laandak Jawa. Landak jaantan satu memiliki persentase
p
nnon karkas yang
tertinggi yaitu
y
36,81 %, sedanggkan landak
k jantan tigga memilikii persentasee non
karkas terrendah yaituu 33,40 %.. Persentasee non karkaas yang tinnggi pada laandak
jantan satuu dan rendaah pada lanndak jantan tiga berbannding terballik dengan bobot
b
potong yaang rendah pada landaak jantan saatu dan tingggi pada lanndak jantan
n tiga.
Landak yang
y
tinggi bobot potong dan bobot karkaas menghasilkan perseentase
bobot nonn karkas yaang lebih reendah (Farid
da et al. 20012). Persenntase non karkas
k
berbandinng terbalik dengan boobot poton
ng, semakinn tinggi peersentase karkas
k
mengakibatkan perseentase non karkas sem
makin renddah dan sebbaliknya. Rataan
R
bobot nonn karkas padda keempat landak adallah 2.491,222 gram ( 35,02 %).
B
Bobot
dan Persentase
P
e Komponen Non Karrkas
Raataan boboot dan perseentase komp
ponen non karkas landdak Jawa teerlihat
pada Tabeel 3. Kompponen non karkas yan
ng memilikki rataan boobot yang tinggi
t
adalah duuri, kepala dan
d lambunng yaitu maasing-masinng 421,56 ggram (5,93
3 %),
457,80 grram (6,46 %)
% dan 4077,54 gram (5,72 %). Sedangkann komponen
n non
karkas yaang memilikki rataan bobot yang rendah adaalah esophaagus, limpaa, dan
pankreas yaitu
y
masinng-masing 9,43
9
gram (0
0,13 %), 8,667 gram (0,,12 %), dan
n 9,28
gram (0,13 %). Keepala mem
miliki bobo
ot yang terrtinggi dissebabkan kepala
k
merupakann komponen non karkaas yang terb
besar pada landak.
l
Tobbing et al. (2
2004)
menyatakaan bahwa kepala dann kaki merupakan koomponen yyang mengalami
perkembanngan yang besar padda masa perrtumbuhan (muda), teetapi mengalami
penurunann pada saat dewasa. Duri pada lan
ndak juga menyumban
m
ng proporsi yang
besar padaa komponenn non karkaas landak. Hal
H ini karenna landak m
menggunakan
n duri
sebagai alat pertahanaan dengan ribuan
r
duri agar terlinddungi dari peemangsa.


 

Tabel 3 Rataan bobot dan persentase komponen non karkas landak Jawa
Parameter
Betina
Bobot komponen non karkas
Darah
Duri
Kepala
Kaki depan
Kaki belakang
Hati
Jantung
Ginjal
Esophagus
Limpa
Paru-paru
Pankreas
Lambung
Usus halus
Sekum, usus besar dan rektum
Lemak tubuh (intermuskular)
Lemak omental
Alat kelamin
Persentase komponen non karkas
Darah
Duri
Kepala
Kaki depan
Kaki belakang
Hati
Jantung
Ginjal
Esophagus
Limpa
Paru-paru
Pankreas
Lambung
Usus halus
Sekum, usus besar dan rektum
Lemak tubuh (intermuskular)
Lemak omental
Alat kelamin

Jantan
satu

Jenis kelamin
Jantan
dua

Jantan
tiga

Rataan

189,00
539,50
420,00
39,90
57,80
148,70
46,04
27,55
13,20
6,80
40,83
9,80
492,00
178,00
350,10
10,80
28,27

193,90
354,67
450,00
40,60
61,00
116,70
36,90
25,45
9.00
8,40
34,50
8,70
417,60
170,70
379,50
21,80
44,51

264,59
340,28
497,20
47,00
72,36
150,60
63,50
22,76
7,74
9,43
37,20
10,33
419,60
200.30
415,00
28,40
61,15
63,00

200,22
451,80
464,00
37,80
60,33
127,30
30,87
24,70
7,79
10,03
37,78
8,29
300,95
122,60
293,70
34,40
12,14
57,53

