partai lama. Kritis internal merupakan manifestasi ketidaksetujuan akan sebuah kebijakan partai politik atau seorang kontestan. Ketika pemilih merasa kritikannya tidak difasilitasi oleh
mekanisme internal partai politik, mereka cenderung menyuarakan melalui mekanisme eksternal
partai, misalnya melalui media massa seperti radio, televisi, dan sebagainya.
3. Pemilih Tradisional
Pemilih dalam jenis ini akan memiliki orientasi yang sangat tinggi dan tidak terlalu melihat kebijakan partai politik atau seorang kontestan sebagai sesuatu yang penting dalam
pengambilan keputusan. Pemilih tradisional sangat mengutamakan kedekatan sosial-budayanya, nilai, asal usul, faham, dan agama sebagai ukuran untuk memilih suatu partai politik. Kebijakan
ekonomi, kesejahteraan, pemerataan pendapatan dan pendidikan, dan pengurangan angka inflasi dianggap sebagai parameter kedua. Biasanya pemilih jenis ini lebih mengutamakan figure dan
kepribadian pemimpin, mitos dan nilai historis sebuah partai politik atau seorang kontestan. Salah satu karekteristik mendasar jenis pemilih ini adalah tingkat pendidikan yang rendah dan
sangat konservatif dalam memegang nilai serta faham yang dianut.
Pemilih tradisional adalah jenis pemilih yang bisa dimobilisasi selama priode kampanye. Loyalitas tinggi merupakan salah satu ciri khas yang paling menonjol bagi pemilih jenis ini.
Ideologi dianggap sebagai salah satu landasan dalam membuat suatu keputusan serta bertindak,
dan kadang kebenarannya tidak bisa diganggu gugat. 4. Pemilih Skeptis
Pemilih jenis ini memiliki orientasi ideologi yang cukup tinggi dengan sebuah partai politik atau seorang kontestan, juga tidak menjadikan kebijakan sebagai sesuatu yang penting.
Keinginan untuk terlibat dalam sebuah partai politik pada pemilih jenis ini sangat kurang, karena ikatan ideologi mereka memang rendah sekali. Mereka juga kurang mempedulikan ‘platform’
dan kebijakan partai politik. Kalaupun berpartisipasi dalam pemungutan suara, biasanya mereka melakukan secara acak atau random. Mereka berkeyakinan bahwa siapapun dan partai apapun
yang memenangkan pemilu tidak akan bisa membawa bangsa kearah perbaikan yang mereka
Universitas Sumatera Utara
harapkan. Selain itu, mereka tidak memiliki ikatan emosional dengan sebuah partai politik atau
seorang kontestan.
E.3.2 Pola Pengembangan Pemilih Meskipun tampak relatif, pola pengembangan pemilih mencerminkan kecendrungan
saling terkait dan mempengaruhi. Lingkup pengelompokan atau segmentasi itu dapat didasarkan pada:
30
1. Lingkup Agama
Lingkup agama berpola pilihan lebih mengacu pada landasan partai atau kandidat yang
cendrung pluralis atau inklusif.
2. Lingkup Gender
Karekteristik ini menghasilkan dua segmen: kaum laki-laki dan perempuan. Pemilih
perempuan cukup strategis karena jumlah suara lebih 50 dari total populasi pemilih
3. Lingkup Kelas Sosial
Seperti sebuah piramida, lapisan puncak yang paling sedikit jumlahnya disebut kelas atas, sedangkan dibawahnya lapisan kelas menengah yang jumlahnya lebih besar, dan segmen paling
bawah yang jumlahnya paling rendah adalah kelas bawah.
4. Lingkup Geografi
Segmen ini memilih pilihan berdasarkan tingkat, sebagai pendekatan yang lazim, asal usul daerah dimana kandidat tampil cukup menjadi alasan. Selain itu dapat pula dikembangkan
berdasarkan pulau, perkotaan, pedesaan, kampung, kelurahan, kecamatan, dan lain-lain.
5. Lingkup Usia
Seringkali kedewasaan manusia digambarkan sejak masa transisi usia 17-23, masa pembentukan keluarga usia 24-30, masa peningkatan karir 30-40, masa kemapanan 51-65.