211,93
421,56
457,80
41,33
62,87
135,83
44,33
25,12
9,43
8,67
37,58
9,28
407,54
167,90
359,58
15,7
26,47
48,33

2,50
7,13
5,55
0,53
0,76
1,97
0,61
0,36
0,18
0,09
0,54
0,13
6,51
2,35
4,63
0,14
0,37

3,01
5,50
6,98
0,63
0,95
1,81
0,57
0,40
0,14
0,13
0,54
0,14
6,48
2,65
5,89
0,34
0,69

3,48
4,46
6,51
0,62
0,95
1,97
0,83
0,30
0,10
0,12
0,49
0,14
5,50
2,63
5,44
0,37
0,80
0,83

2,93
6,61
6,79
0,55
0,88
1,86
0,45
0,36
0,11
0,15
0,55
0,12
4,40
1,79
4,30
0,50
0,18
0,84

2,98
5,93
6,46
0,58
0,89
1,90
0,62
0,36
0,13
0,12
0,53
0,13
5,72
2,36
5,07
0,22
0,37
0,68

Bobot lambung yang tinggi dikarenakan ukuran lambung yang besar
sehingga menyumbang proporsi yang besar yaitu 407,52 gram. Landak Jawa
dipuasakan selama 12 jam sebelum disembelih. Landak merupakan hewan
rodensia yang memiliki sekum cukup besar sehingga termasuk kedalam hewan
hind gut fermenter yaitu proses fermentasi makanan oleh mikroba terjadi di
dalam sekum (Carnaby 2006). Efektifitas fermentasi makanan pada sekum lebih
rendah dibandingkan dengan efektifitas fermentasi di lambung. Ukuran sekumnya
yang besar menyebabkan pemuasaan 12 jam belum cukup untuk mengosongkan
isi dari saluran pencernaan landak (Gambar 3).
Dari keempat landak Jawa, landak jantan dua dan landak jantan tiga yang
memiliki lemak tubuh (intermuskular) yaitu masing-masing 28,40 gram (0,37 %)

9
 

dan 34,40 gram (0,50 %) sedangkan landak betina dan jantan satu sangat sedikit.
Menurut Cahyo (2012) bahwa pengamatan yang dilakukan terhadap otot-otot
daerah panggul dan paha landak Jawa menunjukkan bahwa hewan ini memiliki
proporsi perdagingan yang sangat tebal, namun memiliki jaringan lemak
intermuskular yang sangat sedikit dan struktur serabut otot-ototnya yang sangat
halus. Hal ini sesuai dengan kepercayaan masyarakat yang mempercayai daging
landak memiliki kandungan lemak yang rendah (Sulistya 2007). Dari Tabel 3
terlihat bobot darah yang semakin tinggi apabila terjadi peningkatan bobot badan
landak kecuali pada landak betina. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Chandramouli (2005) yang menyatakan hewan jantan memiliki jumlah darah yang
lebih tinggi dibanding betina. Bobot potong yang semakin besar akan
menghasilkan kulit yang semakin luas dan jumlah darah yang semakin banyak.
Hasil penelitian Tobing et al. (2004), menunjukkan bahwa bobot kulit dan jumlah
darah pada hewan sebanding dengan bobot potongnya.
Rataan persentase lemak omental yang dihasilkan pada penelitian ini jauh
lebih rendah yaitu sebesar 0,37% dibandingkan dengan penelitian Farida et al.
(2012) yaitu sebesar 2,6 %. Hal ini diduga disebabkan oleh pemberian konsentrat
pada landak selama 82 hari pada penelitian Farida et al. (2012) sehingga terjadi
penimbunan lemak yang lebih banyak. Rataan persentase alat kelamin yang
dihasilkan adalah 0,68 %. Terdapat perbedaan persentase bobot alat kelamin
apabila dibandingkan dengan penelitian Farida et al. (2012) yaitu rataan
persentase yang dihasilkan adalah 0,12 %. Hal ini berkaitan dengan teknik
pemotongan alat kelamin pada saat pemisahan dari karkas. Pada penelitian ini
pemotongan alat kelamin di runut sampai seluruh bagian termasuk kelenjar
aksesoris dan penggantungnya sehingga menambah bobot keseluruhan alat
kelamin.

Gambar 3 Situs viscerum landak Jawa.
Perbandingan Persentase Karkas Landak Jawa dengan Ternak
Konvensional Lainnya
Apabila dibandingkan dengan beberapa ternak lain seperti domba,
kambing, sapi Jawa, kancil, dan kelinci Rex, persentase karkas landak Jawa lebih
tinggi (Tabel 4). Meskipun demikian, persentase karkas ini masih lebih rendah
dibandingkan dengan pada babi. Karkas babi memiliki persentase karkas yang
tertinggi karena pada karkas babi tidak dikuliti serta tebalnya lemak punggung
pada babi. Hasil dari penelitian ini juga lebih tinggi dibandingkan pada landak

10 

 

Jawa yang dilakukan oleh Farida et al. (2012). Pada penelitian ini persentase
karkas yang diperoleh mendekati persentase karkas babi pada penelitian Tobing
(2012). Hal ini dikarenakan pada penelitian ini karkas landak tidak dikuliti dan
ditambahkan dengan bobot ekor. Secara umum karkas hewan ternak konvensional
tidak menyertakan kulit dan ekor ke dalam komponen karkas kecuali pada babi
yang menyertakan kulitnya.
Tabel 4 Rataan bobot potong, bobot karkas serta persentase karkas landak Jawa
dan hewan lainnya
Hewan

Kelamin

Landak Jawa1)

Jantan
Betina
Jantan
Betina
Jantan
Betina
Jantan
Betina
Jantan
Betina

Landak Jawa2)
Domba3)
Kambing4)
Sapi Jawa5)

Rataan bobot
potong (kg)
6,97
7,56
6,40
8,70
25,13
25,80
24,27
24,23
214,32
226,14

Rataan bobot
karkas (kg)
4,52
4,96
3,79
5,16
11,70
12,53
9,77
11,03
110,60
115,51

Rataan persentase
karkas(%)
64,76
65,64
59,68
59,66
43,01
44,18
39,39
42,48
51,18
51,02

Babi :
Peliharaan6)
Hutan7)
Kancil8)

90,16
74,47
29,50
71,26
Jantan
1,92
0,99
50,65
Betina
1,53
0,75
50,48
Jantan
3,02
1,54
51,19
Kelinci Rex9)
Betina
2,71
1,41
51,95
Keterangan: 1)Penelitian ini; 2)Farida et al. (2012); 3 & 4)Sunarlin & Usmiati (2006); 5)Lestari
et al. (2010); 6)Siagian et al. (2005); 7)Tobing (2012); 8)Putrawan (2005); 9)Brahmantiyo &
Raharjo (2009)

Persentase karkas landak Jawa yang tinggi dibandingkan dengan hewan
lain menunjukkan satwa ini mempunyai potensi yang tinggi sebagai hewan
penghasil daging alternatif selain ternak konvensional. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Farida et al. (2010) bahwa tingginya persentase karkas landak Jawa
mengindikasikan satwa ini berpotensi untuk dibudidayakan sebagai sumber
daging alternatif dan dapat menunjang program diversifikasi pangan khususnya di
wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur yang sebagian penduduknya telah lama
memanfaatkan landak sebagai bahan pangan. Hasil survei juga menunjukkan
bahwa 53,5% responden mengakui daging landak bisa dikonsumsi dan halal
menurut Hukum Islam (Norsuhana et al. 2012).
Landak Jawa yang dikonsumsi oleh masyarakat di Jawa Tengah rata-rata
diperoleh dengan dari hasil buruan/tangkapan alam. Peternakan landak secara
komersial belum ada dikarenakan masih belum terlalu mendapat tanggapan dari
masyarakat. Oleh karena itu belum ada rumah pemotongan hewan bagi landak.
Hal ini menyebabkan daging landak yang dikonsumsi menjadi tidak halal karena
penjual daging landak tidak memperhatikan aspek kesehatan, agama dan
kesejahteraan hewan yang telah sesuai dengan ketentuan badan kesehatan hewan
dunia (OIE). Menurut DITJEN PKH (2009), menyatakan bahwa pemotongan dan