Kondisi – kondisi tertentu menyangkut belum berkeluarga, tidak berkerja pengangguran, dan
30
Agung Wibawanto,dkk. Memenangkan Hati dan Pikiran Rakyat. Yogyakarta: Pembaruan 2005. hlm 24-26
Universitas Sumatera Utara
termasuk golongan lansia tidak mempengaruhi tingkatan-tingkatan usia tersebut dalam pengambilan keputusan untuk memilih calon partai atau kontestan dalam Pemilu maupun
Pemilukada.
6. Lingkup Demografi
Berdasarkan karakter factor demografis seperti usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, status perkawinan, dan lain-lain. Metode demografis dipergunakan biasanya guna
mendukung riset politik, misalnya data statistik, sejarah Pemilu regional, maupun data sensus.
7. Lingkup Psikografis
Berdasarkan gaya hidup, yakni bagaimana seseorang menghabiskan waktu dan uangnya. Ada laporan sebuah riset yang membagi delapan segmen dibeberapa kota. Respon tersebut antara
lain: the affluent pekerja keras, the achiervers intelek rendah hati, the loners tak suka menonjol, the anxious peragu semangat besar, the pleasure seekers mengejar hura-hura, dan
the attention seekers ingin tampil beda
8. Lingkup Perilaku
Memberi tekanan pada pola perilaku dengan berbagai tipe, yakni: pemilih rasional berfokus pada platform program, pemilih emosional berfokus kepada pertokohan, pemilih
sosial berfokus pada asosiasi dengan kelompok sosial tertentu, dan pemilih situasional
berfokus pada dampak perubahan atas situasi tertentu
E.4 Perilaku Politik Perilaku politik adalah perilaku yang dilakukan oleh insanindividu atau kelompok guna
memenuhi hak dan kewajibannya sebagai insan politik. Seorang individukelompok diwajibkan oleh negara untuk melakukan hak dan kewajibannya guna melakukan perilaku politik.
31
Menurut Rahadian P. Paramita perilaku politik pada dasarnya adalah budaya politik, yaitu kesempatan antara pelaku politik tentang apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak
boleh dilakukan. Kesempatan ini tidak selalu bersifat terbuka, tetapi ada pula yang bersifat
31
http:id.wikipedia.orgwikiPolitik. Diakses pada tanggal 26 Juni 2012.
Universitas Sumatera Utara
tertutup.
32
Menurut ahli lain, yaitu Ramlan Surbakti mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan perilaku politik adalah tindakan atau kegiatan seseorang atau kelompok dalam kegiatan politik.
perilaku politik adalah sebagai kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan keputusan politik.
Perilaku politik adalah salah satu aspek dari ilmu politik yang berusaha untuk mendefenisikan, mengukur dan menjelaskan pengaruh terhadap pandangan politik seseorang.
Secara teoritis, perilaku politik dapat diuraikan dalam tiga pendekatan utama yakni melalui
pendekatan sosiologi, psikologi, dan rasionalitas.
33
Perilaku Politik juga dapat dirumuskan sebagai kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Interaksi antara pemerintah dan masyarakat,
antara lembaga pemerintah dan antara kelompok dan individu dalam masyarakat dalam rangka pembuatan, pelaksanaan, dan penegakan keputusan politik pada dasarnya merupakan perilaku
politik.
Perilaku politik merupakan salah unsur atau aspek perilaku secara umum, disamping perilaku politik, masih terdapat perilaku-perilaku lain seperti perilaku organisasi,
perilaku budaya, perilaku konsumenekonomi, perilaku keagamaan dan lain sebagainya.
Sejalan dengan pengertian politik, perilaku politik berkenaan dengan tujuan suatu masyarakat, kebijakan untuk mencapai suatu tujuan, serta sistem kekuasaan yang memungkinkan
adanya suatu otoritas untuk mengatur kehidupan masyarakat kearah pencapaian tujuan tersebut.
Dalam pelaksanaan perilaku di suatu negara ataupun dalam pelaksanaan Pemilukada langsung di suatu daerah, perilaku politik dapat berupa perilaku masyarakat dalam menentukan
sikap dan pilihan dalam pelaksanaan Pemilu atau Pemilukada tersebut, hal ini jugalah yang membuat digunakannya teori perilaku politik dalam proposal penelitian ini Perilaku politik dapat
di bagi dua yaitu :
34
1. Perilaku politik lembaga-lembaga dan para pejabat pemerintah.