11
 

penyembelihan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga hewan bebas
dari rasa sakit, rasa takut, dan tertekan, penganiayaan, serta penyalahgunaan.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Landak Jawa memiliki rataan persentase karkas sebesar 64,98 %.
Persentase karkas yang tinggi disebabkan oleh daging landak yang tebal ditambah
dengan bobot kulit dan ekor. Persentase karkas yang tinggi menunjukkan potensi
landak Jawa sebagai sumber protein hewan alternatif.
Saran
Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai bobot serta persentase karkas
dan non karkas landak Jawa untuk mendapatkan data dasar dan informasi yang
lebih lengkap pada satwa ini. Direkomendasikan juga untuk menyertakan kulit
dan ekor sebagai bagian dari karkas landak Jawa.
 

DAFTAR PUSTAKA
 

Aripin SNA & Mohammad AJ. 2008 Apr 13. Landak Raya diternak secara
komersial. Berita Minggu: Hal 2-3.
Bartos C. 2004. Husbandry standars for keeping porcupine in captivity. Baltimore
Zoo. Druid Hill Park, Baltimore, MD 21217.
Brahmantiyo B. & Raharjo YC. 2009. Karakteristik karkas dan potongan
komersial kelinci Rex dan Satin. Prosiding Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner. Hal 688-692.
Cahyo OKN. 2012. Anatomi otot daerah panggul dan paha landak Jawa (Hystrix
javanica). [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Carnaby T. 2006. Beat About The Bush : Mammals. Johannesburg (ZA): Jacana
Media.
Chandramouli R & Tandan HC. 2005. Textbook of Physiology for Dental
Students. 5th Edition. New Delhi (IN): Jaypee Brother Medical Publisher
Ltd.
Corbet GB & Hill JE. 1992. The Mammals of the Indomalayan Region : A
Systematic Review. United Kingdom (GB): Oxford University Press.
[DITJEN PKH] Direktorat Jenderal Peternakan & Kesehatan Hewan. 2009.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009 Tentang
Peternakan dan Kesehatan Hewan Pasal 66 Kalimat 2. [Internet]. [diunduh
2013
September
29].
Tersedia
pada:
http://pphp.deptan.go.id/download/regulasi/undang-undang/uu_18-2009.pdf

12 

 

Farida WR, Ridwan R, & Wulansari D. 2010. Kajian domestikasi landak (Hystrix
sp.) guna pemanfaatan berkelanjutan. Laporan akhir tahun 2010, Kegiatan
Program Kompetitif LIPI.
Farida WR, Tjakradidjaja AS, & Sari AP. 2012. Pengaruh suplementasi
konsentrat dalam ransum terhadap performa bobot karkas dan non karkas
landak Jawa. J. Biol. Indones 8 (2): 381-388.
Findlay GH. 1977. Rhythmic pigmentation in porcupine quills. J Mammal Biol
42: 231-239.
Goodwin TS. 1865. Natural History, a Manual of Zoology. New York (US).
Grzimek B. 1975. Grzimek’s Animal Life Encyclopedia. Volume ke-2. New
York (US): Van Nostrand Reinhold Company.
Hermansyah. 2008. Perubahan nilai pH postmortem daging sapi yang dipotong
dengan menggunakan restraining box. [skripsi]. Bogor (ID) : Institut
Pertanian Bogor.
Kebede T, Lemma T, Hunduma, Dinka H, Guru M, & Sisay A, 2008. Growth
performance and carcass characteristics of arsi-bale goats castrated at
different ages. World Applied Sci. J. 4 (4): 545-553.
Kingdon J. 1984. East African Mammals, an Atlas of Evolution in Africa, Volume
2, Part B (Hares and Rodents) (pp 687 – 695).
Lawrie RA. 2003. Ilmu Daging. Edisi kelima. Terjemahan: Parakkasi. Jakarta
(ID):Universitas Indonesia.
Lestari CMS, Hudoyo Y, & Dartosukarno S. 2010. Proporsi karkas dan non
karkas sapi Jawa di rumah potong hewan swasta kecamatan Ketanggungan,
kabupaten Brebes. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner. 296-300.
Muhibbah V. 2007. Parameter tubuh dan sifat-sifat karkas sapi potong pada
kondisi tubuh yang berbeda [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Norsuhana AH, Shukor MN, & Aminah A. 2012. Perceptions on captive Malayan
porcupine (Hystrix brachyura) meat by Malaysian urban consumers. Health
and the Environment Journal, Vol. 3, No 1: 67-78
Nowak, Ronald M, Paradiso, & John L. 1991. Walker’s Mammals of the World,
The Johns Hopkins University Press, (pp 794 – 798).
Prabowo ZM. 2013. Sifat karkas dan non karkas sapi silangan local pada bobot
potong yang berbeda. [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Putrawan H. 2005. Sifat fisik kimia daging dan potongan karkas kancil
(Trangulus javanicus). [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Rao DR, Chen CP, Sunki GR, & Johnson WM. 1978. Effect of weaning and
slaughter ages on rabbit meat production. II. Carcass quality and
composition. J.Anim. Sci. 46: 578-583
Rianto E, Lindasari E, & Purbowati E. 2006. Pertumbuhan dan komponen fisik
karkas domba ekor tipis jantan yang mendapat dedak padi dengan aras
berbeda. Jurnal Produksi Ternak 8 (1): 28-33.
Roze & Uldis. 1989. The North American Porcupine, Smithsonian Institution
Press.
Siagian PH, Natasasmita S, & Silalahi P. 2005. Pengaruh substitusi jagung dengan
corn gluten feed (CGF) dalam ransum terhadap kualitas karkas babi dan
analisis ekonomi. Media Peternakan 28 (3): 100-108.

13
 

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta (ID) : Gajah Mada
University.
Sulistya SJ. 2007. Sate landak, dipercaya tingkatkan stamina pria. [terhubung
berkala]. http://www.suaramerdeka.com/cybernews/harian/2703/16 [20 Juli
2013]
Sunarlim R, & Usmiati S. 2006. Profil karkas ternak domba dan kambing.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Hal 590597.
Tobing MM, Lestari CMS, & Dartosukarno S. 2004. Proporsi karkas dan non
karkas domba lokal jantan menggunakan pakan rumput gajah dengan
berbagai level ampas tahu. J Pengembangan Petern Tropis : 90 – 97.
Tobing SWL. 2012. Perbandingan kualitas karkas dan daging antara babi
Landrace dengan babi Hutan [tesis]. Padang (ID) : Universitas Andalas.
Van Aarde RJ. 1987. Reproduction in the Cape porcupine (Hystrix
africaeaustralis) : an ecological perspective. Mammal Research Institute,
University of Pretoria.
Vaughn TA, Ryan JM, & Czaplewski NJ. 2000. Mammalogy. Ed ke-4.
Philadelphia (US) : Saunders College Publishing.
Wardi, Farida WR, & Siregar HCH. 2011. Tingkah laku harian landak Raya
(Hystrix brachyura) pada siang hari di penangkaran. Berk. Penel. Hayati
Edisi Khusus 4B: 21-25.
Whittemore AT. 1980. Pig Production. The Scientific and Practical Principles.
London (GB) : Longman.

14 

 

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuala Penyu, Sabah pada tanggal 14 November 1989
dari ayah Vincent Bangkong dan ibu Flora Jalani. Penulis merupakan putra
keempat dari enam bersaudara. Pendidikan Sekolah Menengah Penulis
diselesaikan di Maktab Rendah Sains Majlis Amanah Rakyat (MRSM) Kuching,
Sarawak pada tahun 2006, kemudian melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian
Bogor pada tahun 2008 melalui jalur Ujian Seleksi Masuk Institut Pertanian
Bogor. Mayor yang dipilih Penulis adalah Kedokteran Hewan, Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor .
Selama mengikuti perkuliahan, Penulis aktif sebagai Timbalan Yang
Dipertua Pelajar Malaysia sesi 2010/2011 dan Yang Dipertua Pelajar Malaysia
sesi 2011/2012. Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir, Penulis melakukan
penelitian dan menyusun skripsi dengan judul, Analisis Bobot Komponen
Penyusun Karkas dan Non Karkas pada Landak Jawa (Hystrix javanica).